Percaya bahwa Allah Tetap Bekerja

Habakuk 1

Nabi Habakuk bergumul saat melihat terjadinya kejahatan, tetapi Allah seperti berdiam diri saja. Mengapa Allah membiarkan saja orang-orang yang telah mendengar firman Tuhan, tetapi tidak peduli terhadap kehendak-Nya. Mengapa mereka yang memutarbalikkan firman Tuhan dan menipu bisa dihormati dalam masyarakat? Sampai kapan mereka dibiarkan melakukan ketidakadilan? Mengapa Allah membiarkan Nabi Habakuk melihat kejahatan dan kelaliman? (1:2-3).

Sang Nabi bergumul saat melihat keadaan umat Yehuda yang hidup dalam kejahatan dan menindas sesamanya. Hukum tidak berdaya dan keadilan menghilang karena orang fasik menindas orang benar (1:4). Masa yang kacau itu adalah masa pemerintahan Raja Yoyakim (609-598 BC). Sebelum masa itu, terjadi reformasi besar-besaran saat Kerajaan Yehuda berada di bawah pemerintahan raja Yosia. Sayangnya, reformasi tidak berlanjut. Umat Yehuda kembali hidup dalam dosa.

Pertanyaan Sang Nabi dalam bacaan Alkitab hari ini bukan berarti bahwa ia meragukan Allah, melainkan bahwa ia memiliki iman yang hidup. Ia jujur dan mau menjalani proses bersama Allah untuk menjadi lebih baik. Ia bergumul melihat umat Yehuda yang mendengarkan firman Tuhan, namun tidak kunjung bertobat, bahkan semakin murtad, dan Allah seperti membiarkan saja. Ia makin bergumul ketika Allah menyatakan bahwa Ia akan membangkitkan bangsa kafir yang lebih jahat, yaitu bangsa Kasdim, untuk menghukum bangsa Yehuda (1:5-11). Sang Nabi mempertanyakan keadilan Tuhan (1:12-17), namun ia belajar memercayai bahwa Allah tetap bekerja. Kalimat "sebab, sesungguhnya, Akulah yang membangkitkan orang Kasdim," (1:6) menunjukkan bahwa Allah bekerja dalam cara yang sulit dipahami oleh hamba-Nya.

Bacaan Alkitab hari ini menjelaskan bahwa Allah tidak berdiam diri atas apa yang terjadi pada umat-Nya. Ia tetap bekerja walaupun caranya membingungkan dan membangkitkan pergumulan. Ingatlah perkataan Tuhan Yesus, "Bapaku bekerja sampai sekarang" (Yohanes 5:17). Sebagai orang percaya, apakah Anda yakin bahwa Allah tetap bekerja untuk kebaikan kita saat cara kerja Allah terasa membingungkan seperti pada masa pandemi yang belum kunjung berakhir ini? Apakah Anda meyakini bahwa Allah memiliki rencana yang baik melalui pandemi yang telah mengubah kondisi sosial masyarakat di seluruh dunia ini? [JC]

Refleksi Penghukuman Terhadap Niniwe

Nahum 3

Bangsa Asyur memiliki pasukan yang tangkas dengan perlengkapan perang yang sangat memadai untuk menaklukkan musuh (2:3-5). Mereka memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan berhasil mengalahkan kota demi kota dan wilayah demi wilayah (2:5-6). Bangsa Asyur—dengan segala kegemilangannya—telah membuat banyak bangsa merasa takut dan gentar menghadapi mereka (2:10).

Ketika Nabi Yunus menyampaikan teguran Allah, Bangsa Asyur merendahkan diri di hadapan Allah (lihat Yunus 3). Akan tetapi, kurang lebih satu abad kemudian, mereka kembali melakukan kekejian. Mungkin, keberhasilan mengalahkan musuh dan menambah kekayaan melalui barang jarahan (2:9), serta kejayaan—yang membuat mereka ditakuti oleh bangsa-bangsa lain—membuat mereka lupa akan pertobatan yang pernah dilakukan oleh leluhur bangsa mereka. Sebagai akibatnya, Allah menjadi lawan bagi mereka (2:13). Asyur sama sekali tak berdaya (3:13-17). Mereka dipermalukan di hadapan bangsa-bangsa lain, dan mereka menjadi bahan olok-olokan (3:5-6). Para pemimpin Asyur tidak memimpin bangsa itu ke arah yang benar, sehingga mereka mengalami kehancuran total (3:18-19).

Walaupun kita bukan orang Asyur, kita tidak pernah memerangi bangsa-bangsa lain, dan kita tidak pernah berlaku kejam secara fisik terhadap orang lain, bisa saja kita melakukan kejahatan dalam bentuk yang berbeda. Oleh karena itu, kita tetap perlu memeriksa diri sendiri berdasarkan perenungan terhadap apa yang dialami oleh bangsa Asyur. Apakah Anda pernah berlaku tidak adil terhadap orang lain? Apakah Anda pernah melontarkan perkataan yang membuat orang lain menjadi sakit hati? Apakah Anda pernah menyembah illah atau dewa? Apakah Anda pernah menomorduakan TUHAN dalam hidup Anda? Ingatlah bahwa kita bisa menghadapi godaan untuk mengutamakan uang, kuasa, prestasi, follower dan likes di media sosial. Bahkan, kita bisa menjadi terlalu mengutamakan diri sendiri, sehingga TUHAN menjadi nomor dua dalam hidup Anda. Hal-hal yang lebih diutamakan daripada Allah merupakan berhala masa kini. Allah itu adil dan Ia membenci dosa. Oleh karena itu, bertobatlah dan marilah kita dengan sepenuh hati melakukan kehendak-Nya, sebab kita telah ditebus oleh Kristus dengan darah yang mahal. [ECW]

Mengenal Allah yang Sejati

Nahum 1–2

Ketika membaca Kitab Nahum, mungkin kita akan terkejut saat ayat kedua menyatakan bahwa Allah adalah Pribadi yang Cemburu dan Pembalas (1:2). Allah dinyatakan sebagai Sang Pembalas dengan amarah yang membara. Allah menyimpan kemarahan kepada para lawan-Nya (1:2). Walaupun selanjutnya dikatakan bahwa Allah itu panjang sabar (1:3), tetapi ayat itu lalu dilanjutkan dengan uraian yang mengungkapkan bahwa Allah yang mahakuasa itu tidak sekali-kali membebaskan orang yang bersalah dari hukuman (1:3). Allah itu mahakuasa dan kuasa-Nya yang dahsyat mengguncangkan semua ciptaan (1:5). Tidak ada yang dapat bertahan di hadapan murka-Nya (1:6), termasuk penduduk Niniwe yang “terbabat dan mati binasa” (1:12). Berbagai bentuk illah dan simbol penyembahan kepada dewa Asyur akan dihancurkan (1:14). Hal ini menunjukkan bahwa kuasa Allah melampaui segala sesuatu.

Kontras dengan nubuat kepada penduduk Niniwe, kepada umat Israel dinyatakan bahwa akan ada pemulihan (2:2). TUHAN menyatakan diri sebagai Pribadi yang Baik, Tempat Perlindungan (1:7), Pemberita damai sejahtera (1:15). Bila kita hanya membaca kitab Nahum, seolah-olah penghukuman Allah hanya bagi bangsa Niniwe atau bangsa bukan Yahudi. Berdasarkan tulisan dari R.K. Harrison dalam bukunya, Introduct-ion to the Old Testament, Kitab Nahum ditulis antara tahun 664-612 sebelum Kristus (halaman 927). Pada saat itu, Kerajaan Samaria atau Israel Utara, telah dihancurkan oleh bangsa Asyur sebagai akibat ketidaktaatan mereka kepada Allah (2 Raja-raja 15:27-31). Jadi, Kerajaan Israel Utara dihukum oleh Allah melalui tangan bangsa Asyur. Pada waktu-Nya, bangsa Asyur sendiri akan mengalami penghukuman dari Allah karena kejahatan yang mereka lakukan.

Melalui perikop yang kita renungkan hari ini, kita diajak untuk mengenal Allah secara seimbang. Pada umumnya, orang Kristen sangat menyukai pengajaran tentang Allah yang Mahakasih, Maha Pengampun, dan Pemberi Berkat. Akan tetapi, kita sering tidak mengindahkan sifat Allah yang adil dan sangat membenci dosa. Apakah pengenalan Anda akan Allah telah seimbang? Allah membenci perbuatan dosa, tetapi Dia mengasihi pribadi pendosa seperti kita. Apakah Anda masih terus berjuang untuk menanggalkan perbuatan dosa dan menaati firman-Nya? Kiranya TUHAN menolong kita semua! [ECW]

Pengampunan Allah

Mikha 7

Ketika seseorang percaya kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah mengampuni dosa-dosanya dan menerima dia kembali. Dosa yang sangat besar seringkali membuat seseorang merasa bahwa Allah belum sepenuhnya mengampuni dosanya, dan ia tidak menemukan da-mai sejahtera. Namun, masalah yang sebenarnya, bukan pada seberapa besar dosa kita, tetapi pada seberapa besar anugerah pengampunan Allah. Jika anugerah pengampunan Allah kecil, maka dosa kecil pun tidak dapat diampuni. Namun belas kasihan dan kemurahan Allah memang melampaui segala sesuatu. Kasih-Nya besar tidak terkira, sehingga seburuk apapun dosa-dosa kita, kita dapat diampuni. Mikha tahu bahwa Allah akan menghapuskan kesalahan-kesalahan umat-Nya, dan membu-ang segala dosa umat-Nya ke dalam tubir laut (7:19). Oleh karena itu, Mikha mengajar umat Israel untuk memikul kemarahan TUHAN, dan menanti sampai Allah memulihkan keadaan mereka (7:9). Umat Allah harus bersabar menghadapi musuh-musuh maupun orang-orang yang mencela mereka saat mereka menanggung hukuman, karena ada waktunya mereka akan dipulihkan, dan musuh-musuh mereka akan menanggung malu (7:10).

Walaupun Allah mau mengampuni dosa kita, kita perlu belajar untuk menanggung konsekuensi dari dosa yang kita lakukan, sehingga kita bisa memahami bahwa dosa itu memiliki konsekuensi yang berat. Selanjutnya, kita perlu belajar untuk hidup bergantung kepada Roh Kudus dan menjauhi dosa. Ada orang yang melakukan dosa, namun tidak mau menanggung akibat dari dosa tersebut. Ia berusaha untuk menghindar, melupakan, mengabaikan, dan tidak mau meminta pengam-punan atas dosa-dosa yang ia lakukan. Sebagai contoh, ada seorang pebisnis yang menipu partner atau rekan bisnisnya, dan ia tidak mau mengaku. Ia secara mati-matian menyangkal perbuatannya. Ada pula karyawan yang melakukan korupsi, namun tidak mau mengaku dan terus menyangkal perbuatannya. Bila kita tidak mau mengaku dosa karena tidak mau menerima konsekuensi dari dosa itu, kita tidak akan mengalami pengampunan dan damai sejahtera. Kita akan terus hidup dikuasai oleh dosa, dan dosa yang satu akan melahirkan dosa yang berikutnya. Bila kita bersedia mengakui dosa kita, Allah yang setia dan adil itu akan mengampuni dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan (1 Yohanes 1:9). [WY]

Yang Dikehendaki Allah

Mikha 6

Situasi dalam bacaan Alkitab hari ini bagaikan sebuah ruang sidang pengadilan. Allah mengajukan tuntutan yang adil kepada umat-Nya, dan keadilan Allah itu membuat Ia memberikan kesempatan kepada umat-Nya untuk membela diri. Allah ingin mendengar jawaban yang hendak dikemukakan oleh umat Israel atas tuduhan yang Allah kemukakan kepada mereka. Allah tidak pernah berlaku semena-mena. Umat Israel boleh menyampaikan pembelaan diri. Allah mengundang saksi-saksi (6:1-2) untuk mengemukakan fakta sebenarnya yang bersifat tidak memihak. Oleh karena itu, tuntutan Allah terhadap umat-Nya itu bersifat sah dan tidak semena-mena.

Allah memulai “persidangan” itu dengan mengajukan pertanyaan kepada umat-Nya, "Umat-Ku, apakah yang telah Kulakukan kepadamu? Dengan apakah engkau telah Kulelahkan? Jawablah Aku!” (6:3). Ia meminta tanggapan umat-Nya atas apa yang telah Ia perbuat kepada mereka. Apakah ada perlakuan Allah yang tidak baik kepada umat Israel? Allah meminta orang Israel untuk mengajukan keberatan jika mereka menganggap Allah telah melakukan hal yang tidak benar. Ada versi Alkitab dalam bahasa Inggris yang mengganti perkataan “Jawablah Aku!” dengan perkataan yang bernuansa sidang pengadilan, “Bersaksilah melawan Aku!” (NKJV). Allah menyampaikan tantangan itu karena Ia tidak pernah merugikan umat Israel. Ia selalu melakukan apa yang baik dan benar. Ia menebus mereka dari tempat perbudakan di Mesir, lalu menuntun mereka untuk memasuki Tanah Perjanjian. Ia memberkati orang Israel saat Balak meminta Bileam mengutuk orang Israel. Allah mengubah kutuk menjadi berkat (6:4). Akan tetapi, pembelaan diri orang Israel memperlihatkan bahwa mereka salah duga. Mereka merasa bahwa tuntutan Allah terlalu banyak. Mereka mengira bahwa Allah menginginkan ribuan domba jantan dan puluhan ribu curahan minyak, bahkan mereka mengira bahwa Allah baru berkenan bila mereka mempersembahkan anak sulung mereka (6:6-7). Mereka berpikir bahwa Allah dapat disogok dengan berbagai macam ritual dan korban bakaran. Namun, Allah menjawab bahwa yang Ia kehendaki adalah agar mereka berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan-Nya (6:8). Inilah yang Allah inginkan dalam hidup kita karena Ia telah menebus kita dari maut. [WY]

Yesus Kristus Membawa Pemulihan

Mikha 5

Di tengah berita penghukuman yang disampaikan kepada orang Israel dan Yehuda, Allah yang penuh dengan kemurahan dan anugerah memberikan janji pemulihan. Allah mengutus Anak-Nya sendiri untuk menjadi perantara antara manusia berdosa dan Allah, dengan jalan mati di kayu salib untuk menebus dosa setiap orang yang percaya kepada-Nya. Janji ini adalah berita sukacita dan pengharapan, karena Allah tidak membiarkan manusia binasa di dalam dosa, melainkan memberikan jalan keluar untuk permasalahan yang tidak dapat dipecahkan oleh manusia. Allah berjanji bahwa Seorang Pemimpin akan bangkit dari Betlehem Efrata, dan janji ini digenapi ketika Yesus Kristus lahir di Betlehem.

Siapakah Yesus, Sang Pemimpin yang dijanjikan Allah itu? Ia lahir di Betlehem, tetapi Ia tidak berawal di Betlehem. Permulaan-Nya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala (5:1). Perkataan “dahulu kala” itu ada yang menerjemahkan sebagai “awal zaman” (Alkitab Terjemahan Lama), dan ada yang menerjemahkan sebagai “kekekalan” (KJV, NASB). Sebagai Anak Allah, Yesus Kristus sudah ada bersama-sama dengan Allah sejak kekekalan. Dia adalah Pencipta alam semesta ini. Akan tetapi, Dia mau lahir di Betlehem, sebuah kota kecil di Yudea. Kenyataan ini mengajarkan kepada kita beberapa hal:

Pertama, Yesus Kristus adalah Allah yang mulia, melebihi manusia mana pun, karena Ia telah ada dalam kekekalan.

Kedua, Yesus Kristus mengasihi kita, sehingga Ia rela meninggalkan surga yang mulia untuk menjadi sama dengan manusia yang hina.

Ketiga, Yesus Kristus adalah Allah, namun sekaligus Ia adalah manusia karena ia lahir dari seorang wanita. Ia menambahkan Kemanusiaan pada Keilahian-Nya.

Keempat, Yesus Kristus adalah Allah dan manusia yang menunjukkan simpati-Nya pada kita. Ia mau turut merasakan keadaan dan kondisi kita sebagai manusia. Ketika kita bergumul, Allah mengerti apa yang kita rasakan dan apa yang kita alami.

Bersyukurlah karena kasih Allah melampaui pengertian kita. Kita—yang seharusnya mengalami kematian kekal—telah beroleh pengampun-an dan keselamatan kekal. Jangan sia-siakan anugerah Allah itu! Apakah Anda telah mengabdikan seluruh hidup Anda bagi Yesus Kristus, sebagai respons terhadap apa yang telah Ia lakukan bagi diri Anda? [WY]

Penghukuman Yang Pasti

Mikha 3-4

Apa yang membuat seseorang tidak mau segera bertobat dari dosa-dosanya? Biasanya, orang yang tidak mau segera bertobat—walaupun menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa—adalah orang yang beranggapan bahwa hukuman terhadap dosa itu tidak ada, karena keadaan mereka baik-baik saja, bahkan mereka lebih makmur dan senang dibandingkan dengan orang yang hidupnya menjauhi dosa. Para pemimpin bangsa dan nabi-nabi Israel maupun Yehuda juga merasa sangat yakin bahwa TUHAN ada di tengah-tengah mereka, sehingga apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak akan mengalami malapetaka (3:11). Keyakinan seperti ini sering kali membutakan banyak orang Kristen, dan membuat mereka beranggapan bahwa mereka bebas melakukan dosa karena Allah pasti mengerti dan mengasihi mereka tanpa syarat. Dalam Galatia 5:13, Rasul Paulus berkata, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Allah mengampuni dosa kita agar kita tidak lagi hidup di dalamnya, tetapi hidup mengasihi Tuhan dan sesama.

Para pemimpin Israel dan Yehuda melakukan dosa dengan menindas orang yang dipercayakan kepada mereka. Mereka mengambil keuntungan bagi diri sendiri dengan menindas orang lain. Nabi Mikha menggambarkan perbuatan mereka sebagai tindakan kanibal. Dengan rakus dan kejam, mereka menghabisi orang lain (Mikha 3:2-3). Nabi-nabi yang seharusnya menyampaikan firman TUHAN, justru mengejar keun-tungan pribadi dengan menyampaikan nubuat palsu (3:5,11). Nabi Mikha mengingatkan bahwa TUHAN pasti akan menghukum mereka (3:4,6,7, 12). Kesabaran dan kebaikan TUHAN tidak boleh dipandang sebelah mata. Ia memberikan anugerah, tetapi anugerah-Nya tidak pernah mu-rahan. Setiap orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus dan mendapat pengampunan dosa tidak boleh dengan sengaja hidup di dalam dosa, karena kita sudah mati bagi dosa. Dalam Roma 6:1-2, Rasul Paulus berkata, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Boleh-kah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, Bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” [WY]

Duka Atas Dosa

Mikha 1-2

Bagaimanakah sikap atau pandangan Anda terhadap dosa? Apa yang Anda rasakan saat Anda melihat orang lain melakukan dosa? Bagaimana perasaan Anda saat Anda berbuat dosa? Nabi Mikha meratapi dosa-dosa yang dilakukan oleh umat Israel dan Yehuda (1:8). Setiap orang yang saleh dan takut TUHAN tidak akan tahan untuk tidak peduli saat melihat dosa. Ia akan mengalami dukacita yang mendalam saat melihat dosa orang lain, apa lagi saat melihat dosa diri sendiri. Nabi Mikha berdukacita karena dosa umat Israel dan Yehuda sudah menjadi luka yang tidak dapat sembuh (1:9). Mengapa dosa mereka dikatakan seperti luka yang tidak dapat sembuh? Karena mereka tidak mau bertobat dan kembali kepada Allah. Dosa tidak dapat disembuhkan kecuali bila seseorang bertobat dan kembali kepada Kristus untuk mendapatkan pengampunan dan penyucian. Dalam Lukas 18:27, Tuhan Yesus berkata: “Apa yang tidak mungkin bagi manusia, mungkin bagi Allah.” Hanya bila kita percaya kepada Yesus Kristus dengan segenap hati, barulah kita bisa mengalami penebusan atas dosa-dosa kita. Dosa sebesar apa pun dapat dibersihkan oleh Tuhan Yesus (bandingkan dengan Yesaya 1:18). Yang menjadi pertanyaan, apakah Anda merasa berdukacita saat melihat adanya dosa di dalam hati Anda?

Umat Israel dan Yehuda tidak berdukacita atas dosa-doa mereka. Mereka hidup dalam kejahatan. Mereka menyembah patung berhala (Mikha 1:7). Mereka merancang kejahatan dan berbuat jahat kepada orang lain dengan tidak takut-takut. Mereka menindas orang yang lemah karena mereka memiliki kekuasaan (2:1). Mereka merampas ladang dan rumah orang lain (2:2). Perbuatan jahat yang terus berulang menunjukkan bahwa hati mereka tidak berdukacita atas dosa yang mereka perbuat, dan mereka tidak mau bertobat. Hidup terlalu lama di dalam dosa akan membuat hati menjadi tidak peka. Sekalipun berbuat sangat jahat kepada orang lain, hati mereka tidak merasa gelisah dan mereka tidak menyesal. Kondisi yang sangat mengerikan ini terjadi saat seseorang sudah merasa kebal terhadap dosa. Dosa itu menjadi luka yang tidak sembuh-sembuh dan makin lama makin parah. Bagaimana Anda bisa menjaga kepekaan hati agar selalu berduka bila jatuh dalam dosa? Koreksilah diri Anda setiap hari! Segeralah bertobat dan mintalah pertolongan serta pimpinan Roh Kudus! [WY]

Hidup yang Bermakna

Pengkhotbah 12:9-14

Bacaan Alkitab hari ini adalah bagian akhir dari apa yang hendak disampaikan Pengkhotbah (12:13), serta merupakan kesimpulan dari pencarian makna hidup yang dilakukan Pengkhotbah. Di sini, Sang Pengkhotbah menempatkan diri sebagai orang ketiga. Ia mengingatkan kembali siapa dirinya, yaitu bahwa dia bukan orang yang asal bicara. Dia berpengetahuan, berhikmat, cermat, dan jujur, sehingga apa yang ia sampaikan amat berharga. Walaupun tidak mudah dimengerti, nasihat Pengkhotbah jangan diabaikan! Dia tidak lagi menganggap hikmat yang dimilikinya sebagai kesia-siaan karena dia sudah menemukan makna hidup yang sesungguhnya. Pengkhotbah meyakini bahwa hikmat yang dia dapatkan itu seperti kusa (tongkat) yang dipakai untuk mendorong dan mengarahkan domba, dan seperti paku yang menancap (12:11), sehingga hikmat yang didapatnya diharapkan dapat mendorong dan mengarahkan orang dalam menjalani hidup dan membangkitkan keyakinan pada mereka yang bimbang.

Pengkhotbah menyimpulkan bahwa sesungguhnya, hidup yang bermakna adalah hidup dengan sikap takut akan Allah serta berpegang pada perintah-perintah-Nya (12:13). Membaca Alkitab dan mengikuti renungan GeMA merupakan langkah yang baik untuk mengenal Allah dan perintah-perintah-Nya. Namun, apakah pembacaan Alkitab hanya sekadar untuk menambah pengetahuan? Pengkhotbah mengingatkan bahwa bila Alkitab tidak menjadi pegangan hidup, pembacaan Alkitab hanya akan melelahkan badan (12:12-13) dan menjadi kesia-siaan. Pembacaan firman Tuhan harus dilakukan dengan hati yang takut akan Allah serta didorong oleh kerinduan untuk melakukan kehendak-Nya (12:13), agar kita terus berubah menuju keserupaan dengan Kristus. Dengan demikian, pengetahuan, hikmat, pekerjaan, jabatan, kesuksesan, ibadah, kekayaan, dan nama baik bukanlah suatu kesia-siaan. Sebaliknya, hal-hal itu akan menjadi sarana untuk memuliakan Allah dan untuk menikmati kemuliaan-Nya, serta berdampak pada jalannya pengadilan Allah. Pada akhirnya, kita akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia. Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! Amin. (Roma 11:36). Bagaimana dengan kebiasaan hidup Anda saat ini: Apakah Anda sedang mengikuti jejak Pengkhotbah yang sudah menemukan makna hidupnya? [BW]

Masa Muda yang Sia-sia

Pengkhotbah 11:1-12:8

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Pengkhotbah secara khusus menasihati kaum muda. Masa muda adalah masa produktif, saat seseorang bisa mengembangkan segala kemampuan yang dimilikinya. Secara umum, kaum muda mempunyai masa hidup yang lebih panjang. Oleh karena itu, sayang bila kaum muda mengerjakan hal yang sia-sia. Yang paling menyedihkan adalah bila ada anak muda yang sengaja menyia-nyiakan hidupnya karena merasa bahwa dirinya masih muda dan masih memiliki banyak waktu dan kesempatan.

Pengkhotbah melihat bahwa mereka yang mengagungkan masa muda sering kali tergoda untuk “mengikuti keinginan diri sendiri”. Oleh karena itu, Pengkhotbah mengingatkan bahwa sikap mereka itu bisa membuat mereka dibawa ke pengadilan Allah (11:9) dan masa muda yang seharusnya menjadi masa produktif menjadi kesia-siaan (11:10). Kita tidak akan tahu kapan hari-hari kemalangan akan tiba, saat manusia pergi ke rumahnya yang kekal (12:5). Pengkhotbah mengatakan bahwa debu kembali menjadi tanah dan roh kembali kepada Allah (12:7). Hal ini bisa terjadi kapan saja, tidak selalu terjadi di usia tua, namun di usia muda pun bisa terjadi juga. Oleh karena itu, Pengkhotbah berpesan, “Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu!” (12:1a). Pengkhotbah mengajak kita untuk melihat bahwa keberadaan kita di dunia ini memiliki tujuan. Kita diciptakan menurut gambar dan rupa Allah (Kejadian 1:26). Sayangnya, dosa membuat keserupaan dengan gambar dan rupa Allah itu menjadi rusak. Akan tetapi, kehadiran Yesus Kristus di dunia ini telah memungkinkan manusia kembali ke dalam keserupaan tersebut (Roma 8:29). Selama Allah masih memberi kita kehidupan di dunia ini, berusaha-lah agar kehidupan Anda semakin menyerupai Kristus. Jangan menunggu diri Anda menjadi tua. Manfaatkanlah kesempatan di masa muda Anda untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus.!

Walaupun bacaan Alkitab hari ini secara khusus ditujukan bagi kaum muda, sebenarnya nasihat Pengkhotbah berlaku bagi setiap orang yang menganggap masa hidupnya masih panjang, sehingga melupakan kewajiban untuk hidup dalam takut akan Allah. Nasihat ini juga berlaku bagi mereka yang anaknya masih muda, yaitu agar mereka mendidik anak mereka dalam takut akan Allah, sehingga masa muda anak mere-ka tidak menjadi kesia-siaan (bandingkan dengan Amsal 22:6). Apakah Anda sudah bertekad untuk hidup semakin menyerupai Kristus? [BW]