Penuh Dengan Roh Kudus (Pra-Pentakosta)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kisah Para Rasul 4:23-31

Apakah yang menjadi tanda bahwa seseorang dipenuhi oleh Roh Kudus? Ada orang yang mengatakan bahwa tanda dipenuhi oleh Roh Kudus adalah kalau seseorang bisa berbahasa lidah. Benarkah demikian? Dalam bacaan Alkitab hari ini, dicatat bahwa orang-orang percaya penuh dengan Roh Kudus setelah mereka berdoa bersama-sama. Penting untuk diperhatikan bahwa setelah mereka penuh dengan Roh Kudus, mereka memberitakan firman Allah dengan berani (4:31). Dalam Alkitab, keadaan “penuh dengan Roh Kudus” umumnya berkaitan dengan keberanian memberitakan firman Allah, bukan dengan berbahasa lidah atau berbahasa Roh.

Dalam ayat Alkitab yang lain (misalnya dalam 2:4), saat orang-orang percaya yang berkumpul untuk menantikan janji Tuhan itu dipenuhi oleh Roh Kudus, mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Perlu diingat bahwa “bahasa-bahasa lain” yang disebut di sini bukanlah “bahasa lidah” (bahasa asing yang tidak dimengerti artinya) sebagaimana pemahaman yang umum, melainkan bahasa manusia yang digunakan di negeri asal para pendatang yang saat itu berkumpul di Yerusalem untuk merayakan hari raya Pentakosta Yahudi (2:8-11). Salah satu hal yang penting untuk diperhatikan dalam peristiwa ini adalah bahwa setelah mereka penuh dengan Roh Kudus, mereka berkata-kata tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah (2:11). Ini selaras dengan penjelasan di atas, yaitu bahwa orang percaya yang dipenuhi oleh Roh Kudus akan memberitakan firman Allah dengan berani.

Salah satu contoh lain yang meneguhkan penjelasan di atas adalah catatan tentang penangkapan Petrus dan Yohanes yang disebabkan karena mereka memberitakan tentang adanya kebangkitan orang mati di dalam Yesus Kristus (4:2-3). Saat mereka disidang, Petrus—yang penuh dengan Roh Kudus—tetap berani memberitakan tentang Yesus Kristus (4:8-12). Setelah dilepaskan dari penjara, walaupun mereka telah diancam agar tidak berbicara lagi dalam nama Tuhan Yesus, Petrus dan Yohanes dengan berani mengatakan bahwa mereka tetap akan taat kepada Allah, bukan taat kepada manusia (4:19-20). Keberanian untuk tetap memberitakan Injil merupakan salah satu tanda utama bahwa seorang percaya dipenuhi oleh Roh Kudus. [WY]

Bersandar Pada Roh Kudus (Pra-Pentakosta)

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 26:30-46

Bagaimanakah cara praktis untuk bersandar pada Roh Kudus dalam kehidupan kita? Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan Yesus memberikan nasihat, “Berjaga-jagalah dan berdoalah .…” (26:41). Orang yang bersandar kepada Roh Kudus dalam kehidupannya adalah orang yang senantiasa berjaga-jaga, waspada, dan tidak malas mendisiplin diri dalam hal-hal yang bersifat rohani. Ia terus-menerus berdoa. Ketekunan untuk terus-menerus berjaga-jaga dan berdoa membuat ia memiliki kepekaan terhadap dosa dalam kehidupan sehari-hari. Kepekaan terhadap dosa membuat hati orang seperti ini menjadi gelisah (tidak memiliki damai sejahtera) bila ia melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Orang yang bersandar pada Roh Kudus akan terus-menerus berdoa bukan hanya saat menghadapi masalah yang sulit, tetapi juga saat hidupnya dalam kondisi yang sangat baik (usahanya lancar, anak-anaknya berhasil, keluarganya rukun, pelayanannya berhasil, dan seterusnya). Sebaliknya, orang yang tidak sungguh-sungguh bersandar pada Roh Kudus tidak akan merasa perlu untuk selalu berjaga-jaga dan hanya berdoa pada waktu merasa memerlukan pertolongan Tuhan atau saat memiliki banyak waktu luang.

Tuhan Yesus menasihati para murid (dan nasihat itu berlaku bagi kita juga), “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” (26:41). Sayangnya, banyak orang tidak memahami tentang “kelemahan daging” ini. Saat Tuhan Yesus memperingatkan murid-muridnya bahwa iman mereka akan tergoncang, Petrus secara sembrono berkata, “Biarpun mereka semua tergoncang imannya karena Engkau, aku sekali-kali tidak.” (26: 33). Dia juga berkata, “Sekalipun aku harus mati bersama-sama Engkau, aku takkan menyangkal Engkau.” (26:35). Perkataan Petrus nampak sangat luar biasa dan meyakinkan, namun kenyataannya, kelemahan daging membuat Petrus dan murid-murid yang lain tidak mampu berjaga-jaga selama satu jam saja. Saat Tuhan Yesus ditangkap, Petrus menghunus pedang dan memotong telinga hamba Imam Besar. Selanjutnya, Petrus menyangkal Tuhan Yesus sebanyak tiga kali (26:51, 69-75). Janganlah bersandar pada daging atau kekuatan diri sendiri! Anda tidak akan mempu melawan pencobaan dari si jahat tanpa bersandar pada Roh Kudus! [WY]

Tinggal di Dunia (Pra-Kenaikan)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yohanes 15:18-16:4a

Tuhan Yesus telah naik ke surga dan tinggal di sana bersama Allah Bapa. Akan tetapi, orang percaya masih harus tinggal di dunia ini untuk berkarya memuliakan Tuhan dan menjalankan misi Amanat Agung-Nya. Bagaimana seharusnya orang percaya menjalani kehidupan di dunia ini? Tuhan Yesus mengatakan bahwa dunia akan membenci kita sebagaimana dunia membenci Dia. Oleh karena itu, sebagai orang percaya, kita harus siap menghadapi tantangan apa pun. Kita harus senantiasa waspada agar tantangan apa pun yang kita hadapi di dunia ini tidak bisa membuat kita menjadi kecewa, apa lagi sampai membuat kita menolak Tuhan (16:1).

Mengapa dunia membenci kita? Ada beberapa penyebab: Pertama, kita bukan dari dunia. Tuhan Yesus telah memilih kita untuk menjadi milik-Nya, sehingga kita bukan lagi milik dunia (15:19). Kata “dunia” yang dipakai Yohanes menunjuk kepada suatu sistem yang terorganisasi di bawah kekuasaan Iblis yang berjuang melawan Allah dan Yesus Kristus. Dunia bukan semata-mata tempat tinggal, namun di dalamnya ada suatu sistem yang dikendalikan oleh Iblis yang terus berjuang melawan Allah. Banyak cara yang dipakai oleh Iblis untuk melawan Allah dan umat-Nya. Salah satu di antaranya adalah dengan menawarkan kenikmatan dan kemuliaan dunia. Tuhan Yesus dicobai dengan cara ini juga. Banyak orang percaya yang meninggalkan persekutuan maupun pelayanan karena ingin mendapatkan kenikmatan dan kemuliaan dari dunia. Ada orang Kristen yang—saat diajak untuk melayani Tuhan—mengatakan, “Saya mau mencari uang dulu selagi masih bisa dan masih ada kesempatan.” Seperti inilah hati yang lebih mengasihi dunia! Kedua, Tuhan Yesus menyingkapkan dosa-dosa dunia (15:22). Dunia membenci Tuhan Yesus dan para pengikut-Nya, karena kekudusan hidup pengikut-pengikut Tuhan Yesus membat dosa-dosa dunia terlihat jelas. Ketiga,Kebencian dunia menggenapi nubuat Kitab Suci. Kebencian dunia kepada orang percaya menggenapi perkataan Kitab Suci bahwa mereka akan membenci Yesus Kristus tanpa alasan yang jelas (15:25). Kebencian seperti ini disebabkan karena perbuatan dunia yang jahat membuat mereka membenci perbuatan yang benar. (1 Yohanes 3:12-13).

Bagaimana dengan hidup Anda? Apakah Anda sudah hidup mengasihi Allah yang telah memilih Anda menjadi milik-Nya, atau sebaliknya, yaitu kita semakin mengasihi dunia ini? [WY]

Berdoa Tanpa Henti (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

1 Tesalonika 5:16-18; Nehemia 1

Bila doa mengungkapkan ketergantungan kita kepada Allah, berapa lama kita harus berdoa dalam sehari? Apakah kita harus berdoa 10 menit, 1/2 jam, 1 jam, 2 jam, atau 5 jam sehari? Apakah kita bergantung kepada Allah selama 5 jam sehari dan selebihnya kita tidak perlu bergantung kepada Allah? Tidak! Hidup kita harus bergantung kepada Allah tanpa batasan waktu! Oleh karena itu, nasihat Rasul Paulus adalah, “Tetaplah berdoa” (1 Tesalonika 5:17) tanpa batasan waktu. Tidak cukup bagi kita bila kita hanya menjadi orang yang saleh selama berada dalam gedung gereja, kemudian kita hidup menuruti keinginan diri sendiri setelah meninggalkan gedung gereja. Doa harus mencerminkan kehidupan yang bergantung sepenuhnya kepada Allah. Patut disayangkan bahwa banyak orang kelihatan saleh saat berdoa di dalam gereja, tetapi kehidupannya sama sekali tidak berkaitan dengan doa yang diucapkannya di dalam gereja.

Dalam Nehemia pasal 1, Nehemia mendengar kabar buruk tentang Yerusalem dan penduduknya. Kabar buruk itu membuat Nehemia menangis dan berkabung selama beberapa hari. Dia berpuasa dan berdoa siang dan malam bagi orang Israel (Nehemia 1:6). Ungkapan “siang dan malam” ini bukan berarti bahwa Nehemia tidak melakukan apa pun yang lain selain berdoa, melainkan berarti bahwa pergumulan Nehemia untuk mendoakan umat Tuhan itu bukan hanya berlangsung saat Nehemia “mengucapkan” doanya, melainkan berlangsung terus-menerus, bahkan tetap berlangsung saat dia tidur. Doa Nehemia ini amat kontras bila dibandingkan dengan orang yang berdoa, lalu segera melupakan doanya setelah doa itu selesai diucapkan.

Dalam gereja, kita memerlukan pejuang doa—seperti Epafras—yang bergumul dalam doa untuk kepentingan jemaat (Kolose 4:12). Ada banyak orang yang mau memberi waktu dan tenaga untuk berjuang bagi pelayanan yang dapat dilihat seperti pelayanan misi, sekolah minggu, atau pelayanan paduan suara. Akan tetapi, tidak banyak orang yang bersedia berjuang untuk melakukan pelayanan doa yang dilakukan tanpa henti. Nehemia berjuang dalam doa sampai akhirnya dia bisa menyaksikan hasil perjuangannya, yaitu dia diperkenankan untuk memimpin umat Tuhan yang sedang berada dalam pembuangan untuk kembali ke Yerusalem guna membangun kota Yerusalem. Apakah Anda bersedia memberi waktu, pikiran, dan tenaga untuk berjuang dalam doa? [P]

Berdoa Bersama-sama (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 18:19-20; Kisah Para Rasul 2:42; 12:1-17

Berdoa bersama merupakan suatu pengalaman rohani yang penting bagi setiap orang Kristen. Hidup kita tidak selalu berjalan mulus. Yang lebih umum, hidup manusia justru penuh hambatan dan tantangan. Saat berhadapan dengan hambatan dan tantangan merupakan saat kita diingatkan bahwa kita tidak berdaya dan bahwa kita memerlukan dukungan Tuhan dan dukungan orang lain. Renungkanlah perkataan Tuhan Yesus kepada para murid-nya menjelang Dia ditangkap dan disalibkan, “Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya. Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah dengan Aku.” (Matius 26:38). Saat menghadapi tantangan kematian di kayu salib, Tuhan Yesus pun membutuhkan dukungan! Oleh karena itu, saat para murid tertidur (tidak sanggup berjaga-jaga), kekecewaan Tuhan Yesus terungkap melalui perkataan, “Tidakkah kamu sanggup berjaga-jaga satu jam dengan Aku?” (Matius 26:40). Teladan Tuhan Yesus bergumul dalam doa di Taman Getsemani itu ditiru oleh gereja mula-mula. Tekanan terhadap gereja membuat mereka sering berkumpul untuk berdoa (Kisah Para Rasul 2:42). Saat Rasul Petrus ditangkap dan dipenjarakan oleh Herodes, yang dilakukan oleh gereja mula-mula adalah mendoakan (secara bersama-sama) dengan tekun. Hasilnya: Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk membebaskan Petrus (Kisah Para Rasul 12:1-17).

Banyak orang Kristen beranggapan bahwa doa pribadi lebih penting daripada doa bersama. Perbandingan semacam itu tidak tepat! Baik doa pribadi maupun doa bersama sama-sama penting! Perhatikanlah bahwa Tuhan Yesus menjanjikan berkat khusus bagi umat-Nya yang berkumpul bersama untuk berdoa, “Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” (Matius 18:19-20). Masalahnya, persekutuan doa sering merosot menjadi sekadar pertemuan besar tanpa kesehatian (kesepakatan) untuk berdoa bersama. Saat Anda berdoa bersama, apakah Anda sungguh-sungguh peduli terhadap pergumulan yang sedang dihadapi oleh orang-orang yang berdoa bersama-sama dengan Anda? Renungkanlah apakah persekutuan doa di gereja Anda merupakan persekutuan yang dilandasi dan diwarnai oleh pergumulan bersama (Roma 15:30; Kolose 4:12)? [P]

Doa Didasarkan pada Firman Tuhan (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Yohanes 15:1-8

Apakah Allah selalu mengabulkan doa yang kita panjatkan kepada-Nya? Tidak! Allah bebas menentukan apa yang hendak Dia putuskan atau apa yang hendak Dia kerjakan. Manusia tidak bisa mengatur Allah! Kesalahpahaman terhadap janji Allah tentang pengabulan doa umumnya berkaitan dengan dua hal, yaitu bahwa janji Allah terikat dengan konteks dan bahwa janji Allah seringkali mengandung persyaratan yang harus dipenuhi lebih dulu. Sebelum kita menuntut terpenuhinya janji Allah, kita harus memperhatikan masalah konteks dan persyaratan itu. Dari sisi konteks, seringkali janji Allah berkaitan dengan misi yang harus dijalankan oleh si penerima janji. Sebagai contoh, janji penyertaan Tuhan Yesus (Matius 28:20b) diberikan dalam konteks misi menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus (Matius 28:19). Kita tidak bisa menuntut terpenuhinya janji penyertaan Kristus bila kita mengabaikan misi yang Dia tugaskan kepada murid-murid-Nya.

Janji pengabulan doa dalam Yohanes 15:7b—mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya—mengandung persyaratan bagi terpenuhinya janji tersebut, yaitu “Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu” (Yohanes 15:7a). Menjalin relasi dengan Kristus (Jikalau kamu tinggal di dalam Aku) dan menyimpan firman Tuhan di dalam hati (firman-Ku tinggal di dalam kamu) merupakan dua persyaratan penting yang menjamin pengabulan doa. Adanya firman Tuhan di dalam hati kita akan membuat kita bisa menyesuaikan keinginan kita dengan kehendak Allah dan memungkinkan kita berdoa dengan iman, “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya.” (1 Yohanes 5:14).

Tidak berdoa dan salah berdoa merupakan dua penyebab yang membuat kita gagal (Yakobus 4:2-3). Kita harus senantiasa menyadari bahwa sumber kesuksesan adalah kekuatan yang berasal dari Tuhan. Dengan berdoa kita menyatakan kebergantungan kita kepada Tuhan. Dengan mendasari doa kita pada firman Tuhan, kita menaklukkan keinginan kita di bawah kehendak Tuhan. Apakah Anda telah membiasakan diri untuk bergumul mencari kehendak Tuhan melalui firman-Nya? Apakah Anda menganggap kehendak Tuhan sebagai lebih penting daripada keinginan Anda sendiri? Apakah doa Anda selalu didasarkan pada kehendak Allah bagi kehidupan Anda? [P]

Doa adalah Sumber Kekuatan (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 26:31-46

Untuk apa Tuhan Yesus datang ke dunia ini? Apakah Dia menyadari maksud kedatangan-Nya? Ya, Tuhan Yesus adalah Allah Sejati yang datang ke dunia ini dan menjadi Manusia Sejati untuk menebus dosa manusia. Tugas ini berat karena menebus dosa manusia berarti menanggung murka Allah terhadap manusia berdosa. Yang paling mengerikan bagi Tuhan Yesus bukanlah penderitaan fisik di kayu salib, melainkan penderitaan rohani karena ditinggalkan oleh Allah (Matius 27:46). Ketika Tuhan Yesus datang ke dunia ini, kesatuan-Nya dengan Allah Bapa di sorga tidak pernah hilang (Yohanes 10:30). Akan tetapi, saat Tuhan Yesus berada di kayu salib, Ia menempati posisi manusia berdosa yang sedang menerima hukuman Allah. Kengerian Tuhan Yesus menghadapi peristiwa tersebut terlihat jelas dalam bacaan Alkitab hari ini (Perhatikan Matius 26:38-39). Dalam Lukas 22:41-44, dijelaskan bahwa rasa ketakutan menghadapi murka Allah membuat peluh Tuhan Yesus menjadi tetesan darah (kondisi yang disebabkan karena stres berat).

Perhatikan bahwa untuk menghadapi tugas yang berat itu, persiapan Tuhan Yesus adalah bergumul dalam doa di Taman Getsemani. Kepada murid-murid-Nya, Tuhan Yesus berpesan, “Berjaga-jagalah dan berdoalah, supaya kamu jangan jatuh ke dalam pencobaan: roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Sayangnya, para muridnya tidak bisa menguasai rasa mengantuk sehingga mereka semua tertidur (Matius 26:40, 43). Bagi Tuhan Yesus, doa adalah sumber kekuatan terpenting dalam menghadapi semua tantangan dalam kehidupan ini.

Apakah tujuan hidup Anda? Apakah hal terpenting yang ingin Anda lakukan dalam kehidupan Anda? Apakah tantangan terbesar yang Anda hadapi dalam kehidupan Anda? Apakah Anda harus bertanggung jawab untuk melakukan sesuatu yang Anda anggap sebagai di luar kemampuan Anda? Apa pun tujuan hidup Anda, apa pun tantangan yang Anda hadapi, dan apa pun tanggung jawab yang harus Anda pikul, hal terpenting yang harus Anda lakukan sebagai persiapan adalah bergumul dalam doa. Bila Anda telah bergumul dalam doa dan Anda percaya bahwa Allah berkenan dan menyertai Anda, Anda akan sanggup menghadapi tantangan apa pun dalam kehidupan Anda. Bersama dengan Rasul Paulus, marilah kita memegang keyakinan bahwa “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.” (Filipi 4:13) [P]

Doa Mengungkapkan Kebergantungan (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Daniel 6:1-11

Daniel adalah orang Yehuda (Kerajaan Israel Selatan) yang ikut dibawa sebagai tawanan ke Babel. Karena dia adalah orang muda yang pandai, dia direkrut untuk menjadi pejabat tinggi di Kerajaan Babel (pasal 1). Setelah Kerajaan Babel ditaklukkan oleh Kerajaan Persia, Daniel kembali diangkat menjadi pejabat tinggi, bahkan menjadi salah satu (yang paling disegani) dari tiga pejabat tinggi yang membawahi 120 wakil raja (6:2-4). Karena prestasi Daniel amat menonjol, para pejabat tinggi dan para wakil raja menjadi iri dan ingin menjatuhkan Daniel. Karena Daniel tidak pernah berbuat salah, akhirnya mereka menghasut Raja Darius untuk mengeluarkan surat perintah—yang berlaku selama 30 hari—yang isinya adalah larangan memohon (beribadah) kepada siapa pun selain kepada Raja Darius, dengan ancaman dilempar ke gua singa bagi pelanggar aturan. Sekalipun demikian, respons Daniel amat mengesankan, “Demi didengar Daniel, bahwa surat perintah itu telah dibuat, pergilah ia ke rumahnya. Dalam kamar atasnya ada tingkap-tingkap yang terbuka ke arah Yerusalem; tiga kali sehari ia berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya.” (6:11).

Mengapa Daniel tetap meneruskan kebiasaan berdoa walaupun menghadapi ancaman hukuman mati? Bagi Daniel, doa adalah bagian hidupnya. Melalui doa, dia menggantungkan seluruh hidupnya kepada Allah. Dia tidak takut terhadap ancaman apa pun karena hidupnya bergantung kepada Allah yang lebih berkuasa dari segala sesuatu. Doa justru merupakan sumber kekuatan dalam menghadapi ancaman apa pun. Walaupun sepanjang malam berada di gua singa, Allah telah mengutus malaikat-Nya untuk mengatupkan mulut singa-singa itu, sehingga Daniel sama sekali tidak terluka (6:23-24).

Marilah kita mengevaluasi diri kita sendiri: Saat menghadapi ancaman bahaya—musuh, penyakit, bencana alam, kekurangan uang, ancaman PHK, dan sebagainya—apakah kita berani untuk tetap hidup bergantung kepada Allah? Hal apa yang paling menakutkan bagi diri Anda? Saat Anda menghadapi sesuatu yang menakutkan, apakah Anda berani untuk tetap bergantung kepada Allah? Mana yang paling Anda andalkan: simpanan uang, posisi tinggi dalam pekerjaan, prestasi (kerja, studi), popularitas, dan hal-hal lain, atau Anda mengandalkan Allah? Apakah kehidupan doa Anda telah menunjukkan bahwa Anda memang hidup bergantung kepada Allah? [P]

Doa adalah Panggilan Seumur Hidup (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

1 Samuel 12

Setelah Musa wafat, yang menjadi pemimpin nasional bangsa Israel adalah Yosua. Sayangnya, Yosua tidak menyiapkan pengganti. Oleh karena itu, setelah Yosua wafat, tidak ada pemimpin nasional. Kepemimpinan Israel dipegang oleh para hakim. Para hakim yang memimpin bangsa Israel hanya bisa memimpin satu atau beberapa suku saja, sampai tampil Samuel sebagai hakim dengan kepemimpinan kuat. Nampaknya, Samuel adalah satu-satunya hakim berskala nasional. Patut disesalkan bahwa Samuel—yang merupakan seorang hakim yang baik—tidak mampu mendidik anak-anaknya. Akibatnya, setelah Samuel menjadi tua, anak-anaknya tidak bisa mengganti posisinya sebagai hakim karena mereka memang tidak pantas menjadi hakim. Ketiadaan calon hakim yang bisa diharapkan menjadi pemimpin nasional serta pengaruh suku-suku bangsa di sekitar bangsa Israel, membuat mereka menuntut kehadiran seorang raja sebagai pemimpin nasional pengganti Samuel. Tuntutan itu membuat Samuel merasa ditolak oleh bangsanya sendiri.

Pada zaman ini, hampr semua jabatan bersifat sementara (jangka waktunya terbatas). Setelah turun dari jabatannya, banyak orang merasa bahwa diri menjadi tidak berarti. Jabatan pelayanan dalam gereja pun tidak terbebas dari kondisi seperti ini. Banyak orang amat bersemangat untuk berdoa dan memberitakan Injil saat memangku jabatan dalam pelayanan. Akan tetapi, setelah turun dari jabatannya, mereka berhenti berdoa dan berhenti memberitakan Injil. Kadang-kadang, alasan yang dipakai kelihatan “rohani”, yaitu untuk memberi kesempatan kepada orang lain. Akan tetapi, sesungguhnya, pelayanan doa adalah pelayanan yang tidak mengenal kata “pensiun”. Samuel mengatakan, “Mengenai aku, jauhlah dari padaku untuk berdosa kepada TUHAN dengan berhenti mendoakan kamu.” (12:23). Pelayanan doa adalah panggilan yang tidak dibatasi oleh usia dan jabatan.

Apakah Anda pernah menduduki jabatan pelayanan dalam gereja? Yakinkan Anda bahwa pelayanan doa adalah pelayanan yang amat penting yang seharusnya bisa dilakukan oleh setiap orang? Bila sekarang Anda sudah tidak (bisa) memiliki jabatan dalam pelayanan gereja, Anda tetap bisa melayani dalam pelayanan doa. Bila—sebagai seorang Kristen—Anda meyakini bahwa sumber kekuatan dalam pelayanan adalah kuasa yang berasal dari Allah, Anda tidak akan pernah berhenti melayani melalui doa. Apakah Anda masih tekun berdoa? [P]

Beban Doa Muncul dari Hubungan (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 33:11-19

Keakraban dengan Allah bukan hanya terlihat dalam relasi Abraham dengan Allah, tetapi juga dalam relasi tokoh-tokoh iman yang lain dalam Alkitab. Salah seorang tokoh iman yang menonjol dalam Alkitab adalah Henokh. Keakrabannya dengan Allah membuat Henokh langsung diangkat (ke sorga) oleh Allah, sehingga ia tidak mengalami kematian (Kejadian 5:22-24; Ibrani 11:5).

Dalam bacaan Alkitab hari ini, keakraban antara Musa dengan Allah terungkap melalui perkataan, “Dan TUHAN berbicara kepada Musa dengan berhadapan muka seperti seorang berbicara kepada temannya.” (Keluaran 33:11a). Peristiwa yang terjadi saat Allah memakai Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir—yaitu menimpakan 10 tulah terhadap bangsa Mesir—merupakan rangkaian mujizat paling dahsyat yang pernah dilakukan oleh seorang nabi Allah. Bagi Musa, relasi dengan Allah amat penting, sehingga Ia tidak bersedia melaksanakan tugas memimpin bangsa Israel bila TUHAN tidak mau berjalan bersama-sama umat-Nya (33:15-17). Di satu sisi, keakraban Musa dengan Allah ini membuat Musa menjadi seorang nabi yang istimewa, khususnya dalam hal membuat tanda dan mujizat (Ulangan 34:10-12). Di sisi lain, keakraban Musa dengan Allah membuat Musa membela bangsanya saat Allah hendak melenyapkan bangsa Israel yang terus-menerus bersikap memberontak dan tidak mau memercayai Allah (Bilangan 14:11-23). Dalam Perjanjian Baru, kasih kepada umat Allah yang dilandasi oleh keakraban dengan Allah ini juga terungkap dalam perkataan Rasul Paulus, “aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani.” (Roma 9:3).

Tanpa keakraban dengan Tuhan, kita hanya akan berdoa untuk hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan diri kita sendiri. Tanpa keakraban dengan Tuhan, kita tidak akan berjuang dalam doa. Keakraban dengan Tuhan memungkinkan kita untuk mengenal isi hati Tuhan. Selanjutnya, pengenalan terhadap isi hati Tuhan membuat kita memahami apa yang perlu kita doakan. Relasi yang baik dengan Tuhan membuat pokok doa kita menjadi lebih luas karena doa kita akan berkaitan dengan rencana Tuhan dan kepentingan umat Tuhan. Hal-hal apa saja yang menjadi pokok doa Anda? Apakah pokok doa Anda telah melampaui batas-batas kepentingan pribadi Anda? Apakah isi doa Anda telah dilandasi oleh hubungan Anda dengan Allah? [P]