Doa adalah Komunikasi (Renungan tentang Doa)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 18:17-33

Dalam kekristenan, doa bukan sekadar kata-kata yang diucapkan, melainkan suatu komunikasi. Sebagai suatu komunikasi, maka doa seorang Kristen bisa berisi berbagai hal, sesuai dengan kondisi yang dihadapi pada saat ia berdoa. Doa yang paling banyak dihafalkan orang Kristen, yaitu doa Bapa kami (Matius 6:9-13), mengungkapkan suatu pola doa yang mengingatkan orang Kristen untuk memasukkan unsur-unsur penting ke dalam doa yang mereka panjatkan. Salah satu unsur penting dalam doa adalah bahwa doa kepada Allah harus didasarkan pada hubungan antara diri kita (sebagai anak-anak Allah) dengan Allah (sebagai Bapa kita secara rohani). Hubungan “anak-Bapak” dalam doa itu mengharuskan kita untuk selalu menghargai Allah dan mengutamakan kehendak Allah dalam semua doa yang kita panjatkan.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, jelas bahwa hubungan antara Allah dengan Abraham—sebagai orang yang dipilih Allah untuk menurunkan bangsa pilihan Allah (Israel) serta menjadi saluran berkat bagi semua bangsa—membuat Allah memutuskan untuk mengungkapkan rencana-Nya menghukum penduduk kota Sodom dan Gomora yang telah sangat berdosa itu (Kejadian 18:16-21). Terhadap rencana penghukuman Allah tersebut, Abraham melakukan tawar-menawar dengan Allah. Sebenarnya, jelas bahwa yang ada dalam hati dan pikiran Abraham adalah Lot—keponakannya yang tinggal di kota Sodom. Sayang bahwa Abraham tiak berani langsung membela Lot. Sekalipun demikian, kita bisa melihat—dalam pasal 19—bahwa permintaan Abraham membuat Lot dan keluarganya diselamatkan dari hukuman Tuhan.

Apakah tawar-menawar yang dilakukan oleh Abraham terhadap TUHAN bisa disebut sebagai doa? Ya! Doa tidak harus dilakukan dengan mata tertutup dan tangan dilipat! Doa adalah komunikasi kita dengan Tuhan! Doa adalah pengungkapan isi hati kita kepada Tuhan. Doa bisa dilakukan di ruang tertutup, tetapi bisa juga dilakukan di mana saja, termasuk di tempat kerja. Doa bisa dilakukan sebagai respons saat kita mendengar atau membaca berita. Doa bila dilakukan tepat saat kita sedang berhadapan dengan ancaman bahaya atau saat kita sedang mengerjakan sesuatu. Yang penting diingat, doa bukanlah paksaan kepada Tuhan. Kita tetap harus tunduk kepada kehendak dan keputusan Tuhan. Apakah Anda telah membiasakan diri untuk mengungkapkan isi hati Anda kepada Tuhan dalam doa? [P]

Tim Pemimpin

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 17:8-18:27

Walaupun Musa adalah pemimpin tertinggi bangsa Israel, dia memerlukan orang lain untuk membantunya melaksanakan tanggung jawab memimpin bangsa Israel. Bila dia melakukan segala sesuatu sendirian, dia akan menjadi sangat kelelahan karena yang harus dia kerjakan sangat banyak. Orang Israel yang menunggu giliran untuk menghadap Musa pun menjadi kelelahan karena antrian orang yang meminta penyelesaian masalah akan menjadi sangat panjang. Kesibukan Musa yang luar biasa itulah yang membuat Yitro—mertua Musa yang baru datang berkunjung—memberi saran agar Musa membentuk tim pemimpin yang akan membantunya menyelesaikan masalah-masalah yang muncul di antara bangsa Israel. Yitro menyarankan agar Musa membentuk tim kepemimpinan yang berjenjang (pemimpin seribu orang, pemimpin seratus orang, pemimpin lima puluh orang, dan pemimpin sepuluh orang, 18:21). Para pemimpin tersebut bertugas untuk mengatasi masalah yang muncul di dalam kelompok orang-orang yang berada di bawah pengawasan mereka, dan mereka harus membawa masalah yang besar atau sulit dipecahkan kepada Musa. Dengan demikian, tugas Musa menjadi tidak terlalu berat.

Pentingnya tim sudah terlihat saat terjadi peperangan antara bangsa Israel dengan bangsa Amalek (17:8-16). Yosua bertugas sebagai panglima yang memimpin bangsa Israel dalam berperang melawan bangsa Amalek. Sementara itu, Musa mengawasi dari puncak bukit sambil memegang tongkat. Bila Musa mengangkat tongkatnya, bangsa Israel semakin kuat mendesak musuhnya. Sebaliknya, bila Musa menurunkan tongkatnya, bangsa Israel akan terdesak. Oleh karena itu, Harun dan Hur membantu Musa memegang tongkat. Jelaslah bahwa dalam hal ini, mengangkat tongkat merupakan ungkapan sikap berharap (bergantung) kepada pertolongan Allah.

Kisah yang kita baca dalam bacaan Alkitab hari ini menunjukkan bahwa dalam pelayanan rohani pun perlu dibentuk tim pemimpin. Pemimpin harus bersedia mendelegasikan tugasnya kepada para anggota tim tersebut. Sebaliknya, setiap anggota tim harus menyadari batas-batas tugas dan wewenangnya. Apakah Anda telah terbiasa untuk bekerja sama dalam sebuah tim? Saat Anda menjadi anggota tim, apakah Anda menyadari batas-batas tugas dan wewenang Anda? [P]

Percaya: Taat dan Bersandar

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 16:1-17:7

Kata “percaya” mudah diucapkan, tetapi tidak mudah dilaksanakan. Masalahnya, kita sering menganggap kata “percaya” itu sebagai sekadar pengakuan intelektual, padahal kata “percaya” itu seharusnya mencakup seluruh aspek kepribadian kita. Kita perlu percaya secara intelektual, tetapi juga perlu memiliki gairah (perasaan) dan kemauan untuk melaksanakan (menerapkan) apa yang kita percayai. Saat melihat Allah bertindak menimpakan tulah kepada orang-orang Mesir serta membelah laut dan membuat mereka bisa melintasi laut seperti melintasi tanah kering, bangsa Israel pasti mempercayai kuasa dan kepedulian Allah terhadap diri mereka. Akan tetapi, kepercayaan intelektual itu belum menimbulkan gairah dan kemauan untuk menaati Allah. Oleh karena itu, saat menghadapi masalah fisik (lapar dan haus), mereka segera melupakan kuasa dan kepedulian Allah, sehingga mereka menujukan protes kepada Musa dan Harun yang menjadi pemimpin mereka. Perhatikan beberapa hal berikut ini: Pertama, Allah menuntut agar umat-Nya menaati dan memercayai (bersandar kepada) Allah. Kedua, Musa dan Harun memiliki kelemahan. Akan tetapi, sikap bangsa Israel terhadap Musa dan Harun yang mewakili Allah merupakan cermin dari sikap bangsa Israel terhadap Allah. Oleh karena itu, saat bangsa Israel bersungut-sungut terhadap Musa dan Harun, Musa mengatakan, “…. Bukan kepada kami sungut-sungut-Mu itu, tetapi kepada TUHAN.” (16:8). Menurut Musa, protes bangsa Israel terhadap kondisi yang mereka alami itu merupakan tindakan “mencobai TUHAN” (17:2).

Bacaan Alkitab hari ini merupakan peringatan bagi kita untuk memikirkan kembali sikap kita saat kita protes terhadap kondisi yang sedang kita alami. Sadarkah Anda bahwa kekesalan hati yang muncul saat Anda mengalami kekurangan uang atau saat Anda menderita sakit atau saat Anda mengalami kerugian atau mengalami kegagalan mencerminkan sikap hati yang tidak bisa memercayai pemeliharaan TUHAN? Apakah Allah tidak sanggup memelihara kehidupan Anda bila tidak ada uang di tangan Anda? Apakah Allah tidak sanggup menyembuhkan Anda saat Anda sakit? Apakah Allah tidak sanggup memberikan jalan keluar saat keadaan yang Anda hadapi terasa seperti suatu jalan buntu? Bersediakah Anda memercayai Allah: Menaati Dia dan bersandar kepada tangan-Nya yang kuat itu? [P]

Respons yang Beragam

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 15

Peristiwa bangsa Israel melintasi laut menghasilkan bermacam-macam respons. Musa bersama-sama dengan orang Israel mengungkapkan rasa syukur dan pujian mereka kepada Tuhan melalui nyanyian yang menceritakan peristiwa itu serta mengungkapkan keagungan Tuhan (15:1-18). Miryam—kakak Musa—memukul rebana dan menari-nari bersama-sama dengan para perempuan Israel sambil menyanyikan peristiwa itu (15:20-21). Peristiwa dahsyat itu membuat bangsa-bangsa yang tinggal di sekitar daerah itu—bangsa Edom, Moab, dan Kanaan—menjadi gemetar ketakutan (15:14-16). Peristiwa itu menyadarkan bangsa-bangsa di sekitar daerah itu bahwa Allah bangsa Israel adalah Allah yang mulia dan amat berkuasa, lebih berkuasa daripada ilah-ilah yang mereka sembah.

Sayangnya, respons terhadap kedahsyatan Allah Israel itu tidak membuat mereka beriman kepada Allah Israel. Bangsa-bangsa di sekitar Israel tetap menyembah ilah mereka dan bangsa Israel tetap belum bisa hidup bergantung pada TUHAN. Tidak lama sesudah peristiwa dahsyat itu terjadi, bangsa Israel tiba di Mara. Ternyata bahwa air di sana rasanya pahit sehingga tidak bisa diminum. Dalam kondisi seperti itu, mereka tidak mencari pertolongan Allah, melainkan bersungut-sungut kepada Musa yang mereka anggap telah menjerumuskan mereka ke dalam keadaan yang sulit. Setelah Musa berseru kepada TUHAN, TUHAN menunjukkan sepotong kayu, lalu Ia memerintahkan Musa untuk melemparkan kayu itu ke dalam air, dan air yang semula terasa pahit itu berubah menjadi manis.

Bila kita bersikap jujur dan terbuka, kita pun pasti pernah mengalami pertolongan TUHAN. Sekalipun demikian, saat mengalami sakit atau menghadapi persoalan berat, tidak mudah bagi kita untuk tetap memercayai TUHAN dan bergantung kepada-Nya saja. Banyak orang percaya yang bersungut-sungut kepada TUHAN saat menghadapi masalah dalam kehidupan mereka. Saat menghadapi kesulitan keuangan, banyak orang percaya yang tidak mengingat bahwa Allah telah memelihara dan mencukupi kebutuhan hidup mereka selama bertahun-tahun. Akibatnya, mereka bersungut-sungut kepada TUHAN, padahal masalah yang mereka hadapi sebenarnya kecil dan tidak berarti bila dibandingkan dengan berkat TUHAN yang telah mereka terima secara berlimpah-limpah. Bagaimana dengan Anda? [P]

Allah Menyatakan Kemuliaan-Nya!

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 14

Banyak orang salah sangka terhadap Allah. Karena Allah tidak dapat dilihat dengan mata, banyak orang membayangkan tentang Allah berdasarkan gambaran tentang apa yang dapat dilihat oleh mata. Hal itu menghasilkan gambaran yang salah tentang Allah. Walaupun Firaun dan seluruh bangsa Mesir telah menyaksikan perbuatan Allah yang dahsyat saat Allah membebaskan umat-Nya dengan menimpakan 10 tulah yang mengerikan, mereka masih tidak mengira bahwa Allah akan terus melindungi umat-Nya. Mereka mengira bahwa bangsa Israel telah tersesat dan menemui jalan buntu berupa lautan yang tak mungkin diseberangi. Dengan mengandalkan kekuatan pasukan yang bersenjata lengkap, Firaun hendak membawa kembali bangsa Israel ke Mesir. Akan tetapi, pada saat bangsa Israel menghadapi kondisi yang secara manusia merupakan jalan buntu, Allah menunjukkan kemuliaan-Nya. Allah bukanlah manusia! Manusia terbatas, tetapi Allah tidak terbatas. Secara manusiawi, keadaan yang dihadapi bangsa Israel merupakan jalan buntu. Akan tetapi, bagi Tuhan tidak ada yang mustahil! Dengan perantaraan angin timur yang keras, Allah menguakkan air laut, sehingga air laut menjadi seperti tembok di sebelah kanan dan sebelah kiri, dan Allah membuat dasar air laut menjadi tanah kering, sehingga bangsa Israel bisa melewati laut dengan selamat. Firaun beserta seluruh tentaranya terus mengejar dan mencoba mengikuti jejak bangsa Israel melewati dasar laut yang telah menjadi kering. Akan tetapi, Allah membuat air laut yang tadinya tertahan menyerupai tembok berbalik ke tempatnya dan menenggelamkan Firaun dan seluruh tentaranya!

Perbuatan Allah yang dahsyat itu memperlihatkan kepada bangsa Mesir dan bangsa Israel bahwa Allah itu mulia! Allah itu berbeda dengan manusia! Allah tidak dibatasi oleh keterbatasan manusia! Sayangnya, bukan hanya bangsa Mesir yang tidak menyadari kemuliaan Allah. Umat Allah pun sering beranggapan bahwa Allah memiliki keterbatasan seperti manusia. Bila Anda mengalami sakit berat yang secara manusiawi tak mungkin disembuhkan, apakah Anda berani mengharapkan kesembuhan dari Tuhan? Saat Anda menghadapi persoalan berat yang belum Anda temukan jalan keluarnya, beranikah Anda mengharapkan Allah menolong Anda? Bagaimana pandangan Anda tentang Allah? Beranikah Anda memercayai Allah dan menyandarkan hidup Anda kepada-Nya? [P]

Merayakan Hari Pembebasan

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 13

Peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir merupakan peristiwa yang amat penting bagi bangsa Israel. Pentingnya peristiwa itu bukan terletak pada perbedaan lokasi tempat tinggal, melainkan pada kebebasan beribadah kepada Allah (Perhatikan 3:12; 4:22-23; 7:16; 8:1,20; 9:13; 10:3,7,26; 13:5,8). Di Tanah Mesir, bangsa Israel—sebagai bangsa jajahan—harus mengikuti aturan-aturan yang diberlakukan oleh Firaun (penguasa Tanah Mesir). Setelah keluar dari Tanah Mesir, bangsa Israel bebas mengekspresikan ibadah mereka kepada TUHAN. Kebebasan beribadah itu tidak didapat dengan mudah. Mereka baru bisa meninggalkan Tanah Mesir setelah Allah—dengan tangan-Nya yang kuat—membunuh semua anak sulung bangsa Mesir, sehingga Firaun terpaksa melepaskan bangsa Israel dari penjajahan di Tanah Mesir.

Karena peristiwa pembebasan bangsa Israel dari perbudakan di Tanah Mesir itu amat penting, Allah menghendaki supaya peristiwa itu dirayakan setiap tahun. Perayaan tahunan yang disebut sebagai Perayaan “Paskah” itu mengingatkan bangsa Israel bahwa kebebasan beribadah yang mereka miliki merupakan hasil karya Allah. Perayaan tahunan itu sekaligus juga merupakan sarana untuk mendidik anak-anak bangsa Israel—yang lahir di kemudian hari—agar mereka memahami bahwa kebebasan beribadah yang mereka miliki merupakan hasil karya Allah yang telah membebaskan mereka dari penjajahan di Tanah Mesir dengan tangan-Nya yang kuat (13:8,14).

Bagi orang Kristen pada masa kini, Perayaan Paskah bukanlah perayaan untuk mengingat keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir, melainkan perayaan untuk mengingat karya pembebasan dari dosa yang dikerjakan oleh Yesus Kristus melalui kematian-Nya di kayu salib. Mengingat karya pembebasan dari dosa yang dikerjakan oleh Yesus Kristus akan mengingatkan kita bahwa sudah semestinya bila kita hidup menjauhi dosa dan kita hidup untuk melakukan kehendak Allah. Bagi orang Kristen, peristiwa pembebasan dari dosa itu kita peringati secara berulang setiap kali kita merayakan Perjamuan Kudus, dan kita peringati secara khusus setiap tahun dalam wujud Perayaan Paskah. Bagi diri Anda, apakah perayaan Perjamuan Kudus dan Perayaan Paskah telah membawa dampak dalam kehidupan Anda berupa sikap menjauhi dosa dan hidup untuk melakukan kehendak Allah? [P]

Bayangan Keselamatan

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 12:29-51

Kita perlu mencamkan bahwa Paskah pada zaman Musa berbeda dengan Paskah yang dirayakan orang Kristen pada masa kini. Pada malam sebelum bangsa Israel meninggalkan Tanah Mesir, Allah membunuh semua anak sulung bangsa Mesir. Orang Israel harus membubuhkan darah anak domba ke dua tiang pintu dan ambang atas. Adanya darah di sana akan membuat Allah “melewati” (Dalam bahasa Ibrani disebut “Pesach” dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “Paskah”) rumah itu dan tidak membunuh anak sulung yang ada di rumah itu (12:12-13). Karena peristiwa “dilewatkannya” anak sulung Israel dari kematian yang menimpa anak sulung bangsa Mesir merupakan peristiwa penting dalam sejarah Israel, peristiwa itu tetap dirayakan setiap tahun oleh orang-orang Yahudi sampai sekarang. Paskah pada zaman Musa itu tidak diperingati oleh orang Kristen karena peringatan semacam itu tidak relevan bagi orang Kristen non-Yahudi. Bagi orang Kristen, Paskah pada zaman Musa itu dipandang sebagai “bayangan” dari apa yang dikerjakan oleh Kristus melalui kematian-Nya sebagai “Anak Domba Allah” di kayu salib (Yohanes 1:29; Ibrani 10:1). Sebagaimana Allah tidak membunuh anak sulung orang Israel karena darah anak domba yang dibubuhkan di tiang dan ambang atas pintu orang Israel, demikian pula Allah tidak akan menghukum orang yang percaya kepada pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Sebagaimana Allah—pada zaman Perjanjian Lama—memerintahkan agar bangsa Israel merayakan Paskah setiap tahun, demikian pula Kristus—dalam Perjanjian Baru—memerintahkan agar kematian-Nya untuk menebus dosa manusia diperingati (Lukas 22:19-20; 1 Korintus 11:23-26).

Bagi orang Yahudi, perayaan Paskah merupakan salah satu perayaan yang sangat penting. Pada hari raya Paskah, orang Yahudi dari tempat-tempat yang jauh pun harus berkumpul di Yerusalem untuk merayakan Paskah. Banyak orang Yahudi yang sampai saat ini tetap tidak mengerti (atau tidak memercayai) bahwa Paskah yang mereka rayakan hanyalah bayangan dari keselamatan sesungguhnya yang telah terwujud dalam diri Tuhan Yesus Kristus. Gereja Kristen saat ini pada umumnya selalu merayakan Paskah setiap tahun. Sungguh aneh bila orang Kristen yang telah mengalami penggenapan keselamatan di dalam Kristus tidak menyambut perayaan Paskah! [P]

Rencana Penyelamatan

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 12:1-28

Keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir bukan ide mendadak, melainkan telah dipersiapkan dengan matang. Allah tahu bagaimana dan kapan Ia akan membawa umat Israel keluar dari Tanah Mesir. Allah tahu bahwa Firaun akan berkeras hati walaupun sembilan tulah telah menimpa bangsa Mesir. Allah tahu pula bahwa bangsa Israel akan dilepaskan setelah tulah kesepuluh—yaitu matinya semua anak sulung bangsa Mesir—ditimpakan. Untuk bekal bagi umat Israel dalam menempuh perjalanan jauh dari Tanah Mesir menuju Tanah Perjanjian (Kanaan), Allah merencanakan agar bangsa Israel meminta barang-barang berharga dari para tetangganya (bangsa Mesir), segera sesudah tulah kesepuluh ditimpakan (11:2; 12:35-36). Hal ini dimungkinkan karena tulah kesepuluh ini membuat bangsa Mesir amat resah. Bila bangsa Israel tetap tinggal di Mesir, mereka kuatir bahwa Allah Israel akan terus menimpakan tulah (hukuman) kepada bangsa Mesir. Oleh karena itu, mereka meminta agar bangsa Israel segera pergi meninggalkan Tanah Mesir. Dalam kondisi resah seperti itu, orang Mesir memberikan apa pun yang diminta orang Israel. Karena peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Tanah Mesir memiliki makna rohani yang amat penting, disiapkanlah suatu perjamuan makan yang disebut Paskah yang dirancang untuk mengingatkan bangsa Israel bahwa pada malam mereka keluar dari Tanah Mesir, Allah telah menyelamatkan (membebaskan) mereka dari kematian yang menimpa semua anak sulung bangsa Mesir, baik manusia maupun hewan.

Terhadap bangsa Israel, Allah merancang pembebasan atau penyelamatan dari penjajahan secara fisik. Akan tetapi, terhadap kita semua—orang-orang berdosa—Allah merancang keselamatan atau pembebasan secara rohani (dari dosa) dengan mempersiapkan datangnya Yesus Kristus, Sang Mesias. Rencana penyelamatan ini bukan rencana mendadak di abad pertama, melainkan rencana yang telah ada sejak semula, sebelum dunia dijadikan (Efesus 1), diumumkan pertama kali segera setelah manusia jatuh ke dalam dosa (Kejadian 3:15), dan dipersiapkan selama berabad-abad melalui sejarah bangsa Israel (bandingkan dengan Lukas 24:25-27). Bila peristiwa Paskah yang berupa pembebasan secara fisik itu amat penting bagi orang Israel, terlebih lagi peristiwa Paskah yang menyelamatkan manusia berdosa amat penting bagi kita pada masa kini! [P]

Tanggalkanlah Keangkuhanmu!

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 10-11

Kekerasan hati Firaun itu keterlaluan! Tujuh tulah yang telah dijatuhkan Allah itu sudah membuat bangsa Mesir menjadi sangat menderita. Orang-orang pandai di Mesir—dan bahkan dewa-dewi yang disembah oleh orang Mesir—tidak berdaya menghadapi tulah yang ditimpakan Allah ke atas diri bangsa Mesir. Para pegawai Firaun (yang sudah merasa putus asa) meminta kepada Firaun agar bangsa Israel dibiarkan pergi agar mereka tidak terus tertimpa tulah. Akan tetapi, Firaun menolak. Bagi dia, membiarkan bangsa Israel meninggalkan Tanah Mesir berarti bahwa dia mengaku kalah terhadap serangan tulah yang ditimpakan oleh Allah Israel. Keangkuhannya membuat dia tidak mau merendahkan diri dengan mengaku kalah (bandingkan dengan 10:3). Dia tidak berdaya, tetapi dia tidak mau mengakui ketidakberdayaannya. Setelah tulah yang ke delapan dijatuhkan—yaitu tulah belalang yang memakan habis pohon-pohon di padang yang belum mati sesudah tertimpa hujan es (10:12)—Firaun pura-pura bertobat (10:16). Akan tetapi, setelah tulah berhenti, Firaun tetap tidak mengizinkan bangsa Israel meninggalkan Tanah Mesir, sehingga Tuhan membiarkan kondisi hati Firaun yang telah mengeras itu. (10:20). Karena hati Firaun telah mengeras, tulah yang kesembilan (gelap gulita selama tiga hari di seluruh Tanah Mesir, kecuali Gosyen—daerah tempat bangsa Israel berdiam) ditimpakan tanpa pemberitahuan lebih dulu. Hati Firaun terlalu angkuh sehingga hukuman apa pun yang ditimpakan Allah ke atas bangsa Mesir hanya membuat dia tersentak, pura-pura berubah sikap, tetapi selanjutnya tetap tidak rela melepaskan bangsa Israel.

Sepanjang zaman, ada orang-orang yang bersikap mengeraskan hati seperti Firaun. Orang semacam ini tidak memedulikan peringatan Allah. Mungkin saja orang semacam ini membaca Alkitab atau mendengarkan firman Tuhan secara teratur, tetapi dia tidak mau diatur oleh firman Tuhan. Dia memilih dan menentukan sendiri apa yang hendak dilakukannya. Dia berkeras melakukan apa yang ingin dia lakukan sekalipun dia sadar bahwa keputusannya itu melawan kehendak Tuhan. Orang seperti Firaun adalah orang yang terlalu angkuh sehingga tidak mau merendahkan diri untuk menyesuaikan cara hidupnya dengan kehendak Tuhan. Bila Anda pernah bersikap angkuh dan keras kepala seperti Firaun, bertobatlah segera selagi Allah masih memberi kesempatan! [P]

Jangan Keraskan Hatimu!

Bacaan Alkitab hari ini:

Keluaran 9

Dalam kitab Keluaran, benar dikatakan bahwa TUHAN mengeraskan hati Firaun. Akan tetapi, hal itu bukan berarti bahwa inisiatif mengeraskan hati berasal dari Allah, sehingga sikap penolakan Firaun bisa dikatakan sebagai dipaksakan oleh Allah. Bila kita memperhatikan 9:7, 34, 35, jelas bahwa Firaun juga berkeras hati secara sadar. Dalam tulah yang kelima yang dijatuhkan Allah kepada bangsa Mesir (penyakit sampar yang mengakibatkan kematian ternak orang Mesir), Firaun telah mengutus orang untuk memeriksa Tanah Gosyen—tempat orang Israel berdiam, sehingga Firaun telah mengetahui dengan jelas bahwa penyakit sampar itu hanya menimpa ternak orang Mesir, tidak menimpa ternak orang Israel. Sekalipun telah jelas bagi Firaun bahwa dewa-dewi sembahan orang Mesir serta orang-orang pandai di Mesir tidak sanggup melawan rencana Allah Israel menimpakan penyakit sampar ke atas ternak orang Mesir, Firaun tetap berkeras hati melawan kehendak Allah (9:1-7). Tulah keenam (barah atau bisul yang menimpa manusia dan ternak) serta tulah ketujuh (hujan es yang mengakibatkan kematian hewan dan manusia yang berada di tempat terbuka) yang menimpa Tanah Mesir (dengan pengecualian tempat bangsa Israel berdiam) juga tidak dapat dilawan. Bila dikatakan dalam 9:12 bahwa TUHAN mengeraskan hati Firaun, hal ini haruslah diartikan sebagai Allah membiarkan Firaun tetap berkeras hati. Allah tidak lagi mengetuk hati Firaun karena Firaun telah menutup pintu hatinya terhadap teguran Allah.

Dalam hidup kita, mungkin saja Allah memberi peringatan kepada kita saat kita berbuat dosa. Bila Roh Kudus menyadarkan Anda akan kesalahan Anda, janganlah mengeraskan hati! Bila Anda terus-menerus berkeras hati menolak teguran Allah, mungkin saja Allah akan membiarkan Anda mengalami kegagalan, penyakit, dan penderitaan sampai akhir hidup Anda. Bila Anda masih bisa menyadari kesalahan Anda, cepatlah datang mencari pengampunan yang tersedia di dalam Tuhan Yesus Kristus. Bila kita datang kepada-Nya, seberapa besar pun dosa kita, anugerah Allah tetap tersedia, dan kita bisa menerima pengampunan dosa karena Kristus telah mati untuk menebus dosa kita. Akan tetapi, bila kita menolak pekerjaan Roh Kudus yang telah menyadarkan kita akan betapa berdosanya diri kita di hadapan Allah, tidak ada lagi pengampunan. Perbuatan baik kita tidak akan bisa menyelamatkan diri kita! [P]