Menjadi Saksi itu Tidak Selalu Mudah!

Kisah Para Rasul 9:19b-31

Perjumpaan dengan Tuhan Yesus di jalan menuju kota Damsyik telah mengubah kehidupan Saulus secara radikal. Saat meninggalkan Yerusalem, Saulus membenci para pengikut Kristus. Akan tetapi, setelah memasuki kota Damsyik, Saulus telah menjadi pengikut Kristus, dan ia menjadi seorang yang bersemangat membuktikan bahwa Yesus adalah Mesias. Perubahan ini membingungkan orang-orang Yahudi yang tinggal di kota Damsyik. Setelah menyadari perubahan yang terjadi pada diri Saulus, mereka menjadi marah dan berniat membunuh Saulus. Akan tetapi, para pengikut Kristus menolong Saulus untuk bisa keluar dari kota Damsyik dan kembali ke Yerusalem. Sayangnya, para pengikut Kristus di Yerusalem mencurigai Saulus karena mereka mengenal masa lalunya sebagai penganiaya para pengikut Kristus. Dalam situasi seperti itu, Barnabas-lah yang berjasa menjelaskan perubahan hidup Saulus kepada para rasul, sehingga kehadiran Saulus dapat diterima. Akan tetapi, orang-orang Yahudi pendatang—yaitu orang Yahudi yang fasih berbahasa Yunani dan tidak menguasai bahasa Ibrani—menjadi marah setelah kalah berdebat, dan mereka berniat membunuh Saulus. Oleh karena itu, anggota jemaat di Yerusalem mengamankan Saulus ke Kaisarea, lalu Saulus kembali ke Tarsus, kota asalnya.

Pengalaman Saulus yang sangat pahit di atas mengingatkan kita kepada perkataan Tuhan Yesus, "Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Lukas 9:23). Bagi Saulus, keselamatan yang telah dia terima itu merupakan sesuatu yang sangat berharga. Oleh karena itu, ia rela mengalami penolakan, bahkan ancaman pembunuhan, dari orang-orang yang tidak bisa menerima kesaksiannya. Kita tidak memiliki catatan tentang apa yang dilakukan oleh Saulus selama dia tinggal di Tarsus. Akan tetapi, yang bisa kita ketahui dengan jelas adalah bahwa dia tidak patah semangat. Mulai pasal 13, kita akan membaca tentang perjalanan misi Saulus yang kemudian disebut sebagai Rasul Paulus.

Pernahkah Anda menjalankan fungsi sebagai saksi Kristus? Apakah Anda pernah bersaksi tentang keselamatan yang Anda miliki kepada orang lain? Apakah Anda pernah ditolak atau menerima respons negatif saat bersaksi tentang Kristus? Bila Anda menemui masalah, bersandarlah kepada pertolongan Roh Kudus! [P]

Penjahat yang Diubah oleh Tuhan

Kisah Para Rasul 9:1-19a

Tidak ada seorang pun yang pernah menyangka bahwa Saulus, peng-aniaya orang-orang Kristen, bisa bertobat. Mari kita pertimbangkan latar belakang Saulus: Saulus adalah seorang yang membenci orang Kristen. Waktu Stefanus dihukum rajam, Saulus menjadi penonton (7:58). Hatinya keras! Dia tidak memiliki belas kasihan terhadap Stefanus, bah-kan Saulus menyetujui terjadinya pembunuhan itu! (8:1). Dalam bacaan Alkitab hari ini, ia meminta surat kuasa kepada Imam Besar untuk me-nangkap—bahkan dia mengancam hendak membunuh—para pengikut Kristus yang berada di kota Damsyik (9:1-2). Dari sudut pandang manusiawi, kita akan memandang orang seperti ini sebagai penjahat yang tidak mungkin bisa bertobat lagi! Akan tetapi, Tuhan memiliki pandangan lain. Bagi Tuhan, Saulus adalah alat pilihan di tangan Tuhan untuk memberitakan Injil kepada bangsa-bangsa lain maupun kepada bangsa Israel (9:15). Itulah sebabnya, Tuhan Yesus menampakkan diri secara khusus kepada Saulus yang sedang berada dalam perjalanan menuju kota Damsyik, dan Tuhan membuat Saulus menjadi buta (9:3-9). Ananias, murid Tuhan di kota Damsyik yang diutus oleh Tuhan untuk membimbing Saulus pun semula merasa ragu-ragu untuk melakukan tugas tersebut. Akan tetapi, akhirnya Ananias taat. Dia menumpangkan tangannya ke atas Saulus, dan Saulus dapat melihat lagi serta penuh dengan Roh Kudus (9:10-18).

Peristiwa pertobatan Saulus ini mengajar kita agar tidak bersandar kepada kemampuan akal kita sendiri (Amsal 3:5). Rancangan Tuhan jauh lebih tinggi daripada rancangan kita (Yesaya 55:8-9). Kita harus percaya bahwa rencana Allah lebih baik daripada rencana kita dan Allah sanggup melakukan hal-hal yang melampaui pemikiran kita. Kewajiban kita adalah menaati kehendak Allah tanpa syarat. Pada zaman ini, ibadah tatap muka sudah menjadi sangat terbatas. Gereja harus sangat membatasi diri agar tidak menjadi arena klaster penularan Covid-19. Apakah dengan demikian, gereja harus berhenti memberitakan Injil? Tidak! Tugas untuk menjadi saksi tidak pernah dibatalkan! Gereja harus tetap menjalankan misi menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus. Akan tetapi, gereja harus menjadi kreatif dan menyesuaikan diri dengan situasi yang sudah sangat berubah. Apakah Anda dan gereja Anda masih tetap setia menjalankan misi yang ditetapkan oleh Allah? [P]

Roh Kudus, Sang Pemimpin Misi

Kisah Para Rasul 8:26-40

Sebenarnya, amanat Tuhan Yesus kepada murid-murid-Nya itu sangat jelas, yaitu bahwa para murid akan menjadi saksi “di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi” (1:8). Perhatikan bahwa kata penghubung yang dipakai adalah “dan”. Hal itu berarti bahwa para murid tidak boleh hanya berkumpul dan menjadi saksi di Yerusalem saja, tetapi mereka harus memperluas lingkup kesak-sian mereka ke wilayah tempat mereka berada (Yudea), ke wilayah tetangga (Samaria), dan ke tempat-tempat yang jauh (ujung bumi). Karena para murid terus berkumpul di Yerusalem, Allah mengizinkan terjadinya penganiayaan yang membuat para pengikut Kristus tersebar. Allah juga memberi tanda khusus untuk menegaskan bahwa orang Samaria pun berhak menerima keselamatan (8:17). Dalam bacaan Alkitab hari ini, Roh Kudus langsung mengarahkan Filipus untuk melayani seorang asing, yaitu sida-sida dari Etiopia yang sedang kebingungan saat membaca kitab Yesaya (8:26-28). Kebingungan sida-sida ini menjadi pembuka jalan bagi Filipus untuk menjelaskan tentang Yesus Kristus. Setelah mendengar penjelasan Filipus tentang Tuhan Yesus, sida-sida itu menjadi percaya, lalu dia dibaptis oleh Filipus.

Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan beberapa hal penting: Pertama, berita Injil bukan hanya dimaksudkan bagi diri kita sendiri saja atau anggota gereja kita saja atau suku kita saja, tetapi berita Injil harus disebarkan kepada setiap suku di seluruh dunia. Kedua, ada banyak kelompok atau suku yang tampaknya mustahil bersedia mendengar dan menerima berita Injil. Akan tetapi, sadarilah bahwa kemustahilan itu ada-lah berdasarkan sudut pandang kita. Bagi Allah, tidak ada sesuatu pun yang mustahil. Ketiga, buku atau traktat yang membicarakan tentang Yesus Kristus merupakan sarana yang bisa dipakai oleh Roh Kudus untuk membawa seseorang kepada Kristus. Pada zaman ini, telah tersedia banyak traktat atau buku elektronik yang bisa dibagikan melalui media sosial. Keempat, banyak orang memerlukan penjelasan sebelum bisa mengambil keputusan untuk menerima Yesus Kristus. Orang percaya harus selalu siap untuk memberi penjelasan (1 Petrus 3:15). Bila Roh Kudus memimpin Anda untuk bertemu dengan seseorang yang memerl-ukan penjelasan tentang berita Injil, apakah Anda bersedia dan siap untuk memberi penjelasan? [P]

Cara Kerja Allah Tak Terselami

Kisah Para Rasul 8:1-25

Allah tidak pernah berinisiatif membuat umat-Nya menderita, tetapi Allah bisa memakai penderitaan sebagai alat untuk melaksanakan rencana-Nya. Sesudah membunuh Stefanus, orang Yahudi melanjutkan usaha menghambat perkembangan kekristenan dengan menganiaya jemaat di Yerusalem. Penganiayaan membuat orang percaya tersebar ke seluruh Yudea dan Samaria (8:1). Apakah berita Injil bisa dihambat? Tidak! Tersebarnya orang percaya justru berdampak pada tersebarnya berita Injil ke seluruh Yudea dan Samaria (8:2). Niat jahat orang-orang Yahudi menghambat berita Injil justru membuat rencana Allah agar para murid bukan hanya menjadi saksi di Yerusalem—melainkan juga menjadi saksi di seluruh Yudea dan Samaria (1:8)—menjadi terlaksana.

Filipus—salah seorang diaken yang dipilih bersama-sama dengan Stefanus—juga meninggalkan Yerusalem. Dia memberitakan Injil Yesus Kristus, Sang Mesias, di sebuah kota di Samaria (8:5). Adanya tanda-tanda yang menyertai pemberitaan Injil—roh jahat diusir, orang lumpuh dan orang timpang disembuhkan (8:7)—berperan sangat penting bagi penerimaan orang Samaria terhadap berita Injil karena orang Yahudi bersikap eksklusif—tidak bergaul—terhadap orang Samaria. Penerimaan Injil oleh orang Samaria membuat para rasul di Yerusalem mengutus Rasul Petrus dan Rasul Yohanes melakukan peninjauan (8:14). Saat mereka berdua menumpangkan tangan, Roh Kudus turun ke atas orang-orang Samaria yang bertobat oleh pemberitaan Filipus itu. Jelas bahwa penerimaan Roh Kudus oleh orang-orang Samaria ini disertai dengan tanda seperti yang terjadi di hari Pentakosta karena peristiwa tersebut bisa “dilihat” oleh Simon, seorang petobat baru dari Samaria (8:18). Tanda turunnya Roh Kudus ke atas orang-orang Samaria itu penting untuk meyakinkan orang-orang Yahudi—termasuk para rasul—bahwa keselamatan dalam Kristus itu dimaksudkan bagi orang Samaria juga! Perlu disadari bahwa “kuasa’ yang menyertai pemberitaan Injil ini penting untuk menerobos tempat baru dengan berita Injil. Akan tetapi, “kuasa” itu sama sekali tidak boleh menjadi alat untuk membanggakan diri.

Saat ini, dunia dilanda pandemi. Di satu sisi, kita harus mengurangi pergerakan. Di sisi lain, komunikasi melalui media sosial menjadi semakin meluas, dan hal itu merupakan peluang untuk pemberitaan Injil. Apakah Anda sudah memanfaatkan peluang tersebut? [P]

Menderita, Namun Mulia

Kisah Para Rasul 7:54-60

Roh Kudus memimpin Stefanus untuk menyampaikan berita yang sangat menyakitkan bagi para pendengarnya (7:48-53). Orang banyak itu sebenarnya tidak sungguh-sungguh ingin mencari kebenaran. Sebaliknya, yang mereka cari adalah kesalahan Stefanus. Oleh karena itu, perkataan Stefanus yang keras itu disambut dengan respons yang sangat keras pula. Bila kita sungguh-sungguh hendak melayani Tuhan secara jujur dan tulus, sikap seperti yang diperlihatkan oleh Stefanus itu kadang-kadang tak bisa dihindarkan. Kita harus mengatakan kebenaran, walaupun kebenaran itu menyakitkan dan bisa membahayakan diri kita sendiri. Saat kita menyampaikan perkataan yang keras, ada tiga macam respons yang bisa muncul, yaitu sadar dan bertobat, tidak peduli, atau marah dan menyerang.

Kesetiaan Stefanus terhadap pimpinan Roh Kudus membuat para pendengarnya marah dan dia diganjar dengan hukuman rajam, yaitu dilempari batu sampai mati. Akan tetapi, sebelum dilempari batu, dia mendapat anugerah untuk bisa melihat kemuliaan Allah serta melihat Tuhan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah Bapa. Keterusterangan Stefanus membuat para pendengarnya menjadi kalap dan menyerbu sambil menutup telinga. Mereka menyeret Stefanus keluar kota, lalu melempari dia dengan batu (7:57-58). Menjelang ajalnya tiba, Stefanus berseru dengan suara nyaring, "Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka!" (7:60). Dengan perkataan itu, Stefanus mengikuti jejak Tuhan Yesus (bandingkan dengan Lukas 23:34). Dia telah meninggalkan beberapa hal yang sepatutnya diteladani oleh setiap orang yang ingin memberitakan Injil: Pertama, Stefanus tidak merasa sakit hati saat menghadapi penolakan dan sikap memusuhi. Setiap orang yang hendak melayani Kristus harus siap menghadapi penolakan. Kedua, Stefanus lebih mengutamakan kebutuhan orang banyak akan pengampunan daripada memikirkan kepentingannya sendiri untuk terlepas dari ancaman maut (bandingkan dengan perkataan Tuhan Yesus dalam Markus 10:45). Ketiga, Stefanus menganggap kemuliaan surgawi sebagai lebih berharga daripada penderitaan—bahkan kematian—yang ia hadapi (bandingkan dengan Roma 8:18). Dalam sejarah misi Kristen, kematian sering menjadi benih bagi berdirinya sebuah gereja. Bila Allah menghendaki agar Anda menderita seperti Stefanus, apakah Anda bersedia? [P]

Pesan yang Keras

Kisah Para Rasul 7:1-53

Stefanus diminta Imam Besar untuk menjawab tuduhan orang-orang Yahudi pendatang, yaitu tuduhan bahwa ia telah menghujat Musa dan Allah dengan mengatakan bahwa Kristus akan merobohkan Bait Suci dan mengubah hukum Taurat (6:11-14). Jelas bahwa tuduhan itu adalah pemelesetan terhadap ajaran Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak mengatakan bahwa Beliau akan merobohkan Bait Suci, tetapi bahwa Bait Suci akan dirobohkan (Matius 24:1-2). Nubuat ini terwujud saat Jenderal Titus meruntuhkan kota Yerusalem dan merobohkan Bait Suci yang ada di kota itu pada tahun 70 AD. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus tidak mengubah hukum Taurat, tetapi menggenapi serta menjelaskan maksud sebenarnya dari hukum-hukum itu (Matius 5:17-48).

Stefanus menjawab permintaan Imam Besar dengan menguraikan garis besar sejarah Israel, mulai dari panggilan kepada Abraham sampai didirikannya Bait Allah pada zaman Raja Salomo. Sejarah Israel memperlihatkan bahwa Allah yang mengatur sejarah! Tanah Kanaan yang ditempati bangsa Israel adalah perwujudan penggenapan janji Allah kepada Abraham. Yusuf—yang telah diperlakukan jahat oleh saudara-saudaranya—adalah orang yang disiapkan Allah untuk memelihara ayahnya dan saudara-saudaranya pada masa kelaparan. Dia membalas kejahatan dengan kebaikan. Pengalaman Yusuf merupakan gambaran bagi Tuhan Yesus yang disalibkan oleh bangsa Yahudi, padahal Dia adalah Penyelamat bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya, termasuk bagi orang Yahudi. Bangsa Israel beberapa kali memberontak terhadap kepemimpinan Musa, padahal Musa adalah orang yang dipilih Allah untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Tanah Mesir. Penolakan terhadap Musa ini menggambarkan penolakan bangsa Israel terhadap Kristus. Terhadap tuduhan bahwa Kristus mengubah hukum Taurat, Stefanus justru memperlihatkan bahwa bangsa Israel telah berulang-ulang berlaku tidak taat terhadap kehendak Allah.

Yang paling membuat orang banyak marah terhadap Stefanus adalah perkataan Stefanus bahwa tindakan orang Yahudi membunuh Tuhan Yesus adalah peniruan terhadap tindakan nenek moyang bangsa Israel menganiaya para nabi. Perkataan ini amat keras, tetapi perkataan tersebut adalah pesan yang terpenting untuk disampaikan! Apakah Anda berani menyampaikan pesan Allah kepada dunia ini secara jujur? [P]

Pelayanan Selalu Mendapat Hambatan!

Kisah Para Rasul 6:8-15

Pelayanan adalah respons terhadap kebutuhan! Terhadap orang yang lapar, kita harus memberi makanan. Terhadap orang yang kesepian, kita harus memberi perhatian. Terhadap orang yang sedih, kita harus memberi penghiburan. Terhadap orang yang kebingungan, kita harus menunjukkan jalan. Terhadap orang yang sakit, kita harus memberi pengobatan. Terhadap orang yang menyadari bahwa dirinya berdosa dan memerlukan pengampunan, kita harus menyampaikan berita Injil atau kabar baik tentang pengampunan yang terdapat di dalam Kristus. Dengan demikian, bentuk pelayanan itu beraneka ragam. Karena pelayanan Kristen selalu berawal dari kehendak Allah yang tercermin dalam firman-Nya, kriteria kerohanian selalu melekat dalam bidang pelayanan apa pun (6:2-3).

Setelah dipilih sebagai salah seorang diaken, Stefanus bukan hanya melaksanakan pembagian santunan, tetapi dia melayani secara utuh. Pelayanan Stefanus—yang penuh dengan karunia dan kuasa rohani—disertai dengan terjadinya mujizat dan tanda yang meneguhkan bahwa pelayanannya disertai oleh Tuhan. Kelompok orang Yahudi pendatang yang berusaha menghambat pelayanan Stefanus dengan bersoal jawab pun tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara (6:8-10). Akhirnya, setelah kesabaran mereka habis, mereka menyebarkan hoaks serta berkomplot dengan para tua-tua dan para ahli Taurat untuk menyergap, menyeret, dan membawa Stefanus ke hadapan Mahkamah Agama dengan tuduhan palsu (6:11-14).

Hambatan terhadap pelayanan sebagaimana yang dialami oleh Stefanus ini terjadi di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Mula-mula hambatan itu sering berupa pertanyaan yang memojokkan. Bila cara bersoal jawab gagal, mereka yang hendak menghambat pemberitaan Injil mulai menyebarkan hoaks, mencari dukungan massa dan dukungan para pemimpin agama, lalu melakukan kekerasan. Tanpa pertolongan dan kekuatan dari Roh Kudus, pelayanan akan mati. Oleh karena itu, bila gereja masih berdiri tegak sampai hari ini, hal itu menunjukkan bahwa Roh Kudus terus bekerja mulai dari hari Pentakosta sampai hari ini. Apakah gereja tempat Anda beribadah tetap setia melaksanakan pekerjaan pelayanan pada masa pandemi ini? Apakah Anda sendiri juga tetap setia melayani? [P]

Pelayanan yang Seimbang

Kisah Para Rasul 6:1-7

Pelayanan sosial dan pemberitaan Injil adalah dua tugas pelayanan yang harus dilaksanakan secara seimbang. Gereja akan pincang bila salah satu dari kedua tugas pelayanan di atas diabaikan. Dalam hal gereja di Yerusalem, latar belakang orang Yahudi yang menjadi anggota gereja beraneka ragam. Ada orang Yahudi yang merupakan penduduk lokal, ada orang Yahudi yang berasal dari tempat jauh yang datang untuk mengikuti ibadah di hari Pentakosta, dan ada orang Yahudi pendatang yang sudah lama pindah ke Yerusalem. Orang Yahudi yang merupakan pendatang dari jauh ini umumnya berbahasa Yunani dan terbiasa membaca Alkitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani yang disebut Septuaginta. Hal ini berbeda dengan penduduk lokal yang masih bisa memahami Alkitab berbahasa Ibrani. Perbedaan bahasa membuat orang Yahudi di Yerusalem seperti terbagi menjadi dua kelompok. Karena sumber santunan bagi para janda terutama berasal dari penduduk lokal, tidak mengherankan bila pembagian santunan bisa menjadi tidak merata, sehingga muncul sungut-sungut dari orang-orang Yahudi berbahasa Yunani. Keadaan semacam ini tidak dikehendaki oleh para rasul. Supaya para rasul tetap dapat berkonsentrasi dalam tugas utama mereka, yaitu hal-hal yang berkaitan dengan doa dan pelayanan firman Allah, mereka memutuskan untuk memilih tujuh orang untuk menjadi diaken, yaitu pejabat gereja yang bertanggung jawab untuk mengatur pelayanan sosial.

Pemilihan diaken ini bukan disebabkan karena doa dan pelayanan firman lebih penting daripada pelayanan sosial, tetapi karena keduanya merupakan kehendak Allah yang sama-sama penting. Perhatikan bahwa orang yang dipilih menjadi diaken bukan ahli manajemen, tetapi orang yang penuh iman dan Roh Kudus (6:2-3). Kemampuan manajerial bukan kurang penting, tetapi kita meyakini bahwa orang yang penuh iman, penuh Roh Kudus, dan penuh hikmat akan bisa melaksanakan tanggung jawab apa pun secara teliti, adil, dan jujur.

Hari ini GKY merayakan ulang tahun yang ketujuh puluh enam. Selama tujuh puluh enam tahun ini, GKY bukan hanya melaksanakan pelayanan firman, melainkan juga melaksanakan berbagai macam pelayanan sosial. Bisa dikatakan bahwa pelayanan sosial sudah melekat dalam misi GKY. Apakah gereja Anda sudah melaksanakan pelayanan firman dan pelayanan sosial secara seimbang? [P]

Jalan Tuhan Tak Terduga

Kisah Para Rasul 5:26-42

Saat mendengar sebutan “Farisi”, biasanya pikiran kita langsung men-jadi negatif karena kita selalu mengaitkan sebutan “Farisi” dengan keagamaan yang bersifat munafik. Akan tetapi, sebenarnya, dalam Alkitab terdapat beberapa orang Farisi yang tergolong baik. Kita perlu menyadari bahwa Nikodemus yang menemui Tuhan Yesus di malam hari adalah seorang Farisi. Mudah diduga bahwa dia datang di waktu malam karena dia merasa malu bila banyak orang melihat tindakannya mencari Tuhan Yesus. Sekalipun mungkin ada orang yang menganggap sikap Nikodemus itu sebagai sikap pengecut, perlu diingat bahwa hanya Nikodemus bersama dengan Yusuf dari Arimatea—keduanya anggota Mahkamah Agama Yahudi—yang berani meminta mayat Tuhan Yesus untuk dikuburkan (Yohanes 19:38-40).

Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita bisa membaca tentang seorang Farisi yang dihormati oleh banyak orang, yaitu Gamaliel. Walaupun Gamaliel seorang Farisi, pandangannya berbeda dengan orang Farisi yang lain. Orang-orang Farisi pada umumnya membenci Tuhan Yesus karena merasa bahwa popularitas mereka tersaingi, sedangkan Gamaliel adalah seorang ahli Taurat yang berpandangan luas dan berjiwa besar. Saat para peserta sidang Mahkamah Agama Yahudi hendak membunuh para murid, Gamaliel mengajak sidang itu untuk berpikir panjang dan tidak bertindak tergesa-gesa agar tidak salah bertindak. Perhatikan pan-dangannya yang amat bijaksana, “Karena itu aku berkata kepadamu: Janganlah bertindak terhadap orang-orang ini. Biarkanlah mereka, sebab jika maksud dan perbuatan mereka berasal dari manusia, tentu akan lenyap, tetapi kalau berasal dari Allah, kamu tidak akan dapat melenyap-kan orang-orang ini; mungkin ternyata juga nanti, bahwa kamu melawan Allah." Nasihat itu diterima. Para rasul dipukul dan diancam, lalu dilepas-kan. Mereka meninggalkan ruang sidang dengan gembira. Bagi mereka, menderita karena Yesus Kristus merupakan suatu kehormatan (5:38-41; bandingkan dengan Matius 5:11; 1 Petrus 4:11).

Saat Tuhan Yesus bersama-sama dengan para murid-Nya di bumi, Beliau dengan terus terang mengatakan bahwa para murid diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala (Matius 10:16). Akan tetapi, para murid tidak perlu takut karena Roh Kudus selalu menyertai mereka, dan Allah bisa menolong dengan berbagai cara yang tak terduga. [P]

Rencana Allah Tak Bisa Dihalangi

Kisah Para Rasul 5:17-25

Kita tidak selalu bisa memahami cara kerja Allah. Akan tetapi, bila Allah sudah membuat ketetapan, rencana-Nya tak bisa dihalangi. Allah sudah menetapkan bahwa murid-murid-Nya adalah saksi tentang kehidupan, karya, dan ajaran Yesus Kristus. Larangan, ancaman, dan penjara tidak bisa menghalangi pelaksanaan ketetapan Allah itu! Saat para pemimpin agama memerintahkan penangkapan terhadap para rasul, Allah mengutus seorang malaikat Tuhan untuk melepaskan mere-ka dari penjara. Pintu penjara tetap terkunci rapat dan para pengawal tetap berada pada posisi di depan pintu penjara, tetapi penjara itu telah kosong. Seharusnya para pemimpin agama itu sadar bahwa mereka ber-hadapan dengan kekuatan yang tak terlawan. Para murid itu kembali ke Bait Allah dan mengajar orang banyak. Sayangnya, para pemimpin aga-ma itu tetap berkeras kepala.

Sepanjang sejarah gereja, para pengikut Kristus tidak selalu bisa menghindar dari larangan, ancaman, dan penjara. Sebelum terjadi peng-aniayaan, Tuhan Yesus telah berkata bahwa para murid itu seperti dom-ba yang diutus untuk pergi ke tengah-tengah serigala! Secara manusiawi, kondisi para murid hampir selalu tidak aman. Sebenarnya, para murid bukan hanya berhadapan dengan orang yang tidak suka terhadap berita Injil, tetapi para murid berhadapan dengan kuasa gelap yang mempe-ngaruhi orang berdosa untuk melawan kehendak Allah. Bagi para murid, sebenarnya tantangan yang mereka hadapi itu terlalu berat. Akan tetapi, Allah masih bekerja! Allah bisa mengutus para malaikatnya untuk mem-bantu, menjaga, dan menolong para murid. Allah sanggup menjaga agar berita Injil tetap terus tersebar.

Pada zaman ini, banyak orang beranggapan bahwa kondisi sosial dan politik saat ini sedang tidak kondusif bagi pemberitaan Injil. Akan tetapi, sebenarnya situasi tidak pernah benar-benar kondusif karena Iblis selalu mencari kesempatan untuk menghentikan pemberitaan Injil! Di sepanjang masa, larangan, ancaman, dan penjara bagi para pemberita Injil selalu ada! Bahaya tidak pernah benar-benar menghilang. Situasi yang benar-benar kondusif hanya impian. Misi pemberitaan Injil harus tetap dilakukan bukan karena situasi sudah kondusif, tetapi karena Allah tetap bekerja! Apakah Anda sudah terlibat dalam usaha pemberitaan Injil? Apakah Anda percaya bahwa Allah masih tetap bekerja? [P]