Kasih sebagai Dasar Komitmen

Hosea 5:1-6:6

Perjanjian Lama berulang kali mencatat ikrar iman bahwa TUHAN itu penyayang dan pengasih, panjang sabar, serta berlimpah kasih dan setia-Nya (Keluaran 34:6; Bilangan 14:18; Nehemia 9:17; Mazmur 86:15; 103:8; Yoel 2:13, Yunus 4:2, dan sebagainya). TUHAN memang pernah membiarkan dan menarik diri dari bangsa Israel yang SANGAT BEBAL itu (Hosea 5:6), tetapi Ia tidak selama-lamanya bersikap seperti itu. Kasih dan keadilan-Nya adalah komitmen yang Ia nyatakan terhadap umat pilihan-Nya. Tuhan tahu waktu yang terbaik. Ada waktu untuk membiar-kan, ada waktu untuk bertindak. Ada waktu untuk menahan diri, ada waktu untuk mengekspresikan diri (Pengkhotbah 3:1-8).

Tindakan penghukuman Tuhan yang dicatat dalam Hosea 5:8-14 dapat dinilai secara berbeda: Allah bisa dianggap tega atau kejam, tetapi Allah juga bisa dipandang sebagai penuh kasih. Di bagian ini, hukuman adalah tindakan kasih Allah—walaupun menyakitkan—yang memaksa bangsa Israel/Efraim mencari wajah Allah (5:15)? Kesesakan dan keter-pojokan yang disebabkan tindakan Tuhan akhirnya PASTI mendatang-kan kebaikan. Keadaan terpojok—atau tidak ada jalan keluar lagi—biasanya akan membuat kita berbalik kepada Tuhan. Mengapa? Karena manusia umumnya cenderung berpikir pragmatis, artinya melakukan apa saja yang membuat berhasil atau menguntungkan atau mendatangkan kenyamanan. Namun, pola pikir pragmatis bisa berbahaya karena sering berakar pada kesementaraan dan kepura-puraan (6:4). “Asal saya bebas dari situasi sulit, saya bersedia melakukan apa saja”. Pola pikir “Asal saya ...” ini berbahaya. Saat situasi berubah, segala yang perlu untuk disesuaikan agar bebas dari masalah juga berubah. Bila ada kelegaan yang lebih besar, pasti akan ada penyesuaian. Apakah pola pikir tersebut sepenuhnya salah? Tentu tidak, sepanjang pola pikir itu didasarkan pada komitmen yang teguh dan kasih kepada Tuhan, bukan untuk meman-faatkan atau memanipulasi. Anehnya, meskipun Tuhan tahu bahwa diri-Nya kerap kali dimanfaatkan dan dimanipulasi, namun Dia tetap penya-yang, panjang sabar, dan berlimpah kasih setia-Nya. Tidakkah lumrah jika Ia pertama-tama ingin agar kita mengasihi Dia dan HANYA setia kepada-Nya? Tidakkah lumrah jika Ia ingin kita mengenal Dia semakin dalam (6:6)? Tuhan tahu bahwa kasih dan pengenalan akan Allah akan menjaga agar jalan kita tetap benar di hadapan-Nya! [MN]

Pengaruh yang Berbahaya

Hosea 3-4

Jika seorang pemimpin berlaku benar atau baik, pengikutnya atau orang-orang dalam lingkup pengaruhnya akan cenderung berlaku benar atau baik juga. Sebaliknya, bila seorang pemimpin berlaku salah atau jahat, pengikutnya juga akan cenderung berlaku salah atau jahat. Raja-raja Israel pada zaman Nabi Hosea adalah para pemimpin yang konsisten tidak menyembah Tuhan. Keadaan bangsa Israel makin hari makin parah! Secara moral, mereka hanya bisa mengutuk, berbohong, membunuh, mencuri, berzinah, melakukan kekerasan, dan menumpahkan darah (4:2). Hal itu tidak mengherankan karena secara rohani, tidak ada kesetiaan, kasih, dan pengenalan akan Allah di Israel.

Sebenarnya, Israel mungkin bisa terhindar dari kebobrokan yang parah seandainya para pemimpin agama—yaitu para imam dan para nabi—sungguh-sungguh berusaha mengenal Allah dan mengajarkannya kepada bangsa Israel (4:6). Akan tetapi, bukannya berbuat benar, para nabi dan para imam malah mengikuti budaya sesat yang populer waktu itu. Jangan-jangan, mereka sendirilah yang menyebarkan kesesatan untuk mendapatkan keuntungan pribadi (4:8). Para imam dan para nabi tidak lagi berperan seperti “turap”—yaitu campuran air, semen, dan pasir untuk melekatkan saat membuat tembok—yang menghalangi banjir dosa yang meluber menimpa bangsa Israel, melainkan mereka sendiri menjadi “banjir” yang menghanyutkan bangsa Israel dalam dosa.

Terhadap para pemimpin dan rakyat Israel, Tuhan menjatuhkan hukuman keras (4:9-10). Mulai dari 4:10, tersirat petunjuk bahwa Tuhan membiarkan mereka hidup dalam dosa. Tampaknya, Tuhan HANYA sekadar membuat mereka tidak menjadi kenyang dan tidak menjadi banyak. Akan tetapi, sebenarnya Tuhan MEMBIARKAN mereka menik-mati dosa-dosa mereka tanpa menjatuhkan hukuman (4:14,17). Mereka dibiarkan memberi makan (nafsu) dosanya, dan Tuhan diam! Hukuman seperti Itu amat mengerikan! Mengapa? Saat Tuhan diam, dosa dianggap benar dan lumrah, dosa tidak dianggap sebagai dosa, maka tidak ada penyesalan, tidak ada pertobatan. Kondisi seperti ini pasti memimpin pada kebinasaan! Mungkin, hal ini bisa disebut sebagai dosa yang tidak dapat diampuni (Matius 12:31), yaitu bahwa Roh Kudus tidak bersuara la-gi karena terus-menerus ditolak. Bertobatlah segera, hai para pemimpin! Bila tidak, Anda dan para pengikut Anda akan binasa! [MN]

Mengasihi Sekalipun Terluka

Hosea 1-2

Mana ada suami yang setelah memergoki istrinya tidur dengan pria lain tetap memperlakukan istrinya seolah-olah tidak terjadi apa-apa! Masalahnya bukan sekadar soal selingkuh melalui chatting mesra di WA, bukan pula sekadar CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali), tetapi masalah yang terang-benderang, yaitu kepergok langsung di depan mata, melihat dengan mata kepala sendiri, dan hal ini berulang kali terjadi dengan laki-laki yang berbeda-beda. Suami yang perasaannya sudah mati pun akan sangat bodoh jika menerima istrinya kembali! Bagi suami yang sangat mencintai istrinya, tidak terbayangkan perasaan sakit hati dikhianati bertubi-tubi secara terang-terangan.

Bangsa Israel digambarkan sebagai Gomer—istri yang tidak setia—yang berulang kali mengkhianati pernikahannya dengan Hosea—suami yang kesabaran dan kesetiaan-Nya menggambarkan sifat Allah. Saat Hosea diminta untuk menikah, perintah Allah jelas: Hosea harus mengawini perempuan sundal (1:2). Bukankah Allah sudah tahu bahwa bangsa pilihan-Nya akan bersundal hebat, terus-terusan berzinah dengan menyembah ilah-ilah lain (2:6, 12)? Mengapa Allah memilih bangsa seperti itu? Tidak adakah bangsa lain yang lebih baik? Memang, pada akhirnya, semua bisa menjadi happy ending. Akan tetapi, apakah worth it (sepadan) bagi Tuhan untuk mengabaikan perasaan-Nya sendiri saat melalui proses yang sangat menyakitkan itu?

Siapakah Gomer dalam firman Tuhan yang kita baca hari ini? Jika Anda menunjuk orang lain, Anda gagal mengenali sifat Gomer dalam diri Anda! Tuhan tidak akan mendiamkan kekudusan orang-orang pilihan-Nya dinajiskan! Ia akan bertindak! Pada saat terjadi, hal itu akan sangat menyakitkan (2:2,8-12). Akan tetapi, sekalipun menyakitkan, Tuhan ber-maksud memakai kondisi itu untuk membuat kita berbalik kepada-Nya. Sebenarnya, Tuhan bukan tidak mencegah kita berlaku keji terhadap Dia (2:5), tetapi kita sangat kurang peka, atau mungkin kita pura-pura tidak peka. Bila kita mau jujur, bukan sekali-dua kali kita sengaja mengeraskan hati. Sadarilah betapa Allah sangat mengasihi kita. “Suami” yang terus kita lukai itu tetap membujuk kita dan berusaha memenangkan, bahkan menenangkan hati kita (2:13-14). Berbeda dengan kebiasaan dunia: Allah tetap mengasihi kita (2:13-22). Berbaliklah kepada Dia yang terus kita sakiti hati-Nya! [MN]

Mengambil Keputusan

Lukas 23:1-12

Tuhan Yesus dibawa ke hadapan Pilatus karena hukum Romawi pada waktu itu tidak mengizinkan Mahkamah Agama Yahudi mengambil keputusan untuk menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang yang dianggap bersalah. Hukuman mati hanya bisa diputuskan oleh pemerintah (bandingkan dengan Yohanes 18:31). Oleh karena itu, agar bisa menghukum mati Tuhan Yesus tanpa melanggar hukum pemerintah Romawi, para pemimpin agama itu tidak mempunyai pilihan selain memaksa pemerintah meluluskan permintaan mereka. Yang berhak mengambil keputusan saat itu adalah Pontius Pilatus selaku prokurator Romawi di daerah Yudea. Prokurator Romawi adalah orang yang memiliki wewenang untuk mewakili kaisar Romawi dalam pengadilan negeri pada zaman itu. Fungsi prokurator mirip dengan pengacara. Namun, sebagai prokurator, Pilatus memiliki wewenang untuk memutuskan sendiri perkara-perkara yang diajukan kepadanya.

Pilatus sempat menginterogasi Tuhan Yesus. Namun, tampaknya Pilatus tidak benar-benar ingin menelusuri kasus yang diajukan para pemimpin agama itu. Bahkan, saat mengetahui bahwa Yesus Kristus berasal dari Galilea, ia mengirim Dia kepada Herodes Antipas yang merupakan gubernur di wilayah Galilea saat itu. Herodes berusaha menginterogasi, tetapi Tuhan Yesus sama sekali tidak mau menjawab pertanyaan Herodes. Herodes tidak benar-benar serius menangani kasus tersebut. Oleh karena itu, setelah ia dan pasukannya menista dan mengolok-olok Tuhan Yesus, Herodes mengembalikan Yesus Kristus kepada Pilatus (23:10-11). Dengan demikian, Pilatus harus membuat keputusan sendiri. Sebenarnya, ia tahu bahwa Yesus Kristus tidak bersalah. Pilatus ingin membebaskan Yesus Kristus, tetapi ia takut terhadap ancaman orang-orang Yahudi (23:23; bandingkan dengan Yohanes 19:7-16). Akhirnya, ia menyerah terhadap tuntutan massa dan terpaksa mengabulkan tuntutan untuk menyalibkan Yesus Kristus.

Setiap orang yang mendengar berita Injil harus menetapkan sikap terhadap Yesus Kristus. Kita tidak bisa memilih Yesus Kristus, tetapi sekaligus memilih dunia ini. Bila Anda memilih Yesus Kristus, Anda harus menjadi murid-Nya, bukan sekadar menjadi penggemar atau penonton. Bila Anda memilih dunia ini, Anda tidak bisa menjadi pengikut Yesus Kristus yang sejati. Apakah Anda sudah memilih? [WY]

Menahan Diri

Lukas 22:63-71

Dalam kehidupan ini, kadang-kadang kita harus menahan diri untuk tidak membela diri dan membiarkan Tuhan bekerja menolong kita. Saat kita disalahpahami atau dicurigai atau difitnah, biasanya kita berusaha membela diri untuk membenarkan diri kita. Akan tetapi, kadang-kadang, sikap yang terbaik adalah menahan diri untuk diam serta menanti Allah membela dan membenarkan diri kita.

Tuhan Yesus mengalami perlakuan yang tidak adil, jahat, bahkan keji dari orang-orang yang memusuhi diri-Nya. Ia ditangkap pada waktu malam secara diam-diam dan licik untuk menghindari keributan dari orang banyak yang senang mendengar pengajaran-Nya. Orang-orang yang menahan Dia mengolok-olok dan memukuli Dia. Tuhan Yesus menerima semua perlakuan jahat itu tanpa melawan, bukan karena Ia tidak mampu menghindar atau membalas, tetapi karena Ia menyadari bahwa penderitaan itu adalah bagian dari misi dan karya keselamatan yang sedang Ia kerjakan. Mengapa orang-orang itu dapat berbuat sedemikian keji, padahal Tuhan Yesus tidak pernah melakukan kejahatan apa pun yang merugikan diri mereka? Mereka berbuat seperti itu karena pada dasarnya, manusia berdosa merupakan seteru atau musuh Allah (bandingkan dengan Roma 5:10). Kita menjadi musuh Allah karena dosa telah menguasai diri kita. Tanpa pengorbanan Tuhan Yesus, kita tidak mungkin dapat berdamai dengan Allah. Tuhan Yesus menerima semua perlakuan yang tidak adil untuk mendamaikan kita dengan Allah. Oleh karena itu, bila kita menerima perlakuan yang tidak adil dan kita datang kepada Tuhan Yesus, Dia bisa memahami pergumulan kita dan memberi penghiburan kepada kita karena Ia pun pernah mengalami perlakuan buruk dan tidak adil di dalam hidup-Nya sebagai Manusia.

Dalam kehidupan ini, kita tidak bisa bebas dari perlakuan buruk dan ketidakadilan. Dosa membuat manusia bisa berbuat jahat tanpa alasan. Perlakuan buruk bisa datang dari rekan kerja atau atasan. Kita bisa difitnah oleh orang yang tidak suka atau iri terhadap diri kita. Kita bisa dijebak atau dicelakai oleh orang lain. Bagaimana sikap Anda saat menghadapi perlakuan buruk seperti itu? Apakah Anda melawan dan membalas perlakuan buruk dan tidak adil dengan perlakuan yang sama buruk? Atau sebaliknya, Anda membawa masalah itu dalam doa dan memohon agar Tuhan membela dan membenarkan diri Anda? [WY]

Pandangan Tuhan Yesus

Lukas 22:54-62

Kesengsaraan yang dialami Yesus Kristus dapat dikatakan sebagai paling berat yang belum pernah dialami oleh manusia biasa. Ia dikhianati oleh murid-Nya sendiri. Saat Ia menghadapi bahaya, murid-murid-Nya meninggalkan Dia, bahkan Petrus menyangkal dia sampai tiga kali. Saat berada di kayu salib, Ia mengalami penderitaan terberat yang membuat Ia mengeluh, yaitu ditinggalkan oleh Allah Bapa (Matius 27:46). Penderitaan-Nya yang sedemikian berat untuk menanggung hukuman dosa manusia itu tercermin dalam nubuat Yesaya 53.

Saat Tuhan Yesus menghadapi pengadilan agama di rumah Imam Besar, Petrus menyangkal Tuhan Yesus sampai tiga kali. Setelah ayam berkokok, Tuhan Yesus berpaling dan memandang Petrus (Lukas 22:61). Kata memandang di sini berarti melihat dengan ketertarikan, kasih, dan perhatian. Walaupun penyangkalan Petrus amat menyakitkan, Tuhan Yesus memandang Petrus dengan penuh kasih. Kemungkinan, Beliau mengkhawatirkan keadaan Petrus yang merasa sedih dan malu karena telah tiga kali menyangkal Guru-Nya. Pandangan penuh kasih dan pengampunan yang bebas dari rasa benci dan keinginan menghakimi itu mengungkapkan kasih yang luar biasa yang membuat Petrus menangis dengan sedih (22:62). Anugerah-Nya menopang iman Petrus (lihat 22:31-32). Saya yakin bahwa kasih Tuhan Yesus juga tertuju kepada setiap orang percaya. Ia sangat mengasihi kita sehingga Ia mau mengorbankan nyawa-Nya sendiri untuk kita. Bila Anda jatuh ke dalam dosa, ingatlah bahwa Tuhan Yesus sedang memandang diri Anda dengan penuh kasih. Ia ingin agar Anda kembali kepada-Nya. Anugerah-Nya tersedia bagi Anda dan saya. Petrus dapat bangkit dari keterpurukan dan bisa dipakai oleh Tuhan di kemudian hari hanya karena anugerah Tuhan.

Dalam dunia yang berdosa ini, kita tidak bisa luput dari dosa, bahkan mungkin saja kita sering berbuat dosa. Kita mungkin tidak melakukan dosa secara aktif. Akan tetapi, sebenarnya, saat kita tidak melakukan apa yang Tuhan kehendaki, kita sudah berdosa di hadapan Tuhan (bandingkan dengan Yakobus 4:17). Kita bisa berubah karena Allah telah berjanji untuk mengampuni kita saat kita mengakui dosa kita (1 Yohanes 1:9). Saat Anda melihat orang lain yang jatuh ke dalam dosa atau hidup jauh dari Tuhan, apakah Anda bisa memandang dengan kasih, atau Anda justru menghakimi mereka? [WY]

Seizin Tuhan

Lukas 22:47-53

Ingatlah bahwa Tuhan Yesus berhasil ditangkap dan disalibkan bukan karena Ia tidak dapat menghindar atau menyelamatkan diri, melainkan karena Ia sengaja menyerahkan diri-Nya! (Bandingkan dengan Yohanes 10:17-18). Para ahli Taurat dan imam-imam kepala yang memusuhi Tuhan Yesus berkali-kali mencari cara untuk menangkap dan membunuh Dia, namun mereka selalu mengurungkan niat mereka karena mereka takut terhadap orang banyak (Lukas 19:47-48; 20:19; 22:2). Mereka tidak mempunyai kuasa untuk melaksanakan rencana mereka. Yudas datang mencari mereka dan menawarkan rencana tipu muslihat untuk menangkap Tuhan Yesus secara diam-diam (22:4). Para ahli Taurat dan imam-imam kepala menerima tawaran itu dan mereka berkomplot menyusun siasat untuk menangkap Tuhan Yesus.

Orang-orang yang merencanakan kejahatan itu sama sekali tidak menyadari bahwa keberhasilan rencana mereka itu disebabkan karena Tuhan Yesus menyerahkan diri-Nya. Para ahli Taurat dan imam-imam kepala itu mungkin mengira bahwa mereka berhasil menangkap orang yang selama ini mereka benci karena telah sering mempermalukan mereka dengan menegur dan melawan perbuatan munafik mereka. Namun, tanpa sadar, mereka telah menjadi alat yang dipakai oleh Iblis (22:53). Walaupun Iblis memiliki kuasa untuk melakukan berbagai hal, kuasanya terbatas. Ia tidak bisa melakukan apa yang tidak diizinkan Allah. Kisah Ayub dengan jelas mengajar kita tentang kebenaran itu. Ayub bisa dicobai karena Allah memberi izin kepada Iblis. Tuhan Yesus dapat ditangkap karena memang waktu yang Allah tentukan sudah tiba, yaitu waktu saat Allah Bapa menyerahkan Dia kepada lawan-lawan-Nya untuk disalibkan atau waktu yang ditentukan Allah Bapa agar Anak-Nya mati sebagai korban tebusan bagi orang yang percaya kepada-Nya.

Allah telah memiliki rencana untuk melakukan segala sesuatu. Karena manusia yang terbatas tidak mampu memahami rencana-Nya, manusia sering meragukan Dia. Saat mengalami kesulitan dan masalah dalam kehidupan, mungkin kita menyangka bahwa Allah tidak peduli, bahkan mungkin ada yang meragukan bahwa Ia benar-benar ada. Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan bahwa Allah memegang kendali atas segala sesuatu, termasuk atas hal-hal buruk yang terjadi dalam kehidupan kita. [WY]

Terus Berdoa

Lukas 22:39-46

Puncak ketaatan Tuhan Yesus kepada Allah Bapa adalah kesediaan menerima cawan penderitaan yang harus Ia tanggung (22:42). Tuhan Yesus memohon agar kalau boleh, cawan itu lalu atau tidak perlu Ia minum. Sekalipun demikian, Tuhan Yesus rela menaati apa pun yang menjadi kehendak Allah Bapa. Bagaimana Tuhan Yesus dapat bertahan menghadapi segala kesulitan dalam pelayanan-Nya? Beliau setiap saat berdoa! Di saat paling sibuk pun, waktu untuk berdoa tidak ditinggalkan. Bacaan Alkitab hari ini menuturkan, “Lalu pergilah Yesus ke luar kota dan sebagaimana biasa Ia menuju Bukit Zaitun.” (22:39). Perkataan “sebagaimana biasa” menunjukkan bahwa Tuhan Yesus biasa pergi ke tempat itu untuk berdoa. Dalam 21:37, disebutkan bahwa Tuhan Yesus bermalam di gunung yang bernama Bukit Zaitun. Ia khusus pergi ke sana untuk bermalam dan berdoa. Sebagai Pribadi Allah yang kedua, Yesus Kristus itu mahakuasa. Sekalipun demikian, Ia tetap menganggap penting persekutuan dengan Allah Bapa-Nya. Ia berdoa secara rutin dan tidak pernah mengabaikan waktu untuk berdoa.

Tuhan Yesus menasihati para murid-Nya agar berjaga-jaga dan berdoa supaya jangan jatuh ke dalam pencobaan (22:40). Doa adalah sarana yang sangat penting untuk bisa hidup taat seperti Yesus Kristus. Tanpa kehidupan doa yang baik, kita tidak mungkin bisa hidup berkenan kepada Allah. Iblis akan terus berupaya menggoda dan menjauhkan kita dari Tuhan. Bila kita tidak waspada, godaan kenikmatan dunia bisa menjatuhkan iman kita. Kehidupan doa yang baik bukanlah doa yang dilakukan sekali-sekali, melainkan kebiasaan seumur hidup. Doa harus dianggap seperti napas bagi kerohanian kita. Doa mengungkapkan ketergantungan kita kepada Allah. Sering terjadi bahwa Allah menguatkan dan menghibur kita saat kita berdoa. Saat Tuhan Yesus berdoa, seorang malaikat menampakkan diri kepada-Nya dan memberi kekuatan (22:43). Seharusnya, makin berat kesulitan yang kita hadapi, makin sering dan makin serius kita berdoa. Saat Tuhan Yesus sangat ketakutan menghadapi penderitaan yang akan Dia alami di kayu salib, Ia makin bersungguh-sungguh berdoa sampai peluh-Nya menjadi seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah! (22:44). Apa pun masalah atau kesusahan yang Anda rasakan saat ini, berdoalah dengan sungguh-sungguh! Allah akan menguatkan dan menolong Anda! [WY ]

Siapa Yang Terbesar

Lukas 22:14-38

Kita hidup di zaman yang makin kompetitif. Sejak kecil, anak-anak di sekolah ada yang sudah diajar untuk berjiwa kompetitif. Anak-anak diajak mengikuti berbagai macam lomba yang memicu mereka untuk berupaya menjadi yang terbaik. Setelah beranjak dewasa, mereka menghadapi persaingan yang lebih ketat di dunia pendidikan maupun pekerjaan. Di satu sisi, sifat kompetitif akan memacu seseorang untuk berjuang menjadi lebih baik. Di sisi lain, sifat kompetitif bisa memunculkan berbagai akibat negatif. Obsesi menjadi juara bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk memenangkan lomba, termasuk dengan menipu dan berbuat curang. Ada pula yang menjadi stres karena tidak berhasil menjadi pemenang.

Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa yang terbesar dalam Kerajaan Allah adalah orang yang melayani (22:26). Tentu saja, ajaran ini bertolak belakang dengan prinsip yang berlaku umum di dunia yang sangat kompetitif ini. Para murid Tuhan Yesus bertengkar untuk memperebutkan posisi paling besar di antara mereka. Perebutan posisi semacam ini adalah hal yang biasa terjadi di dunia ini. Banyak orang berusaha mendapat posisi utama atau tempat paling tinggi karena semua orang ingin dilayani dan tidak mau melayani. Posisi utama dianggap sebagai posisi orang yang harus dilayani, sehingga posisi tersebut diperebutkan. Orang percaya seharusnya meneladani Yesus Kristus. Sebagai Allah yang seharusnya disembah dan dijunjung tinggi, Tuhan Yesus justru melayani murid-murid-Nya. Dalam Injil Yohanes, terdapat kisah Tuhan Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya (Yohanes 13:4-5). Setelah bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus, kita menjadi warga Kerajaan Allah dan Tuhan Yesus menjadi Raja di dalam kehidupan kita. Prinsip hidup kita seharusnya tidak lagi mengikuti prinsip hidup dunia ini, melainkan mengikuti prinsip-prinsip Kerajaan Allah yang sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Orang yang merebut posisi dengan kekerasan tidak akan mendapat damai sejahtera dalam hidupnya. Hanya pemimpin yang melayani dengan tulus yang akan dipakai Allah untuk menjadi berkat. Merupakan hal yang biasa bila orang-orang di dunia ini berkompetisi untuk menjadi yang terbesar. Akan tetapi, orang percaya seharusnya berlomba melayani dengan keyakinan bahwa anugerah Tuhan-lah yang akan membuat mereka menjadi besar. [WY]

Spiritualitas Palsu

Lukas 22:1-13

Sangat mengejutkan bila kita menyadari bahwa orang-orang yang bermufakat untuk membunuh Yesus Kristus adalah imam-imam kepala dan para ahli Taurat. Jelas bahwa mereka adalah orang-orang yang taat melakukan kewajiban keagamaan, rajin beribadah, rajin berdoa, dan rutin membaca Kitab Suci Sekalipun demikian, ternyata bahwa mereka tidak memiliki hati yang takut kepada Allah. Mereka lebih takut kepada manusia. Ketakutan kepada orang banyak membuat mereka mencari-cari jalan agar dapat menjalankan rencana membunuh Yesus Kristus tanpa berhadapan langsung dengan orang banyak yang senang mendengar pengajaran Tuhan Yesus (22:2). Jelas bahwa semua kegiatan keagamaan yang mereka lakukan tidak berpengaruh terhadap cara hidup mereka. Tidak adanya perubahan hidup membuktikan bahwa spiritualitas mereka bermasalah. Jika kita merasa sudah lama menjadi orang yang percaya kepada Kristus, tetapi sifat-sifat lama kita tidak berubah, kita harus bertanya kepada diri sendiri apakah spiritualitas kita selama ini sudah benar atau hanya merupakan spiritualitas yang palsu. Bila kita sudah benar-benar percaya kepada Kristus, Roh Kudus pasti sudah tinggal di dalam hati kita dan mengubah kehidupan kita, meskipun perubahan hidup itu tidak selalu berlangsung secara drastis.

Yudas adalah contoh lain dalam bacaan Alkitab hari ini yang terjebak oleh spiritualitas yang palsu. Ia sudah mengikut Tuhan Yesus selama beberapa tahun, namun kerohaniannya tidak beres. Yudas dikenal sebagai seorang pencuri (Yohanes 12:6). Yudas dipercaya untuk memegang kas tim pelayanan Tuhan Yesus. Namun, ia justru sering mencuri uang yang dia kelola. Yudas tidak pernah sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus sehingga ia tidak mengalami perubahan hidup. Sesungguhnya, Yudas tidak sungguh-sungguh mengabdi kepada Allah, melainkan mengabdi kepada mamon—artinya kekayaan atau keuntungan. Alkitab menyebut secara terus terang bahwa Yudas mengkhianati Tuhan Yesus karena uang (Matius 26:15; Markus 14:10-11). Sungguh amat menyedihkan bahwa hanya karena uang 30 keping perak, Yudas tega menjual Yesus Kristus, Gurunya sendiri. Namun, orang yang memiliki spiritualitas yang palsu memang dapat melakukan berbagai macam kejahatan tanpa rasa takut kepada Allah di dalam hati mereka. Apakah Anda memiliki spiritualitas yang benar? [WY]