Tetap Waspada

Lukas 21:20-38

Zaman makin canggih, namun kehidupan manusia makin bobrok. Pergaulan bebas, LGBT, narkoba, penipuan, dan berbagai macam bentuk kejahatan makin marak dan seakan-akan makin terasa lumrah bagi orang-orang di zaman ini. Kondisi moral masyarakat yang makin lama makin bobrok merupakan tantangan bagi iman Kristen. Harus diakui bahwa bertekun menjadi orang percaya yang hidup berdasarkan iman itu makin lama makin sulit. Tidak jarang kita mendengar berita tentang orang Kristen—bahkan pemimpin Kristen—yang meninggalkan iman karena terpikat oleh daya tarik dunia ini.

Tuhan Yesus mengingatkan orang percaya agar berjaga-jaga dan berdoa di hari-hari terakhir ini. Kita tidak tahu kapan “hari terakhir”—saat Tuhan Yesus datang kedua kali—tiba. Akan tetapi, jelas bahwa kita sudah berada di hari-hari terakhir. Kita harus bersikap waspada dan berjaga-jaga agar kita siap menghadapi apa pun yang akan terjadi. Kata “berjaga-jaga” adalah kata yang dipakai untuk orang yang berjaga ma-lam. Seorang penjaga malam harus lebih awas ketimbang mereka yang berjaga di siang hari. Orang yang berjaga di siang hari dapat melihat musuh dengan baik dari jarak jauh ketika mereka datang. Akan tetapi, orang yang berjaga di malam hari bisa disergap musuh dengan tiba-tiba bila ia tidak sangat waspada mengawasi kondisi di sekelilingnya. Kita diingatkan untuk tidak menjadi mabuk oleh pesta pora dan atau berba-gai kenikmatan dunia. Jangan biarkan hati Anda diimpit dan dikuasai oleh kekhawatiran dunia ini! Perkataan “kepentingan-kepentingan dunia-wi” (21:34) secara literal berarti kekhawatiran hidup. Kekhawatiran yang berlebihan terhadap hal-hal di dunia ini dapat membuat kita beralih fokus, sehingga kita tidak bergantung kepada Allah, melainkan terpikat oleh apa yang ditawarkan dunia ini. Bila kita terlena, kita akan kehilang-an kewaspadaan. Kita bisa tenggelam oleh daya tarik dunia yang bersifat menipu. Godaan yang makin besar di hari-hari terakhir dapat dengan mudah membuat kita jatuh. Tuhan Yesus mengingatkan agar kita selalu berjaga-jaga dan bertekun dalam doa. Melalui doa, kita dapat menang menghadapi pencobaan. Tuhan Yesus pernah mengingatkan murid-murid-Nya bahwa roh memang penurut tetapi daging lemah (Matius 26:41). Berjaga-jaga dan berdoalah agar Anda sanggup menghadapi pencobaan! [WY]

Persembahan di Mata Tuhan Yesus

Lukas 21:1-19

Menjelang akhir masa pelayanan-Nya di bumi, Tuhan Yesus berada di bait Allah setiap hari untuk mengajar orang banyak (19:47; 20:1, 21:37-38). Dia memperhatikan orang yang memberi persembahan. Ada orang-orang kaya yang memberi persembahan dalam jumlah besar, dan ada seorang janda miskin yang jumlah persembahannya hanya dua peser (21:1-2). Peser adalah mata uang terkecil saat itu. Orang yang melihat hal itu pasti memuji orang kaya yang jumlah persembahannya besar. Akan tetapi, Tuhan Yesus lebih menghargai janda miskin yang jumlah persembahannya kecil. Tuhan Yesus berkata bahwa orang-orang kaya memberi dari kelimpahan mereka. Artinya, uang yang mereka persembahkan hanya sedikit bila dibandingkan banyaknya uang mereka. Sebaliknya, uang dua peser yang dipersembahkan si janda miskin itu—yang nilainya sangat kecil—adalah seluruh uang yang ia miliki (21:4).

Allah tidak membutuhkan persembahan kita. Jika Allah membutuh-kan uang, besar uanglah yang akan Ia nilai. Tuhan tidak memerlukan uang sehingga yang Tuhan nilai adalah sikap hati kita saat kita memberi persembahan. Apakah Anda memberi persembahan dengan sukacita sebagai ungkapan rasa syukur? Apakah Anda memberi persembahan untuk menyenangkan hati Tuhan, bukan supaya mendapat pujian dari orang lain? Komentar Tuhan Yesus terhadap persembahan janda miskin itu memperlihatkan bahwa nilai persembahan ditentukan oleh besarnya pengorbanan dari orang yang memberi persembahan. Dari sisi pengor-banan, jelas bahwa pengorbanan janda miskin itu luar biasa besar karena ia memberikan semua miliknya kepada Allah, dan sekaligus ia menggantungkan hidupnya sepenuhnya kepada pemeliharaan Allah. Orang-orang kaya yang memberi dalam jumlah besar itu masih memiliki banyak uang, sehingga pengorbanan mereka dalam memberi menjadi tidak berarti bila dibandingkan pengorbanan si janda miskin. Di zaman yang makin hari makin materialistis—artinya mementingkan benda—dan makin hedonis—artinya mementingkan kesenangan—ini, memberi per-sembahan merupakan tantangan bagi kasih orang percaya. Memberi lebih banyak berarti menikmati lebih sedikit. Memberi sedikit berarti menikmati lebih banyak. Keputusan kita mencerminkan besarnya kasih kita kepada Tuhan! Apakah Anda mengasihi Dia sehingga Anda selalu berusaha memberi yang terbaik kepada Tuhan? [WY]

Allah Orang Hidup

Lukas 20:20-47

Apakah Anda percaya terhadap kebangkitan orang mati? Orang yang sungguh-sungguh memercayai kebangkitan orang mati seha-rusnya mengabdikan hidupnya untuk kekekalan. Hidup yang singkat saat ini harus dipakai untuk menyiapkan diri memasuki kekekalan. Secara umum, kepercayaan orang Saduki bertentangan dengan kepercayaan orang Farisi. Orang Saduki tidak percaya terhadap kebangkitan orang mati (20:27). Mereka beranggapan bahwa roh itu tidak kekal, tidak ada kehidupan setelah kematian, dan tidak ada hukuman serta upah bagi orang yang sudah mati. Mereka juga tidak percaya pada roh-roh dan malaikat (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 23:6-9). Dalam bacaan Alkitab hari ini, beberapa orang Saduki bertanya kepada Tuhan Yesus dengan pertanyaan yang bertujuan untuk menjebak (Lukas 20:28-33). Namun, sebenarnya pertanyaan mereka itu keliru karena mereka sama sekali tidak mengerti tentang kondisi manusia setelah kebangkitan berlangsung. Manusia tidak mungkin mengerti tentang kondisi dirinya sesudah kebangkitan terjadi, kecuali berdasarkan apa yang telah Allah ungkapkan di dalam firman-Nya. Sebaliknya, Yesus Kristus—Sang Anak Allah yang datang dari sorga—mengetahui secara pasti tentang kondisi manusia sesudah kebangkitan berlangsung.

Tuhan Yesus menjelaskan bahwa orang-orang yang telah mengalami kebangkitan sudah tidak akan melakukan kawin-mengawin lagi karena mereka telah menjalani kehidupan kekal sama seperti para malaikat di sorga (20:34-36). Ingatlah bahwa orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus adalah anak-anak Allah (Yohanes 1:12). Dari zaman dahulu, Allah telah berkata kepada Musa bahwa Ia adalah Allah orang hidup, bukan Allah orang mati. Ia adalah Allah Abraham, Allah Ishak, dan Allah Yakub. Ia adalah Allah orang hidup, sebab di hadapan Allah, semua orang itu hidup (Lukas 20:37-38).

Kebangkitan orang mati adalah hal yang pasti bagi orang percaya. Tuhan Yesus berulang kali menegaskan hal ini dengan mengatakan bahwa Ia adalah Jalan untuk sampai kepada Bapa. Ia pergi ke sorga untuk menyediakan tempat bagi kita (Yohanes 14:1-6). Apakah Anda yakin bahwa Anda akan dibangkitkan pada hari kebangkitan? Apakah Anda sudah mengisi kehidupan yang singkat di dunia ini dengan pandangan yang terarah ke sorga? [WY]

Melakukan Kebenaran

Lukas 20:1-19

Tindakan Tuhan Yesus mengusir para pedagang di halaman Bait Allah di Yerusalem membuat para pemimpin agama marah. Mereka marah karena mereka kehilangan keuntungan dari perdagangan yang berlangsung di sana. Pada masa itu, para pemimpin agama di Bait Allah mewajibkan orang yang hendak mempersembahkan korban di Bait Allah untuk membeli kambing domba atau lembu sapi yang sudah mereka nyatakan sebagai tidak bercacat (bandingkan dengan Imamat 22:17-25). Oleh karena itu, para pendatang dari jauh yang hendak mempersem-bahkan korban terpaksa membeli hewan korban yang dijual di halaman Bait Allah, walaupun harga hewan di situ lebih mahal dibandingkan harga umum. Kemarahan membuat para pemimpin agama yang merasa dirugikan itu ingin membunuh Tuhan Yesus, tetapi mereka takut terha-dap rakyat yang terpesona oleh pengajaran Tuhan Yesus. Itulah sebab-nya, imam-imam kepala yang berkoalisi dengan para ahli Taurat dan para tua-tua mencari Tuhan Yesus untuk mempersoalkan tindakan pengusiran para pedagang dengan menanyakan sumber kuasa yang mendasari tindakan itu (19:45-20:2). Mereka beranggapan bahwa Tuhan Yesus tidak punya wewenang untuk membubarkan para pedagang karena Ia bukan pemimpin agama seperti mereka.

Mereka tidak menduga bahwa Tuhan Yesus akan menjawab dengan mengajukan pertanyaan, “Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia?” (20:3-4). Sesudah berunding, akhirnya mereka menjawab bahwa mereka tidak tahu. Mereka sebenarnya tahu bahwa Yohanes adalah nabi yang diutus dari sorga, namun mereka menolak untuk memercayai Yohanes yang pernah bersaksi bahwa Yesus Kristus adalah Mesias (Yohanes 3:28-30). Jika mereka mengakui bahwa ajaran Yohanes berasal dari sorga, mereka harus mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Mesias. Mereka menyadari kebenaran tersebut, namun mereka tidak mau mengakuinya. Karena mereka tidak mau menjawab secara jujur, Tuhan Yesus pun tidak menjawab pertanyaan mereka. Tuhan Yesus tahu bahwa yang mereka pentingkan bukan kebenaran, tetapi keuntungan diri sendiri. Orang percaya pada masa kini pun sering kali secara sadar mengompromikan kebenaran yang sudah diketahui demi memperoleh keuntungan pribadi. Koreksilah diri Anda dan mohonlah agar Roh Kudus memampukan Anda untuk melakukan kebenaran. [WY]

Pemaksaan Kehendak

Lukas 19:28-48

Mengapa orang banyak mengelu-elukan Yesus Kristus pada waktu Ia memasuki Yerusalem? Respons mengelu-elukan itu disebabkan karena mereka berharap bahwa Tuhan Yesus akan bertindak sebagai Mesias yang akan membebaskan mereka dari penindasan bangsa Romawi. Dalam Perjanjian Lama, Allah telah menjanjikan kedatangan Sang Mesias yang akan menyelamatkan orang Israel. Menurut Zakharia 14:4, Mesias akan muncul di bukit Zaitun. Bukit Zaitun itu akan terbelah dua dari Timur ke Barat dan membentuk suatu lembah yang sangat besar. Dalam Zakharia 9:9, Mesias digambarkan sebagai seorang Raja yang akan datang dengan mengendarai seekor keledai, yaitu seekor keledai beban yang muda. Nubuat dalam kitab Zakharia itu digenapi ketika Tuhan Yesus menuju ke kota Yerusalem dengan melewati Betfage dan Betania yang terletak di Bukit Zaitun. Saat itu, Tuhan Yesus menyu-ruh dua orang murid-Nya untuk mengambil atau meminjam seekor keledai muda yang belum pernah ditunggangi orang (Lukas 19:29-30, bandingkan dengan Matius 21:2-3). Sungguh, Tuhan Yesus adalah Mesias yang dijanjikan Allah.

Orang-orang yang sangat banyak jumlahnya menghamparkan pakaian mereka di jalan. Ada pula orang yang memotong ranting-ranting dan menyebarkannya di jalan (Matius 21:8). Orang banyak berja-lan di depan dan di belakang Tuhan Yesus sambil berseru, “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!” (Matius 21: 9). Mereka berharap bahwa Tuhan Yesus menjadi Mesias yang pergi ke Yerusalem untuk memimpin pembe-rontakan dan membebaskan mereka dari penindasan Kerajaan Romawi. Mereka berharap bahwa Yesus Kristus yang mampu melakukan berbagai macam mujizat (Lukas 19:37) akan sanggup menaklukkan bangsa Romawi. Namun, ternyata kenyataan tidak sesuai dengan harapan orang banyak. Yesus Kristus pergi ke Yerusalem bukan untuk melawan penjajah Romawi, melainkan untuk mengorbankan diri-Nya bagi orang berdosa. Beberapa hari kemudian, mereka yang semula mengelu-elukan Dia berbalik menghendaki agar Dia disalibkan. Orang banyak itu memaksakan kehendak mereka, bukan mencari atau tunduk terhadap kehendak Allah. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda selalu mencari dan menaati kehendak Allah? [WY]

Tetap Setia

Lukas 19:1-27

Di sebuah ruangan kelas yang sudah penuh dengan murid-murid, tiba-tiba asisten guru mengumumkan bahwa guru wali kelas tidak dapat hadir dan para murid diminta untuk mengerjakan soal latihan di buku pelajaran. Sebagian besar murid tidak mau mengerjakan latihan yang ditugaskan tersebut karena mereka beranggapan bahwa sang guru tidak akan datang dan tugas tidak akan dikumpulkan. Mereka mengisi waktu dengan bermain game atau memakan makanan ringan sambil mengobrol dan saling bercanda. Tanpa disangka-sangka, ternyata sang wali kelas tiba-tiba datang karena rapat yang harus ia hadiri dibatalkan. Wali kelas itu meminta agar para murid mengumpulkan tugas yang telah diberikan kepada mereka. Yang tidak mengumpulkan tugas diberi sanksi berupa pengurangan nilai.

Kehidupan orang Kristen juga sering seperti para murid di atas. Banyak orang Kristen yang tidak memedulikan apa yang telah Tuhan amanatkan kepada umat-Nya. Mereka beranggapan bahwa Tuhan yang tidak kasatmata itu tidak memerhatikan atau bahwa Tuhan akan memaklumi bila mereka tidak melaksanakan amanat yang Ia berikan pada mereka. Akan tetapi, sebenarnya kita harus sadar bahwa Tuhan menginginkan agar kita tetap produktif saat Ia tidak bersama-sama dengan kita secara fisik dan bahwa Ia pasti akan datang kembali. Tuhan Yesus mengajarkan hal ini melalui sebuah perumpamaan (19:12-27) tentang seorang bangsawan yang hendak pergi ke sebuah negeri yang jauh untuk dinobatkan menjadi raja di sana. Ia memanggil sepuluh orang hambanya dan memberi mereka masing-masing satu mina untuk berdagang—satu mina senilai dengan upah pekerja harian selama 100 hari atau 4 bulan dengan perhitungan 6 hari seminggu. Setelah dinobat-kan menjadi raja, ia kembali dan memanggil hamba-hambanya untuk mengetahui hasil dagang mereka. Namun, ternyata ada hamba yang tidak menggunakan uang itu untuk berdagang. Raja sangat marah dan mengambil uang yang tidak dipergunakan itu dan diberikan kepada orang yang telah mendapat untung 10 mina. Ia kemudian menjelaskan prinsip Kerajaan Allah: Setiap orang yang mempunyai, kepadanya akan diberi. Akan tetapi, siapa yang tidak mempunyai, apa yang ada padanya akan diambil (19:26). Yang setia akan lebih dipercaya, sedangkan yang tidak setia tidak akan dipercayai lagi. Apakah Anda setia? [WY]

Upah Mengikut Tuhan Yesus

Lukas 18:28-43

Mengikut Tuhan Yesus berarti “meninggalkan” keterikatan dengan dunia dan dengan sepenuh hati mengikut Kristus. Kata “mening-galkan” di sini tidak berarti bahwa hal itu dilakukan secara ekstrem dengan membuang semua yang kita miliki, melainkan menunjuk kepada prioritas hati kita. Saat seorang pemimpin bertanya tentang cara mendapat hidup kekal, Tuhan Yesus memerintahkan orang itu untuk menjual segala miliknya dan membagi-bagikan kepada orang miskin. Namun, ia menolak karena hatinya begitu terikat kepada hartanya. Hati yang terikat dengan harta adalah penghalang untuk bisa bersungguh-sungguh menjadi murid Tuhan Yesus (18:18-27).

Jika syarat mengikut Tuhan Yesus adalah harus meninggalkan segala sesuatu, apakah keuntungan yang akan diperoleh para pengikut Kristus? Pertanyaan inilah yang diajukan Petrus kepada Tuhan Yesus (18:28, bandingkan dengan Matius 19:27). Tuhan Yesus menjawab bahwa setiap orang yang “meninggalkan” rumahnya, istrinya, saudaranya, orang tuanya, atau anak-anaknya, akan menerima kembali berlipat ganda dalam kehidupan sekarang dan akan menerima hidup yang kekal (Lukas 18:29-30). Dalam Markus 10:30, Tuhan Yesus berkata bahwa mereka akan menerima 100 kali lipat, artinya jauh melebihi apa yang mereka tinggalkan. Apa maksud perkataan tersebut? Saat kita memprio-ritaskan Tuhan dengan “meninggalkan” keluarga dekat yang jumlahnya terbatas, Tuhan akan memberikan keluarga besar—yaitu orang-orang percaya di seluruh dunia—kepada kita. Ingatlah bahwa meninggalkan keluarga bukanlah membuang atau tidak memedulikan keluarga. Penyembuhan “ibu mertua Simon” dalam Matius 8:14-15 menunjukkan bahwa Petrus telah menikah saat mulai mengikuti Tuhan Yesus, dan Tuhan Yesus memperhatikan keluarga Petrus. Dalam 1 Korintus 9:5, disebutkan bahwa Rasul Petrus membawa istrinya dalam perjalanan pemberitaan Injil. Jadi, arti “meninggalkan” keluarga adalah lebih mem-prioritaskan Tuhan dibandingkan keluarga. Tidak ada berkat yang lebih besar daripada berkat yang kita dapatkan dalam wujud persaudaraan dengan orang-orang percaya. Selain itu, saat meninggal, orang percaya yang setia melakukan tugas melayani Sang Juruselamat akan disambut di sorga sebagai hamba yang setia. Apakah Anda sudah memprioritaskan Tuhan dalam kehidupan Anda? [WY]

Doa dan Iman

Lukas 18:1-27

Tuhan Yesus sering kali memakai perumpamaan untuk mengajar atau untuk menjawab pertanyaan. Perumpamaan tentang hakim yang tidak benar (18:1-8) termasuk dalam rangkaian jawaban atas pertanyaan orang-orang Farisi tentang kapan Kerajaan Allah akan datang (17:20). Dalam 17:20-35, Tuhan Yesus menjelaskan keadaan eskatologis—yaitu keadaan yang akan terjadi di masa depan—saat Ia datang kedua kali. Dia menekankan bahwa yang penting bukan masalah waktu, melainkan sikap dan iman dalam menanti. Waktu kedatangan Kristus kedua kali tidak akan diberitahukan kepada manusia karena Kerajaan Allah sudah ada dan sudah hadir melalui kehadiran Yesus Kristus (17:21), dan sedang menunggu penggenapannya yang sempurna. Melalui perumpamaan tentang hakim yang tidak benar, Tuhan Yesus mengajar para murid dan orang-orang yang bertanya kepada-Nya tentang cara menanti sampai Kerajaan Allah digenapi dengan sempurna.

Dalam menantikan penggenapan Kerajaan Allah, mereka harus berdoa dengan tidak jemu-jemu. Berdoa dengan tidak jemu-jemu itu berhubungan erat dengan masalah iman. Orang yang sungguh-sungguh beriman pasti akan berdoa dengan tidak jemu-jemu. Dalam 18:8, Tuhan Yesus menyimpulkan perbuatan janda yang meminta terus-menerus di dalam perumpamaan itu sebagai tindakan iman. Orang yang beriman dengan sungguh-sungguh akan terus bertahan dan setia sampai akhir. Menjelang kedatangan Tuhan Yesus kedua kali, akan terjadi masa yang sukar (17:30-35). Orang yang tidak berdoa tidak akan mampu bertahan menghadapi banyak kesulitan, tetapi orang yang selalu berdoa akan mendapat kekuatan untuk bertahan sampai akhir.

Saat pandemi yang sedang kita hadapi ini juga termasuk masa yang sukar. Kita akan sulit mempertahankan iman pada masa yang sulit ini tanpa tekun berdoa. Kita tidak bisa mengetahui kapan pandemi ini akan benar-benar berakhir. Orang Kristen tidak boleh menjadi tawar hati sehingga tidak berdoa lagi. Tanpa doa, hati kita mudah dikuasai oleh rasa takut, gelisah, serta stres yang diakibatkan oleh pandemi yang berkepanjangan, dan selanjutnya kita bisa kehilangan damai sejahtera. Bila hakim yang jahat memenuhi permintaan janda yang tekun meminta, apalagi Bapa di surga: Ia akan memelihara hidup kita. Apakah Anda sudah bertekun dalam doa? [WY]

Hamba yang Baik

Lukas 17

Seperti apakah hamba yang baik itu? Hamba yang baik adalah hamba yang bersedia melakukan apa saja untuk tuannya. Ia akan membantu tuannya dengan sepenuh hati. Setelah bekerja keras untuk tuannya, ia akan bersukacita ketika melihat tuannya berhasil. Ia tidak mengharapkan pujian untuk dirinya sendiri, melainkan ia menginginkan agar tuannya dipuji dan dihormati oleh orang banyak. Dalam 17:7-10, Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya dengan memakai perumpamaan tentang seorang tuan dan hambanya untuk memberi gambaran tentang hamba yang baik, dengan maksud agar mereka tidak memegahkan diri saat berhasil melaksanakan tugas pelayanan yang ditugaskan kepada mereka. Perikop ini berkaitan dengan perikop sebelumnya (17:1-6), khususnya ayat terakhir. Tuhan Yesus mengatakan bahwa jika murid-murid-Nya memiliki iman sebesar biji sesawi saja, mereka akan dapat melakukan hal-hal besar (17:6). Sayangnya, orang yang berhasil melaku-kan hal besar cenderung menjadi sombong. Perumpamaan tentang tuan dan hamba di atas mengingatkan para murid agar selalu mengingat bahwa status mereka adalah hamba yang tidak sepantasnya menyom-bongkan diri setelah berjerih lelah dan berhasil menyelesaikan tugas pelayanan yang diberikan kepada mereka.

Seorang hamba yang baik tidak akan mengharapkan reward atau penghargaan atas kerja keras yang mereka lakukan. Bahkan, sesudah berjerih lelah, ia tetap harus melayani tuannya dahulu sebelum ia sendiri makan dan beristirahat. Seorang hamba tidak berhak menolak tugas yang diberikan tuannya, meskipun ia sudah merasa sangat lelah. Hamba dalam perumpamaan ini telah bekerja keras melakukan pekerjaan yang melelahkan, yaitu membajak sawah dengan menggunakan lembu atau kerbau serta menggembalakan ternak tuannya (17:7). Namun, ketika tuannya datang, ia harus terlebih dahulu melayani tuannya dengan menyediakan makanan (17:8). Meskipun sebelumnya sudah bekerja keras, seorang hamba harus mengatakan, “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (17:10). Walaupun si tuan seperti tampak kejam, sebenarnya tidak demikian. Ingatlah bahwa sesungguhnya, seorang hamba adalah milik tuannya, sama seperti orang percaya adalah milik Kristus. Apakah Anda telah menjadi hamba yang baik? [WY]

Mempersiapkan Masa Depan

Lukas 16

Bagaimana seorang pelayan bisa menjadi orang yang dipercaya oleh tuannya? Tentu saja ia akan dipercaya bila ia melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan jujur. Pelayan yang ditemukan berlaku tidak jujur atau tidak bertanggung jawab akan sulit sekali untuk menjadi orang yang dipercaya oleh tuannya, bahkan kemungkinan besar, ia akan dipecat dari pekerjaannya.

Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya bahwa untuk mendapat harta yang mulia di kemah abadi—gambaran tentang sorga—mereka harus menjadi pelayan yang baik atas harta yang dipercayakan kepada mereka di dunia ini. Tuhan Yesus mengajar prinsip di atas dengan memakai perumpamaan tentang bendahara yang tidak jujur. Bendahara itu terancam untuk segera dipecat dari pekerjaannya karena ia telah ketahuan menghambur-hamburkan uang tuannya (16:1-2). Dengan “cerdik”, bendahara ini berupaya menyelamatkan masa depannya. Ia memanggil orang-orang yang berhutang pada tuannya, lalu mengurangi hutang mereka dengan mengubah isi surat hutang agar setelah ia dipecat, orang-orang yang berhutang budi terhadap dirinya akan menampung dia di rumah mereka (16:4-7). Perbuatan bendahara ini licik, namun tuannya justru memuji kecerdikan bendahara yang telah mempersiapkan masa depannya itu. Sang tuan berkata bahwa anak-anak dunia ini lebih cerdik daripada anak-anak terang. Mengapa sang tuan berkata seperti itu? Perhatikan bahwa bendahara itu dipuji bukan karena ketidakjujurannya, tetapi karena ia memikirkan masa depannya. Banyak anak-anak terang yang tidak mempersiapkan diri untuk memasuki kemah abadi! Mereka tidak mengelola harta duniawi yang dipercayakan kepada mereka sebagai investasi untuk memperoleh harta yang lebih mulia di sorga (16:11). Mereka tidak memakai harta di dunia untuk menjadi berkat dan memuliakan Allah! Tuhan Yesus berkata, “Ikatlah persahabatan dengan menggunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di kemah abadi.” (16:9). Harta duniawi seharusnya menjadi alat untuk melakukan kehendak Allah, bukan memperalat kita sehingga membuat hidup kita jauh dari Tuhan. Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda sudah memakai uang yang Anda miliki untuk mengumpulkan harta di sorga yang jauh lebih bernilai daripada harta di bumi? [WY]