Siapa Yang Layak?

Lukas 15

Pernahkah Anda bertemu dengan orang yang merasa tidak senang, bahkan marah, bila melihat orang lain sukses atau diberkati oleh Tuhan? Mengapa mereka bisa marah? Kemungkinan besar, kemarahan tersebut muncul karena orang itu beranggapan bahwa hanya dirinya yang pantas mendapat berkat, kesuksesan, dan kebahagiaan. Orang lain tidak pantas mendapat hal yang sama. Oleh karena itu, saat melihat orang lain mendapat berkat, kesuksesan, dan kebahagiaan, sedangkan dirinya mengalami kerugian, kegagalan, dan kondisi dirinya lebih buruk daripada orang itu, ia menjadi tidak senang dan bahkan marah.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi merasa tidak senang saat melihat Tuhan Yesus menerima orang-orang berdosa, bahkan makan bersama-sama dengan mereka. Mereka lalu bersungut-sungut kepada Tuhan Yesus. Untuk menyadarkan mereka, Tuhan Yesus mengajar dengan memakai perumpamaan. Tidak tanggung-tanggung, Tuhan Yesus menyampaikan tiga buah perumpamaan sekaligus, yaitu perumpamaan tentang domba yang hilang, dirham yang hilang, serta anak yang hilang. Ketiga perumpamaan itu dipakai untuk menyampaikan satu pesan utama yang sama, yaitu bahwa seharusnya ada sukacita bila sesuatu yang hilang bisa ditemukan kembali (15:7,9,24). Domba, koin, dan anak bungsu mewakili orang-orang berdosa atau orang-orang yang terhilang. Yang dimaksud dengan orang-orang yang terhilang adalah mereka yang belum pernah bertemu dengan Tuhan Yesus secara pribadi, atau mereka yang jatuh ke dalam dosa dan tidak mampu menyelamatkan diri mereka sendiri. Mereka membutuhkan uluran tangan Sang Juruselamat. Berita baiknya adalah bahwa Allah aktif mencari mereka yang terhilang. Allah digambarkan sebagai gembala yang mencari dombanya, atau wanita yang mencari dirhamnya, atau bapak yang menanti anak yang telah meninggalkan dirinya. Allah sangat bersukacita saat mereka yang terhilang kembali kepada-Nya.

Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat merasa tidak senang saat melihat orang-orang berdosa diterima oleh Tuhan Yesus karena mereka beranggapan bahwa hanya mereka yang pantas menerima berkat Allah, hanya mereka yang pantas diselamatkan. Mereka angkuh! Orang-orang berdosa dianggap tidak pantas menerima berkat Allah! Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda juga memiliki anggapan seperti itu? [WY]

Menolak Anugerah Allah

Lukas 14:15-35

Seorang tamu yang ikut hadir dalam perjamuan yang diadakan oleh pemimpin orang-orang Farisi menyampaikan pernyataan yang menunjukkan keyakinannya akan Kerajaan Allah. Ia mengatakan, “Berbahagialah orang yang akan dijamu dalam Kerajaan Allah.” Ia kelihatan yakin sekali bahwa ia akan masuk ke dalam Kerajaan Allah sebagaimana keyakinan orang-orang Yahudi pada zaman itu. Namun, Tuhan Yesus menanggapi dengan memberikan sebuah perumpamaan, yaitu perumpamaan tentang perjamuan besar yang diadakan dengan mengundang banyak orang. Menjelang perjamuan dimulai, ia menyuruh hambanya mengajak para undangan untuk datang karena perjamuan telah siap untuk dimulai (14:16-17). Akan tetapi, ternyata bahwa para tamu yang telah diundang menolak untuk hadir dengan berbagai macam alasan: Ada yang ingin melihat ladang yang baru dibeli, ada yang ingin melihat lembu yang baru dibeli, dan ada yang menolak datang karena baru kawin (14:18-20). Semua alasan itu adalah alasan yang mengada-ada karena tidak ada orang yang mau membeli tanah sebelum melihat tanah tersebut. Demikian pula, tidak mungkin ada orang yang membeli lima pasang lembu tanpa mencoba lembu-lembu itu untuk membajak. Bagi orang yang baru kawin pun tidak ada larangan untuk menghadiri perjamuan.

Para tamu undangan memang telah memutuskan untuk menolak undangan yang diberikan oleh tuan rumah. Penolakan mereka membuat tuan rumah marah dan ia memerintahkan agar hambanya mengajak orang-orang miskin, cacat, buta, dan lumpuh (14:21). Namun, karena ruangan belum penuh, tuan rumah memerintahkan hambanya untuk mengajak orang-orang yang ada di jalan untuk ikut masuk ke rumahnya (14:23). Perumpamaan ini menunjuk kepada orang-orang Yahudi yang menolak Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Allah. Mereka diundang, namun mereka menolak, sehingga akhirnya Allah—sebagai Tuan Rumah—memanggil orang-orang yang tidak pantas diundang untuk mengikuti perjamuan-Nya. Perasaan bahwa diri mereka benar dan tidak memerlukan anugerah Allah membuat banyak orang Yahudi menolak kasih karunia Allah dalam hidupnya. Mereka mengandalkan jasa dan kebaikan diri untuk mendapatkan keselamatan yang tidak pernah menjadi milik mereka. Bagaimana dengan Anda? [WY]

Kerendahan Hati

Lukas 14:1-14

Pada suatu hari Sabat, Tuhan Yesus diundang ke sebuah perjamuan makan yang diadakan oleh salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi (14:1). Semua orang yang hadir mengamat-amati Tuhan Yesus dengan seksama. Sebaliknya, Tuhan Yesus juga mengamati mereka. Dia melihat bahwa orang-orang yang hadir berupaya duduk di tempat kehormatan (14:7). Mereka berupaya untuk mendapat penghormatan bagi diri mereka sendiri. Mereka mencari kemuliaan! Sikap ingin memuliakan diri atau menyombongkan diri itu tidak sesuai dengan prinsip Kerajaan Allah. Mereka yang menyombongkan diri akan direndahkan oleh Allah yang merupakan Pemimpin Tertinggi dari segala sesuatu. Untuk menyadarkan mereka, Tuhan Yesus mengajar melalui sebuah perumpamaan.

Yang disampaikan Tuhan Yesus adalah perumpamaan tentang perjamuan pesta perkawinan. Tuhan Yesus mengingatkan agar orang yang diundang tidak langsung duduk di tempat terhormat, melainkan mencari tempat duduk di tempat paling rendah. Mungkin saja tuan rumah kemudian mendatangi kita dan memberikan tempat yang terhormat bagi diri kita. Penting untuk disadari bahwa tuan rumah dalam perumpamaan ini memiliki otoritas untuk menentukan siapa yang boleh duduk di tempat kehormatan dan siapa yang harus duduk di tempat paling rendah. Sama seperti seorang guru wali kelas berhak menentukan tempat duduk murid-muridnya, demikian juga tuan rumah berhak memberi penghormatan kepada siapa saja yang ia kehendaki. Prinsip yang berlaku dalam pesta perkawinan ini adalah, “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.” (14:11). Prinsip ini berbeda dengan prinsip hidup dalam masyarakat pada umumnya. Biasanya, orang harus berlomba meninggikan diri dengan mengandalkan kemampuan dan kehebatannya. Dalam perlombaan itu, tidak jarang terjadi bahwa orang lain harus dikorbankan. Dalam perumpamaan tentang pesta perkawinan ini, orang yang meninggikan diri atau yang merasa pantas dimuliakan justru akan direndahkan karena yang pantas dimuliakan hanya Allah saja. Sebaliknya, orang yang rendah hati akan ditinggikan karena mereka telah merendahkan diri untuk memuliakan Allah. Apakah Anda telah merendahkan diri Anda? [WY]

Jangan Berkecil Hati

Lukas 13:18-35

Apakah Anda pernah merasa kecewa karena merasa bahwa pelayanan yang Anda lakukan tidak berdampak besar atau tidak menunjukkan hasil yang diharapkan? Merintis pos pelayanan di daerah yang bersikap menolak serta melayani anak-anak kecil yang tampaknya tidak memahami apa yang kita ajarkan dapat membuat kita kecewa dan kehilangan semangat.

Tuhan Yesus mengajarkan perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi kepada murid-murid-Nya untuk menjelaskan bahwa Kerajaan Allah itu mula-mula mungkin terlihat kecil dan tidak berarti. Namun, berita Injil yang kita taburkan itu bisa berkembang menjadi besar. Biji sesawi adalah benih paling kecil yang dikenal oleh orang-orang Yahudi pada zaman itu. Namun, benih yang sangat kecil ini—yang panjangnya hanya 1 mm—dapat bertumbuh menjadi pohon yang tingginya sampai 3 m, sehingga dapat menampung burung-burung yang hinggap dan tinggal di pohon itu. Hal ini menunjukkan bahwa pohon sesawi itu telah memiliki cabang-cabang yang lebar dan rimbun. Sungguh, pertumbuhan biji sesawi menjadi sebuah pohon itu amat drastis. Pengaruh ragi juga luar biasa. Ragi yang sedikit bila dicampurkan ke dalam adonan roti dapat membuat adonan roti itu mengembang sampai menjadi beberapa kali lipat ukuran semula. Kedua perumpamaan di atas menunjukkan bahwa walaupun Kerajaan Allah itu semula terlihat amat kecil, Kerajaan Allah itu akan berkembang menjadi besar. Kata “besar” di sini tidak harus berarti menjadi banyak, namun dapat pula berarti berpengaruh atau menjadi berkat atau memberi manfaat yang dirasakan oleh masyarakat di sekitarnya. Bila pohon sesawi dapat menjadi penunjang hidup bagi burung-burung dan ragi dapat membuat rasa roti menjadi lebih nikmat, Kerajaan Allah dapat menjadi besar secara jumlah serta dapat berdampak besar bagi banyak orang.

Kedua perumpamaan yang kita baca hari ini mengingatkan kita agar jangan berkecil hati atau menjadi kecewa bila pelayanan untuk membangun Kerajaan Allah yang kita kerjakan belum menjadi sebesar yang kita harapkan. Semua pelayanan selalu dimulai dari kecil. Bila kita tekun mengerjakan pelayanan yang telah Allah percayakan kepada kita, Allah Sang Pemilik Pelayanan itu akan membuat pelayanan kita menjadi besar pada waktu yang Ia tetapkan. [WY]

Kasih Pada Sesama

Lukas 13:1-17

Ketika Tuhan Yesus ditanya oleh seorang ahli Taurat yang hendak mencobai Dia, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat, Beliau menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Matius 22:37-39). Jawaban ini tercermin dalam prioritas pelayanan-Nya.

Kepala rumah ibadat gusar karena Tuhan Yesus menyembuhkan seorang perempuan yang dirasuk roh kelemahan pada hari Sabat (Lukas 13:10-14, Terjemahan Literal). Perempuan ini pasti sangat menderita! Bayangkan bahwa selama delapan belas tahun, dia dirasuk oleh roh yang membuat badannya sakit sampai menjadi bungkuk dan tidak dapat berdiri dengan tegak (13:11). Ketika melihat perempuan itu, Tuhan Yesus memanggil dan membebaskan dia dari roh jahat yang merasukinya. Tuhan Yesus berkata kepada perempuan itu, “Hai wanita, engkau telah dibebaskan dari kelemahanmu” (13:12, Terjemahan Literal). Respons yang sepantasnya dari orang yang menyaksikan kejadian itu adalah memuliakan Allah dan bersukacita (13:13,17). Mengapa kepala rumah ibadat malah gusar dan memarahi orang banyak? Dia gusar karena dalam hatinya tidak ada kasih kepada orang lain. Ia sekadar beragama, namun tidak sungguh-sungguh mengasihi Allah di dalam hatinya. Ia melakukan aktivitas agama, menaati hukum, bukan karena mengasihi Allah, melainkan untuk kepentingan diri sendiri. Ia ingin menikmati berkat keselamatan bagi diri sendiri. Tuhan Yesus menegur kepala rumah ibadat yang telah bersikap munafik: Bila hewan miliknya saja tetap diberi minum pada hari Sabat, mengapa perempuan yang juga merupakan keturunan Abraham tidak boleh dibebaskan dari kelemahan atau penyakitnya pada hari Sabat? (13:15-16). Masyarakat Yahudi lebih menghargai pria daripada wanita. Akan tetapi, di mata Tuhan Yesus, perempuan itu berharga. Oleh karena itu, Tuhan Yesus membebaskan perempuan itu dari kuasa setan dan dari “penindasan” yang dilakukan para pemimpin rohani saat itu. Ingatlah bahwa orang yang taat beragama belum tentu memiliki kasih. Hanya orang yang sudah bertobat dan menerima kasih Yesus Kristus saja yang mampu mengasihi dengan sungguh-sungguh. Apakah Anda sudah mengasihi sesama? [WY]

Siap Sedia

Lukas 12:35-59

Peristiwa apa yang biasanya membuat Anda merasa gugup? Biasanya, seseorang merasa gugup bila mendadak menghadapi keadaan yang tidak pernah diduga sebelumnya. Kita gugup karena tidak menyiapkan diri sebelumnya. Kita kaget saat menghadapi keadaan yang terjadi secara tiba-tiba karena hati kita tidak siap. Misalnya, bila orang tua yang kita sayangi meninggal tanpa tanda-tanda sebelumnya, kita akan menjadi sangat kaget dan sulit menerima kenyataan. Ketidaksiapan menghadapi keadaan itulah yang membuat kita merasa gugup dan tidak mengerti apa yang harus dilakukan saat itu.

Kedatangan Kristus akan terjadi secara tiba-tiba. Tuhan Yesus telah mengingatkan para murid-Nya—dan kita juga—agar senantiasa waspada. Perkataan “hendaklah pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala” (12:35) adalah perintah agar kita senantiasa siap sedia melakukan sesuatu. Kalimat ini biasanya ditujukan bagi seorang hamba yang harus selalu dalam keadaan siap sedia untuk melakukan tugas saat tuannya datang. Seorang hamba yang baik tidak akan tertidur saat ditinggal pergi oleh tuannya. Ia akan selalu mengikat pinggangnya dan menyalakan pelitanya ketika malam tiba. Ia tidak akan berpikir, “Tuanku tidak akan pulang malam ini. Oleh karena itu, saya ingin tidur saja.” Ia akan siap sedia menanti kedatangan tuannya. Dalam perumpamaan ini, dicatat bahwa tuan itu mungkin akan pulang tengah malam atau dini hari (12:38), yaitu pada saat yang tidak terduga. Yang jelas, tuannya pasti akan pulang ke rumah. Tuhan Yesus pun akan datang pada saat yang tidak disangka-sangka. Ia akan datang secara mendadak seperti cara kedatangan seorang pencuri (12:39-40). Setiap orang yang menanti dengan siap sedia akan diberi upah, dan setiap orang yang tidak siap sedia menanti—apa lagi yang melakukan hal-hal yang jahat—akan mendapat balasan yang setimpal (12:43-46). Kita tidak tahu kapan Tuhan Yesus akan datang. Waktu sudah lama berlalu sejak kedatangan-Nya yang pertama. Banyak orang sudah lupa dan tidak lagi menanti-nanti kedatangan Tuhan Yesus seantusias para murid dan orang Kristen mula-mula. Walaupun kita tidak tahu apakah Tuhan Yesus akan datang sebelum atau sesudah kita mati, kita harus selalu siap sedia menanti kedatangan-Nya. Apakah cara hidup Anda menunjukkan bahwa Anda sedang menanti kedatangan Kristus? [WY]

Anugerah Tuhan Cukup

Lukas 12:1-34

Yesus Kristus mengetahui dengan jelas apa yang akan dialami oleh murid-murid-Nya setelah Ia kelak meninggalkan mereka. Murid-murid akan mengalami penganiayaan karena iman mereka kepada Kristus. Oleh karena itu, Ia mempersiapkan mereka dengan memberikan pesan-pesan yang kelak akan mereka ingat ketika mereka benar-benar mengalami penganiayaan itu.

Pesan utama yang disampaikan Tuhan Yesus adalah agar murid-murid-Nya tidak bersikap munafik (12:1). Penganiayaan yang berat dapat membuat orang bersikap munafik agar tidak dikenal sebagai orang yang beriman. Mereka berpura-pura tidak beriman agar terhindar dari penganiayaan. Tuhan Yesus mengingatkan agar para murid-Nya tidak bersikap munafik karena beberapa alasan: Pertama, cepat atau lambat, kemunafikan pasti akan terbongkar. Sama seperti bau busuk tidak dapat ditutup-tutupi, demikian pula setiap kemunafikan pasti akan tersingkap (12:2-3). Kedua, Tuhan Yesus mengingatkan bahwa yang harus kita takuti hanya Allah saja, bukan manusia (12:4-5). Manusia dapat menganiaya kita, bahkan dapat membunuh kita. Akan tetapi, iman kita kepada Yesus Kristus menjamin bahwa kita telah memiliki hidup yang kekal. Bila kita bersikap munafik dengan berpura-pura menjadi orang yang tidak beriman, sebenarnya iman kita meragukan: Apakah kita telah benar-benar percaya kepada Tuhan Yesus atau sebenarnya kita belum sungguh-sungguh percaya? Ketiga, saat kita mengalami penganiayaan, sebenarnya Allah tetap mengontrol segala sesuatu dan hidup kita ada di dalam tangan-Nya. Jika waktunya belum tiba, Allah tidak akan mengizinkan kita mengalami penganiayaan yang bisa menimbulkan bahaya atau menyebabkan kematian (12:6-7). Keempat, Roh Kudus yang ada di dalam hati kita akan memberi kita hikmat untuk menghadapi penganiayaan yang disebabkan karena iman kita (12:11-12). Rasul Petrus dan Rasul Paulus selalu memiliki hikmat yang berasal dari Roh Kudus, sehingga mereka sanggup menghadapi orang-orang yang menganiaya mereka. Ingatlah bahwa kemunafikan dapat berkembang menjadi penyangkalan iman (12:8-9). Bila menghadapi penganiayaan, seharusnya orang percaya memiliki kerelaan menanggung penderitaan karena anugerah Tuhan selalu cukup. Apakah Anda telah siap bila Anda harus mengalami penderitaan? [WY]

Mata Yang Baik

Lukas 11:29-54

Apa maksud perkataan “Matamu adalah pelita tubuhmu”? (11:34). Apakah mata benar-benar dapat menerangi seluruh tubuh kita secara harfiah? Dalam bacaan Alkitab hari ini, sebutan “mata” bersifat metafora atau kiasan. Sebutan “mata” di sini menunjuk kepada cara pandang atau pola pikir seseorang terhadap sesuatu. Jika cara pandang kita baik, maka teranglah seluruh tubuh kita. Sebaliknya, jika cara pandang kita jahat, maka gelaplah seluruh tubuh kita (11:34). Dari mana seseorang memperoleh cara pandang terhadap sesuatu? Cara pandang seseorang sangat dipengaruhi oleh iman dan kerohaniannya. Jika seseorang memiliki iman yang benar dan kerohanian yang baik, cara pandangnya pasti baik. Sebaliknya, jika iman dan kerohanian seseorang tidak baik, cara pandangnya pasti jahat.

Cara pandang seseorang terhadap kehidupan akan berpengaruh terhadap perilaku dan sikap hidupnya, sama seperti pandangan mata jasmani akan mempengaruhi sikap anggota tubuh yang lain. Cara pandang yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik, sedangkan cara pandang yang jahat akan membuat perilaku seseorang menjadi gelap (buruk). Oleh karena itu, Tuhan Yesus berpesan agar kita menjaga supaya terang yang ada pada diri kita tidak menjadi kegelapan (11:35). Apa yang bisa membuat terang di dalam diri kita menjadi gelap? Dalam Matius 6:22-23, Tuhan Yesus menjelaskan tentang mata yang jahat dan mata yang baik. Mata yang baik dan mata yang jahat itu menentukan cara pandang terhadap harta (bandingkan dengan Matius 6:19-24). Jadi, hati menentukan cara pandang terhadap harta, dan cara pandang terhadap harta menentukan perilaku. Mata yang baik berasal dari hati yang mengabdi kepada Allah, sedangkan mata yang jahat berasal dari hati yang mengabdi kepada mamon atau kekayaan. Hati yang mengabdi kepada mamon membuat mata seseorang menjadi jahat karena ia menganggap kekayaan sebagai hal yang terpenting dalam hidupnya. Cara pandang semacam ini akan menghasilkan perilaku yang jahat karena orang yang terlalu mencintai uang adalah orang yang tidak takut akan Allah dan tidak pantang melakukan perbuatan jahat. Sebaliknya, orang yang hatinya diabdikan kepada Allah akan memiliki mata yang baik karena firman Tuhan menjadi pelita yang menerangi hidupnya. Mata seperti apa yang Anda miliki? [WY]

Gigih Berdoa

Lukas 11:1-28

Sebelum memasuki masa pandemi, banyak orang bingung saat ditanya tentang pokok doa yang ingin didoakan. Banyak orang yang hidupnya sehat, usahanya lancar, bahkan mengalami kelimpahan berkat sehingga bingung untuk mengutarakan pokok doa. Sekarang, pada masa pandemi, ketika ditanya tentang pokok doa, mereka memiliki banyak pokok doa yang ingin didoakan karena tidak ada orang yang tidak terimbas oleh pandemi. Hal ini menunjukkan bahwa doa sering dianggap sebagai bagian dari upaya untuk mendapatkan sesuatu. Saat kehidupan lancar, banyak orang merasa tidak memerlukan apa pun, sehingga doa pun dianggap sebagai tidak diperlukan. Ketika mengalami kesusahan hidup, barulah banyak orang merasa butuh berdoa.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan Yesus mengajarkan bahwa doa seharusnya dilakukan secara gigih dan dengan penuh iman. Beliau mengajar melalui sebuah perumpamaan tentang seorang yang meminta roti kepada sahabatnya pada tengah malam (11:5-8). Meskipun sudah tengah malam—sehingga saat itu bukan waktu yang tepat untuk bertamu—ia tetap pergi untuk meminta roti kepada sahabatnya. Ia bisa saja membatalkan niatnya karena pertimbangan bahwa temannya mungkin sudah tidur dan tidak mau membukakan pintu baginya. Namun, ia tetap pergi ke rumah temannya dan meminta. Mungkin, semula temannya malas bangun atau pura-pura tidak mendengar panggilan tengah malam itu. Akan tetapi, karena orang itu mengetuk terus-menerus, sahabatnya akhirnya bangun dan memberikan roti kepadanya. Perkataan “namun karena sikapnya yang tidak malu itu” (11:8) dapat pula diterjemahkan menjadi “namun karena kegigihannya itu”. Tuhan ingin agar kita berdoa dengan gigih, dengan penuh iman, bahwa kita akan menerima apa yang kita minta. Kita harus berdoa dengan keyakinan yang sama seperti seorang anak yang meminta kepada orang tuanya. Seorang anak tidak pernah punya banyak pertimbangan untuk meminta. Mereka bisa meminta dan terus meminta sampai orang tuanya mengabulkan permintaan mereka.

Tuhan tidak selalu mengabulkan permintaan kita. Namun, Ia akan memberikan yang jauh lebih baik sesuai dengan kasih karunia-Nya bagi kita. Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk terus berdoa dengan gigih dan dengan mempercayai Allah? [WY]

Belas Kasihan

Lukas 10:21-42

Apakah inti dari hukum Taurat? Saat seorang ahli Taurat mencobai Tuhan Yesus dengan menanyakan apa yang harus diperbuat untuk memperoleh hidup kekal, Tuhan Yesus balik bertanya dan ahli Taurat itu menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” (10:27). Jawaban itu merupakan inti dari hukum Taurat (bandingkan dengan Matius 22:36-40). Tuhan Yesus membenarkan jawaban ahli Taurat tu. Namun, pengetahuan tidak akan bermanfaat jika tidak diterapkan. Oleh karena itu, Tuhan Yesus meminta ahli Taurat itu melakukan apa yang ia ketahui (Lukas 10:28).

Sangat mengejutkan bahwa ahli Taurat itu kemungkinan besar belum melakukan apa yang ia ketahui. Untuk membenarkan diri, ahli Taurat itu kembali bertanya, “Dan siapakah sesamaku manusia?” (10:29). Pertanyaan ini menunjukkan bahwa ia belum mengasihi sesama dengan semestinya. Mungkin, ia memilih-milih orang yang ia kasihi. Kasihnya bersyarat! Sebagai jawaban, Tuhan Yesus menyampaikan sebuah perumpamaan yang sangat terkenal, yaitu perumpamaan tentang orang Samaria yang bermurah hati menolong orang yang terkapar di jalan karena dipukul perampok. Sebelumnya, ada seorang imam dan seorang Lewi yang menghindar karena tidak mau menolong. Kisah ini merupakan ironi karena imam dan orang Lewi dipandang sebagai golongan terhormat, sedangkan orang Samaria dipandang rendah karena mereka adalah orang Israel yang melakukan kawin campur dengan bangsa kafir. Tuhan Yesus mengajarkan bahwa sesama bukanlah “siapa” melainkan “bagaimana”. Siapa pun diri Anda, bila Anda tidak memiliki belas kasihan yang terwujud di dalam perbuatan Anda, Anda belum menjadi sesama bagi orang lain. Perumpamaan di atas mengajarkan bahwa mengasihi sesama seperti diri sendiri berarti bertindak berdasarkan belas kasihan. Dalam Matius 9:13, Tuhan Yesus mengatakan, “Yang kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan, karena Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.” Bagaimana Anda dapat memiliki belas kasihan kepada orang lain? Bila Anda sudah mengalami belas kasihan Allah, Roh Kudus akan memampukan Anda untuk memiliki belas kasihan terhadap orang lain. [WY]