Memelihara Identitas Kepunyaan

Bilangan 2

Yakub memiliki dua belas orang anak yang berkembang menjadi dua belas suku Israel. Setiap suku Israel memiliki identitas masing–masing yang unik. Dalam identitas itu terdapat kebanggaan, loyalitas, dan simbol. Panji–panji dalam Bilangan 2 merupakan simbol dalam wujud bendera. Panji–panji itu tidak untuk disimpan, tetapi harus selalu dikibarkan, baik saat menempuh perjalanan maupun saat berhenti dan menetap di suatu daerah, bahkan juga saat berperang. Saat bangsa Israel melakukan perjalanan, panji–panji ini dibawa di barisan terdepan setiap suku. Saat mereka berhenti di suatu daerah, setiap suku berkemah di dekat panji-panji masing–masing suku (2:2). Jadi, saat dalam perjalanan maupun saat berhenti dan berkemah, setiap orang harus berkumpul dengan orang-orang sesuku dan mengikuti komando yang diberikan oleh pembawa panji-panji. Walaupun setiap suku Israel memiliki panji-panji masing-masing, pusat yang mempersatukan mereka semua adalah kehadiran Tuhan dalam Kemah Pertemuan. Kemah Pertemuan ini selalu ditempatkan di tengah-tengah perkemahan bangsa Israel.

Penekanan Tuhan terhadap identitas kesukuan dan kebangsaan amat penting bagi bangsa Israel. Selama tinggal di Tanah Mesir, identitas bangsa Israel adalah sebagai budak yang tidak memiliki hak atas dirinya sendiri. Setelah keluar dari Tanah Mesir, mereka memiliki identitas baru, yaitu identitas sebagai bangsa pilihan Tuhan. Panji-panji dan kemah pertemuan merupakan tanda yang selalu mengingatkan bahwa mereka memiliki identitas baru yang harus selalu mereka ingat dan mereka pertahankan.

Orang Kristen pada masa kini juga menerima identitas baru saat percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Dulu, identitas kita adalah sebagai hamba dosa (yang tidak bisa menghindar dari perbuatan dosa). Akan tetapi, saat ini, identitas kita adalah sebagai anak-anak Allah (Yohanes 1:12; 1 Yohanes 3:1), dan sekaligus sebagai hamba-hamba Tuhan yang seharusnya hidup untuk melakukan kehen-dak Tuhan (bandingkan dengan Lukas 1:38). Identitas yang baru ini harus terus-menerus kita pertahankan dan kita wujudkan dalam kehidupan sehari-hari yang selalu berpusat pada Tuhan yang telah menyelamatkan kita, sehingga orang lain bisa mengenal Tuhan melalui kehidupan kita. Apakah Anda merasa bangga terhadap identitas baru yang telah Tuhan berikan pada diri Anda? [GI Roni Tan]

Ada Bagian Masing-masing

Bilangan 1

Kitab Bilangan diawali dengan dua perintah kepada Musa menyang-kut bangsa Israel. Perintah pertama adalah perintah untuk mela-kukan pencatatan jumlah semua laki-laki yang berusia 20 tahun ke atas di dua belas suku Israel (Catatan: Dalam penghitungan ini, keturunan Yu-suf dihitung sebagai dua suku—yaitu Efraim dan Manasye—sedangkan suku Lewi tidak ikut dihitung) untuk dipersiapkan menjadi tentara Israel (1:2-3). Tentara itu disiapkan untuk berperang merebut Tanah Perjanjian. Perintah kedua adalah perintah untuk menghitung jumlah semua laki-laki Suku Lewi yang berusia satu bulan ke atas (3:15), dan selanjutnya menghitung jumlah laki-laki suku Lewi berusia 30-50 tahun untuk melaksanakan tugas khusus, yaitu mengurus Kemah Suci dan seluruh kegiatan peribadatan di Kemah Suci atau Kemah Pertemuan (4:3).

Manakah yang lebih penting dari kedua perintah di atas? Kedua perintah tersebut sama–sama penting karena masing-masing perintah memiliki kepentingan tersendiri, sehingga kedua perintah itu harus ditaati. Dalam 1:54, dituliskan bahwa “orang Israel berbuat demikian; tepat seperti yang diperintahkan TUHAN kepada Musa, demikianlah diperbuat mereka.” Dalam sejarah bangsa Israel, kita sering melihat respons yang bertolak belakang dengan respons di atas, sehingga bangsa Israel sering disebut sebagai “bangsa yang tegar tengkuk”. Akan tetapi, kali ini, ternyata bahwa bangsa Israel memberi respons ketaatan terhadap perintah Allah melalui Musa.

Dalam Alkitab, terdapat banyak perintah yang harus kita taati sesuai dengan situasi yang sedang kita hadapi. Karena setiap orang menghadapi situasi yang berbeda, wujud dari ketaatan terhadap perintah Allah bagi setiap orang bisa berbeda-beda. Perbedaan wujud ketaatan bagi setiap orang percaya ini juga disebabkan karena setiap orang percaya memiliki karunia yang unik, yang berbeda dengan karunia yang diberikan Allah kepada orang lain. Akan tetapi, penerapan karunia yang berbeda-beda itu sama penting dan semuanya berguna bagi komunitas orang percaya. Oleh karena itu, kita tidak perlu (dan tidak boleh) membandingkan karunia (dan tugas) kita dengan karunia (dan tugas) orang lain. Marilah kita memuliakan Tuhan melalui ketaatan menjalankan karunia (tugas) yang telah dipercayakan kepada diri kita masing-masing. [GI Roni Tan]

Tuhan Menjaga Gereja-Nya

Matius 16:13-19

Sebagaimana umat Israel adalah bangsa pilihan Allah, demikian juga orang percaya (gereja) adalah umat pilihan Allah. Baik umat Israel maupun gereja disebut sebagai umat kepunyaan Allah. Apa yang membedakan umat Israel atau gereja dari umat atau bangsa yang lain? Perbedaannya terletak pada kehadiran dan penyertaan Allah. Selama umat Israel dalam perjalanan di padang belantara, Allah hadir dan menuntun mereka dalam bentuk tiang api di malam hari dan tiang awan di siang hari sebagai bukti bahwa Tuhan menyertai dan menjaga umat-Nya (Keluaran 13:21).

Pada masa kini, Tuhan tetap dan terus menjaga gereja-Nya mela-lui penyertaan Roh kudus. Roh Kudus terus-menerus menyertai kehidup-an orang percaya, baik dalam proses pengudusan yang berlangsung seumur hidup maupun dalam membimbing orang percaya ke dalam seluruh kebenaran (Yohanes 16:13; 14:26). Karena Allah hadir di antara kita, menyertai orang percaya, apa yang harus kita takutkan? Dalam komunitas kita sebagai gereja, Tuhan menyertai kita. Tuhan menjaga gereja-Nya. Dalam surat Rasul Paulus kepada jemaat di kota Roma, terdapat “teriakan” yang lantang, “jika Allah di pihak kita siapakah yang akan melawan kita?” Tidak ada! Tuhanlah Pembela kita! (Roma 8:31-34).

Saat bercakap-cakap dengan para murid-Nya, Tuhan Yesus me-ngemukakan suatu pernyataan yang kuat “… di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasai-nya“ (Matius 16:18). Tuhan menjaga gereja-Nya! Kata dalam bahasa Yunani yang diterjemahkan menjadi “alam maut” adalah hades. Dalam mitologi Yunani, kata hades menunjuk kepada dewa dunia bawah. Dunia bawah adalah tempat bagi orang mati. Padanan kata hades dalam bahasa Ibrani adalah sheol yang juga menunjuk kepada dunia orang mati. Hades tidak bisa merebut jemaat Tuhan. Di sepanjang sejarah, gereja telah melewati berbagai tantangan dan ujian yang sangat hebat, tetapi gereja tetap ada dan bisa menjalankan tugas panggilannya di dunia yang berdosa ini. Kenyataan bahwa Tuhan sudah terbukti sanggup menyertai dan melindungi gereja-Nya di sepanjang sejarah sampai saat ini merupakan jaminan bahwa Tuhan yang sama akan sanggup untuk terus menjaga gereja-Nya sampai Tuhan Yesus datang kembali untuk kedua kalinya. [GI Laazar Manuain]

Oikumene

Yohanes 17:20-26

Kata oikumene berkaitan dengan kesatuan gereja. Gereja perlu bersatu dan bergandeng tangan untuk memberikan nilai yang khas kristiani dalam dunia ciptaan Allah. Kata oikumene berasal dari kata oikos yang artinya rumah atau tempat, dan mene atau menein yang artinya berdiam atau tinggal. Dunia bagaikan rumah besar yang di dalamnya berdiam atau tinggal segala mahkluk ciptaan Allah. Di dunia inilah, orang percaya (gereja) ditempatkan.

Oikumene sebenarnya adalah suatu istilah umum yang bisa diartikan sebagai bumi yang dihuni manusia. Dalam sejarah gereja, usaha-usaha Oikumene telah dan terus dilakukan agar tercipta suatu gereja kristen yang esa. Oikumene bukanlah sekedar aktivitas bersama atau suatu program atau target tertentu yang wajib dipenuhi (diusahakan) oleh setiap gereja, namun oikumene merupakan sikap iman yang mendorong gereja-gereja untuk bersama-sama melangkah pada tujuan dan arah yang sama. Arah dan tujuaan yang dimaksud adalah agar dunia percaya kepada Tuhan. Kesatuan gereja akan membuat gereja memiliki kekuatan yang lebih besar untuk melaksanakan tiga fungsi gereja, yakni persekutuan (koinonia), pelayanan kasih (diakonia), dan kesaksian (marturia). Panggilan dan fungsi gereja pada tataran teori dipahami oleh semua gereja. Namun, dalam aplikasi praktis, gereja sulit bersama-sama dalam satu kesatuan gerak pelayanan. Walaupun, pada hakekatnya, gereja adalah satu dalam Kristus, ego pribadi—yang menganggap gereja sendiri paling benar dan gereja lain salah, hamba Tuhan gereja sendiri paling benar dan hamba Tuhan gereja lain sesat—membuat gereja terkotak-kotak dalam denominasi masing-masing, dan pada gilirannya mengancam kesatuan gereja.

Sebelum naik ke surga, Tuhan Yesus sungguh-sungguh berdoa bagi para murid-Nya dan juga bagi orang-orang percaya yang akan percaya kepada Yesus Kristus melalui pemberitaan para murid-Nya. Ia berdoa agar orang percaya di segala tempat dan segala abad bersatu. Yesus Kristus yang adalah Tuhan pasti mengetahui apa yang akan terjadi terhadap para murid-Nya dan setiap orang percaya di dunia ini. Oleh karena itu, sebelum meninggalkan dunia ini dan naik ke surga, Ia berdoa bagi semua pengikut-Nya. Kesatuan yang sempurna membuat dunia dapat mengenal sumbernya. (Yohanes 17:23). [GI Laazar Manuaim]

Gereja Itu Milik Tuhan

1 Petrus 2:1-10

Gereja adalah milik Tuhan, baik dilihat dari sudut pandang universal maupun lokal. Secara universal, gereja mencakup semua orang percaya mulai dari orang percaya yang berkumpul saat peristiwa Pentakosta terjadi sampai orang percaya yang diangkat untuk bertemu Tuhan Yesus saat Tuhan Yesus datang kedua kali (1 Tesalonika 4:13-17). Tuhan Yesus memilih orang percaya dari segala suku bangsa untuk dihimpun dalam suatu kumpulan besar orang percaya yang disebut Eklesia. Orang-orang percaya itu sebelumnya hidup dalam kegelapan dosa, kemudian bertobat dan percaya kepada Tuhan Yesus serta berpindah kepada hidup dalam terang. Orang-orang percaya itu bukan hanya sekadar dipilih Tuhan, tetapi mereka ditebus dengan harga yang telah lunas dibayar (1 Korintus 6:20). Karena orang-orang percaya itu adalah milik Tuhan, maka Tuhan akan melindungi dan membela mereka dalam segala situasi. Karena Pemilik gereja adalah Tuhan yang kudus, maka orang percaya harus hidup dalam kekudusan. Orang percaya harus mencerminkan kekudusan Allah dalam setiap aspek kehidupan. Rasul Petrus menyebut orang-orang percaya sebagai umat kepunyaan Allah (1 Petrus 2:9). Pilihan Allah semata-mata didasarkan atas anuge-rah, bukan atas usaha atau jasa manusia. Akan tetapi, ingatlah bahwa anugerah Allah disertai tanggung jawab untuk meninggalkan dosa, bertumbuh secara rohani, serta melayani Tuhan dan sesama.

Dalam pengertian sebagai gereja lokal, gereja juga merupakan milik Tuhan. Gedung dan seluruh aset gereja lokal adalah milik Tuhan. Semestinya, saat anggota jemaat hendak memberi persembahan kepada Tuhan, uang yang hendak dipersembahkan itu telah didoakan dan disiapkan, lalu dipersembahkan dengan segenap hati. Dengan demikian, semua yang dipersembahkan kepada Tuhan telah dikuduskan untuk Tuhan dan menjadi milik Tuhan. Oleh karena itu, seorang pun tidak ada yang boleh mengklaim persembahan itu sebagai milik pribadi atau mengambilnya sebagai milik pribadi.

Ketika Bait Suci akan dibangun kembali, Tuhan bersabda kepada nabi Hagai bahwa segala kemegahan bait suci itu adalah milik Tuhan. Bait Suci itu dikuduskan (dikhususkan) untuk Tuhan, tidak boleh di najiskan dengan sikap, tindakan atau perlakuan yang sembrono (Hagai 2:7-20). Kiranya Tuhan menolong kita untuk menyadari hal ini! [GI Laazar Manuaim]

Gereja dan Diskriminasi

Kisah Para Rasul 17:22-31

Diskriminasi adalah sikap atau tindakan yang tidak adil atau tidak seimbang yang dilakukan oleh individu atau kelompok tertentu terhadap individu atau kelompok lainnya. Dengan kata lain, diskriminasi adalah perbedaan perlakuan terhadap sesama. Diskriminasi dapat terjadi di mana saja dan kapan saja. Diskriminasi terhadap sesama bisa dilakukan berdasarkan warna kulit, golongan, ras, ekonomi, sosial, gender, agama, dan sebagainya.

Mungkin kita bertanya, “Apakah diskriminasi dapat terjadi di gereja?” Jawabannya adalah bahwa hal itu mungkin saja terjadi. Diskriminasi dapat terjadi bila gereja atau anggota gereja tidak memahami hakikat manusia yang diciptakan menurut gambar Allah. Secara natural, semua orang merupakan gambar Allah dan rupa Allah. Dalam kedaulatan-Nya, Allah menciptakan manusia dengan keadaan baik, bahkan sungguh amat baik (Kejadian 1:31), dan semua manusia sama di mata Tuhan. Dosa membuat manusia melihat dirinya, budaya-nya, sukunya, rasnya, warna kulitnya, sebagai yang terbaik bila diban-dingkan dengan yang lain. Perasaan superior (lebih tinggi, lebih baik) daripada orang lain ini membangkitkan sikap merendahkan, lalu muncullah sikap diskriminatif (membeda-bedakan).

Dalam khotbahnya yang terkenal di kota Athena (Kisah Para Rasul 17:16-34), Rasul Paulus menguraikan suatu visi alkitabiah tentang suatu masyarakat yang multirasial (terdiri dari banyak suku bangsa), bahwa Allah adalah Tuhan bagi semua ciptaan. Didalam Dia kita ada, kita hidup, kita bergerak. Dia adalah Bapa dari seluruh umat manusia. Diskriminasi merupakan kejahatan, bahkan merupakan dosa, di mata Tuhan. Mengenal Allah secara benar sebagai Pencipta atas seluruh umat manusia, seluruh ras, dan etnis akan berdampak pada sikap kita terha-dap sesama manusia. Dengan demikian, akan tergenapi penglihatan Rasul Yohanes di pulau Patmos tentang gereja, ‘Kemudian daripada itu aku melihat: sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa, berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih dan memegang daun-daun palem di tangan mereka.” ( Wahyu 7:9). Inilah visi alkitabiah yang akan tergenapi saat parousia (Yesus Kristus datang untuk kedua kali) tiba. [GI Laazar Manuain]

Kepemimpinan Gereja Masa Kini

Efesus 4:11-16

Di sepanjang sejarah gereja, secara umum dikenal 3 model sistem pemerintahan gereja, yaitu: Pertama, model episkopal atau model hierarkis. Dalam model ini, kekuasaan tertinggi gereja berada di tangan seorang pengawas (uskup). Jadi, ada garis komando dari atas ke bawah. Kedua, model presbiterian. Model ini berakar pada ajaran Calvin yang mengacu pada Efesus 4:11. Kekuasaan tertinggi gereja berada di tangan sejumlah penatua atau majelis yang dipilih oleh para anggota gereja. Pendeta merupakan salah satu penatua atau majelis. Ketiga, model kongregasional yang dapat disebut sebagai sistem independen. Dalam sistem ini, kekuasaan tertinggi gereja berada di tangan anggota jemaat. Setiap gereja memiliki pemerintahan sendiri atau otonom. Hak suara se-tiap anggota jemaat menentukan perwakilan jemaat melalui pemben-tukan panitia untuk menjalankan pelayanan gereja. Walaupun secara umum hanya ada 3 sistem pemerintahan gereja, namun ketiga sistem pemerintahan gereja ini memiliki perkembangan atau variasi, khususnya dalam hal ikatan dan kerja sama dengan gereja-gereja lain yang memiliki kepercayaan (doktrin) dan sistem yang sama.

Ketiga sistem pemerintahan gereja di atas didasarkan pada firman Tuhan. Akan tetapi, kurang bermanfaat bila kita memperdebatkan mana sistem pemerintahan gereja yang lebih baik atau lebih alkitabiah. Yang penting, setiap gereja harus memilih suatu pemerintahan gereja yang paling cocok bagi gereja tersebut. Seiring dengan perkembangan zaman, para pemimpin gereja harus dapat menyesuaikan diri dengan konteks dan zaman tempat gereja berada dan melayani. Dalam bacaan Alkitab hari ini, jelas bahwa para pemimpin gereja (rasul, nabi, pemberita Injil, gembala-pengajar) berasal dari Allah (4:11). Hal ini berarti bahwa para pemimpin gereja haruslah memiliki reputasi yang baik, memenuhi kuali-fikasi rohani yang baik, bijaksana, dan terus mengembangkan karunia rohani yang ada pada mereka untuk melayani. Para pemimpin gereja harus menolong (memperlengkapi) para anggota untuk melakukan pe-kerjaan pelayanan. Usaha memperlengkapi anggota jemaat untuk mela-yani ini lazim disebut sebagai memuridkan. Bila para pemimpin gereja memuridkan para anggota jemaat untuk melayani bersama, pelayanan gereja akan bisa terus berkembang. Tanpa pemuridan, pelayanan gereja akan terbatas perkembangannya. [GI Laazar Manuain /GI Purnama]

Gereja dan Sarana Anugerah

Roma 8:18-30

Michael Horton, dalam bukunya, “Kekristenan tanpa Kristus”, meng-ajukan suatu pertanyaan: Mengapa banyak orang Kristen yang mengalami kejenuhan dalam gereja? Jawabannya adalah karena mereka menjalani kehidupan Kristen tanpa penghayatan yang benar akan anugerah Tuhan. Penekanan kehidupan bergereja berpusat pada sarana-sarana ibadah, dan bukan pada sarana-sarana anugerah Allah.

Dalam menjalani kehidupan di dunia ini, dapat saja orang percaya mundur karena berbagai alasan, termasuk karena jatuh dalam dosa atau karena faktor-faktor lain yang menjauhkan dia dari Tuhan, sehingga ia mengalami kejenuhan. Namun, apabila ia mau bertobat, Tuhan sanggup membawa dia kembali melalui sarana-sarana anugerah Allah. Sarana anugerah Allah itu meliputi: Pertama, gereja. Para hamba Tuhan dalam gereja adalah sarana yang sering Tuhan pakai untuk menolong umat-Nya. Melalui gereja, kita berjumpa dengan Tuhan, dan kita terus diingat-kan akan anugerah Tuhan. Kedua, Alkitab (2 Timotius 3:16-17). Alkitab adalah sarana anugerah Allah yang menerangi kita untuk terus berada di jalan yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Ketiga, doa (Roma 8:26). Doa adalah sarana anugerah Allah untuk menyampaikan keluhan-keluh-an kita kepada Tuhan. Doa tidak didasarkan pada kelebihan manusiawi (lamanya berdoa atau keindahan kata-kata dalam doa). Doa adalah ungkapan hati kepada Tuhan. Saat kita berdoa, Roh Kudus menguatkan kita—bahkan berdoa untuk kita—agar kita kuat menjalani kehidupan sebagai orang percaya. Keempat, Perjamuan Kudus (1 Korintus 11:24-26). Perjamuan Kudus adalah sarana anugerah Allah yang mengingatkan kita akan karya Kristus yang mendatangkan pengampunan, penebusan dan pendamaian.

Puji Tuhan! Sarana-sarana anugerah Allah akan membuat iman kita terpelihara, bertambah, dan semakin teguh. Dengan demikian, orang yang sungguh-sungguh memercayai Tuhan tidak mungkin murtad (ber-pindah kepercayaan) dan akan terus disegarkan kembali saat mengalami kejenuhan dalam gereja. Apakah Anda sedang berpikir untuk berpaling dari Tuhan? Apakah Anda sedang berpikir untuk meninggalkan iman Anda? Apakah Anda merasa jenuh dalam bergereja? Bila Anda meng-alami hal seperti itu, ingatlah bahwa anugerah Tuhan cukup bagi kita. Tuhan akan menolong Anda! [GI Laazar Manuain]

Gereja dan Visi Bersama

Efesus 4:1-6

Hasil studi berkelanjutan dari dewan gereja-gereja sedunia, meng-hasilkan suatu dokumen yang diberi judul “The Church Towards a Common Vission”. Dokumen ini sangat bermanfaat untuk mendorong gereja-gereja di Indonesia menggumuli bersama pemahaman tentang gereja dan misi gereja dalam masyarakat Indonesia yang majemuk serta menyikapi perubahan zaman yang begitu cepat. Gereja-gereja di Indonesia merupakan bagian dari gereja di semua belahan dunia. Gereja adalah tubuh Kristus yang utuh. Gereja harus bersatu untuk meng-hadirkan tanda-tanda kerajaan Allah di tengah realitas dunia yang ditandai konflik dan perpecahan. Gereja terpanggil dalam visi bersama untuk hadir dalam pergumulan-pergumulan dan ikut berperan memberi solusi untuk kemaslahatan (kebaikan) dunia. Gereja-gereja sedunia bagaikan arak-arakan oikumene (tanpa dibatasi oleh denominasi gereja) menuju suatu panggilan bersama demi kemuliaan Allah.

Dalam cakupan yang lebih kecil, setiap gereja lokal mempunyai visi tersendiri. Visi gereja lokal diberikan Tuhan kepada setiap komunitas anak Tuhan dalam suatu gereja. Kepada jemaat Efesus, Rasul Paulus memaparkan “visi“ yang secara umum harus dihayati dan dilakukan oleh setiap gereja: Pertama, setiap gereja harus mengajar jemaatnya untuk hidup berpadanan dengan panggilan sebagai pengikut Kristus (Efesus 4:1). Hidup berpadanan dengan panggilan adalah hidup berintegritas (ada kesamaan antara pengetahuan dengan perbuatan atau perilaku sehari-hari). Kedua, gereja harus bersatu. Setiap anggota gereja harus memiliki semangat kesatuan, Tanpa kesatuan, gereja tidak akan bisa berfungsi dengan baik. Sadarilah bahwa bersatu itu tidak harus berarti seragam. Bersatu bisa dilakukan dalam keberagaman. Kesatuan harus dipelihara (Efesus 4:3; Yohanes 17:21), bukan hanya secara internal dalam sebuah gereja, tetapi juga secara eksternal bersama gereja lain.

Kesatuan gereja dan kehidupan yang berpadanan dengan panggilan sebagai seorang Kristen akan menghadirkan tanda-tanda kerajaan Allah dalam dunia yang sudah rusak ini. Di dunia yang sudah rusak Inilah, gereja harus bergandeng tangan untuk menghadirkan shalom Allah (damai sejahtera Allah) dalam dunia. Sudahkah kita hidup berpadanan dengan panggilan kita? Sudahkah kita hidup dalam kesatuan sebagai satu tubuh, yaitu tubuh Kristus? [GI Laazar Manuain]

Gereja Yang Kudus dan Am

1 Korintus 3:10-17

Dalam pengakuan iman rasuli, kita menemukan perkataan “Gereja yang Kudus dan Am”. Dalam Alkitab, kata “gereja” atau “Jemaat” selalu menunjuk pada orang (segenap orang percaya), bukan pada tempat atau bangunan. Dr. Verkuyl menyimpulkan bahwa “Hakekat Gereja ialah umat Allah yang dipanggil dari antara segala bangsa, persekutuan orang-orang beriman dari segala zaman dan tempat, orang-orang jahat yang dibenarkan, dan kini dipanggil untuk memberitakan kebaikan Dia yang memanggil mereka keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib”.

Banyak kiasan dalam Alkitab yang menolong kita untuk mengerti makna gereja, yaitu antara lain: bangsa yang terpilih, umat yang kudus, imamat rajani, milik Allah, pengantin Kristus, dan bait Allah. Dengan kiasan-kiasan ini, orang percaya bertanggung jawab untuk hidup kudus di hadapan Allah (1 Petrus 1:15-16). Dalam perkataan “Gereja yang kudus dan am”, kata “kudus” berarti Allah memilih kita menjadi milik-Nya. Kita dikhususkan dari dunia ini untuk dipakai Allah. Kata “am” artinya umum atau universal. Jika kata “am” dipakai untuk gereja, maka gereja yang am berarti gereja yang bersifat universal atau yang maknanya adalah semua orang yang percaya kepada Yesus Kristus di seluruh dunia dan sepanjang masa, tanpa memandang denominasi. Orang-orang percaya ini dipanggil bukan hanya untuk mengenal Tuhan Yesus sebagai Juruselamat pribadi, tetapi juga untuk hidup bersama saudara seiman yang lain. Dalam pengertian inilah, kita disebut sebagai gereja yang kudus dan am.

Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus dan semua orang percaya akan sesuatu yang seharusnya sudah mereka ketahui, yaitu bahwa mereka adalah bait Allah. Bait Allah adalah tempat suci. Dalam pengertian ini, Rasul Paulus menggunakan kata Yunani naos (bait) untuk secara khusus menunjuk pada tempat kediaman Allah (1 Korintus 3:16). Jadi, Tuhan bukan hanya menciptakan kita, lalu bersikap tidak peduli. Akan tetapi, Ia memilih kita dari segala bangsa supaya kita menjadi terang dunia dan garam dunia yang memperkenalkan Allah dan kehendak-Nya terhadap dunia ini. Karena Allah yang kudus berkenan untuk berdiam dalam hidup kita, bolehkah kita hidup sembrono? Bolehkah kita meremehkan pilihan Tuhan atas diri kita dan kita tidak mempedulikan kehendak-Nya dalam kehidupan kita? [GI Laazar Manuain]