Gereja dan Perubahan Zaman

Lukas 12:54-59

Kita hidup dalam dunia yang terus berubah mengikuti zaman yang tak pernah berhenti berubah. Perubahan zaman ini “memaksa” gereja untuk ikut berubah (beradaptasi) agar gereja tidak tersingkir dan tetap dapat menjalankan fungsinya dalam dunia. Arus perubahan zaman ini tidak bisa dihentikan oleh siapa pun atau oleh kekuatan apa pun.

Bagaimana sikap Gereja dalam menghadapi perubahan zaman? Di sepanjang sejarah gereja, setiap zaman selalu memiliki ciri yang me-nonjol. Saat ini, kita berada pada zaman informasi. Arus informasi yang sangat pesat membuat banyak orang tidak memiliki fokus (terombang-ambing) dalam hidupnya. Arus nilai dunia yang begitu kuat membuat banyak orang bimbang dalam memilih mana berita yang benar dan mana yang hoax. Ada orang yang menolak kemajuan teknologi dan terus melanjutkan gaya pelayanan yang lama, tetapi ada orang yang memanfaatkan kemajuan teknologi untuk membuat pelayanan menjadi lebih efektif. Kemajuan teknologi bisa memudahkan kita dalam segala hal serta mengefisienkan waktu dan tenaga, tetapi bisa pula membuka akses ke arah hal yang negatif (penyebaran berita hoax, modus penipuan, dan sebagainya). Gereja harus belajar menilai zaman agar bisa memberi pelayanan yang tepat (sesuai dengan perubahan zaman).

Tuhan Yesus menegur orang banyak dengan keras atas ketidak-pekaan mereka terhadap kondisi zaman. Mereka dapat melihat fenome-na alam dengan jelas, tetapi mereka tidak bisa melihat krisis rohani yang ada di depan mata. Dengan mata jasmani, mereka bisa melihat dan menilai segala sesuatu. Akan tetapi, kebutaan rohani membuat mereka tidak bisa melihat krisis rohani yang ada di depan mata. Sebagai murid Tuhan Yesus, seharusnya mereka dapat melihat betapa seriusnya krisis rohani yang ada saat ini. Banyak orang meninggalkan Tuhan, memilih jalan sendiri dan hidup dalam dosa, hidup tanpa arah. Krisis rohani saat ini (ciptaan meninggalkan Sang Pencipta) merupakan masalah serius, bahkan merupakan tragedi yang serius, Tuhan Yesus datang ke dalam dunia untuk mati di kayu salib guna memulihkan relasi antara ciptaan (manusia) dan Sang Pencipta (Tuhan). Tuhan Yesus menyebut orang yang acuh tak acuh terhadap krisis rohani sebagai orang munafik atau orang fasik atau orang bodoh. Teguran Tuhan Yesus yang keras ini berlaku juga bagi setiap orang percaya di sepanjang zaman. [GI Laazar Manuain ]

Gereja dan Tanggung Jawab Sosial

Yeremia 29:1-7

Sepanjang sejarah, umat Allah dituntut untuk memberikan nilai dan dampak yang positif dalam kehidupan sosial masyarakat. Adam Ferguson, seorang Pemikir Skotlandia, memunculkan istilah “Civil Society” yang menunjuk pada suatu masyarakat sipil non pemerintah yang beradab dan menghargai hak-hak asasi anggotanya. Gereja termasuk civil society yang harus berperan serta dalam mengusahakan masyarakat yang adil, makmur dan berkeadilan sosial. Dalam pemaknaan ini, tam-paknya gereja perlu memikirkan kembali tentang perannya dalam kehi-dupan sosial. Pemikiran kembali ini diharapkan bisa memberi pencerahan yang diperlukan bagi terciptanya sebuah teologi yang seimbang. Apabila gereja lemah atau sama sekali tidak pernah mengajarkan tentang partisipasi sosial, maka jemaatnya bisa mengabaikan realitas sosial.

Gereja sering hanya mengurus hal-hal yang terkait dengan ritual ibadah semata serta melupakan tanggung jawab sosial. Dalam meran-cang program pelayanan gereja, berapa besar persentase dana untuk kegiatan dan persentase dana untuk pelayanan sosial?

Ketika umat Allah dibuang ke Babel, Tuhan berbicara kepada nabi Yeremia untuk mengingatkan umat Allah akan tanggung jawab sosial mereka. “Usahakanlah…. berdoalah….” (Yeremia 29:7). Mengusahakan kesejahteraan kota harus menjadi tindakan yang intensional (disengaja) untuk kebaikan “kota” atau tempat umat Allah berada. Tanggung jawab ini tetap melekat pada umat Allah di sepanjang sejarah.

Gereja perlu memikirkan pelayanan yang seimbang. Melalui pelayanan yang seimbang, kita belajar untuk semakin mengenal Tuhan. Adalah keliru bila gereja hanya menekankan relasi secara vertikal (hubungan manusia dengan Tuhan) dan mengabaikan relasi secara horizontal (hubungan manusia dengan sesamanya). Gereja harus mengajar jemaat untuk mengasihi Tuhan dan sekaligus mengasihi sesama (dalam lingkup sosialnya). Sering kali, sikap gereja lemah (tidak bersuara) terhadap pelanggaran HAM dan ketidakadilan sosial. Kebanyakan gereja hanya merasa perlu mengajarkan pokok-pokok Alkitab terhadap anggotanya, namun tidak mengajarkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat. Kiranya Tuhan menolong kita dan gereja kita untuk berperan serta melaksanakan tanggung jawab sosial. [GI Laazar Manuain]

Gereja Berada di Dunia

Yohanes 17:9-21 ; Matius 5:13-16

Gereja—sebagai persekutuan orang-orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus—diutus untuk berada di dunia (Yohanes 17:18). Gereja belum berada di sorga! Penekanan ini penting: Gereja harus memberi dampak terhadap dunia! Kata untuk “dunia” dalam bahasa Yunani adalah kosmos. Kata “Kosmos” umumnya dipa-kai dalam arti yang terbatas, yakni untuk manusia di alam semesta ini. Kosmos menunjuk kepada “Dunia yang Teratur”. Akan tetapi, melalui pelanggaran satu orang (yaitu Adam), dosa telah masuk ke dalam dunia (Roma 5:12). Sebagai akibatnya, dunia telah menjadi dunia yang tidak teratur di dalam cengkraman si jahat (1 Yohanes 5:19). Karena dunia telah tercemar oleh dosa, maka dunia membutuhkan Pribadi yang suci yang dapat menyucikan dunia. Dunia bukanlah surga! Dunia bukan tempat yang steril dari dosa! Gereja tidak di karantina di tempat yang bebas gangguan. Di dunia yang telah tercemar itulah gereja ditem-patkan.

Bila kita tidak sadar bahwa gereja diutus ke dunia yang telah tercemar, gereja tidak akan bisa berfungsi dengan baik. Pada gilirannya, orang-orang Kristen (Gereja) tidak akan terdorong untuk melakukan fungsi sosialnya di tengah dunia ini. Gereja hanya akan berpikir dan bergelut tentang bagaimana membawa orang berdosa ke surga, dan tidak akan pernah memikirkan bagaimana menularkan nilai-nilai yang khas kristiani di tengah dunia yang sudah rusak ini. Sebagian orang Kristen memahami pengutusan hanya sebagai pemberitaan injil melalui kesaksian secara verbal, tetapi tidak pernah menyentuh aspek sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam doa-Nya yang terakhir, Tuhan Yesus berdoa bagi murid-muridNya dan mengutus mereka ke dalam dunia. Pengutusan ini ditegaskan pula oleh Tuhan Yesus dalam khotbah di bukit, yaitu bahwa orang percaya adalah garam dan terang dunia. Sebagai “garam dunia” dan “terang dunia”, gereja semestinya memiliki fungsi yang penting bagi dunia yang telah dirusak oleh dosa ini. Orang percaya dituntut untuk menjaga citra diri sambil hidup berbaur di tengah masyarakat, agar fungsi sebagai garam dunia dan terang dunia dapat dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Sebagai seorang Kristen, Marilah kita bersungguh-sungguh menyadari bahwa kita berada di dunia dan kita harus dapat berfungsi dengan baik. [GI Laazar Manuain]

Apakah Kristus Ada di dalam Kamu?

2 Korintus 13

Kunci kehidupan Kristen yang sukses adalah adanya kehadiran Kristus di dalam diri kita. Jika Kristus tidak ada di dalam diri kita, kita tidak akan tahan uji (13:5). Kita harus menyadari bahwa diri kita sebenarnya lemah. Rasul Paulus pun mengakui bahwa dia adalah seorang yang lemah (2 Korintus 13:4). Tanpa Kristus, kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yohanes 15:5). Tanpa Kristus, kita tidak akan sanggup melawan keinginan hawa nafsu kita, sehingga mau atau tidak, kita tetap akan melakukan dosa. Keinginan untuk melakukan dosa itu adalah ujian terhadap iman kita. Di dalam Kristus, kita akan sanggup menghadapi semua ujian terhadap iman kita. Harapan Rasul Paulus agar jemaat Korintus berusaha menjadi sempurna dalam melakukan kehendak Allah (13:11) hanya dapat terwujud bila mereka berdiam di dalam Kristus. Bila Kristus diam di dalam diri kita, kita memiliki kuasa yang tak terbatas yang membuat kita sanggup melawan dosa dan melakukan kebenaran (bandingkan dengan Galatia 2:20).

Apakah Anda sudah memiliki keyakinan bahwa Kristus berdiam di dalam diri Anda (bandingkan dengan pertanyaan dalam 2 Korintus 13:5)? Bila Anda belum yakin, Anda perlu memeriksa kembali keyakinan Anda tentang berita Injil, yaitu bahwa Kristus telah menerima hukuman Allah dengan mati di kayu salib untuk menggantikan orang berdosa, sehingga setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dibebaskan dari hukuman Allah dan menerima hidup yang kekal (menerima kehidupan baru di dalam Kristus sehingga menjadi ciptaan baru—2 Korintus 5:17). Orang yang percaya kepada Kristus menjadi ciptaan baru karena Kristus berkenan untuk tinggal di dalam kehidupannya melalui kehadiran Roh Kudus (bandingkan dengan Efesus 1:13). Roh Kudus yang berdiam di dalam kehidupan semua orang yang percaya kepada Kristus inilah yang membuat orang percaya sanggup menghadapi ujian iman yang terus muncul dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda selalu tegak dalam iman saat menghadapi masalah dalam kehidupan Anda. Bila Anda gagal, segeralah datang kepada Allah yang selalu setia terhadap umat-Nya, mengakui segala dosa kita, dan memohon kekuatan untuk kembali melawan dosa. Jangan pernah putus asa dan teruslah mengejar kesempurnaan (1 Yohanes 1:9; 1 Korintus 10:13; 2 Korintus 13:11; Matius 5:48). [GI Purnama]

Tidak Mencari Keuntungan

2 Korintus 12:11-21

Beberapa kali Rasul Paulus menegaskan bahwa pelayanannya kepada jemaat Korintus itu bukanlah untuk mencari keuntungan. Mengapa Rasul Paulus melakukan penegasan ini? Penyebabnya adalah karena saat itu, ada banyak orang yang memberitakan firman Allah agar mendapat-kan uang. Rasul Paulus tidak mau bila pelayanannya terhambat karena masalah uang. Oleh karena itu, dia tidak mau menerima uang dari jemaat Korintus. Sebaliknya, dia bekerja keras dengan melakukan pekerjaan sebagai seorang tukang kemah (Kisah Para Rasul 18:3). Yang nampak aneh, dia justru bersedia menerima pemberian dari jemaat di wilayah Makedonia (jemaat Filipi, Tesalonika, dan Berea) yang relatif miskin bila dibandingkan dengan jemaat Korintus. Nampaknya, Rasul Paulus kuatir bahwa bila dia menerima bantuan keuangan dari jemaat Korintus, bisa berkembang gosip yang akan menghambat pelayanannya. Karena motivasi Rasul Paulus dalam melayani adalah untuk melakukan kehendak Allah, bukan untuk mencari keuntungan, dia tidak mau bila pelayanannya terganggu oleh masalah uang (2:17; 7:2; 8:1-5; 11:9; 12:13-18; Filipi 4:18).

Sikap Rasul Paulus dalam hal uang mengajarkan dua prinsip pen-ting dalam kehidupan bergereja: Pertama, pelayanan dalam gereja tidak boleh dilandasi oleh motivasi mencari keuntungan (uang). Bila motivasi pelayanan adalah mencari keuntungan, ada kemungkinan (potensi) bahwa pelayanan itu menyesatkan. Bagaimana dengan pelayanan kita masing-masing? Bila kita masih memiliki keinginan mencari keuntungan di dalam gereja, kita harus mengevaluasi kasih kita kepada Tuhan dan kepada sesama. Kedua, saling memberi dalam kehidupan bergereja merupakan sesuatu yang wajar, bahkan sudah semestinya, bila setiap pemberian dilandasi oleh ketulusan serta motivasi agar terjadi keseimbangan (lihat renungan 2 Korintus 8:1-15). Bila saling memberi dilakukan secara semestinya, saling memberi akan mewujudkan kesatuan dalam gereja. Oleh karena itu, waspadalah agar setiap orang yang memberi tidak merasa superior (merasa berkuasa) karena telah memberi. Ingatlah bahwa seharusnya kita memberi sebagai ungkapan rasa syukur karena kita telah menerima karunia yang berlimpah-limpah dari Tuhan, terutama karunia keselamatan, tetapi juga berbagai karunia lain, termasuk karunia berupa harta benda atau uang. [GI Purnama]

Kekuatan dalam Kelemahan

2 Korintus 12:1-10

Walaupun Rasul Paulus pernah mendapat penglihatan-penglihatan dan penyataan-penyataan khusus dari Tuhan tentang sorga, dia beranggapan bahwa sebenarnya tidak ada faedahnya menceritakan pengalaman-pengalaman itu kepada jemaat (12:1-4). Selain itu, Rasul Paulus juga menyadari bahwa menceritakan pengalaman-pengalaman itu bisa membuat dirinya jatuh ke dalam dosa kesombongan. Untuk mencegah agar Rasul Paulus tidak menjadi sombong, Tuhan memberi-kan suatu duri di dalam dagingnya (12:7). Kita tidak bisa memastikan apa yang dimaksud dengan “duri di dalam daging” ini, tetapi ada kemung-kinan bahwa yang dimaksud adalah suatu penyakit di bagian perut yang menimbulkan rasa sakit (misalnya sakit maag atau sakit karena ada batu empedu). Rasa sakit ini sangat mengganggu pelayanan Rasul Paulus, sehingga “duri di dalam daging” ini juga disebut sebagai “utusan Iblis” yang menggocoh (meninju dengan keras) agar Rasul Paulus tidak menjadi sombong karena pengalaman spiritual yang ia alami. Rasul Paulus telah tiga kali berseru (berdoa) kepada Tuhan agar ia dibebaskan dari gangguan “utusan Iblis” itu, tetapi Tuhan menjawab, "Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna." Akhirnya, Rasul Paulus bisa menerima keadaan itu dan ia berkata, “Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku.” (12:8-9). Kelemahan yang dia alami membuat ia bisa menikmati kekuatan yang berasal dari Tuhan (12:10).

Bacaan Alkitab hari ini merupakan peringatan bagi setiap orang yang memiliki kelebihan (kuasa, pengetahuan, kekayaan, pengalaman, dan sebagainya) agar tidak menjadi sombong, serta merupakan dorong-an bagi setiap orang yang memiliki kelemahan (penyakit, kesusahan) agar bergantung kepada kekuatan yang berasal dari Tuhan. Menyom-bongkan kelebihan maupun mengomel (mengeluh) karena kekurangan adalah dua penghalang yang membuat kita sulit mempersembahkan yang terbaik pada diri kita untuk kemuliaan Tuhan. Apakah Anda sering menyombongkan kelebihan Anda? Apakah Anda sudah bisa menerima semua kekurangan (penyakit, keterbatasan uang, keterbatasan pengetahuan, keterbatasan kuasa) dan tetap bisa bersyukur dalam segala situasi? [GI Purnama]

Jangan Mengalah Terhadap Penyesat!

2 Korintus 11:16-33

Rasul Paulus bisa bersikap lembut, tetapi bisa bersikap keras juga. Terhadap anggota jemaat yang telah bertobat dan menyesali dosanya, dia bersikap lembut dan menghibur. Ia tidak menghendaki bahwa orang yang telah bertobat terus tenggelam dalam penyesalan dan kesedihan yang tidak berujung. Oleh karena itu, supaya orang yang telah bertobat tidak terus bersedih, sikap Rasul Paulus adalah menghibur (bandingkan dengan 2:7). Akan tetapi, dia benar-benar merasa kesal dan sulit bersabar saat menghadapi guru-guru palsu yang telah menyesatkan jemaat yang dilayaninya. Perkataan “karena kamu begitu bijaksa-na” (11:19) adalah sindiran yang mengungkapkan kekesalan hati Rasul Paulus terhadap sikap jemaat Korintus yang terlalu lunak terhadap para pengajar sesat. Dalam keadaan biasa, dia selalu bersikap rendah hati. Akan tetapi, saat menghadapi ajaran sesat yang hendak menghancurkan pelayanannya, kesabarannya habis. Rasul Paulus tidak akan meng-ucapkan perkataan yang bisa ditafsirkan sebagai tindakan menyombong-kan diri seandainya jemaat Korintus tidak sedang terancam oleh ajaran sesat. Karena sikap para pengajar sesat yang meninggikan dirinya sendiri itu amat mempesona dan membuat jemaat meremehkan pengajaran yang disampaikan oleh Rasul Paulus, Rasul Paulus terpaksa meng-ungkapkan kelebihan dirinya agar jemaat tidak terus terpesona terhadap ajaran sesat dan memperhatikan pengajarannya. Dari sisi latar belakang keturunan, pengabdian, pengorbanan, dan pelayanan, Rasul Paulus tidak kalah—bahkan sebenarnya melampaui—para guru palsu itu (11:5-13, 21-33).

Bila Anda beranggapan bahwa Anda telah berusaha melayani dengan baik, tetapi Anda mengalami respons yang mengecewakan, Anda merasa tidak dihargai, renungkanlah ungkapan isi hati Rasul Paulus dalam pasal 11 ini. Siapakah di antara kita yang—karena kesetiaan memberitakan Injil—harus mengalami keadaan dipenjarakan, dipukuli, dicambuk, serta menghadapi ancaman bahaya maut yang datang dari bencana alam dan dari perampok? Bukankah tantangan yang dialami oleh orang-orang Kristen pada umumnya belum seberat yang dialami oleh Rasul Paulus? Dalam melayani, walaupun kita harus bersikap lemah lembut terhadap orang-orang yang menyesali dosanya, kita tidak perlu ragu untuk bersikap keras terhadap para penyesat! [GI Purnama]

Cemburu Ilahi

2 Korintus 11:1-15

Apa yang membuat Rasul Paulus merasa cemburu? Apakah dia cem-buru bila melihat pelayanan orang lain lebih sukses daripada dirinya? Apakah dia cemburu bila orang lain mendapat uang lebih banyak daripada dirinya? Tidak! Rasul Paulus tidak memandang pelayanannya sebagai suatu kompetisi! Pelayanannya bukanlah profesi untuk mencari uang! Pelayanannya semata-mata dilandasi oleh kasih yang telah lebih dulu diterimanya dari Allah. Dia melayani bukan untuk mencari uang, bahkan dia tidak mau menerima uang dari jemaat Korintus! Dia mela-yani jemaat Korintus secara cuma-cuma! (11:7). Sebaliknya, Rasul Paulus bersedia menerima bantuan keuangan dari jemaat di Makedonia (11:9) yang notabene adalah jemaat yang miskin (bandingkan dengan 8:1-2). Pemaparan Rasul Paulus ini dari satu sisi merupakan suatu sindiran kepada jemaat Korintus yang relatif kaya bila dibandingkan dengan jemaat di Makedonia. Di sisi lain, pemaparan Rasul Paulus ini memper-lihatkan bahwa dia melayani secara tulus. Pelayanannya sama sekali tidak dilandasi keinginan mencari keuntungan (uang). Dia memilih tetap bekerja sebagai tukang kemah untuk memenuhi kebutuhannya agar masalah uang tidak menjadi batu sandungan bagi orang-orang Korintus untuk menerima berita Injil. Oleh karena itu, dia merasa cemburu (sangat kesal) saat melihat atau mendengar bahwa jemaat Korintus bisa disesatkan oleh guru-guru palsu yang mengaku sebagai rasul-rasul yang hebat (11:2-5). Rasa cemburu yang diungkapkan Rasul Paulus ini bukan rasa cemburu duniawi yang dilandasi oleh hawa nafsu, melainkan rasa cemburu ilahi yang dilandasi oleh kasih kepada Allah dan kasih kepada jemaat Korintus.

Apa yang membuat Anda cemburu? Apakah Anda cemburu saat melihat orang yang lebih sukses, lebih populer, lebih kaya, lebih disukai daripada diri Anda? Sebaliknya, apakah Anda merasa cemburu dengan cemburu Ilahi seperti Rasul Paulus yang merasa sangat kesal saat melihat jemaat disesatkan oleh ajaran-ajaran palsu yang menyesatkan? Apakah Anda merasa kesal terhadap para pengajar palsu yang ajarannya menarik sehingga menyesatkan banyak orang yang sudah lebih dulu menerima Injil yang sejati? Ingatlah bahwa cemburu Ilahi selalu dilandasi oleh kasih kepada Allah dan kepada sesama manusia, bukan oleh kasih kepada diri sendiri atau oleh keinginan mencari keuntungan. [GI Purnama]

Memahami Batas Pelayanan

2 Korintus 10:12-18

Rasul Paulus adalah seorang hamba Tuhan senior. Sekalipun demi-kian, dia tidak mau membanggakan dirinya atau membanggakan pelayanannya. Dia beranggapan bahwa membandingkan diri sendiri dengan orang lain (supaya bisa membanggakan diri atau dipuji oleh orang lain) merupakan suatu kebodohan (10:12). Satu-satunya kebang-gaan yang patut hanyalah bila kita dipuji Tuhan (10:18). Kita akan mendapat pujian dari Tuhan bila kita setia mengerjakan pelayanan yang ditugaskan Tuhan kepada diri kita. Bagi Rasul Paulus, Tuhan sudah menetapkan batas-batas pelayanannya, dan dia harus setia melakukan tugas tersebut (10:13-16).

Mengapa kita perlu memusatkan perhatian kita kepada tanggung jawab yang telah diberikan Tuhan kepada kita? Pertama, kita harus memusatkan perhatian pada tanggung jawab yang Allah percayakan kepada kita karena kita harus mempertanggungjawabkan pelayanan kita kepada Tuhan (5:10). Tuhan sudah memberikan karunia-karunia rohani kepada setiap orang percaya, dan karunia-karunia tersebut harus digunakan untuk kepentingan bersama, sesuai dengan tujuan Allah bagi diri kita masing-masing (Roma 12:3-8; 1 Korintus 12:7-11). Kedua, kita tidak perlu membandingkan diri kita dengan orang lain karena setiap orang percaya bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Allah (1 Korintus 12:28-30). Dalam melaksanakan tanggung jawab kita, kiita harus bekerja sama dengan orang lain untuk melakukan pelayanan bersama (Efesus 4:16), tetapi kerja sama itu bukanlah suatu kompetisi. Perlu selalu diingat bahwa tujuan pelayanan bukanlah kesuksesan diri sendiri, melainkan kemuliaan Tuhan. Ketiga, membandingkan pelayanan kita dengan orang lain hanya membangkitkan kebanggaan diri (bila pelayanan kita lebih berhasil) atau rasa rendah diri (bila pelayanan orang lain lebih baik daripada pelayanan kita), dan kedua hal itu merupakan racun yang akan merusak pelayanan kita.

Apakah Anda memahami batas-batas pelayanan yang telah Allah percayakan kepada diri Anda dan apakah Anda telah bertanggung jawab melaksanakan tugas tersebut? Apakah Anda merasa puas terhadap batas-batas pelayanan yang telah Allah percayakan kepada diri Anda, sehingga Anda berjuang dengan sukacita dan dengan ketulusan untuk melaksanakan tanggung jawab Anda? [GI Purnama]

Menghadapi Tantangan dalam Pelayanan

2 Korintus 10:1-11

Rasul Paulus adalah seorang yang melayani dengan totalitas. Dia mencurahkan seluruh pikirannya, tenaganya, waktunya, bahkan juga uangnya (penghasilannya) untuk melayani orang lain secara tulus. Sekalipun demikian, dia tidak bebas dari tantangan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, jelas bahwa ada orang yang menuduh dia sebagai seorang yang hidup secara duniawi (10:2) dan ada pula orang yang menganggap dia tidak memiliki integritas (10:10, surat-suratnya tegas dan keras, tetapi sikapnya lemah dan perkataannya tidak berarti atau sekadar omong kosong). Kedua tuduhan tersebut berbahaya dan bisa merusak pelayanannya serta merongrong kepemimpinannya.

Bila kita memperhatikan kehidupan dan pelayanan Rasul Paulus, jelas bahwa tuduhan-tuduhan semacam itu didasarkan pada fitnah dan hoaks. Beliau menyangkal keras tuduhan bahwa perjuangannya dilakukan secara duniawi (10:3, mengikuti standar umum yang mengutamakan kemenangan dan keuntungan), Rasul Paulus menegaskan bahwa dia mengandalkan kuasa Allah saat menghadapi semua tantangan dalam pelayanan (10:4-6). Sikapnya selalu dilandasi motivasi untuk membangun, bukan untuk menang atau meruntuhkan (10:8). Ucapan bahwa Beliau tidak berani bila berhadapan muka dan hanya berani bila berjauhan merupakan suatu sindiran terhadap jemaat Korintus. Sekalipun Rasul Paulus menghadapi tuduhan yang menyakitkan, ia tetap meneladani Kristus dalam hal bersikap lemah lembut dan ramah (10:1), tetapi ia juga menegaskan bahwa ia memiliki integritas (10:11, tindakan dan perkataannya sama).

Apakah Anda merasa kecewa dan kecil hati saat menghadapi berbagai masalah dalam pelayanan Anda? Jangan kecil hati dan jangan mundur! Tuhan Yesus mengatakan dalam Lukas 9:23 bahwa setiap orang yang ingin menjadi pengikut-Nya harus rela menyangkal keinginan dirinya (bersedia mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan), memikul salib setiap hari (tekun menghadapi kesulitan dan penderitaan), serta tetap hidup mengikuti kehendak Allah (tidak pernah menyerah saat menghadapi kesulitan). Tantangan apa yang sedang Anda hadapi dalam pelayanan Anda? Apakah Anda tetap bisa mempertahankan iman Anda dan tetap menumbuhkan sukacita Anda saat Anda sedang menghadapi tantangan itu? [GI Purnama]