Allah: Sang Penguasa Sejarah

Yesaya 14

Sesudah Kerajaan Babel dihukum Tuhan melalui tangan Kerajaan Media Persia (13:17), Tuhan mengembalikan bangsa Israel yang berasal dari Kerajaan Selatan—yaitu terdiri dari suku Yehuda, suku Benyamin, dan suku Lewi—ke Tanah Kanaan atau Tanah Perjanjian. Kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babel itu diceritakan dalam kitab Ezra dan Nehemia. Akan tetapi, terdapat persoalan menyangkut “orang asing menggabungkan diri pada mereka” (14:1) karena di awal kembalinya bangsa Israel dari pembuangan, persoalan mereka adalah bagaimana mempertahankan kemurnian iman. Mereka ingin menghindar dari terjadinya kompromi iman—karena pengaruh bangsa kafir di sekeliling mereka—yang telah membuat mereka dibuang ke Babel. Ada yang berpendapat bahwa nubuat tersebut menunjuk kepada Israel secara rohani, yaitu gereja yang tidak dibatasi oleh kesukuan, sehingga mencakup segala bangsa.

Sesudah nubuat kejatuhan Kerajaan Asyur dan Kerajaan Babel serta peristiwa pembuangan dan kembalinya bangsa Israel dari pembuangan di Babel digenapi, barulah umat Tuhan memahami kebenaran firman Tuhan yang disampaikan melalui nabi Yesaya, "Sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana.” (14:24b). Bagi umat Tuhan saat ini, kisah penggenapan nubuat itu bukan hanya sekadar cerita menarik, melainkan kisah yang membangkitkan keyakinan bahwa firman Tuhan pasti terlaksana, sehingga sudah sepatutnya bila umat Tuhan bersandar kepada Tuhan saja.

Campur tangan Allah dalam sejarah membedakan pandangan umat Tuhan dengan pandangan bangsa Filistin yang sembahannya adalah berhala yang bisu. Bangsa Filistin senang saat mereka mengetahui bahwa Raja Ahas yang merupakan musuh mereka telah mati. Mereka berpikir bahwa kematian Raja Ahas membuat mereka aman, padahal musuh paling berbahaya yang akan menghancurkan mereka adalah bangsa Asyur (14:28-31). Mereka juga tidak tahu bahwa Raja Hizkia—pengganti Raja Ahas—adalah seorang raja yang beriman yang dilindungi Tuhan dari ancaman bangsa Asyur (14:32). Bagaimana dengan diri Anda: Pada masa pandemi ini, apakah Anda masih meyakini bahwa Allah tetap berkuasa dan Anda tetap berlindung kepada-Nya? [P]

Hukuman dan Penghiburan Allah

Yesaya 13

Kuasa Allah tidak terbatas terhadap bangsa Israel saja, tetapi Allah juga memiliki kuasa atas bangsa-bangsa lain. Yesaya 13:2-13 merupakan pengantar bagi pasal 13-23 yang merupakan pengumuman Allah tentang hukuman yang hendak Ia jatuhkan kepada bangsa-bangsa lain. Dalam nubuat para nabi, hari penghukuman sering disebut sebagai “hari Tuhan”. Pengumuman ini bukan peringatan bagi bangsa-bangsa yang hendak dihukum Tuhan, tetapi penghiburan bagi bangsa Yehuda. Pengumuman penghukuman ini merupakan dorongan agar bangsa Yehuda bergantung kepada Allah saja—bukan pada bangsa lain yang tampak hebat—karena Allah adalah Penguasa yang sesungguhnya.

Perhatikan bahwa bangsa pertama yang disebut adalah bangsa Babel (13:1) yang saat itu belum terkenal. Bangsa Babel adalah simbol kebanggaan diri (bandingkan dengan Kejadian 11:1-9). Bangsa yang kuat saat itu adalah bangsa Asyur yang akhirnya menghancurkan Kerajaan Israel Utara. Bila bangsa Asyur dihukum karena bertindak di luar batas (10:7-11), bangsa Babel dihukum karena keganasan mereka (bandingkan dengan 13:11). Bila bangsa Asyur dipakai Allah untuk menghukum bangsa Israel di Kerajaan Israel Utara, bangsa Babel dipakai Allah untuk menghukum bangsa Asyur serta bangsa Yehuda atau Kerajaan Israel Selatan. Bangsa Babel sendiri akhirnya dihukum Allah melalui tangan orang Madai (13:17) yang merupakan bagian terbesar dalam Kerajaan Media Persia (bandingkan dengan Ester 10:2; Daniel 5:28; 6:1,13,16). Nubuat penghakiman terhadap bangsa Babel tentu saja tidak dimengerti oleh umat Yehuda saat itu. Akan tetapi, nubuat itu diberikan agar sesudah bangsa Babel mengalami penghukuman Allah, umat Allah mengerti bahwa Allah telah merancang semuanya itu.

Tidak semua bencana merupakan hukuman Allah. Akan tetapi, semua kejahatan dan kesombongan pasti akan berhadapan dengan hukuman Allah (13:11). Karena Allah mengerti masa depan, tidak meng-herankan bila Allah sudah merancang hukuman yang akan Dia berikan baik kepada manusia berdosa secara pribadi maupun kepada bangsa yang melakukan kejahatan atau kekejaman. Akan tetapi, Allah pun juga merancang pengampunan di dalam Kristus bagi setiap orang berdosa yang mau bertobat. Apakah Anda sudah bertobat dan memiliki kepastian pengampunan dosa di dalam Kristus? [P]

Sang Mesias yang Membawa Damai

Yesaya 11-12

Pengharapan utama yang dijanjikan dalam Alkitab adalah pengharap-an akan kedatangan Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus. Dalam 11:1, Mesias disebut sebagai tunas yang keluar dari tunggul Isai—Isai adalah ayah Raja Daud. Mengapa Sang Mesias tidak disebut sebagai keturunan Daud, padahal Tuhan Yesus disebut sebagai “Anak Daud” dalam kitab-kitab Injil (Matius 1:1; 9:27; 12:23; dan sebagainya)? Tampaknya hal ini disebabkan karena raja-raja keturunan Raja Daud tidak semuanya baik. Raja Ahas yang memerintah pada zaman Nabi Yesaya adalah raja yang sangat jahat. Oleh karena itu, tunas yang keluar dari tunggul Isai menun-juk pada pengharapan akan “Daud yang lain” atau “Daud yang ideal”, yang memiliki Roh Allah, takut akan Tuhan, adil, jujur, tegas, benar, setia, dan membawa damai (Yesaya 11:1-9). Damai ini bukan hanya mencakup manusia—tetapi juga mencakup binatang—menunjuk kepada kondisi sebelum manusia jatuh dalam dosa. Jadi, pengharapan tentang Mesias sekaligus adalah pengharapan pemulihan kondisi alam dan pemulihan hubungan, baik hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan alam.

Pengharapan tentang Mesias dalam Yesaya 11 dipenuhi dalam dua tahap. Saat kedatangan Tuhan Yesus yang pertama, damai sejahtera yang diberikan Tuhan Yesus masih berupa damai sejahtera untuk pribadi (Yohanes 14:27). Damai sejahtera ini dilandasi oleh keyakinan akan pemeliharaan Allah yang melampaui kemampuan kita dalam berpikir (Filipi 4:6-7). Pada situasi pandemi yang kita hadapi sekarang pun, bila kita berserah kepada pemeliharaan Allah—artinya kita yakin bahwa Allah sanggup menjaga kita, kecuali bila Allah memiliki rencana lain—kita akan mengalami damai sejahtera. Akan tetapi, damai sejahtera penuh yang mencakup pemulihan hubungan antara manusia dengan alam—termasuk hubungan dengan binatang—dan hubungan antar manusia baru bisa terwujud sepenuhnya saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Apakah Anda sudah memiliki damai sejahtera yang diberikan oleh Tuhan Yesus itu? Apakah Anda meyakini bahwa semua konflik yang ada didunia saat ini akan berakhir saat Tuhan Yesus datang kedua kali? Salah satu tanda bahwa kita memiliki damai sejahtera adalah kemampuan bersyukur (bandingkan dengan Yesaya 12). Bila kita tidak memiliki damai sejahtera, kita tidak akan mampu bersyukur! [P]

Jangan Bertindak Melampaui Batas!

Yesaya 10:5-34

Allah memiliki rencana atas dunia ini dan Allah bisa memakai cara yang tidak terduga untuk melaksanakan rencana-Nya. Tidak ada sesuatu pun di dunia ini—apa lagi yang menyangkut kehidupan umat Allah—yang terjadi tanpa izin Allah. Walaupun tampaknya Allah seperti membiarkan saja segala sesuatu berlangsung di dunia ini, sebenarnya Allah selalu bekerja “di belakang layar” untuk melaksanakan rencana-Nya. Saat umat Allah menghadapi persoalan, bahkan aniaya, Allah melihat dan Ia peduli. Akan tetapi, kita tidak selalu mengerti jalan pikiran Allah. Sekalipun demikian, kita bisa meyakini bahwa Allah selalu ikut bertindak dalam segala hal untuk melakukan kebaikan bagi umat-Nya, walaupun tindakan Allah tidak selalu kita sadari dan kebaikan Allah tidak selalu kita mengerti.

Saat membaca kisah kekalahan bangsa Israel dalam peperangan melawan bangsa kafir, ada beberapa hal yang perlu disadari: Pertama, kekalahan bangsa Israel bukan disebabkan karena bangsa kafir itu lebih hebat daripada bangsa Israel atau karena Allah bangsa Israel kalah terhadap dewa-dewa asing, tetapi karena Allah hendak memakai bangsa kafir itu sebagai alat untuk menjatuhkan hukuman kepada umat-Nya. Kedua, hukuman adalah wujud kasih Allah yang menghendaki agar umat-Nya bertobat dan menjadi lebih baik. Ketiga, bangsa kafir yang dipakai Allah untuk menghukum umat Allah yang berdosa mungkin saja lebih berdosa daripada umat Allah yang mendapat hukuman Allah. Oleh karena itu, mereka seharusnya tahu diri dan membatasi diri.

Patut disayangkan bahwa bangsa Asyur—yang telah ditetapkan Allah sebagai alat untuk menjatuhkan hukuman kepada Kerajaan Israel Utara—merasa diri mereka hebat, sehingga mereka bertindak terlalu jauh dengan berusaha menguasai Yerusalem (10:5-11). Oleh karena itu, sesudah Allah memakai mereka untuk menghukum bangsa Israel Utara, Tuhan menghukum bangsa Asyur yang hendak bertindak terlalu jauh (10:12-19). Pada masa kini, orang-orang yang merasa bahwa dirinya dipakai Allah untuk melakukan pekerjaan besar harus waspada agar tidak menjadi sombong dan lupa bahwa posisinya adalah hamba yang dipakai oleh Tuhan. Kesombongan yang tidak segera diatasi bisa melahirkan sikap yang buruk dan tindakan yang berdosa. Waspadalah agar Anda tidak bertindak melampaui batas! [P]

Perhatikanlah Peringatan TUHAN!

Yesaya 9:7-10:4

Bangsa Israel Utara adalah bangsa yang jahat, sombong, dan fasik. Mereka jahat karena dipimpin raja-raja yang jahat. Mereka som-bong karena hidup mereka cukup makmur (bandingkan dengan 9:9). Mereka fasik karena tingkah laku mereka tidak memedulikan kehendak Allah. Kefasikan itu seperti api yang membakar seluruh hutan (9:17). Kejahatan mereka membuat Allah memutuskan untuk menghukum mereka. Semula, mereka diserang dan dikalahkan oleh orang Aram dari Timur dan orang Filistin dari Barat (9:11). Sayangnya, kekalahan tidak membuat mereka bertobat. Oleh karena itu, hukuman terhadap bangsa Israel Utara terus berlanjut. Mula-mula, hukuman Tuhan dijatuhkan kepada para pemimpin masyarakat—yaitu tua-tua dan orang yang terpandang—serta para pemimpin spiritual yang menyesatkan bangsa Israel (9:13-14), kemudian hukuman berlanjut kepada masyarakat biasa—termasuk anak yatim dan janda yang biasanya dilindungi Allah (9:15-16)—karena mereka semua telah menjadi jahat.

Hukuman Allah dijatuhkan secara bertahap. Sampai empat kali, Alkitab berkata, “Sekalipun semuanya itu terjadi, murka-Nya belum surut, dan tangan-Nya masih teracung (9:11b,16b,20b; 10:4). Bencana membuat orang menjadi egois (9:18). Kelaparan terjadi di mana-mana sehingga daging manusia pun dimakan (9:19). Hukuman Allah terhadap bangsa Israel Utara memuncak dengan dijatuhkannya hukuman yang sangat berat melalui tangan bangsa Asyur (bandingkan dengan 10:5-6). Penduduk Kerajaan Israel Utara bukan hanya dikalahkan, tetapi mereka lalu dibuang ke Asyur (2 Raja-raja 15:29). Alkitab tidak menceritakan lagi kondisi bangsa Israel dari Kerajaan Israel Utara setelah mereka dibuang ke Asyur. Kemungkinan besar, rakyat yang berasal dari Kerajaan Israel Utara itu tersebar ke berbagai tempat dan hanya sedikit yang kembali ke Israel.

Kisah pembuangan bangsa Israel di Kerajaan Utara yang akhirnya dibuang ke Asyur karena tidak mau bertobat mengingatkan kita untuk bersikap peka terhadap peringatan Allah. Biasakanlah diri Anda untuk melakukan introspeksi diri saat mengalami kegagalan atau malapetaka. Kesediaan memperbaiki diri akan menolong kita untuk bisa bangkit dari keterpurukan. Apakah di masa pandemi ini, Anda aktif mengoreksi diri dan menjadi orang yang semakin baik? [P]

Sumber Pengharapan Kita

Yesaya 8:23-9:6

Kehadiran “Imanuel” (7:14) menandai pengharapan yang diberikan oleh Allah. Raja Ahas dan bangsa Yehuda ketakutan menghadapi serangan koalisi Kerajaan Israel Utara dan Kerajaan Aram atau Siria. Akan tetapi, melalui nabi Yesaya, Allah memberi tahu bahwa serangan koalisi tersebut tidak akan berhasil—dan pemberitahuan itu benar—karena TUHAN hadir untuk melindungi bangsa Yehuda. Sayang, Raja Ahas tidak memercayai perlindungan Allah. Saat Allah memerintahkan Ahas untuk meminta tanda, ia menolak karena ia mengharapkan bantu-an pasukan Asyur. Memang benar, bahwa kemudian pasukan Asyur datang serta menaklukkan—bahkan menghancurkan—pasukan Israel Utara dan pasukan Aram. Akan tetapi, pasukan Asyur pun selanjutnya menjadi ancaman bagi Kerajaan Yehuda.

Dalam Perjanjian Baru, penulis Injil Matius mengungkapkan bahwa nubuat dalam Yesaya 7:14 adalah nubuat yang menunjuk kepada Sang Mesias, yaitu Yesus Kristus (Matius 1:23). Sebagaimana Imanuel menandai kehadiran Allah yang membebaskan bangsa Yehuda dari ancaman koalisi pasukan Israel Utara dan pasukan Aram, demikianlah Yesus Kristus datang dari sorga ke dunia untuk membebaskan manusia dari kuasa dosa! Oleh karena itu, tidak mengherankan bila nubuat dalam bacaan Alkitab hari ini menjelaskan tentang siapa Yesus Kristus yang menjadi sumber pengharapan kita itu, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putera telah diberikan untuk kita; lambang pemerintahan ada di atas bahunya, dan namanya disebutkan orang: Penasihat Ajaib, Allah yang Perkasa, Bapa yang Kekal, Raja Damai. Besar kekuasaannya, dan damai sejahtera tidak akan berkesudahan di atas takhta Daud dan di dalam kerajaannya, karena ia mendasarkan dan mengokohkannya dengan keadilan dan kebenaran dari sekarang sampai selama-lamanya.” (Yesaya 9:5-6).

Yesus Kristus adalah Sang Imanuel yang sejati: Allah yang beserta dengan kita! Tanpa Yesus Kristus, kita tidak akan sanggup melepaskan diri dari kuasa dosa dan kita akan menghadapi hukuman Allah. Bila kita memercayai Tuhan Yesus, dosa kita sudah ditanggung oleh Yesus Kristus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib, sehingga kita mendapat jaminan pengampunan dosa serta jaminan hidup kekal (Kisah Para Rasul 10:43; Yohanes 3:16). Apakah Anda sudah memiliki jaminan itu? [P]

Allah Beserta Kita

Yesaya 8:1-22

Salah satu kesulitan dalam memahami kitab Para Nabi disebabkan karena adanya kemungkinan penggenapan ganda dari sebuah nubuat dan juga karena kita tidak selalu bisa memastikan konteks suatu nubuat. Oleh karena itu, mempelajari nubuat memerlukan ketelitian. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan memerintahkan agar dibuat tulisan “Maher-Syalal Hash-Bas"—yang artinya “Perampasan yang Tangkas, Perampokan yang Cepat”—di atas sebuah batu tulis besar (8:1). Ternyata, Tuhan kemudian memerintahkan agar tulisan tersebut dipakai sebagai nama anak laki-laki Nabi Yesaya (8:3). Selanjutnya, Tuhan memberi penjelasan bahwa sebelum anak itu bisa memanggil orang tuanya, kekayaan Damsyik—yaitu ibu kota Kerajaan Aram atau Siria—dan kekayaan Samaria—yaitu ibu kota Israel Utara—akan dijarah oleh Kerajaan Asyur. Yang menarik, ternyata penjelasan ini sama dengan penjelasan untuk anak laki-laki bernama “Imanuel”—artinya “Allah Beserta Kita”—yang menjadi tanda bagi penyertaan Allah kepada Raja Ahas dan rakyat Kerajaan Yehuda (7:14,16). Kesamaan ini berarti bahwa ada kemungkinan bahwa perempuan muda dalam 7:14 itu adalah istri Nabi Yesaya sendiri. Masalahnya, saat kitab Yesaya diterjemahkan ke bahasa Yunani, kata yang menjadi padanan kata Ibrani untuk “perempuan muda” itu adalah kata Yunani yang berarti “perawan”, padahal sebelumnya, Nabi Yesaya sudah memiliki anak laki-laki bernama Syear Yasyub (7:3). Kerumitan ini memunculkan dua pendapat: Pertama, “Imanuel” adalah tanda untuk Raja Ahas, sedangkan “Maher-Syalal Hash-Bas” adalah tanda untuk rakyat Yehuda, sehingga ibu keduanya adalah orang yang berbeda. Kedua, istri pertama Nabi Yesaya telah meninggal, sedangkan istri yang melahirkan “Maher-Syalal Hash-Bas” adalah istri kedua yang masih merupakan seorang perawan saat Nabi Yesaya berbicara dengan Raja Ahas dalam pasal 7. Kerumitan nubuat tentang “Imanuel” itu masih ditambah dengan fakta bahwa sebutan “Imanuel” itu juga menunjuk kepada Tuhan Yesus (Matius 1:21-23).

Walaupun nubuat tentang “Imanuel” itu tergolong rumit, kita bisa meyakini bahwa nubuat tentang “Imanuel” dan penggenapannya itu memperlihatkan bahwa Allah peduli terhadap persoalan yang dihadapi oleh umat-Nya. Pada masa pandemi ini, apakah Anda meyakini bahwa Allah beserta dengan diri Anda? [P]

Memercayai Allah di Tengah Bencana

Yesaya 7

Ahas adalah raja Yehuda yang jahat. Dia membangun patung-patung tuangan untuk para Baal, bahkan meniru kebiasaan keji bangsa kafir dengan mempersembahkan anak-anaknya sendiri sebagai korban dalam api (2 Raja-raja 16:2-3; 2 Tawarikh 28:1-3). Kejahatan Raja Ahas sudah melampaui batas sehingga Tuhan membiarkan bangsa Yehuda dikalah-kan oleh Pekah bin Remalya, raja Israel Utara, dan oleh Rezin, raja Aram (2 Tawarikh 28:5-6). Akan tetapi, saat kedua raja tersebut berkoalisi untuk menggulingkan pemerintahan keturunan Raja Daud, Tuhan meng-gagalkan rencana itu. Sekalipun demikian, serangan mereka membuat Ahas dan rakyat Yehuda gemetar ketakutan. Allah tidak berkenan pada munculnya rasa ketakutan itu. Walaupun Allah membiarkan bangsa Yehuda dikalahkan oleh koalisi antara Israel Utara dan Aram, Ia tidak menghendaki mereka bertindak terlalu jauh dengan memutus jalur pemerintahan keturunan Raja Daud. Oleh karena itu, Tuhan mengutus Nabi Yesaya untuk menemui Raja Ahas dan menguatkan hati Raja Ahas dengan janji bahwa Tuhan akan menggagalkan serangan koalisi itu. Melalui mulut Nabi Yesaya, Allah menegaskan, “Jika kamu tidak percaya, sungguh, kamu tidak teguh jaya.” (Yesaya 7:9).

Kita perlu sadar bahwa inti tuntutan Allah adalah agar kita memercayai dan menaati Dia. Walaupun kejahatan Raja Ahas telah mendatangkan hukuman Allah, seharusnya Raja Ahas dan seluruh rakyat Yehuda datang memohon pengampunan Allah, bukan menjauhi Allah. Allah tetap mengasihi umat-Nya walaupun umat–Nya telah tersesat di bawah kepemimpinan Raja Ahas. Kekalahan saat menghadapi musuh pun merupakan wujud kasih Allah, karena kekalahan itu dimaksudkan agar umat Tuhan bertobat dan kembali kepada Allah. Pada zaman ini, Allah membiarkan seluruh dunia menjerit karena serangan wabah Covid-19. Akan tetapi, kondisi sulit yang kita hadapi saat ini tidak berarti bahwa Allah sudah tidak memedulikan kita. Seharusnya, kondisi sulit saat ini harus kita pandang sebagai kesempatan untuk melakukan introspeksi diri, dan sudah sepatutnya bila kita terus berusaha memperbaiki diri. Wabah Covid-19 seharusnya membuat kita lebih menghargai kesehatan, kebersamaan, pekerjaan, serta setiap kesempatan yang Allah berikan kepada kita. Apakah wabah ini telah membuat Anda menjadi lebih taat dan lebih memercayai Dia? [P]

Merespons Kekudusan Allah

Yesaya 6

Pelayanan bukanlah pekerjaan untuk mencari nafkah, melainkan tugas atau kewajiban. Pelayanan yang dipandang sebagai pekerjaan akan berorientasi pada upah: Bila ada upah yang memadai, barulah pelayanan dilakukan. Bila pelayanan berorientasi pada upah, pelayanan yang tidak menguntungkan tidak akan dikerjakan. Sebaliknya, pelayanan yang dipandang sebagai tugas atau kewajiban berorientasi pada keinginan si pemberi tugas. Yesaya melayani bukan karena mengharapkan upah atau keuntungan. Dia melayani karena dia merespons panggilan Allah untuk menjadi utusan-Nya (6:8).

Yesaya bersedia merespons panggilan Allah untuk melaksanakan tugas kenabian karena dia telah lebih dahulu mengalami perjumpaan pribadi dengan Allah yang menampakkan keagungan dan kekudusan-Nya. Perhatikan bahwa kekudusan Allah (6:3) berarti bahwa Allah itu, terpisah, khusus, tidak sama dengan apa pun di dunia ini. Perjumpaan dengan Allah yang kudus dan mulia membuat Yesaya menyadari keberdosaan dan ketidaklayakan dirinya di hadapan Allah, dan anugerah Allah berupa pengampunan dosa yang ia terima membuat dia berani merespons panggilan Allah terhadap dirinya.

Pengenalan akan kekudusan Allah selalu menimbulkan kesadaran akan keberdosaan diri. Ada dua macam respons yang umum diberikan terhadap pengenalan tersebut, yaitu menjauh dari Allah karena ingin terus menikmati dosa atau mendekat kepada Allah untuk mencari anugerah pengampunan. Nabi Yesaya dan Rasul Paulus adalah dua contoh dari orang-orang yang mendekat kepada Allah untuk menerima pengampunan dosa. Orang-orang seperti merekalah yang dipakai Allah untuk melaksanakan misi Allah bagi dunia ini. Kesadaran akan anugerah Allah membuat mereka melayani tanpa perhitungan untung-rugi. Mereka berani rugi—bahkan rela menyerahkan nyawanya—asal kehendak Allah terlaksana. Sebaliknya, celakalah orang yang melayani tanpa landasan pengenalan akan kekudusan Allah dan kesadaran akan anugerah Allah karena orang seperti itu hanya melayani untuk mencari upah atau keuntungan. Bagaimana dengan Anda: Apakah Anda mengenal kekudusan Allah dan menyadari keberdosaan diri Anda? Bila Anda belum melayani dengan tulus, hal itu merupakan tanda bahwa Anda belum mengenal kekudusan Allah! [P]

Buah Anggur yang Asam

Yesaya 5

Bacaan Alkitab hari ini diawali dengan nyanyian tentang kebun anggur yang terletak di lereng bukit yang subur. Kebun anggur itu dirawat dengan baik dan dijagai agar bisa bertumbuh dengan baik dan menghasilkan buah yang baik. Akan tetapi, ternyata bahwa buah yang dihasilkannya adalah buah anggur yang asam sehingga sangat mengecewakan. Nyanyian tentang kebun anggur ini bukan dimaksudkan untuk dipahami secara harfiah, melainkan harus dipahami sebagai sebuah perumpamaan. Kebun anggur itu adalah gambaran tentang bangsa Israel, sedangkan pemilik kebun anggur itu adalah gambaran tentang Allah. Allah telah memberikan segala yang baik kepada bangsa Israel dengan harapan bahwa bangsa Israel akan menjadi bangsa yang hidup menaati kehendak Allah. Akan tetapi, ternyata bahwa bangsa Israel tidak menghargai apa yang telah Allah perbuat bagi mereka dan mereka memperlihatkan tingkah laku yang buruk. Perbuatan mereka jahat dan sikap mereka sombong. Mereka memutarbalikkan kebenaran. Kehidupan mereka sangat mengecewakan hati Allah! Oleh karena itu, Allah merancang hukuman terhadap kota Yerusalem, dan bangsa Yehuda akan dibuang ke dalam pembuangan.

Rancangan hukuman Allah terhadap umat-Nya itu mengerikan! Akan tetapi, hukuman itu perlu! Dari sisi Allah, hukuman itu menyatakan keadilan dan kekudusan Allah yang menghukum umat-Nya yang hidup dalam dosa dan tidak memenuhi keinginan Allah. Dari sisi manusia, hukuman itu perlu untuk memurnikan iman umat Allah. Sikap Allah terhadap bangsa Yehuda adalah cermin bagi sikap Allah terhadap diri kita pada masa kini. Allah telah memelihara kita dan memberikan segala yang baik bagi diri kita, tetapi kita tidak selalu menyadari kebaikan Allah. Sayang, sampai saat ini, banyak orang yang beranggapan bahwa segala yang baik itu adalah hasil usaha mereka sendiri, sedangkan semua yang tidak baik atau tidak menyenangkan—seperti penyakit dan kegagalan—adalah wujud perlakuan Allah terhadap diri mereka. Bila kita tidak bisa selalu bersyukur dan melihat kebaikan Allah terhadap diri kita, sangat mungkin bahwa kita kemudian hidup dalam dosa dan tidak memedulikan kehendak Allah terhadap diri kita. Periksalah buah-buah yang muncul dalam kehidupan Anda: Apakah kehidupan Anda mengeluarkan buah yang manis atau buah yang asam? [P]