Pengampunan bagi Pewaris Janji Allah

Yesaya 4:2-6

Dosa umat Allah dan ancaman hukuman Allah merupakan berita yang mengerikan. Akan tetapi, hukuman Allah selalu beriringan dengan anugerah-Nya yang Dia sediakan bagi umat-Nya yang bersedia bertobat dari dosa dan mencari Dia. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Nabi Yesaya membicarakan hal akan munculnya kondisi kemakmuran—sebagai tanda berkat Tuhan bagi umat Israel—yang selanjutnya akan berdampak pada munculnya rasa hormat dari pihak bangsa-bangsa lain (4:2,5-6; bandingkan dengan 2:2-3). Kondisi semacam itu pernah terjadi pada zaman Raja Salomo. Saat mendengar kabar tentang Raja Salomo, Ratu Syeba datang untuk memastikan kebenaran tentang apa yang ia dengar. Setelah bertemu dengan Raja Salomo, ia menyimpulkan, "Benar juga kabar yang kudengar di negeriku tentang engkau dan tentang hikmatmu, tetapi aku tidak percaya perkataan-perkataan itu sampai aku datang dan melihatnya dengan mataku sendiri; sungguh setengahnya pun belum diberitahukan kepadaku; dalam hal hikmat dan kemakmuran, engkau melebihi kabar yang kudengar.” (1 Raja-raja 10:6-7).

Selain masalah kemakmuran, pengharapan yang disampaikan oleh Nabi Yesaya itu juga mencakup pengampunan dosa. Pengampunan dosa itulah yang memungkinkan terwujudnya kehadiran Allah di tengah umat-Nya, dan selanjutnya membuat Allah dimuliakan (4:3-6). Pengampunan dosa bukan hanya keperluan bangsa Yehuda, tetapi keperluan seluruh umat manusia. Bila kita tidak menerima pengampunan dosa, masa depan kita suram karena kita akan berhadapan dengan hukuman Allah. Pengampunan dosa itulah yang memungkinkan kita menjalin relasi yang baik dengan Allah. Pengampunan dosa itu pula yang mendahului pemenuhan seluruh janji Allah.

Bagi kita saat ini, Allah telah memberikan berbagai janji yang tertulis di dalam Alkitab. Sebagian janji Allah merupakan janji tanpa syarat yang sudah digenapi atau yang pasti akan digenapi pada waktu yang ditentukan Allah. Sebagian lagi merupakan janji bersyarat, yaitu janji yang akan terwujud bila persyaratannya telah dipenuhi. Persyaratan dasar yang harus dipenuhi agar seseorang bisa menjadi pewaris janji Allah adalah bahwa kita harus mengalami pengampunan dosa yang tersedia di dalam Kristus. Apakah Anda telah mengalami pengampunan dosa itu? Bila belum, Anda harus datang kepada Kristus! [P]

Dosa Menghalangi Pemenuhan Janji Allah

Yesaya 3:1-4:1

Dosa membuat kehidupan bangsa Yehuda berlawanan dengan pengharapan yang diuraikan dalam 2:2-5. Bangsa Yehuda bukan sedang menjalani proses menjadi bangsa yang dihormati oleh bangsa-bangsa lain, melainkan justru akan menjadi bangsa yang lemah, miskin, dan sama sekali tidak patut menjadi teladan bagi bangsa-bangsa lain (3:1-7, 12). Yang menjadi akar masalah adalah bahwa mereka menentang kehendak Allah, baik melalui perkataan maupun perbuatan (3:8-11). Kea-daan buruk yang mereka hadapi seharusnya membuat mereka bertobat dan merendahkan diri di hadapan Allah. Sayang, mereka justru bersikap sombong (3:9). Oleh karena itu, mereka harus berhadapan dengan hukuman Allah (3:16-4:1). Nabi Yesaya telah melihat sendiri kenyataan bahwa kemakmuran dan kejayaan Kerajaan Yehuda telah membuat Raja Uzia menjadi sombong, lalu ia memaksa untuk memasuki Bait Allah guna membakar ukupan, padahal membakar ukupan adalah tugas yang hanya boleh dikerjakan oleh para imam. Akibatnya, Raja Uzia mendapat hukuman Allah berupa penyakit kusta yang membuat ia harus hidup di tempat pengasingan sampai ia mati (2 Tawarikh 26:16-23).

Kita perlu meyakini bahwa semua janji Allah pasti akan dipenuhi. Akan tetapi, kita harus menyadari pula bahwa sebagian janji Allah dalam Alkitab adalah janji bersyarat, yaitu janji yang hanya berlaku bila syaratnya dipenuhi. Syarat itu ada yang jelas terlihat, tetapi ada pula yang harus kita teliti berdasarkan kondisi saat janji tersebut diberikan. Sebagai contoh, banyak orang Kristen menganggap janji penyertaan Tuhan Yesus dalam Matius 28:20 adalah janji bagi setiap orang Kristen dalam segala kondisi. Anggapan itu salah! Janji itu diberikan dalam rangka pengutusan para murid Tuhan Yesus agar mereka pergi untuk menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus. Hal itu berarti bahwa hanya bila kita melaksanakan perintah untuk pergi menjadikan semua bangsa sebagai murid Kristus, barulah kita bisa meyakini bahwa Tuhan Yesus akan menyertai—dalam arti memampukan atau menolong—kita. Oleh karena itu, kita tidak bisa menuntut Tuhan Yesus menyertai saat kita menipu atau mencelakai orang lain. Ada banyak janji dalam Alkitab yang bisa menjadi pegangan bagi kehidupan kita. Apakah Anda telah terbiasa membaca janji-janji Allah dalam Alkitab secara cermat serta memandang janji-janji tersebut sebagai pegangan bagi hidup Anda? [P]

Mewujudkan Iman dalam Kehidupan

Yesaya 2

Salah satu kesulitan dalam memahami kitab nubuat para nabi seperti bacaan Alkitab hari ini adalah karena masa depan sering dibicarakan bersama dengan masa kini. Bagi pembaca pada masa nubuat itu disampaikan, pembedaan itu jelas. Akan tetapi, bagi kita saat ini, kita harus membedakan keduanya secara cermat. Perhatikan bahwa 2:2-5 membicarakan tentang masa depan yang ditandai oleh perkataan “pada hari-hari yang terakhir” (2:2). Keadaan masa depan ini amat berbeda dengan keadaan masa kini—yaitu masa saat Nabi Yesaya hidup dan melayani—yang diuraikan pada pasal 1 dan 2:6-22. Kita harus melihat masa depan sebagai sumber motivasi untuk mengoreksi sikap kita dalam kondisi saat ini.

Dari satu sisi, keadaan Yerusalem sebagai sumber pengajaran—bagi bangsa-bangsa lain—yang membawa perdamaian antar bangsa (2:2-5) adalah kondisi ideal yang menjadi pengharapan kita. Dari sisi lain, kondisi ideal ini seharusnya didambakan oleh orang Kristen pada segala zaman. Sepatutnya kita mendambakan bahwa kita akan bisa membawa damai di tempat kita berada saat ini. Saat dunia nyata maupun dunia maya dipenuhi konflik serta kata-kata kasar yang bersifat menyerang, apakah Anda telah berperan sebagai pembawa damai yang melontarkan kata-kata penyejuk yang menebar damai?

Kondisi umat Allah pada masa Yesaya amat memprihatinkan. Mereka meniru cara hidup bangsa-bangsa kafir. Mereka melakukan tenung dan sihir (2:6) serta menyembah berhala (2:8). Cara hidup semacam itu jelas melukai hati Allah (Ulangan 18:10-14; Keluaran 23:24; Ulangan 32:21). Yang amat menyedihkan, cara hidup yang buruk itu masih ditambah dengan sikap sombong (Yesaya 2:11-17). Orang berdosa harus bertobat agar bisa memperoleh pengampunan. Akan tetapi, supaya bisa bertobat, seseorang harus bersedia merendahkan diri di hadapan Tuhan untuk mengakui dosanya. Sampai saat ini, praktik penyembahan berhala masih tetap ada walaupun dalam bentuk yang berbeda. Ada banyak orang yang menyimpan dan menyembah keris atau benda-benda lain sebagai jimat yang dianggap mengandung kekuatan supranatural dan merupakan pelindung. Orang Kristen tidak boleh memiliki pelindung lain selain Allah. Pada masa pandemi yang sulit ini, apakah Anda tetap setia berlindung kepada Allah saja? [P]

Ritual Bukan Pengganti Kesalehan

Yesaya 1

Penilaian TUHAN terhadap bangsa Israel sangat menyedihkan: Bangsa Israel digambarkan sebagai anak-anak durhaka yang memberontak terhadap orang tua yang telah membesarkan mereka. Mereka tidak berterima kasih terhadap Tuhan yang telah memelihara hidup mereka. Kelakuan mereka yang tidak berterima kasih itu lebih buruk daripada kelakuan binatang! Tuhan menyebut mereka sebagai bangsa yang berdosa dan jahat, dan kelakuan mereka yang buruk itu berlangsung turun-temurun (1:2-4).

Yang menambah masalah, bangsa Israel tidak peka terhadap teguran atau hukuman Tuhan. Mereka tidak bertobat walaupun Tuhan sudah sering memberi hukuman saat mereka jatuh dalam dosa. Mereka berpikir bahwa tuntutan Tuhan hanyalah beribadah dan memberi per-sembahan korban, padahal yang terpenting dalam pandangan Tuhan adalah menjauhi perbuatan jahat dan menjalani kehidupan yang sesuai dengan kehendak-Nya. Bagi Tuhan, perbuatan jahat membuat ibadah umat-Nya menjemukan dan persembahan korban mereka menjijikkan. Ibadah harus disertai dengan pertobatan dari perbuatan jahat serta de-ngan cara hidup yang saleh. Kebanggaan sebagai anggota umat Tuhan serta kesalehan menjalankan ritual atau upacara keagamaan tidak meniadakan kewajiban menjauhi dosa dan berbuat baik (1:11-17).

Bila Allah menuntut umat Yehuda menjalani kehidupan yang saleh, Allah juga menuntut orang Kristen agar hidup dalam ketaatan terhadap kehendak-Nya yang tertulis di dalam firman-Nya. Sungguh keliru bila kita menyangka bahwa tuntutan Allah yang paling utama terhadap orang percaya masa kini adalah agar kita menjalankan upacara keagamaan seperti memberi diri dibaptis, mengikuti perjamuan kudus, mengikuti ibadah, dan memberi persembahan! Percuma kita beribadah bila kita berbisnis dengan cara-cara kotor seperti menyuap dan menipu, atau kita menumpuk kekayaan dengan cara memeras orang yang bekerja pada diri kita. Pada masa kini, tuntutan Allah yang paling utama adalah agar kita bertobat dan meninggalkan dosa, memercayai Yesus Kristus sebagai Juruselamat, serta melakukan perbuatan baik atau perbuatan yang dikehendaki Allah. Ingatlah selalu bahwa ibadah yang benar bukan sekadar upacara keagamaan, melainkan ibadah yang disertai kesalehan hidup. Bagaimana dengan ibadah Anda? [P]

Amanat Agung yang Seutuhnya

Matius 28:16-20

Banyak orang merasa sudah menaati Amanat Agung hanya dengan melakukan pelayanan penginjilan, misi atau pemuridan dengan tujuan puncak menuntun banyak orang untuk menerima Yesus Kristus sebagai Tu- han dan Juru Selamat pribadinya, serta sudah puas saat jiwa jiwa berdosa sudah memiliki kepastian "mati masuk sorga". Pada gilirannya, pemahaman tentang Injil, tentang Yesus Kristus, dan tentang keselamatan manusia yang utuh juga akan memberi kita konteks dan pemahaman tentang Amanat Agung yang utuh. Di bukit Galilea, Yesus Kristus mengamanatkan para murid untuk pergi menghasilkan lebih banyak murid dari segala bangsa, yakni insan insan berdosa yang bersedia dibaptis dan diajar melakukan segala perintah Yesus Kristus (28:19 20a). Sama seperti Tuhan Yesus telah memanggil dan melatih mereka untuk mengikuti ajaran dan gaya hidup Nya serta meno long mereka memahami pesan Injil Kerajaan Allah secara utuh, kini Yesus Kristus memberi mereka tanggung jawab untuk pergi-bernmisi memang gil lebih banyak orang dari segala bangsa untuk mengikut Yesus Kristus- dengan menyampaikan Injil dan membaptis serta mengajar atau memu- ridkan orang orang itu agar mereka memahami dan hidup berdasarkan ajaran dan gaya hidup Yesus Kristus. Jadi, sasaran puncak dari Amanat Agung adalah menghasilkan lebih banyak manusia berdosa yang bersedia diajar dan dilatih menjadi seperti Yesus Kristus, karena hanya insan insan seperti itulah yang bisa maksimal berkontribusi melanjutkan misi Kristus, yakni menghadirkan Kerajaan Allah di bumi. Ini adalah Amanat yang sulit. Itulah sebabnya Yesus Kristus me- nyertakan penyingkapan Diri- Nya: yakni Diri Nya sebagai Pribadi yang memiliki segala kuasa di bumi dan di sorga (28:18) dan sebagai Allah Imanuel yang akan selalu menyertai mereka (28:20b). Ini tentu jaminan yang melegakan bagi para murid, sehingga mereka tahu bahwa Amanat Agung ini tidak mustahil untuk mereka laksanakan. Di hari Reformasi ini, mari kita gelisah dan berubah jika selama ini sasaran ibadah dan program pelayanan kita sebatas memastikan "orang berdosa masuk sorga." Ketika diri kita, gereja atau lembaga pelayanan kita "pergi" ke bidang pelayanan apa pun-entah penginjilan, pemuridan, misi, apologetika, pelayanan anak, orang muda, keluarga, kaum profesi, pela- yanan digital, dan sebagainya-Amanat Agung mengundang kita untuk selalu memastikan sasaran utuhnya: keserupaan dengan Kristus! [ICW]

Ibadah yang Seutuhnya

Yeremia 7:1-15

Harus kita akui bahwa kerajinan beribadah para pemeluk agama di negara kita masih kurang berdampak dalam kehidupan sehari hari, mengingat masih cukup tingginya angka kriminalitas, korupsi, intoleransi maupun kasus-kasus ketidakadilan sosial lainnya. Nilai nilai hidup umat beragama saat berada di luar rumah ibadah berbeda dengan nilai-nilai yang mereka pelajari dan amini saat berada di dalam rumah ibadah. Kondisi yang sama terjadi dalam kehidupan bangsa Yehuda-yaitu Kerajaan Israel Selatan-di zaman nabi Yeremia. Sebagai bangsa pilihan Allah, ritual keagamaan menjadi pemandangan rutin sehari hari. Akan tetapi, dalam kehidupan sehari hari, baik para pemimpin maupun rakyat melakukan berbagai kejahatan sosial terhadap sesama dan berbuat dosa terhadap Tuhan (7:5-11), sehingga Allah mengutus nabi Yeremia ke Bait Suci untuk menegur kemunafikan ibadah mereka (7:1 3). Bagaimana Tuhan menegur mereka? Yakni dengan mengingatkan mereka akan peristiwa dalam sejarah bangsa mereka, yakni hancurnya Kota Silo dan Kemah Suci yang terdapat di kota itu (7:12-15). Kota yang dulunya merupakan pusat peribadatan bangsa Israel itu sudah menjadi puing puing. Bangsa Yehuda diingatkan bahwa sejarah kelam itu bisa terulang, bisa dialami oleh kota Yerusalem dan bait Allah yang mereka banggakan saat itu, karena Allah akan menghukum bangsa yang ber ibadah secara munafik. Kita harus mengevaluasi diri: Apakah nilai-nilai yang kita pegang saat berada di dalam dan di luar gereja sama? Perhatikanlah bahwa kita beribadah di hari Minggu, hari kebangkitan Yesus Kristus, sekaligus hari pertama setelah Sabat Yahudi. Bapa bapa gereja menghayati hari Minggu sebagai hari saat kita merayakan Yesus Kristus yang telah memperbarui seluruh ciptaan, sekaligus hari saat kita diutus kembali untuk membawa kuasa kebangkitan Kristus dengan menghadirkan pembaruan dan perubahan di sepanjang pekan. Menjelang hari Reformasi ini, doakanlah gereja Anda agar ibadah- nya tidak munafik, melainkan merupakan ibadah yang utuh, yakni ibadah yang setia mengajarkan nilai-nilai Kerajaan Allah, yakni kasih, kebaikan dan keadilan Allah. Nilai-nilai itu telah diajarkan dan dipraktikkan oleh Yesus Kristus, dan kemudian Dia mengutus jemaat untuk mempraktikkan- nya, agar ibadah umat kristiani yang merupakan minoritas bisa berdam- pak membawa perubahan dalam kehidupan bangsa kita. [ICW]

Iman yang Seutuhnya

Ayub 1:1-5; 3:1; 13:15; 42:5-6

Mengikut Tuhan itu menuntut kesediaan untuk berubah. Bahkan, iman pun seharusnya berkembang. Perubahan iman Ayub adalah contoh yang baik. Mula-mula, iman Ayub hanya sebatas believe (percaya dengan otak). Iman jenis ini menekankan ibadah ritual dan gaya hidup agamawi serta meyakini bahwa “kalau aku tekun beribadah dan berperi-laku baik, hidupku akan aman dan diberkati Tuhan.” Iman jenis ini ber-pandangan bahwa Allah selalu mengawasi dan siap menghukum bila kita berbuat dosa. Oleh karena itu, Ayub yang saleh itu kuatir bahwa anak-anaknya berbuat dosa saat berpesta, sehingga ia selalu membuat ritual korban bakaran kepada Allah agar hidupnya tidak bermasalah (1:1-5). Akan tetapi, Iblis mengetahui kelemahan iman jenis ini. Itulah sebabnya, ia meminta izin Allah untuk merenggut semua milik Ayub karena ia yakin bahwa iman Ayub akan goyah dalam penderitaan. Ternyata, iman Ayub tetap kuat. Ia tidak mengutuki Allah. Akan tetapi, Ayub mengutuki hari kelahirannya (3:1), suatu tanda bahwa ia mulai tidak nyaman dengan believe-nya. Untungnya, Ayub terus mencari Allah dalam doa-doa ratapannya, sehingga imannya semakin kuat. Bahkan, ia siap mati jika Allah menghendakinya, “Jika Allah hendak membunuhku, aku berserah saja” (13:15a, versi BIS). Di sini, Ayub memilih kata trust—artinya berserah, tanda bahwa iman Ayub bertumbuh dari believe—artinya percaya dengan otak—menjadi trust—artinya berserah, mem-percayakan diri sepenuh hati. Allah meneguhkan iman Ayub yang baru melalui percakapan (pasal 38-39) yang membuat visi Ayub tentang Allah menjadi begitu besar, sampai-sampai semua penderitaannya terasa kecil dan ia menyesali semua protesnya kepada Allah (42:5-6). Imannya (trust) kini bisa meyakini bahwa meskipun segalanya hilang, hidupnya akan baik-baik saja selama bersama Allah. Ia sadar bahwa Allah yang besar adalah Allah yang mengasihi dia. Baik hidup menderita atau tidak, iman para murid Kristus seharus-nya bertumbuh seiring dengan pertumbuhan pengenalan kita akan Allah, Sang Firman yang menciptakan alam semesta (Kejadian 1:3) dan yang te-lah menjadi manusia dan mati bagi keselamatan kita. Seperti Ayub, mari kita lakukan bagian kita, yaitu bertekun dalam waktu pribadi bersama dengan Allah sampai Ia mengutuhkan iman kita. Iman believe juga pen-ting—karena iman berawal dari situ—tetapi tidak boleh berhenti di situ, melainkan harus makin utuh, menjadi iman trust! [ICW]

Relasi yang Seutuhnya

Yohanes 6:22-35

Jika ada teman yang dekat dengan kita dan sering mengaku diri sebagai sahabat kita, tetapi sikapnya selama ini kita rasakan sekedar memanfaatkan dan memperalat diri kita, kita pasti sedih dan kecewa, bukan? Perikop kita hari ini melaporkan situasi semacam itu serta mencatat reaksi Kristus yang diperlakukan semacam itu. Dalam teks hari ini, Rasul Yohanes mengisahkan tentang banyak orang yang amat tertarik mengikuti berita tentang Kristus (6:22-23). Sema- ngat mereka luar biasa! Mereka berupaya memikirkan segala cara, dan akhirnya bersusah payah menaiki perahu untuk menemui Tuhan Yesus (6:22-24). Namun, ternyata semangat untuk mencari saja tidak cukup kare na Tuhan Yesus menegur mereka (6:27). Mengapa? Dia menegur mereka karena semangat dan kerelaan mereka tidak disertai motivasi yang tepat Mereka hanya mencari keuntungan, bukan mencari Pribadi Yesus Kristus. Mereka mencari keuntungan bukan semata mata karena membu- tuhkan makanan, tetapi karena pemahaman rohani mereka salah. Mereka menganggap pengalaman nenek moyang mereka mendapat manna di padang gurun saat dipimpin Musa sebagai pola yang saat itu wajib mereka terima juga dari Allah melalui Yesus Kristus, bukan sebagai anugerah yang melaluinya, Allah mengundang umat Israel untuk setia dalam relasi mereka dengan Allah (6:30-31). Itulah sebabnya, Tuhan Yesus mengajar mereka dengan mengalihkan fokus pencarian mereka dari mencari makanan kepa- da relasi dengan diri-Nya, Sang Roti Hidup yang diutus Allah untuk mem beri hidup yang kekal (6:32 35). Kita hidup di tengah zaman saat relasi sejati merupakan barang langka. Sesama manusia, bahkan Tuhan, bisa lebih dihargai karena nilai manfaatnya. Dengan semangat reformasi, marilah kita mengevaluasi moti- vasi kita dalam beribadah dan mengikut Tuhan selama ini: Apakah Anda semakin rindu membangun relasi dengan Yesus Kristus atau Anda hanya mencari berkat- Nya? Berdoalah agar relasi kita dengan Allah menjadi rela- si yang semakin utuhl Marilah kita membangun sikap yang tidak semata- mata mengharapkan berkat, melainkan juga tekun mendekat kepada Sang Sumber Berkat lewat doa, setia mengasihi-Nya, dan memercayakan diri kepada-Nya, sehingga kita dimampukan untuk menjadi berkat bagi dunia dengan menularkan budaya pergaulan yang membangun relasi yang utuh, bukan relasi yang memanfaatkan, apalagi memperalat sesama. [1CW]

Hidup yang Seutuhnya

Yeremia 29:1-11

Gaya hidup orang-orang Yehuda yang sedang menjalani pembuang-an di Babel tidak sesuai dengan kehendak Allah. Oleh karena itu, Allah mengutus Yeremia untuk mengirim surat kepada mereka (29:1-3). Melalui surat itu, Allah menyatakan kehendak-Nya, yakni mereka harus menjalani kehidupan secara normal, bahkan maksimal, yakni terlibat da-lam kehidupan sehari-hari masyarakat Babel (29:4-6). Mengapa? Karena penghukuman Allah kepada umat pilihan-Nya itu mengandung peng-utusan, yakni agar umat-Nya turut berperan mengusahakan kesejahtera-an kota tempat mereka dibuang (29:7). Rupanya gaya hidup mereka yang tidak memedulikan orang lain dan mementingkan diri sendiri itu terpengaruh oleh nubuat dan ajaran dusta bahwa Allah akan segera memulangkan mereka dari pembuangan (29:8-9), sehingga banyak di antara mereka yang memilih untuk sekadar bertahan, dan tidak peduli terhadap kondisi kota maupun warga Babel. Surat Yeremia menegaskan bahwa rancangan Allah tetap sama bagi mereka maupun melalui mereka, yakni rancangan damai sejahtera (29:10-11). Artinya, di mana pun umat pilihan Allah berada, panggilan Allah bagi mereka tidak pernah berubah. Mereka tetap merupakan umat yang diberkati Allah; dan melalui mereka, berkat Allah harus sampai dan dinikmati oleh segala bangsa (bandingkan dengan Kejadian 12:1-3). Tidak sedikit orang Kristen yang saleh, namun—tanpa sadar—ber-sikap egois, tidak peduli terhadap sesama maupun terhadap kondisi ling-kungannya, kotanya, maupun bangsanya. Salah satu penyebab sikap itu adalah pengaruh ajaran yang tidak utuh, yaitu ajaran yang membuat mereka cenderung mementingkan kesalehan pribadi dan mengurus kehidupan diri sendiri. Mereka menjalani hidup hanya untuk sekadar ber-tahan hidup dan mengisi waktu sebelum mati atau sebelum Tuhan Yesus datang kembali, sehingga mereka tidak merasa terbeban untuk terlibat secara serius dan maksimal dalam upaya mengubah kondisi dunia yang penuh bencana, kejahatan dan ketidakadilan. Sebagai ciptaan baru di dalam Kristus, kita tak boleh puas hanya sekadar diselamatkan dari ke-binasaan kekal, karena sesungguhnya kita diselamatkan untuk melaku-kan pekerjaan baik yang memuliakan Allah (Efesus 2:10). Jadi, boleh saja hidup kita berorientasi sorga. Akan tetapi, kita juga harus terlibat dan berdampak di tengah dunia. Ingatlah bahwa di mana pun kita berada, dalam posisi atau peran apa pun, kita adalah utusan-Nya! [ICW]

Keselamatan Manusia yang Seutuhnya

Kolose 3:1-4

Manusia berdosa diselamatkan melalui iman kepada Yesus Kristus. Saat seseorang beriman kepada Yesus Kristus, ia menjadi ciptaan baru dan memperoleh hidup yang kekal. Sayangnya, banyak orang percaya yang salah mengerti dan mengira bahwa keselamatan atau hidup kekal itu baru akan dialami kelak setelah mereka mati, Bacaan kita hari ini menunjukkan kebenaran teologis yang dialami saat seseorang beriman kepada Kristus, yaitu turut mati dan turut dibang- kitkan bersama Kristus (3:3, 1a), hidup bersama dengan Kristus di dalam Allah (3:3), dan akan dimuliakan bersama Kristus saat la datang kembali (3:4). Dengan kata lain, jemaat Kolose bukan hanya sudah diampuni dosa- nya oleh darah Kristus, melainkan juga sudah dipersatukan dengan Kristus. Ya, kata kuncinya adalah "bersama Kristus". Dari aspek waktu, kebersa- maan atau kebersatuan dengan Kristus itu mencakup dimensi masa lalu, masa kini, dan masa depan. Bahkan, Rasul Paulus menekankan dimensi masa kini dari keselamatan, yaitu bahwa hidup mereka sekarang "tersem- bunyi bersama Kristus di dalam Allah" (3:3). Hal ini tidak berarti bahwa hidup mereka tanpa masalah, melainkan bahwa hidup mereka kini memi- liki kekuatan rohani yang baru, yakni kuasa kebangkitan Kristus. Kuasa yang telah mengalahkan iblis itu kini tersedia secara melimpah dan akan memampukan mereka menghadapi tantangan hidup serta menghadapi kuasa dosa dalam diri mereka maupun dalam dunia. Kuasa Kristus bisa mereka alami dengan mengarahkan pikiran dan hati kepada "perkara- perkara yang di atas' (3:1b-2), yakni kebenaran kebenaran tentang Kristus (kehidupan, kematian, dan kebangkitan Nya). Jadi, jelas bahwa keselamatan atau hidup kekal itu dialami sejak seseorang beriman kepada Kristus. Hidup kekal bukan hanya dialami kelak bersama Kristus di sorga, tetapi juga dialami saat ini bersama dengan Kristus, hidup yang turut bekerja bersama Allah, yakni Allah yang masih terus bekerja sampai sekarang di dalam dan bagi dunia ini (Yohanes 5:17). Memahami keselamatan manusia secara utuh ini penting karena mandat sebagai gambar Allah tidak batal saat manusia jatuh dalam dosa, sehing- ga peran manusia sangat sentral dalam pewujudan Injil yang utuh itu. Allah yang bertekad memulihkan seluruh ciptaan-Nya mengandalkan orang-orang yang Dia selamatkan, yakni para pengikut Kristus di segala zaman dan tempat. Nikmatilah dan hiduplah berdasarkan keselamatan yang utuh. [ICW]