Memulihkan Relasi Yang Buruk

2 Samuel 19:1-14

Perang Dunia Kedua, yang terjadi dalam rentang tahun 1939-1945, disebut-sebut sebagai konflik paling mematikan sepanjang sejarah peradaban umat manusia, yaitu menewaskan hingga sekitar enam puluh juta jiwa. Berakhirnya Perang Dunia Kedua di tahun 1945 menyisakan tugas berat bagi seluruh negara yang terdampak untuk memulihkan tatanan kehidupan yang porak-poranda. Demikian juga dengan Israel pasca gagalnya pemberontakan Absalom. Meskipun perang telah berhenti dan orang Israel telah melarikan diri masing-masing ke kemahnya (19:8b), namun raja belum kembali ke istananya. Inilah yang menimbulkan perbantahan di antara para pemuka suku-suku di Israel. Dalam hal ini, para tua-tua Israel di luar Yehuda lebih tanggap dalam mengemukakan wacana pengembalian takhta kepada Raja Daud, ketimbang tua-tua Yehuda yang memilih untuk bungkam.
Keengganan tua-tua Yehuda untuk segera mengembalikan Raja Daud ke takhtanya mungkin disebabkan adanya rasa takut atau rasa bersalah, karena hubungan suku Yehuda dengan keluarga Raja Daud le-bih dekat ketimbang suku-suku lain. Mereka khawatir bahwa Raja Daud akan membalas dendam atas pengkhianatan mereka. Itulah sebabnya, para tua-tua Yehuda memilih untuk bungkam terhadap wacana pemulih-an kedudukan raja. Demi menunjukkan niat baik dan menjalin kembali relasi dengan mereka, Raja Daud meminta Imam Zadok dan Abyatar untuk berbicara meyakinkan mereka dan mengganti Yoab dengan Amasa sebagai panglima perang raja. Pada akhirnya, seluruh tua-tua Yehuda sepakat mendukung Raja Daud untuk kembali memimpin sebagai Raja Israel.
Tidak mudah memulihkan kembali relasi yang telah rusak. Lebih-lebih bila keretakan hubungan disebabkan oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh salah satu pihak. Namun, Raja Daud—sebagai pihak yang dikhianati—memiliki hati yang besar, sehingga ia berinisiatif untuk menjalin relasi lebih dulu dengan orang-orang yang pernah menjadi seterunya. Sikap kebesaran hati dan pro-aktif ini memulihkan kembali relasi yang telah rusak. inilah yang harus dimiliki oleh setiap orang Kristen, lebih-lebih setelah kita sadar bahwa sebenarnya kita dulu adalah seteru Allah, namun Allah lebih dulu berinisiatif memulihkan relasi kita dengan-Nya lewat penebusan dalam Kristus Yesus. [FI]

Kemenangan yang Membawa Dukacita

2 Samuel 18

Konflik keluarga yang berujung pada tindakan pembunuhan adalah aib tersendiri dalam keluarga. Sadarilah bahwa setiap konflik dalam keluarga tidak akan berakhir dengan adanya pihak yang menang dan yang kalah, melainkan selalu membuat semua pihak yang berkonflik ter-sakiti dan mengalami kesedihan yang mendalam. Konflik ayah-anak yang terjadi antara Raja Daud dan Absalom dalam bacaan Alkitab hari ini makin memuncak. Tekad Absalom untuk membunuh ayahnya semakin bulat, Pasukan mereka sudah saling berhadapan dan pertempuran di wilayah hutan Efraim sudah tak terelakkan lagi.
Daud yang sadar bahwa jumlah pasukannya tidak sebanyak pasu-kan Absalom memakai strategi membagi pasukan menjadi tiga bagian yang masing-masing dipimpin oleh Yoab, Abisai, dan Itai. Kemungkinan besar, jumlah pasukan yang jauh lebih sedikit membuat Daud memilih untuk bertempur di area hutan yang dipenuhi pohon tarbantin. Akhirnya, terbukti bahwa strategi Daud itu sanggup membuat pasukan Israel yang mendukung Absalom terpukul mundur. Pohon-pohon tarbantin di hutan Efraim menjadi saksi bisu bagi tertumpahnya darah sekitar dua puluh ri-bu orang Israel dari kedua belah pihak (18:7). Nahas bagi Absalom! Saat ia menunggang bagal—yaitu peranakan kuda dan keledai—rambutnya tersangkut di pohon tarbantin, sedangkan bagal berjalan terus, sehingga tubuh Absalom tergantung di pohon itu. Saat mendapat kabar tentang kondisi Absalom, Yoab tidak mau membuang waktu. Ia mengabaikan pesan Raja Daud yang memintanya agar melindungi Absalom. Bagi Yo-ab, kematian Absalom adalah solusi untuk mengakhiri perang saudara. Ia menikam dada Absalom dengan lembing, dan kesepuluh bujangnya memukuli Absalom hingga tewas.
Kabar kematian Absalom—yang seharusnya merupakan kabar kemenangan—tidak dianggap sebagai kabar baik oleh Raja Daud, melainkan kabar dukacita. Kisah tragis berupa konflik dalam keluarga Raja Daud ini mengingatkan kita untuk tidak meremehkan konflik yang terjadi dalam keluarga. Sekecil apa pun konflik itu, usahakanlah untuk menyelesaikannya dengan baik berdasarkan kasih. Jangan biarkan benih kebencian yang bisa menghancurkan relasi muncul di antara anggota keluarga, melainkan bangunlah relasi dalam keluarga berdasarkan kasih Kristus. [FI]

Mana Yang Lebih Memikat Hatimu?

2 Samuel 11

Perangkap lalat Venus—atau Dionaea muscipula—adalah tanaman karnivora yang bisa menangkap mangsanya (serangga atau laba-laba) dengan struktur jebakan yang terbentuk dari belahan daun tanaman tersebut. Prosesnya terjadi ketika serangga yang terpikat dengan baunya hinggap di belahan daun tersebut. Saat serangga itu terlena dengan kenikmatan bau daun, daun itu akan mengatup secara tiba-tiba dan menjepitnya. Proses kerja tanaman ini mengingatkan kita akan cara kerja dosa yang tampak memikat, namun menjerat dan menghancurkan hidup manusia. Raja Daud juga tidak kebal menghadapi jerat dosa. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa terjadi saat ia merasa yakin akan menang dalam peperangan melawan bani Amon. Saat itu, ia memilih untuk tinggal di lingkungan istana yang nyaman, dan ia menyu-ruh Yoab maju berperang. Celakanya, dalam kenyamanan inilah, Daud melakukan dua dosa besar secara berentetan. Pertama, ia berzinah dengan Batsyeba, istri Uria. Raja Daud terpikat saat ia berada di atas sotoh istana dan melihat Batsyeba sedang mandi. Meski tahu bahwa Batsyeba telah memiliki suami, Raja Daud tetap menghampirinya sehingga Batsyeba mengandung. Kedua, demi menutupi skandal itu, Raja Daud nekat menyusun skenario untuk membunuh Uria dengan cara menempatkannya di barisan terdepan dalam pertempuran paling hebat melawan bani Amon. Dua dosa yang dilakukan Raja Daud ini sungguh menyedihkan mengingat bahwa sebelumnya, ia selalu beru-saha hidup benar di hadapan Allah. Namun, dosa bisa menjerat siapa saja, termasuk orang seperti Raja Daud. Sepanjang pasal 11 ini, nama TUHAN baru muncul di ayat terakhir. Hal ini menunjukkan kemerosotan rohani Raja Daud yang tidak lagi berpaut pada Tuhan. Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa perzinahan dan pembunuhan mengingatkan kita bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap godaan dosa. Kejatuhan banyak orang Kristen ke dalam dosa biasanya dimulai dengan kondisi rohani yang secara perlahan semakin menjauh dari Tuhan. Kondisi rohani seperti itu membuat daya pikat dosa yang menarik kita terasa menggiurkan. Tanpa sadar, kita bisa terperangkap dan akhirnya dosa menghancurkan hidup kita. Oleh karena itu, jangan beri kesempatan kepada dosa untuk memikat kita, namun hendaklah Allah sendiri yang diizinkan memikat hati kita senantiasa. [FI]

Kala Niat Baik Direspons Secara Buruk

2 Samuel 10

Pepatah Good intention is not good enough (Niat baik tidak cukup) mengungkapkan bahwa niat baik tidak selalu direspons dengan baik, bahkan bisa disalahpahami dan dihina. Lalu, bagaimana merespons kesalahpahaman terhadap niat baik kita? Apakah kita marah dan balas membenci? Inilah peristiwa yang dialami Raja Daud. Niat hatinya adalah hendak mengucapkan rasa belasungkawa yang tulus atas kematian Nahas, Raja Amon. Ternyata, beberapa pegawai yang dia utus ke negeri Amon tidak disambut dengan baik, tetapi malah dipermalukan oleh Raja Hanun—anak mendiang Raja Nahas—dengan cara mencukur janggut dan memotong pakaian mereka. Pada zaman itu, janggut yang dipeliha-ra adalah pembeda dari budak yang tidak berjanggut. Tindakan memo-tong janggut berarti merendahkan setara dengan budak, dan tindakan itu juga berarti merendahkan Raja Daud yang mengutus mereka. Inilah penyebab kebencian Raja Daud kepada bani Amon (10:6). Raja Amon sudah bisa menebak bahwa perlakuan mereka akan membuat Raja Daud berang. Mereka mempersiapkan koalisi dengan menyewa orang-orang Aram. Namun, pasukan Israel di bawah pimpinan Yoab yang dibantu oleh Abisai masih terlalu tangguh bagi mereka. Yoab dan tentaranya berhasil memukul kalah pasukan Aram, sehingga mereka melarikan diri dan tidak berani lagi membantu bani Amon. Melihat kekalahan itu, orang-orang Amon juga ikut melarikan diri. Respons Raja Hanun yang sangat buruk terhadap kedatangan para utusan Raja Daud yang hendak mengucapkan rasa belasungkawa menunjukkan bahwa niat baik kita bisa saja direspons secara buruk. Saat niat baik kita direspons secara buruk, kita harus waspada agar kita tidak membalas dengan cara yang lebih buruk. Kemarahan dan pembalasan Daud wajar karena dia dalam posisi sebagai kepala negara. Akan tetapi, orang Kristen pada masa kini tidak sepatutnya membalas respons buruk dengan kebencian. Kita harus belajar memaafkan kesalahan orang yang bersalah kepada kita karena kita pun telah lebih dulu mendapat peng-ampunan Allah melalui pengorbanan Kristus di kayu salib, padahal kita adalah orang berdosa yang patut menerima hukuman Allah. Kita harus belajar berbuat baik secara tulus sebagai respons terhadap kebaikan Tuhan yang telah kita terima. Saat niat baik kita direspons secara negatif pun, kita perlu berusaha untuk tetap mengasihi. [FI]

Tepati Janjimu!

2 Samuel 9

Ada sebuah lagu di era 80-an yang liriknya berbunyi, “Janji-janji tinggal janji, bulan madu hanya mimpi.” Lirik lagu tersebut memperlihatkan bahwa sebuah janji terkadang disepelekan. Adalah sangat mengesalkan bila kita melihat seseorang mengumbar janji, namun tidak menepatinya. Di dunia politik, tidak jarang kita menemukan janji-janji kosong yang bertebaran dalam kampanye seorang calon pemimpin, yang bertujuan menggaet pemilih sebanyak-banyaknya. Sebelum menjadi raja, pada momen perpisahan saat Yonatan menyuruh Daud melarikan diri dari kejaran Raja Saul, Daud bersumpah untuk memenuhi permintaan Yonatan—sahabatnya—bahwa di masa depan, ia akan menyayangi keturunan Yonatan (1 Samuel 20:15-17). Lama sesudah peristiwa itu berlalu, setelah Daud menjadi raja, ia mengingat janjinya kepada Yonatan. Selanjutnya, ia memanggil satu-satunya anak laki-laki Yonatan yang masih hidup yang bernama Mefiboset. Sayangnya, kedua kaki Mefiboset cacat akibat terjatuh saat dibawa melarikan diri oleh pengasuhnya (2 Samuel 4:4). Kondisi terpuruk dan cacat inilah yang membuat Mefiboset secara psikis (kejiwaan) mera-sa inferior (rendah diri). Di hadapan Raja Daud, dia menyamakan dirinya sebagai anjing mati (9:8), suatu ungkapan penghinaan terhadap diri sendiri. Raja Daud—yang menyadari keterpurukan Mefiboset—berusaha mengangkat martabatnya dengan mengembalikan tanah ladang yang menjadi harta milik keluarga Raja Saul kepadanya. Bahkan, Raja Daud mengundang Mefiboset untuk makan semeja dengannya sebagai bentuk penghormatan kepada Yonatan, sekaligus untuk menepati janjinya kepada Yonatan. Janji bagaikan hutang yang harus dilunasi. Demikianlah Daud menepati janjinya kepada Yonatan. Allah pun serius dengan persoalan janji. Walaupun manusia sering menyepelekan janji, justru kesetiaan Allah dibuktikan dengan menepati setiap janji yang diucapkan-Nya. Sebagai seorang Kristen, kita diminta untuk tidak sembarangan berjanji. Lebih-lebih bila kita tahu bahwa kita tidak mungkin bisa menepati janji itu. Meskipun terlihat sepele, salah satu wujud integritas yang bisa terlihat dalam hidup kita adalah apakah kita menganggap serius setiap janji yang kita ucapkan dan kita selalu berusaha menepatinya. Apakah Anda telah membiasakan diri untuk selalu menepati setiap janji yang Anda ucapkan? [FI]

Catatan Kemenangan Tuhan

2 Samuel 8

Apa yang diharapkan seseorang saat mengikuti sebuah perlombaan? Jelas bahwa yang diharapkan adalah meraih kemenangan. Jika hidup diibaratkan sebagai sebuah perjuangan, wajar bila kita mengharapkan kemenangan saat menghadapi semua tantangan hidup. Kemenangan tidak mudah diraih. Perlu kerja keras, peningkatan keterampilan, dan kedisiplinan untuk bisa meraih kemenangan. Semua usaha yang dilakukan membuat tidak jarang bahwa saat kemenangan diraih, seseorang beranggapan bahwa kesuksesannya semata-mata merupakan hasil kerja kerasnya sendiri. Selama menjadi raja Israel, Raja Daud memiliki catatan yang fantastis berupa berbagai kemenangan besar dalam pertempuran. Dalam 2 Samuel 8, tercatat bahwa ia dan pasukannya mengalahkan bangsa Filistin, Moab, Edom dan kerajaan-kerajaan kecil lainnya, serta memungut upeti atas mereka. Catatan kemenangan ini tidak bisa ditandingi oleh para raja Israel yang lain, baik pada masa sebelum maupun sesudah Daud. Tentu saja, semua kemenangan yang didapat harus disertai dengan kerja keras, kedisiplinan, dan keterampilan yang mumpuni. Namun, semua itu tidak boleh dijadikan alasan oleh Daud untuk bermegah atas dirinya. Penulis kitab 2 Samuel memberikan catatan, “TUHAN memberi kemenangan kepada Daud ke mana pun ia pergi berperang.” (8:14b). Kalimat ini meneguhkan keyakinan Daud, yaitu bahwa segala kemenangan yang ia raih bukanlah hasil usaha dirinya, melainkan pemberian Tuhan sebagai penggenapan janji-Nya kepada dirinya. Oleh karena itu, catatan kemenangan ini merupakan catatan kemenangan dari Tuhan yang diraih lewat perantaraan Daud. Sungguh luar biasa Tuhan kita! Sebagai orang percaya, kita diingatkan bahwa setiap hari kita harus berperang untuk menyelesaikan semua tugas, tanggung jawab, dan pergulatan hidup. Kekuatan kita tidak seberapa. Akan tetapi, dengan memercayai bahwa Tuhan di pihak kita, kita akan sanggup meraih kemenangan. Hanya bersama Tuhan saja yang membuat kita bisa menang. Oleh karena itu, kita harus mengandalkan Tuhan dalam segala sesuatu yang kita kerjakan, agar kita tidak menjadi pongah ketika kita mengalami keberhasilan dan kita tidak mengklaim bahwa keberhasilan itu semata-mata merupakan hasil usaha kita sendiri. [FI]

Jangan Baper!

2 Samuel 7

Penolakan adalah hal yang lumrah terjadi. Penolakan bisa kita alami saat kita melamar pekerjaan, mengajukan klaim asuransi, menawar harga barang, meminang untuk menikahi seseorang, dan sebagainya. Meski lumrah terjadi, tidak semua orang siap menghadapi penolakan, lebih-lebih jika orang itu merasa bahwa dirinya atau keinginannya layak diterima. Tidak mengherankan bila penolakan bisa mengakibatkan sakit hati atau membuat seseorang menjadi baper-artinya "bawa perasaan". Raja Daud adalah salah seorang yang pernah mengalami penolakan saat menempati kedudukan tertinggi sebagai raja. Tidak tanggung- tanggung, yang menolak justru Allah sendiri! Bermula saat Daud mengutarakan niat hatinya-untuk membangun Bait Allah-kepada Nabi Natan. Niat baik itu direspons baik oleh sang nabi. Namun, tak lama kemudian, Tuhan berfirman kepada Nabi Natan bahwa Dia tidak menghendaki Daud yang membangun Rumah bagi-Nya, melainkan la menghendaki agar anak Daud-lah yang membangunnya (7:13). Sekaligus, Tuhan menegaskan janji dan kesetiaan-Nya untuk menyertai Daud dan keturunannya, serta mengokohkan kerajaan Daud selama-lamanya. Perkataan Tuhan ini bukan sekadar menubuatkan bahwa Salomo yang akan membangun Bait Suci, namun juga menubuatkan kedatangan Mesias dari keturunan Daud, yang kerajaan-Nya kekal selama-lamanya. Nubuat itu digenapi dalam diri Tuhan Yesus, Sang Mesias, Pemilik kerajaan yang tak tergoncangkan itu. Bagaimana respons Raja Daud atas penolakan Tuhan yang disampaikan oleh nabi Natan? Penolakan itu tidak ditanggapi Daud dengan bersikap baper (bawa perasaan), melainkan ia datang kepada Tuhan serta memanjatkan doa syukur. Daud tidak menonjolkan ego (diri pribadi), melainkan ia menerima kehendak Allah serta menantikan pemenuhan janji Tuhan (7:18-29). Respons Raja Daud mengingatkan kita bahwa tidak semua keinginan dan permohonan kita akan dikabulkan Tuhan. Jangan memaksa Tuhan dengan dalih mengklaim janji-Nya! Sangat wajar jika Tuhan menolak keinginan kita yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Oleh karena itu, jangan bersikap baper Apakah Anda cukup rendah hati untuk bersedia mengoreksi agenda pribadi serta menyelaraskan agenda Anda dengan agenda Tuhan? [FI]

Jangan Meremehkan kekudusan

2 Samuel 6

Allah itu kudus dan Ia menghendaki agar umat-Nya hidup dalam kekudusan. Sayangnya, banyak orang Kristen yang mengabaikan kekudusan Allah dan melayani Dia tanpa kepekaan terhadap kehendak-Nya yang kudus. Setelah Raja Daud memindahkan ibukota Kerajaan Israel ke Yerusalem, ia berniat mengangkut tabut Allah ke Yerusalem. Rencana pemindahan Tabut Allah dari rumah Abinadab ke Yerusalem merupakan langkah pertama untuk mewujudkan kerinduan Raja Daud membangun Bait Suci di Yerusalem (Lihat 2 Samuel 7). Untuk mempersi-apkan pemindahan ini, ia mengumpulkan tiga puluh ribu orang pilihan di Israel sebagai pelaksana. Sayangnya, niat baik ini tidak disertai pema-haman tentang tata cara yang benar dalam mengangkut Tabut Allah, padahal Allah telah mengatur tata cara pemindahan yang ia kehendaki (Keluaran 25:12-15; Bilangan 4:5-6; 7:9). Meletakkan Tabut Allah di sebu-ah kereta yang ditarik oleh lembu tampaknya efektif, lebih-lebih karena perjalanan dari Kiryat-Yearim ke Yerusalem harus melewati wilayah perbukitan. Akan tetapi, cara mengangkut Tabut seperti itu tidak sesuai dengan kehendak Allah. Tragedi terjadi saat lembu-lembu penarik kereta tergelincir. Secara refleks, Uza mengulurkan tangan memegang Tabut Allah. Uza mati seketika karena menyentuh barang-barang kudus—seperti Tabut Allah—merupakan tindakan terlarang yang diancam dengan hukuman mati! (lihat Bilangan 4:15). Kisah kematian Uza membuat Daud marah! Sampai saat ini, orang yang tidak menyadari kekudusan Allah akan beranggapan bahwa tin-dakan Uza yang dilandasi niat baik itu bukanlah kesalahan fatal. Kisah kematian Uza mengingatkan bahwa kesadaran akan kekudusan Allah merupakan keyakinan yang esensial—atau mendasar—bagi setiap orang percaya. Umat Allah perlu menyadari bahwa sikap menghargai kekudusan Allah harus diungkapkan dengan cara-cara yang sesuai dengan kehendak Allah. Sadarilah bahwa ibadah kristiani bukan hanya menyangkut hal-hal yang terlihat seperti kehadiran secara fisik dalam ibadah dan tindakan memberi persembahan, tetapi ungkapan ibadah kita harus dilandasi sikap hati yang digerakkan oleh kesadaran akan kekudusan Allah. Dalam era Normal Baru saat ini, apakah Anda masih setia beribadah dengan segenap hati, walaupun kita kehilangan kebersamaan secara fisik? [FI]

Tahu Diri Di Hadapan Tuhan

2 Samuel 5:17-25

Tidak ada musuh yang abadi dan tidak ada kawan yang abadi. Ungkapan ini sering terdengar dalam dunia politik. Hal itu terlihat dalam hubungan Daud dengan bangsa Filistin. Saat Daud masih dianggap sebagai musuh Raja Saul, ia diterima untuk tinggal di Gat yang merupakan wilayah kekuasaan Filistin (1 Samuel 21:10-15). Setelah Daud menjadi Raja Israel, ia dianggap sebagai ancaman dan menjadi musuh yang harus mereka lenyapkan karena bangsa Israel adalah musuh bebuyutan bangsa Filistin. Bangsa Filistin kembali mengingat track record Daud yang luar biasa saat menjadi panglima perang Israel. Namun, mereka tidak sadar bahwa mereka bukan sedang berhadapan dengan Daud, melainkan dengan Tuhan Allah, Sang Penjaga Israel. Keputusan Daud untuk bertanya kepada Tuhan saat datang ancaman dari bangsa Filistin bersumber dari kesadaran bahwa Tuhan-lah Sang Raja dan Panglima Perang Israel yang sejati. Daud hanyalah pelaksana kehendak agung Tuhan atas umat-Nya, Israel. Atas persetujuan Tuhan, Daud menyusun siasat yang jitu, tepat seperti yang diperintahkan Tuhan kepadanya, sehingga ia berhasil memukul kalah orang Filistin. Secara manusiawi, sebagai seorang ahli perang yang pernah membunuh berlaksa-laksa musuh dan yang saat itu memegang kedudukan tertinggi sebagai raja, Daud mampu merancang strategi perang untuk memukul kalah bangsa Filistin dengan caranya sendiri. Oleh karena itu, sikap Daud yang mau merendahkan diri untuk bertanya kepada Tuhan menunjukkan kualitas kerohanian Daud yang sangat baik. Ia tetap bersikap “tahu diri” di hadapan Tuhan. Kedudukan, kekayaan dan ketenaran sangat mungkin membuat kita tidak sadar diri, sehingga kita menjadi lupa diri, bahkan membuat kita tidak bisa menempatkan diri secara tepat di hadapan Tuhan dan sesama. Orang-orang yang demikian akan berperilaku memperalat Tuhan. Bukannya bertanya, mereka malah memaksa Tuhan melaksanakan keinginan mereka. Bukannya merasa tidak layak di hadapan Tuhan, mereka malah lupa bahwa apa yang mereka capai semata-mata adalah berkat Tuhan. Daripada kebablasan dan menjadi tidak tahu diri, sebaiknya kita mulai memeriksa diri di hadapan Tuhan. Apakah Anda adalah pribadi yang sadar dan tahu diri di hadapan Allah? [FI]

Peka Terhadap Pimpinan Tuhan

2 Samuel 5:1-16

Seorang teman pernah berkata bahwa buah kesabaran adalah kita akan memperoleh hasil yang terbaik. Pernyataan ini tidak salah, namun juga tidak sepenuhnya benar. Realitasnya, kesabaran tidak selalu berbuah yang terbaik sebagaimana yang diharapkan. Selain tuntutan kesabaran untuk menanti waktu Tuhan, diperlukan pula kepekaan terhadap pimpinan Tuhan. Kepekaan ini hanya bisa kita miliki jika kita hidup dekat dengan Tuhan. Kepekaan seperti inilah yang dimiliki oleh Daud. Tentang kesabar-an, jelas bahwa Daud sudah cukup sabar. Saat masih di usia remaja, Na-bi Samuel telah mengurapi dia untuk menjadi raja Israel menggantikan Saul (1 Samuel 16), Daud memiliki beberapa kesempatan untuk merebut kedudukan sebagai raja Israel, baik dari Saul maupun dari Isyboset. Namun, kepekaan terhadap pimpinan Tuhan membuat ia tetap bersabar dan tidak bersikap gegabah dalam bertindak. Setelah para tua-tua seluruh Israel meminta dan mengurapi dia menjadi Raja seluruh Israel, barulah kehendak Allah atas dirinya terwujud. Langkah pertama yang dilakukan Daud setelah menjadi raja atas seluruh Israel adalah memerangi orang Yebus yang menguasai kota Yerusalem—sebagaimana perintah Tuhan pada zaman Musa (Ulangan 7:1-2)—dan memindahkan pemerintahan dari Hebron ke Yerusalem. Setelah istana yang megah dibangun di Yerusalem dan ketenteraman tercipta di antara umat Israel, Daud makin yakin bahwa Allah-lah yang mengokohkan posisinya sebagai raja dan mengangkat martabat pemerintahannya, semata-mata karena Allah mengasihi umat Israel. Allah sangat ingin membentuk anak-anak-Nya menjadi pribadi sebagaimana yang diinginkan-Nya, yaitu pribadi yang menyesuaikan setiap keputusan dalam hidupnya dengan kehendak dan pimpinan-Nya. Oleh karena itu, kita perlu membangun kepekaan terhadap pimpinan Tuhan dalam hidup kita. Kita mungkin sudah merasa cukup bersabar untuk tidak selalu mengikuti keinginan diri sendiri. Akan tetapi, kesabaran saja tidak cukup. Kita harus melatih kepekaan untuk mengenali kehendak dan pimpinan Tuhan dalam kehidupan kita melalui perenungan firman Tuhan, doa, serta melalui pengalaman hidup dalam mengikuti pimpinan Allah. Apakah Anda terus bertumbuh dalam hal kepekaan mengenali cara Tuhan memimpin kehidupan Anda? [FI]