Evaluasi Iman

Markus 9:14-29

Ada beberapa fakta menarik mengenai anak yang kerasukan roh yang membisukan dalam bacaan Alkitab hari ini. Di bagian yang paralel dalam Matius 17:15, anak ini sakit ayan dan sangat menderita serta sering jatuh ke dalam api dan ke dalam air. Hal itu dia alami sejak kecil (Markus 9:21). Bayangkan kepedihan hati orang tuanya yang telah tertimbun selama bertahun-tahun. Apa lagi, anak ini adalah anak satu-satunya (Lukas 9:38). Jelas bahwa orang tua anak ini pasti sudah mencari pertolongan ke mana-mana demi kesembuhan anak mereka. Harapan-mereka muncul setiap kali mendengar ada orang “hebat” yang sanggup mengusir roh jahat, tetapi mereka menuai kekecewaan karena anak mereka tetap tidak bisa sembuh. Ketika mendengar kabar tentang sosok Yesus Kristus yang berku-asa mengusir roh jahat, muncullah pengharapan sekiranya Yesus Kristus dapat menyembuhkan anak mereka. Akan tetapi, mereka tidak dapat segera bertemu dengan Yesus Kristus. Mula-mula, mereka bertemu dengan murid-murid Yesus Kristus yang menambah kekecewaan karena tidak bisa mengusir roh jahat dari anak mereka. Apakah nama Yesus Kristus kurang berkuasa? Apakah murid-murid kurang beriman? Kita tidak tahu, tetapi Yesus Kristus tahu apa yang ada dalam benak dan hati setiap murid-Nya. Ia berkata: “Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa.” (Markus 9:29). Mungkinkah para murid sudah terbiasa mengusir roh jahat sehingga mereka menjadi terlalu percaya diri sehingga kurang menggantungkan diri pada kuasa Tuhan? Kita tahu bahwa berdoa adalah salah satu bentuk kebergantungan mutlak kepada Sang Sumber Hidup. Apakah si ayah yang kurang beriman? Datang kepada Yesus karena mendengar Dia dapat menyembuhkan satu hal, tetapi sungguh-sungguh percaya bahwa Yesus Kristus dapat menyembuhkan adalah hal lain. Tidak mengherankan bila sang ayah ini berkata: “... Jika Engkau da-pat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami.” (9:22). Terde-ngar nada keputusasaan dalam kalimat itu. Keputusasaan membuahkan hasil yang seadanya saja. Mungkin, ia berkata dalam hati, “Minimal, kurangilah penderitaan anakku dan aku sebagai ayahnya. Paling tidak, angkatlah beberapa kebiasaannya yang mengancam jiwanya.” Bagaimana dengan iman kita? Mungkinkah sikap kita membuat Tuhan Yesus berkata, “Jika Aku dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! Hai kamu angkatan yang tidak percaya!” [GI Mario Novanno]

Mengalami dan Memaknai

Markus 9:1-13

Hampir seminggu setelah la berkata, ". sesungguhnya di antara Lorang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa," Tuhan Yesus mengajak tiga orang terdekatnya untuk mengalami sedikit penggenapan firman-Nya. Petrus, Yakobus, dan Yohanes diajak naik ke atas gunung yang tinggi untuk menyaksikan kemuliaan Yesus Kristus serta kehadiran Musa dan Elia. Ajakan ini sangat eksklusif! Bagaimana perasaan mereka? Petrus berkata, "Rabi, betapa bahagianya kami berada di tempat ini." (9:5). Akan tetapi, sebenarnya Petrus bingung dan mereka sangat ketakutan (9:6). Entah apa yang ada di benak mereka saat bertemu kembali dengan kesembilan murid yang lain. Mereka diminta Tuhan Yesus untuk tidak menceriterakan kepada seorang pun apa yang telah mereka saksikan hingga Anak manusia bangkit dari antara orang mati (9:9). Pasti ada keinginan besar untuk berbagi pengalaman yang luar biasa itu, tetapi mereka harus menahan diri untuk tidak membocorkannya. Mengapa? Tuhan Yesus pasti punya alasan yang tidak dapat disanggah untuk setiap hal yang la lakukan dan yang tidak la lakukan. Mengapa la hanya memilih tiga orang, bukan semua murid? Bukankah pemilihan yang eks- klusif berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan dalam relasi keduabelas murid-Nya? Apakah pemilihan itu hendak menghindarkan Yudas yang akan berkhianat atau Tomas yang selalu ingin bukti dan kadang-kadang sinis (Yohanes 13:21-26; 20:25; 11:16)? Kita tahu bahwa Petrus, Yakobus, dan Yohanes tidak lebih baik dari mereka. Petrus menyangkal Tuhan Yesus tiga kali, sedangkan Yakobus dan Yohanes adalah orang-orang yang ambisius (Markus 10:37). Apakah larangan menceritakan pengalaman melihat penampakan itu dimaksudkan untuk mencegah timbulnya konflik? Pertanyaan-pertanyaan di atas sangat mungkin terlintas dalam benak/ pikiran kita. Tetapi kita harus hati-hati dalam menjawab karena kita cenderung untuk menjawab menurut kehendak kita. Di dunia ini hanya tiga orang itu yang melihat kemuliaan Tuhan Yesus. Akan tetapi, saat itu, mereka gagal memahami dan memaknai apa yang mereka alami. Mereka tidak menjadi lebih rohani dibandingkan dengan rekan-rekan mereka. Jika kita mengalami pengalaman yang spektakuler dan fenomenal. tidak ada jaminan bahwa kita akan menjadi lebih rohani dibandingkan dengan orang lain, malah kita bisa menjadi sombong rohani. Belajarlah memaknai pengalaman kita secara tepatl [GI Mario Novanno]

Komitmen Kesetiaan

Yosua 24

Di pasal terakhir kitab Yosua, kembali Yosua mengumpulkan semua orang Israel—termasuk para tua tua, para kepala, para hakim, dan para pemimpin pasukan—di Sikhem. Yosua mengingatkan akan kasih setia Allah yang telah menyertai orang Israel keluar dari Tanah Mesir dan selanjutnya membawa mereka ke tanah Kanaan. Selanjutnya, Yosua mengingatkan bahwa Allah telah memberikan tanah Kanaan kepada umat Israel seperti apa yang telah dijanjikan-Nya, sehingga semua suku Israel bisa mendapatkan milik pusaka mereka masing masing. Yosua juga mengingatkan bahwa dalam perjalanan keluar dari Tanah Mesir menuju Tanah Kanaan, bangsa Israel mengalami begitu banyak tantangan, namun kekuatan Allah telah memberikan mereka kemenangan demi kemenangan. Garis besar sejarah janji dan penyertaan TUHAN kepada bangsa Israel itu merupakan landasan dalam memberi tantangan kepada umat Israel agar memiliki komitmen untuk setia beribadah kepada TUHAN. Terhadap tantangan tersebut, bangsa Israel berjanji untuk setia beribadah hanya kepada Tuhan, Allah Israel. Untuk memperkuat komitmen (tekad) umat Israel, Yosua mengikat perjanjian dengan orang Israel, menuliskan ketetapan dan peraturan dalam kitab hukum Allah, lalu ia mengambil sebuah batu besar dan mendirikannya sebagai saksi (tanda peringatan). Komitmen untuk setia beribadah kepada Allah itu ditepati sepanjang zaman Yosua dan sepanjang zaman para tua-tua yang hidup lebih lama daripada Yosua. Kesetiaan yang dituntut Allah dari anak-anak-Nya adalah kesetiaan seumur hidup. Tidak mudah untuk bisa tetap setia kepada Allah. Untuk bisa tetap setia kepada Allah, kita perlu memiliki komitmen (tekad) yang kuat. Supaya kita bisa mempertahankan komitmen kita, kita perlu selalu mengingat kasih setia dan kebaikan TUHAN. Kita perlu selalu mengingat pertolongan yang pernah diberikan-Nya terhadap diri kita. Kita perlu secara berkala memperbarui tekad kita untuk setia kepada-Nya. Kita memerlukan simbol-simbol yang bisa dilihat ulang (tanda salib, tulisan/catatan, dan sebagainya) agar kita bisa mengingat tekad kita untuk setia kepada-Nya. Kita juga memerlukan sebuah komunitas yang akan segera mengingatkan kita bila kita salah jalan dan mulai meninggalkan TUHAN. Apakah Anda juga telah memiliki komitmen (tekad) untuk setia kepada Tuhan? [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]

Jangan Lupakan Anugerah Allah!

Yosua 23

Setelah Yosua menjadi tua, ia memanggil umat Israel, para tua-tuanya, para kepalanya, para hakimnya, dan para pengatur pasukannya, untuk mengingatkan mereka agar tidak melupakan TUHAN. Yosua mengingatkan bangsa Israel bahwa kemenangan mereka dalam peperangan disebabkan karena TUHAN telah berperang bagi mereka. Bila setiap suku di Israel bisa memiliki milik pusaka (tanah warisan) di Tanah Kanaan, hal itu terwujud karena TUHAN telah menghalau penduduk setempat. Oleh karena itu, keamanan yang bisa dinikmati bangsa Israel merupakan anugerah Allah. Terhadap orang Kristen di sepanjang masa, Rasul Paulus mengingatkan, “Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya!” (Roma 11:36). Segala kebaikan yang bisa kita nikmati pada masa kini merupakan anugerah Allah, sehingga sudah sepatutnya bila seluruh kehidupan kita diabdikan untuk kemuliaan Allah. Mengingat anugerah Allah itu sangat penting bagi kehidupan orang percaya. Dari satu sisi, mengingat anugerah Allah akan membuat kita selalu bersyukur dan tidak gampang mengeluh saat menghadapi berbagai masalah. Dari sisi lain, mengingat anugerah Allah akan membuat kita selalu mencari dan mengharapkan pertolongan Allah saat menghadapi masalah apa pun. Bila kita selalu mengingat anugerah Allah, kita tidak akan mengikuti nasihat atau bujukan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Bila kita selalu mengingat anugerah Allah, kita akan diingatkan untuk tidak mengandalkan kekuatan sendiri, melainkan mengandalkan pertolongan dan kuasa Allah. Di akhir pasal 23 ini, Yosua mengulang pesan di akhir pasal 21, “... Sebab itu insaflah dengan segenap hatimu dan segenap jiwamu, bahwa satu pun dari segala yang baik yang telah dijanjikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, tidak ada yang tidak dipenuhi. Semuanya telah digenapi bagimu. Tidak ada satu pun yang tidak dipenuhi.” (23:14). Akan tetapi, Yosua juga mengingatkan akan kepastian datangnya hukuman TUHAN bila umat-Nya berlaku tidak setia dengan beribadah kepada allah lain (23:15-16). Anugerah Allah cukup—bahkan berlimpah—dalam kehidupan kita. Akan tetapi, kita tidak boleh meremehkan atau mencampakkan anugerah Tuhan, karena murka-Nya pasti akan tertimpa kepada mereka yang beribadah kepada allah lain. [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]

Allah itu Baik dan Setia

Yosua 21:43-22:34

Selesainya pembagian tanah bagi seluruh bangsa Israel menunjukkan bahwa Allah itu baik dan Ia setia kepada janji-Nya. Janji manusia tidak selalu bisa kita percayai, bukan hanya karena manusia bisa kehilangan kesetiaan, tetapi juga karena manusia tidak selalu mampu memenuhi janjinya. Akan tetapi, janji Allah dapat kita percayai karena Ia mampu memenuhi janji-Nya dan Ia tidak mungkin mengingkari janji-Nya, “Dari segala yang baik yang dijanjikan TUHAN kepada kaum Israel, tidak ada yang tidak dipenuhi; semuanya terpenuhi.” (21:45). Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa Allah tetap memenuhi janji yang Ia berikan kepada Abraham, Ishak, dan Yakub, walaupun umat Israel sering mengeluh (saat menginginkan daging maupun saat kekurangan air), bahkan sering berlaku tidak setia. Jelaslah bahwa kesetiaan Allah itu tidak pernah berubah dan tidak tergantung dari respons kita. “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya." (2 Timotius 2:13). Karena Allah itu baik dan Ia setia kepada janji-Nya, maka sudah sepatutnya bila kita merespons melalui kesetiaan kita kepada-Nya. Kesetiaan kita kepada Allah bisa diungkapkan dengan berbagai cara. Secara umum, kita harus mengungkapkan kesetiaan kita kepada Allah melalui kesetiaan beribadah dan kesetiaan melakukan kehendak Allah. Bagi bangsa Israel saat itu, kesetiaan dalam beribadah diungkapkan melalui kesetiaan menyelenggarakan peribadatan di Kemah Suci. Akan tetapi, karena Kemah Suci berada di sebelah Barat Sungai Yordan, dua setengah suku Israel yang diam di sebelah Timur Sungai Yordan (suku Ruben, suku Gad, dan setengah suku Manasye) memutuskan untuk membuat mezbah tiruan di sebelah Timur Sungai Yordan, bukan untuk menyelenggarakan peribadatan sendiri, tetapi untuk mengingatkan mereka bahwa mereka beribadah kepada Allah yang sama dengan saudara-saudara mereka yang berdiam di sebelah Barat Sungai Yordan. Pada masa kini, sebagian orang Kristen memakai tanda salib sebagai gantungan kalung atau hiasan dinding untuk mengingatkan diri mereka agar tetap setia kepada Yesus Kristus yang telah mati disalib untuk menebus dosa manusia. Kita bisa pula memasang hiasan dinding bertuliskan ayat Alkitab untuk mengingatkan kita akan janji Allah yang harus kita pegang atau kehendak Allah yang harus kita taati. [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]

Kota Perlindungan

Yosua 20:1-21:42

Manusia tidak bisa bebas dari kesalahan. Akan tetapi, harus dibeda-kan antara kesalahan yang disengaja dan kesalahan yang tidak disengaja. Orang yang membunuh dengan sengaja harus dihukum dan tidak boleh dilindungi. Akan tetapi, orang yang secara tidak sengaja me-nyebabkan kematian orang lain tidak boleh diperlakukan sama seperti seorang pembunuh yang membunuh dengan sengaja. Masalahnya, keluarga atau teman dari orang yang terbunuh (disebut sebagai “penuntut tebusan darah”) bisa dikuasai oleh emosi, lalu melakukan pembalasan dengan membunuh si pembunuh tanpa melakukan pemerik-saan apakah terjadinya pembunuhan itu disengaja atau tidak. Untuk menghindarkan tindakan pembalasan yang tidak pada tempatnya, Allah menetapkan kota-kota perlindungan di Israel. Di kota-kota perlindungan itu, si “penuntut tebusan darah” tidak boleh melakukan pembalasan dengan cara main hakim sendiri, melainkan harus melakukan penuntutan dalam suatu pengadilan resmi yang disebut “rapat jemaah” (pengadilan yang dipimpin para tua-tua dan orang Lewi di kota itu). Bila ternyata bahwa pembunuhan itu tidak disengaja, si pembunuh tak boleh dibunuh. Sekalipun demikian, si pembunuh tak boleh meninggalkan kota perlin-dungan sampai imam besar yang ada saat itu mati. Bila ia meninggalkan kota perlindungan, si penuntut tebusan darah tidak bersalah bila melakukan pembalasan. Setelah imam besar yang ada saat itu mening-gal dunia, barulah si pembunuh boleh pulang ke rumahnya dan masalah dianggap sudah selesai. Keberadaan kota perlindungan menunjukkan bahwa Allah itu adil dan Dia menghendaki agar umat-Nya berlaku adil. Keadilan Allah mem-buat Ia mencegah pengadilan yang sewenang-wenang, tetapi keadilan Allah pula yang membuat Dia menghukum orang yang berdosa. Ada enam kota perlindungan, tiga di sebelah Timur Sungai Yordan dan tiga di sebelah Barat Sungai Yordan. Letak keenam kota itu diatur tersebar di seluruh Israel agar tidak terlalu jauh dijangkau dari mana saja. Kota-kota perlindungan ini merupakan simbol bagi Allah sebagai tempat perlindungan (Ulangan 33:27; Mazmur 9:10; 14:6; 31:3,5; dan sebagainya). Bila kita tidak berlindung pada Allah, dosa yang kita lakukan akan terus mengejar diri kita. Syukurlah bahwa kematian Kristus di kayu salib telah menebus dosa orang yang percaya kepada-Nya! [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]

Pemimpin yang Menjadi Teladan

Yosua 18:11-19:51

Cara Yosua memimpin pembagian tanah memperlihatkan bahwa ia memang patut menjadi seorang pemimpin. Dia menyelesaikan dulu pembagian tanah untuk seluruh bangsa Israel, kemudian, barulah ia meminta tanah yang menjadi bagiannya (19:49). Sebagai seorang dari suku Efraim, Yosua mewarisi kota Timnat-Serah yang terletak di pegunungan Efraim. Kota ini terletak di daerah pegunungan yang tidak subur serta dikelilingi oleh lembah yang curam dan bukit yang terjal. Kota Timnat-Serah itu harus ia bangun lebih dulu. Setelah itu, barulah dia bisa menetap di sana dengan nyaman (19:50). Dengan demikian, walaupun Yosua adalah pemimpin tertinggi bangsa Israel sesudah Musa wafat, jelas terlihat bahwa Yosua adalah seorang pemimpin yang tidak mementingkan dirinya sendiri. Baginya, mengurus kepentingan seluruh Israel harus lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi. Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita akan ajaran Tuhan Ye-sus tentang kepemimpinan, "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Matius 20:25b-28). Bagi Tuhan Yesus, seorang pemimpin tidak boleh memimpin dengan sewenang-wenang, tetapi harus memim-pin dengan cara melayani. Sebagai pemimpin Israel, Yosua tidak mencari kesenangan diri sendiri. Dia berusaha menyelesaikan dulu tugasnya sampai tuntas dalam hal pembagian tanah bagi seluruh bangsa Israel. Sesudah itu, barulah ia meminta tanah yang menjadi bagiannya. Tanah yang dia minta pun bukan kota yang sudah dibangun rapi (siap pakai), melainkan kota yang harus dia bangun lebih dulu supaya nyaman untuk ditempati. Adanya pemimpin nasional yang melayani rakyat merupakan dambaan rakyat di semua negara sampai saat ini. Bila Anda adalah seorang pemimpin, Anda harus selalu mengingat bahwa setiap pemimpin harus melayani orang-orang yang dipimpinnya, bukan menuntut untuk dilayani. [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]

Pakailah Kacamata Iman!

Yosua 16::1-18:10

Sikap bani Yusuf (suku Manasye dan suku Efraim) dalam pasal 17 kontras (sangat berbeda) dengan sikap Kaleb dalam pasal 14. Dia tidak gentar menghadapi orang-orang Enak (14:12-15) yang tubuhnya besar-besar (karena orang-orang Enak itu termasuk keturunan raksasa), sedangkan bani Yusuf nampak gentar menghadapi medan yang sulit (mereka harus membuka hutan) dan musuh yang nampak kuat (memiliki kereta besi, 17:15-18). Alasan permintaan mereka kepada Yosua pun berbeda: Kaleb menuntut pemenuhan janji Allah kepada dirinya (14:9-12), sedangkan bani Yusuf merasa bahwa bagian tanah yang diberikan kepada mereka terlalu sedikit, sehingga mereka meminta warisan tanah yang lebih luas. Sayangnya, bani Yusuf menghendaki agar warisan yang diperuntukkan bagi mereka adalah wilayah yang dapat direbut dengan mudah (17:16). Perbedaan sikap di atas disebabkan karena Kaleb memiliki iman yang luar biasa. Mata Kaleb tertuju kepada Allah yang Mahakuasa dan yang menyertai dia, sehingga ia merasa sanggup (tidak merasa takut) menghadapi segala bahaya dan tantangan. Sebaliknya, mata bani Yusuf tertuju kepada kekuatan musuh yang besar dan dilengkapi dengan kereta besi, sehingga mereka merasa takut dan kuatir. Mereka lupa bahwa mereka adalah bangsa yang besar yang memiliki Allah yang telah melakukan banyak hal yang besar bagi mereka. Jelaslah bahwa bani Yusuf tidak berani memercayai kekuatan Allah saat harus menghadapi tantangan yang menghadang. Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita bahwa bila kita hanya memperhatikan kelemahan diri kita sendiri, kita akan melihat semua masalah dan tantangan yang menghadang dalam kehidupan kita sebagai masalah besar yang tidak akan sanggup kita hadapi. Akan tetapi, bila kita mengandalkan Tuhan, tidak ada masalah atau tantangan yang terlalu besar. Kita harus senantiasa mengingat perbuatan Tuhan di masa lalu dalam kehidupan kita agar kita bisa tetap memiliki pandangan yang dilandasi oleh iman saat menghadapi masalah apa pun. Dari satu sisi, kita perlu menyadari bahwa tanpa Tuhan, kita ini lemah (Yohanes 15:5). Dari sisi lain, kita harus percaya kepada TUHAN dengan segenap hati dan tidak bersandar kepada pengertian kita sendiri (Amsal 3:5). Kita harus memandang setiap masalah dengan kacamata iman! [GI Mathindas Wenas]

Semangat yang Dilandasi oleh Iman

Yosua 14-15

Kaleb adalah seorang dari dua belas pengintai yang diutus Musa untuk memata-matai kota Yerikho. Ia berasal dari suku Yehuda. Dari dua belas orang pengintai, ada sepuluh orang yang merasa gentar dan mengatakan bahwa kota Yerikho adalah kota berkubu yang dihuni oleh pahlawan-pahlawan yang gagah perkasa, sehingga orang Israel tidak akan sanggup mengalahkan kota atau negeri Kanaan. Hanya Kaleb dan Yosua yang meyakini bahwa orang Israel pasti sanggup menaklukkan kota-kota itu karena Tuhan menyertai mereka. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Kaleb datang menemui Yosua untuk meminta milik pusaka bagi dirinya. Ada dua hal menarik yang terkandung dalam perkataan Kaleb: Pertama, Kaleb meminta Kiryat-arba atau Hebron (14:12-15). Permintaan ini aneh karena pada umumnya, orang akan meminta tempat yang baik dan mudah diperoleh, sedangkan Kiryat-Arba adalah tempat tinggal Orang Enak (suku raksasa) dan kota-kotanya berkubu (sukar dirobohkan). Apa lagi, Arba adalah orang yang paling besar diantara Orang Enak. Kedua, Kaleb berkata, “pada waktu ini aku masih sama kuat seperti pada waktu aku disuruh Musa; seperti kekuatanku pada waktu itu demikianlah kekuatanku sekarang untuk berperang dan untuk keluar masuk.” (14:11). Kaleb merasa bahwa kondisinya saat itu masih prima (sama kuat dengan kondisi 45 tahun sebelumnya, 14:10), sehingga ia masih sanggup berperang. Apa yang membuat Kaleb yakin bahwa ia akan mampu menaklukkan Hebron? Keyakinan Kaleb—bahwa dia akan sanggup merebut pegunungan yang dijanjikan Tuhan kepadanya itu—dilandasi oleh keyakinan akan penyertaan Tuhan (14:12). Jelaslah bahwa bagi Kaleb, jika Tuhan menyertai, maka dia akan sanggup mengalahkan orang-orang Enak yang merupakan keturunan raksasa tersebut. Kaleb tidak mengandalkan kekuatannya sendiri, melainkan ia mempercayai kekuatan dan pertolonganTuhan. Jika kita memiliki iman seperti Kaleb, kita tidak akan takut atau kuatir saat menghadapi persoalan apa pun. Mungkin saja, masalah yang kita hadapi melampaui kekuatan kita. Akan tetapi, jika kita percaya bahwa Tuhan Yesus menyertai kita, kita tidak perlu takut atau gentar menghadapi masalah, kesulitan, atau tantangan apa pun karena Tuhan Yesus lebih besar daripada semua masalah kita. [GI Mathindas Wenas]

Tanah Perjanjian

Yosua 12-13

Bangsa Israel telah berhasil menaklukkan dua orang raja (Sihon dan Og) di sebelah Timur sungai Yordan pada zaman Musa, serta telah menaklukkan tiga puluh satu raja di sebelah Barat sungai Yordan di bawah kepemimpinan Yosua (pasal 12). Ingatlah bahwa Tanah Perjanji-an harus direbut melalui peperangan. Sekalipun daerah yang ditaklukkan oleh bangsa Israel sudah cukup luas, masih banyak daerah lain yang tercakup dalam Tanah Perjanjian (tanah yang dijanjikan Allah untuk diberikan kepada bangsa Israel) yang belum berhasil direbut pada masa tua Yosua (pasal 13). Sekalipun demikian, Allah memerintahkan supaya Tanah Perjanjian itu dibagi-bagi lebih dulu. Pada zaman Musa, daerah sebelah Timur sungai Yordan telah diberikan kepada suku Ruben, suku Gad, dan setengah suku Manasye. Oleh karena itu, daerah sebelah Barat sungai Yordan dibagi oleh Yosua kepada setengah suku Manasye yang tersisa dan sembilan suku Israel yang lain. Perhatikan bahwa keturunan Yusuf dihitung sebagai dua suku (Manasye dan Efraim), sedangkan suku Lewi tidak memperoleh bagian warisan tanah karena tugas mereka adalah mengurus segala hal yang berkaitan dengan peribadatan, sehingga mereka tidak ikut bertani. Pembagian Tanah Kanaan yang dibicarakan dalam pasal ini dan pasal-pasal selanjutnya menjelaskan bahwa Tanah Perjanjian adalah tanah yang disiapkan Allah sebagai warisan bagi bangsa Israel. Tanah Perjanjian ini telah dijanjikan kepada Abraham (Kejadian 12:1,7; 13:14-17; 15:7,18-21; 17:8; 24:7) dan berturut-turut diwariskan kepada Ishak (Kejadian 17:19-21; 26:3) dan Yakub (Kejadian 28:13-15; 35:12). Janji TUHAN ini mulai dipenuhi pada masa akhir kehidupan Musa (melalui penaklukan daerah sebelah Timur sungai Yordan), dan pemenuhan janji tersebut berlanjut pada masa Yosua. Pembagian Tanah Perjanjian yang dilakukan sebelum penaklukan seluruh wilayah yang tercakup selesai menunjukkan bahwa kepemilikan Tanah Perjanjian merupakan bagian dari rencana Allah. Berbagai pertempuran yang dikisahkan dalam kitab Yosua ini menunjukkan bahwa Allah sendiri yang berperang bagi bangsa Israel, sehingga keberhasilan merampas Tanah Perjanjian merupakan anugerah Allah. Tanah Perjanjian yang dianugerahkan bagi bangsa israel itu adalah gambaran bagi Sorga yang dijanjikan bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus pada masa kini (Yohanes 14:1-6). [GI Mathindas Wenas/GI Purnama]