Bukti Kesetiaan Tuhan (1)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 21

Berapa lamakah seorang ayah dapat memendam kemarahan terhadap anaknya? Jawabannya tentu bervariasi, tergantung dari sifat dan karakter sang ayah serta tingkat kesalahan sang anak. Namun, seorang ayah yang baik dan normal pasti tidak akan berlama-lama marah kepada anak tercintanya, karena kasih akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan.

Kira-kira demikianlah hal yang terjadi antara Tuhan dengan Abraham. Abraham telah mengecewakan Tuhan karena ketidaktaatannya dalam pasal 20. Namun, Tuhan—dengan cinta kasih-Nya—kembali menyayangi dan mengingat janji-Nya kepada Abraham, dengan cara melakukan mujizat pada diri Sara—istri Abraham. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Sara didapati mengandung dan melahirkan anak—yaitu Ishak—yang sudah dinantikan oleh Abraham dan Sara selama puluhan tahun lamanya. Inilah bentuk tertinggi anugerah Allah pada diri Abraham, selain anugerah dalam wujud pilihan Allah kepadanya sebagai bapa semua orang beriman. Pemberian Ishak disebut sebagai “anugerah” karena pada saat itu, Abraham sama sekali tidak layak menerima pemberian Tuhan, bahkan lebih pantas menerima hukuman atas ketidaktaatannya. Tuhan mengajarkan kepadanya bahwa janji-Nya tidak pernah salah dan tidak pernah terlambat, sekalipun objek anugerah-Nya tersebut sebenarnya tidak layak menerima pemberian Tuhan.

Kelahiran Ishak merupakan kisah tentang anugerah Tuhan yang luar biasa bagi bangsa Israel. Bangsa Israel termasuk dalam garis keturunan istri Abraham yang sah, yaitu Sara, bukan termasuk dalam garis keturunan Ismael yang termasuk dalam garis keturunan Hagar, pembantu Sara. Kenyataan ini sangatlah penting karena merupakan bentuk ungkapan penggenapan janji berkat Tuhan, yaitu bahwa keturunan Abraham akan begitu banyak seperti pasir di tepi pantai. Ingatlah bahwa jika Ishak tidak pernah dilahirkan, bangsa Israel tidak pernah ada di dunia ini!

Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita tentang begitu besarnya kasih karunia serta kesetiaan Tuhan terhadap semua anak-Nya. Apa pun dosa dan kesalahan kita, serta betapa pun tidak layaknya kita di hadapan Tuhan, Ia tetap setia pada janji-Nya dan Ia akan terus memberikan anugerah demi anugerah yang baru setiap hari bagi kita semua. Haleluya! [Sung]

Bersandar kepada Anugerah Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 20

Pada pembahasan Kejadian 19 kemarin, kita menemukan fakta kegagalan Lot untuk setia pada janji Allah, yang bahkan membawa pada kehancuran diri Lot dan keluarganya. Dengan demikian, mungkin sebagian orang sudah menarik kesimpulan bahwa Lot sudah terbukti kalah iman dari Abraham yang jauh lebih setia pada janji Tuhan. Benarkah demikian?

Pasal 20 seolah-olah merupakan perbandingan langsung (head to head) antara iman Lot (pasal 19) dengan iman Abraham, yang ditulis dalam konteks latar belakang yang hampir sama. Pasal 20 menceritakan cara Abraham menangani masalah yang mengancam keselamatan jiwanya. Apa saja yang ia lakukan? Pertama, ia takut bahwa dirinya akan dibunuh oleh raja Abimelekh yang dikuatirkan akan merampas Sara, istri Abraham (sesuai dengan tradisi pada zaman dulu), padahal tidak ada indikasi terhadap adanya ancaman tersebut. Dengan kata lain, Abraham bersikap paranoid (terlalu curiga) terhadap masalah yang belum terjadi. Kedua, karena paranoid, ia berupaya mengamankan diri lebih dulu dengan mengatakan bahwa Sara adalah saudaranya, bukan istrinya, sehingga akhirnya justru memicu tindakan Abimelekh yang hendak mengawini Sara dan mengakibatkan murka Tuhan. Sikap Abraham ini memalukan karena sebagai seorang suami, seharusnya ia melindungi istrinya dari ancaman, bukan malahan lari menyelamatkan diri. Ketiga, tidak ada indikasi sedikit pun bahwa Abraham bertanya apakah Tuhan menghendaki ia pergi dan menetap di Gerar, dan tidak ada indikasi bahwa ia berdoa memohon perlindungan Tuhan, padahal Tuhan baru saja menjumpainya di pasal sebelumnya. Ini adalah teladan yang buruk dari Bapa semua orang beriman! Untunglah bahwa Tuhan langsung mengintervensi peluang terjadinya dosa perzinahan tersebut, sehingga tidak muncul masalah baru!

Apa yang terjadi pada diri Abraham seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua, bahwa sesungguhnya tiada seorang manusia pun yang mampu setia untuk terus beriman pada Tuhan, bahkan Abraham pun tidak! Hanya melalui ketaatan dan kerelaan untuk berserah dan bersandar pada anugerah Tuhan saja yang bisa membuat kita tetap setia terhadap janji Tuhan! Kiranya Tuhan selalu mencurahkan anugerah-Nya pada kita semua untuk taat dan setia pada janji-Nya! [Sung]

Kehancuran Orang yang Tidak Setia

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 19

Salah satu tawaran dunia yang paling menggiurkan adalah kesuksesan dan kemakmuran. Oleh karena itu, tidak jarang kita temui umat Allah yang membandingkan level kemakmuran yang mereka peroleh dari Tuhan dan dari dunia. Tidak jarang pula kita melihat orang yang menukar kemuliaan Tuhan dengan kemakmuran dunia yang tampak lebih menarik. Kira-kira demikianlah isi pasal 19, yang jelas merupakan perbandingan antara keluarga Lot dengan Abraham, dengan Lot sebagai pihak antagonis (tokoh lawan). Dalam Kejadian 13, kita sudah membaca tentang alasan keberadaan keluarga Lot di wilayah dekat Sodom dan Gomora. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana Lot memandang statusnya sebagai umat pilihan Tuhan. Apakah cara pandana Lot tentang statusnya sama dengan cara pandang Abraham? Sayangnya tidak!

Pertama, Lot tidak peduli apakah Tuhan berkenan atau tidak terhadap keputusannya untuk tinggal di Sodom dan Gomora yang bermotifkan kemakmuran hidup (Kejadian 13). Bahkan, saat mereka kabur, istrinya menoleh ke belakang untuk melihat harta miliknya sehingga ia dihukum Tuhan menjadi tiang garam. Kedua, Lot gagal menjalankan fungsi sebagai wakil Tuhan dalam keluarganya. Ia bahkan rela menyerahkan kedua anak gadisnya kepada masyarakat Sodom dan Gomora yang dikuasai nafsu seks. Perbuatan kedua anaknya yang hamil dari benih Lot (ayahnya sendiri) merupakan bukti kuat tentang kegagalan Lot dalam kesetiaannya terhadap Allah. Ketiga, Lot gagal menjalankan peran membawa orang untuk menjadi percaya kepada Allah. Kedua calon menantunya pun gagal ia bawa untuk mengenal kasih anugerah Allah. Lalu, bagaimana ia bisa mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah?

Seringkali tawaran kemakmuran dan kesuksesan dunia begitu menyilaukan umat Allah, sehingga mereka tergiur untuk merengkuhnya. Namun, akhirnya mereka terpaksa menukar kemuliaan Allah yang kekal dengan kepuasan dunia yang semu (bandingkan dengan Matius 16:26). Tidaklah salah bila Tuhan Yesus menegaskan bahwa mereka yang hatinya lebih mengutamakan kepuasan dunia adalah “orang bodoh” (Lukas 12:20), karena mereka menukar harta abadi yang tidak bisa dimakan ngengat dan karat serta dibongkar pencuri (Matius 6:20) dengan harta yang akan ditinggal saat mati. Apa yang Anda pilih: Kepuasan duniawi atau harta surgawi yang dijanjikan Allah? [Sung]

Doa Sebagai Bentuk Percaya

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 18:16-33

Perikop ini sangat menarik karena seolah-olah tidak berhubungan dengan perikop di atasnya yang berkisah tentang janji keturunan Abraham. Namun, sebenarnya tidaklah demikian. Perikop ini justru masih menceritakan tindakan Allah yang memproses iman Abraham untuk setia pada janji Allah!

Perikop ini dimulai dengan pernyataan Tuhan bahwa Ia akan memusnahkan seluruh penduduk Sodom dan Gomora yang sudah hidup sedemikian jahat di hadapan Allah dan layak menerima murka-Nya. Namun, secara mengejutkan, Allah kemudian membuka pintu untuk bernegosiasi dengan Abraham mengenai nasib orang Sodom dan Gomora, padahal sesungguhnya Abraham tidak memiliki kapasitas untuk mewakili mereka semua. Tindakan Allah tersebut harus kita pahami bukan untuk mengajar Abraham agar menjadi penguasa yang berhak memutuskan nasib penduduk Sodom dan Gomora, melainkan sebagai suatu proses latihan yang Allah berikan untuk melihat kompetensi Abraham sebagai bapa atau wakil umat pilihan Allah!

Pada titik inilah, Abraham mulai memahami bahwa sudah menjadi tugasnya untuk mewakili umat manusia di hadapan Tuhan untuk memohon pengampunan kepada Allah. Angka 50, 45, 40, 30, 20 dan terakhir 10 orang percaya yang menjadi titik negosiasi Abraham dengan Allah tersebut sesungguhnya bukan menjadi inti perhatian perikop ini. Akan tetapi, fokus utama perikop ini adalah tentang kesungguhan hati Abraham dalam mendoakan penduduk Sodom dan Gomora sebagai bukti ketaatan dan kepercayaannya terhadap janji Allah! Meskipun hasilnya tidak memuaskan, Tuhan tetap puas karena melalui peristiwa ini, Abraham semakin bertumbuh dan semakin siap melayani Allah!

Bagaimana dengan jemaat Tuhan di zaman ini? Sudahkah Anda menjalankan tugas Anda mewakili umat manusia, atau setidaknya keluarga Anda sendiri—dalam doa-doa Anda, atau Anda mengabaikan tugas tersebut dengan berdalih biarlah orang lain yang mengerjakan tugas tersebut? Ingatlah bahwa kesetiaan Anda dalam mendoakan orang lain merupakan bukti bahwa Anda mempercayai janji-janji Allah. Semoga kita semua dimampukan Tuhan untuk melaksanakan tugas yang mahapenting tersebut bagi kemuliaan Allah! [Sung]

Percaya terhadap Janji Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 18:1-15

Dalam suatu karya sastra yang dikerjakan secara teliti, biasanya jarang terjadi pengulangan tema yang mirip dengan bagian sebelumnya, apalagi yang baru saja dibahas pada halaman sebelumnya, kecuali bila penulis hendak menekankan suatu hal penting yang wajib diperhatikan pembacanya. Demikian pula halnya dengan pasal 18:1-15 yang merupakan pengulangan terhadap janji Allah di pasal 17. Mengapa Allah mengulangi janji tersebut, padahal Abraham sendiri telah bersumpah setia melalui sunat? Ternyata sasaran utama Allah bukan Abraham, tetapi Sara.

Setelah menyampaikan sedikit latar belakang konteks, penulis menyampaikan inti pesan perikop ini, yaitu bahwa Tuhan berjanji untuk datang kembali pada tahun berikutnya guna menjumpai Abraham (18:10). Kala kunjungan itu terjadi, Abraham akan sudah memiliki keturunan sendiri dari istrinya, yaitu Sara. Hal itu terdengar mustahil terjadi mengingat bahwa Abraham sudah tua dan istrinya (Sara) sudah masuk masa menopause (berhenti haid). Tidak mengherankan bila Sara menertawakan ucapan Tuhan tersebut (18:12).

Sikap Sara sebenarnya wajar. Siapa pun—termasuk kita—bisa saja bersikap seperti Sara bila berada pada kondisi seperti itu. Melalui kondisi seperti itu, Tuhan memproses iman Abraham dan keluarganya. Bagi Tuhan, kesetiaan terhadap perjanjian-Nya (pasal 17) tidak cukup bila hanya diungkapkan dengan tanda sunat saja, melainkan harus disertai hati yang percaya pada kepastian janji Allah. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus memberi penilaian positif terhadap iman Abraham, yaitu bahwa Abraham percaya kepada Allah. Walaupun tubuhnya makin lemah, imannya tidak menjadi lemah. Ia tidak bimbang terhadap janji Allah. Ia yakin bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah dijanjikan kepadanya (Roma 4:18-21). Namun, ingatlah bahwa iman Abraham yang luar biasa itu telah melalui proses pergumulan yang tidak mudah.

Bagaimana dengan Anda? Bila Anda sudah mengaku percaya dan beriman kepada Yesus Kristus, apakah Anda sungguh-sungguh mengimani dan mengamini janji Allah, walaupun janji itu kadang-kadang terdengar mustahil secara nalar atau logika? Apakah Anda menilai janji Tuhan berdasarkan logika dan memilih untuk hanya memercayai hal-hal yang logis saja? Apakah Anda menunggu Allah membuktikan kebenaran janji-Nya sebelum Anda bisa mempercayai janji tersebut? [Sung]

Mengenal & Serupa dengan Yesus (Tahun Baru)

Minggu, 1 Januari 2017

Bacaan Alkitab hari ini:
Filipi 3:10-11

Filipi 3:10 menyatakan tekad Paulus, yaitu bahwa dia selalu ingin mengenal Yesus. “Mengenal” bukan hanya dalam arti memiliki pengetahuan tentang Yesus, tetapi juga berarti mengalami Yesus. Mengenal Yesus adalah menyatu secara intim dengan Yesus. Melalui pengenalan dan pengalaman dengan Yesus, sifat Paulus diubah menjadi semakin mirip dengan sifat Yesus. Ada dua hal penting terjadi ketika seseorang benar-benar mengenal, mengalami, dan menyatu dengan Yesus Kristus:

Pertama, dia akan mengalami kuasa kebangkitan Yesus. Kuasa ini merupakan sumber kekuatan yang memberi kemenangan atas ketakutan, penderitaan, dan bahkan atas kematian. Kedua,dia akan menyatu dan mendapat bagian dalam penderitaan Yesus Kristus. Penderitaan dan kematian Yesus adalah perwujudan cinta kasih-Nya kepada manusia berdosa. Paulus sadar bahwa menyatu dengan Yesus bukan hanya menyatu dengan kekuatan Yesus, tetapi juga menyatu dengan penderitaan dan kematian Yesus. Bahkan, menurut Paulus, kesediaan dan kesetiaan untuk memikul salib, untuk berkorban, dan bahkan untuk mati bagi pelaksanaan misi Allah membuat Paulus sungguh-sungguh mirip dan serupa dengan Tuhan Yesus. Tetapi, untuk dapat berkorban dan mati seperti Kristus, Paulus membutuhkan kekuatan. Kuasa kebangkitan Yesus Itulah yang mengalahkan segala kelemahannya.

Memasuki tahun baru ini, milikilah komitmen untuk semakin mengenal, mengalami dan menyatu dengan Yesus Kristus. Kiranya kita kian mengalami kuasa Yesus, yaitu kuasa yang memampukan kita hidup dan melayani Allah dengan penuh kesungguhan dan pengorbanan, bahkan dengan setia memikul salib seperti yang Yesus sudah lakukan untuk kita. [AH]

Lukas 9:23b
“Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku.”

Banyak Kejutan di Akhir Zaman

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 7:15-29

Di bagian penutup khotbah di bukit, Tuhan Yesus mengingatkan para pendengarnya untuk berhati-hati terhadap para nabi palsu (7:15-20) dan para pengikut palsu (7:21-23). Perbedaan antara pengikut sejati dan pengikut palsu terlihat dari respons terhadap pengajaran Tuhan Yesus (7:24-27). Walaupun sama-sama mendengar, pengikut sejati melakukan apa yang mereka dengar, sedangkan pengikut palsu tidak melakukannya. Dengan mendengar dan melakukan pengajaran Tuhan Yesus, kita melakukan kehendak Bapa di Sorga (7:21). Para pendengar takjub karena Tuhan Yesus mengajar sebagai orang yang berkuasa (7:28-29), tidak seperti para ahli Taurat yang sering mengutip pendapat orang lain yang dianggap berwewenang sebagai sumber otoritas. Yesus Kristus berkuasa menentukan siapa yang boleh masuk dalam Kerajaan Sorga (7:21-23). Dia juga menyejajarkan ajaran-Nya dengan Firman Tuhan (7:24, 26).

Pada saat penghakiman terakhir, Tuhan Yesus menguraikan bahwa akan ada banyak kejutan saat itu. Kepalsuan para pengikut akan terbongkar. Para pengikut palsu ini mengotot bahwa mereka benar di hadapan Tuhan berdasarkan segala pelayanan yang mereka lakukan demi nama Tuhan Yesus, yang terlihat spektakuler dan mereka anggap bakal mengesankan Tuhan (7:22). Akan tetapi, Tuhan Yesus sama sekali tidak terkesan dan Ia berkata, “Aku tidak pernah mengenal kamu! ... ” (7:23).

Apakah yang harus kita lakukan agar kita bisa diterima oleh Tuhan? Segala kesalehan kita hanya seperti kain kotor di mata Tuhan. Tidak ada yang dapat kita lakukan untuk layak mendapat perkenanan Tuhan. Akan tetapi, syukur kepada Allah! Allah tidak diam di Sorga melihat umat-Nya hidup menuju kehancuran. Allah tidak hanya mengutus para nabi-Nya, tetapi Ia sendiri datang ke dunia melalui Yesus Kristus untuk menyatakan cinta-Nya kepada kita. Yesus Kristus mati di kayu salib untuk menanggung murka Allah, sehingga kita bisa diterima Allah dan memuliakan Dia. Inilah yang paling membedakan kekristenan dengan kepercayaan yang lain! Kepercayaan atau agama lain mendorong kita melakukan sesuatu—perbuatan baik atau amal—supaya kita dapat diterima oleh Allah. Akan tetapi, orang Kristen berbuat baik sebagai respons terhadap Allah yang sudah menerima dan mengasihi kita apa adanya. Salib adalah bukti dari kasih dan anugerah Allah dalam hidup kita. Apakah Anda masih terkagum-kagum akan salib Kristus saat ini? [FL]

Perintah Mengasihi Sesama

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 7:1-14

Matius 5:17-7:12 adalah penjelasan Tuhan Yesus tentang ajaran Perjanjian Lama (“hukum Taurat dan kitab para nabi”, 7:12). Dalam bahasa asli Alkitab (yaitu bahasa Yunani), kata pertama yang terdapat dalam 7:12 adalah kata Oun, yang artinya “oleh karena itu”. Kata ini menunjukkan bahwa 7:12 adalah kesimpulan dari ayat-ayat sebelumnya. Jadi, inti ajaran Perjanjian Lama adalah “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.” (7:12a). Perhatikan bahwa kata “seluruh” dalam 7:12 tidak ada dalam bahasa asli Alkitab. Dalam Matius 22:37-39, dijelaskan bahwa inti ajaran dari seluruh Perjanjian Lama adalah mengasihi Allah dengan segenap hati serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri. Oleh karena itu, Matius 7:12a yang hanya membahas kasih kepada manusia merupakan kesimpulan tentang salah satu dari dua inti ajaran Perjanjian Lama.

Dalam relasi para murid dengan sesama, Tuhan Yesus memperbarui perintah ini, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yohanes 13:34). Jadi, standar dalam mengasihi orang lain bukan hanya sekadar mengasihi seperti yang kita ingin agar orang lain perbuat terhadap diri kita, tetapi standar kita adalah mengasihi seperti yang Tuhan Yesus telah lakukan terhadap diri kita.

Allah telah menerima kita bukan berdasarkan prestasi atau kebaikan kita, Ia menerima kita apa adanya. Penerimaan inilah yang mengubah hidup kita, sehingga kita mampu mengasihi dan memuliakan Dia. Perubahan hidup terjadi karena adanya penerimaan. Perhatikan bahwa untuk bisa bertumbuh, tumbuh-tumbuhan memerlukan temperatur yang tepat. Kita tidak akan menemukan pohon stroberi di tepi pantai karena stroberi hanya dapat bertumbuh di tempat bercuaca dingin. Hal itu serupa dengan hidup manusia. Manusia memerlukan “temperatur” yang tepat untuk bisa bertumbuh. “Temperatur” itu adalah penerimaan, Penerimaan Tuhan terhadap diri kita membuat hidup kita berubah dari hidup yang penuh dosa menjadi hidup baru yang membenci dosa. Penerimaan Tuhan menimbulkan rasa aman untuk bertumbuh dan berubah. Bila selama ini, Anda mengharapkan perubahan dari orang-orang di sekitar Anda (istri, suami, anak, sahabat), sudahkah Anda memperlakukan mereka seperti Tuhan Yesus memperlakukan diri Anda? [FL]

Dua Tipe Orang Kristen

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 6:19-34

Pada bagian ini, Tuhan Yesus menjelaskan tentang bagaimana para murid bisa hidup di dunia ini di dalam kebenaran, yaitu dalam relasi dengan harta (6:19-34), saudara (7:1-5), musuh (7:6), dan dengan Allah (7:7-11).

Menurut Alkitab, uang pada dirinya sendiri tidaklah jahat. Orang yang bijak dapat mengatur hartanya (lihat Amsal 6:6-8). Uang bisa dipakai untuk menjadi berkat bagi saudara seiman serta siapa saja yang membutuhkan bantuan (lihat 1 Timotius 5:8). Tuhan ingin agar kita menikmati apa yang telah Ia berikan (1 Timotius 4:3-4; 6:17). Akan tetapi, cinta akan uang dan menjadikan uang sebagai tujuan utama yang dikejar dalam hidup adalah jahat (bandingkan dengan 1 Timotius 6:10). Mengapa demikian? Orang yang mencintai uang adalah orang yang merasa bahwa uang memberi keamanan dan memelihara hidupnya. Dengan demikian, uang mengambil posisi yang seharusnya ditempati Allah. Dengan demikian, orang yang mencintai uang telah menduakan Allah, Tuhan Yesus berkata bahwa kita tidak dapat secara bersamaan mengabdi kepada Allah dan kepada mamon—kata ini berasal dari kata dalam bahasa Aram mamona,artinya harta—karena mengasihi yang satu berarti membenci yang lain (Matius 6:24). Orang yang berusaha mengabdi kepada Allah dan kepada mamon akan hidup penuh kekuatiran—kata ini berasal dari kata Yunani Merimnao yang berarti pikiran yang terbagi-bagi). Cara pandang kita akan harta menentukan cara kita menjalani hidup (Matius 6:22-23).

Ada dua tipe orang Kristen di dalam hidup ini. Tipe pertama adalah orang Kristen KALAU, yaitu orang Kristen yang baru dapat percaya kepada Allah KALAU keadaannya baik. KALAU keadaannya buruk, maka Tuhan menjadi sasaran empuk untuk menerima penghakiman. Orang Kristen tipe ini sesungguhnya tidak sungguh-sungguh percaya kepada Allah, mereka hanya percaya kepada berkat-berkat Allah. Oleh karena itu, saat mereka tidak merasakan berkat Allah, Allah dianggap tidak ada. Tipe kedua adalah orang Kristen SEKALIPUN, yaitu orang Kristen yang akan tetap percaya kepada Allah SEKALIPUN kenyataan hidupnya penuh dengan penderitaan. Dia percaya bahwa Allah itu baik dan Allah sedang merencanakan hal yang baik dalam hidupnya, meskipun ia sedang melewati keadaan yang tidak baik. Orang Kristen tipe ini percaya bahwa Dialah Allah, Sang Pencipta dan Pemelihara hidup ini. Periksalah hidup Anda: Orang Kristen tipe manakah Anda saat ini? [FL]

Jangan Seperti Orang Munafik

Bacaan Alkitab hari ini:

Matius 6:1-18

Hal memberi sedekah, berdoa, dan berpuasa adalah tiga aktivitas agama yang utama bagi orang Yahudi yang taat. Beranjak dari pengoreksian terhadap enam pemahaman yang salah tentang Perjanjian Lama (5:17-48), Tuhan Yesus lalu mengoreksi aktivitas agama orang Yahudi. Tuhan Yesus tidak melarang ketiga aktivitas di atas, tetapi Dia menekankan pentingnya motivasi yang tepat untuk melakukannya. “Jangan seperti rang munafik” menjadi pengikat di dalam peringatan terhadap ketiga aktivitas agama di atas. Peringatan tersebut bukan peringatan biasa, tetapi peringatan serius yang diulang terus-menerus oleh Tuhan Yesus.

Yang dimaksud sebagai “orang munafik” oleh Tuhan Yesus adalah orang yang melakukan aktivitas agama demi mendapat perhatian atau pujian orang. Persepsi orang lain adalah tujuan aktivitas keagamaan yang dilakukan orang munafik. Oleh karena itu, bila orang munafik sudah mendapat pujian atas aktivitas yang mereka lakukan, Allah menganggap mereka sudah mendapat upah (6:2), sehingga Allah tidak mengapresiasi aktivitas mereka (6:1). Bagi orang munafik, aktivitas agama adalah pembayaran atas pemberian pujian dan persepsi orang yang ia terima.

Walaupun kita tidak sengaja melakukan aktivitas keagamaan seperti orang munafik, mungkin saja yang menjadi standar keberhasilan adalah penilaian orang lain. Tanpa sadar, perhatian utama kita saat melayani bisa lebih tertuju kepada persepsi dan tanggapan orang terhadap pelayanan kita daripada persepsi Tuhan. Saat seseorang diminta berdoa, tidak jarang kita mendengar jawaban, “Aduh, saya tidak bisa berdoa. Doa saya tidak bagus.” Jawaban seperti ini menunjukkan bahwa yang menjadi perhatian utama bukan Tuhan, tetapi persepsi orang lain. Tanggapan orang lain menjadi lebih penting daripada tanggapan Tuhan. Apakah Anda bisa mengingat kapan terakhir kali Anda begitu puas melayani Tuhan walaupun tidak ada orang yang melihat atau memuji? Dapatkah Anda berkata, “Asal Tuhan dipuaskan dan nama-Nya dimuliakan, cukuplah!” Bersikap seperti ini tidak mudah karena kita masih hidup di dalam dosa dan kita masih menginginkan pengakuan manusia. Renungkanlah perkataan Rasul Paulus dalam Galatia 1:10, “Jadi bagaimana sekarang: adakah kucari kesukaan manusia atau kesukaan Allah? Adakah kucoba berkenan kepada manusia? Sekiranya aku masih mau mencoba berkenan kepada manusia, maka aku bukanlah hamba Kristus.” [FL]