Gema

Bukti Kesetiaan Tuhan (3)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 28

Pada pasal sebelumnya, kita sudah melihat betapa hancur dan menyedihkannya kondisi rumah tangga Ishak dan Ribka, sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa keluarga tersebut sudah tidak bisa lagi disebut sebagai keluarga “teladan”. Keluarga itu praktis sudah tidak berfungsi secara efektif karena sudah mengalami disintegrasi (keadaan terpecah belah). Puncak keruntuhan keluarga itu terjadi saat mereka terpaksa melepas Yakub untuk pergi ke rumah saudara Ribka yang bernama Laban di Padan-Aram. Keadaan semakin memburuk setelah Esau—yang melihat kepergian Yakub dan mendengar perintah Ishak untuk tidak menikahi perempuan Kanaan—sengaja mengambil anak perempuan Ismael sebagai istri ketiga. Jelaslah bahwa ada banyak masalah yang bisa menimpa keluarga umat pilihan TUHAN!

Sekalipun demikian, apakah TUHAN membuang keluarga tersebut dari status sebagai umat pilihan? Untungnya tidak! Pengampunan TUHAN mengingatkan kita pada ucapan Nabi Yesaya bahwa “buluh yang terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya” (Yesaya 42:3), demikianlah kasih TUHAN pada keluarga Yakub. Di tengah perjalanan ke rumah Laban, tepatnya di daerah yang kini dikenal dengan nama Betel (artinya “Rumah Allah”), TUHAN berbicara langsung kepada Yakub melalui mimpi! Dalam mimpi tersebut, Tuhan mengulangi janji yang pernah Ia ucapkan pada Abraham (kakeknya) dan Ishak (ayahnya), yaitu bahwa Yakub akan mewarisi Tanah Perjanjian dan keturunannya akan sangat banyak (seperti debu tanah, artinya tidak mungkin bisa dihitung), dan semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat melalui keturunan Yakub (Kejadian 28:13-14). Tidak cukup sampai di situ, TUHAN juga kembali berjanji untuk selalu menyertai dan melindungi Yakub ke manapun Yakub berjalan (28:15). Perlakuan terhadap Yakub ini menunjukkan bahwa Allah tidak pernah lalai menepati janji-Nya!

Kejadian pasal 28 ini mengingatkan kita bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang selalu setia pada janji-Nya terhadap seluruh umat pilihan-Nya—termasuk kita semua—sekalipun mungkin kita sering tidak setia kepada-Nya! Kiranya kita semua mendapat penghiburan dari firman ini dan kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk setia kepada Allah! [Sung]

Umat Allah adalah Manusia Biasa

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 27

Mungkin banyak dari Anda yang pernah mendengar lagu “Rocker juga manusia” yang dipopulerkan oleh grup band Seurieus. Ungkapan semacam itu sering dikenakan pada berbagai profesi untuk mengingatkan bahwa kita tidak bisa mengharapkan kesempurnaan pada diri seseorang, siapa pun dia, karena pada dasarnya, ia hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan. Ternyata, ungkapan yang serupa juga bisa dikenakan pada “keluarga idaman” yang seharusnya menjadi teladan karena status mereka sebagai “nenek moyang orang beriman,” yaitu keluarga Ishak.

Pasal 27 dapat dipandang sebagai pasal “penelanjangan” rusaknya kehidupan rumah tangga Ishak. Kisah mereka diawali dengan cerita tentang tindakan pilih kasih yang dilakukan oleh Ishak dan Ribka terhadap Yakub dan Esau, lalu dilanjutkan dengan kelicikan Yakub yang menjebak Esau (pasal 25), dan diakhiri dengan tindakan gegabah Esau—mengambil dua perempuan Het menjadi istrinya—yang menimbulkan kedukaan di hati Ishak dan Ribka (26:34-35). Puncaknya adalah peristiwa penipuan yang dilakukan oleh Ribka dan Yakub yang pada akhirnya berhasil merampas berkat kesulungan Esau (27:1-29). Tindakan penipuan ini bagaikan sebuah palu godam yang dihantamkan kepada keluarga yang seharusnya menjadi teladan ini. Sejak saat itu, hubungan antar pribadi dalam keluarga tersebut praktis telah hancur. Tindakan Esau yang mengancam akan membunuh Yakub setelah Ishak meninggal kelak hanyalah konfirmasi atas hancurnya hubungan tersebut, yang memaksa Yakub untuk melarikan diri ke rumah pamannya, Laban, di Haran atas perintah Ribka (27:41-28:5).

Peristiwa ini jelas merupakan aib terbesar bagi bangsa Israel yang membacanya, namun sekaligus merupakan peringatan bagi mereka dan bagi kita—umat Allah penerus iman Abraham—yang hidup sekarang ini. Jelaslah bahwa status sebagai umat pilihan TUHAN bukanlah jaminan bahwa segala sesuatu akan berlangsung baik-baik saja. Sebaliknya, status sebagai umat pilihan TUHAN mengharuskan kita untuk selalu waspada dan bergantung sepenuhnya pada TUHAN, termasuk dalam hal menjaga keutuhan rumah tangga. Kesalahan Ishak dan Ribka yang pilih kasih yang nampaknya sepele justru menjadi penyebab (pemicu) retaknya rumah tangga mereka. Kita pun harus waspada saat membangun rumah tangga, agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama. [Sung]

Pengulangan Kesalahan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 26

Ingatkah Anda pada peristiwa kegagalan Abraham untuk bergantung (beriman) kepada TUHAN, sehingga ia tidak berani mengakui Sara sebagai istrinya karena menguatirkan keselamatan nyawanya sendiri (Kejadian 20)? Dalam bacaan Alkitab hari ini, peristiwa yang serupa kembali terulang, namun dengan aktor yang berbeda.

Konteks latar belakang kisah di atas diawali dengan laporan adanya bencana kelaparan di negeri sekitar tempat tinggal keluarga besar Ishak, yang memaksa mereka untuk pindah ke tanah Gerar. Sebutan “Abimelekh” untuk raja Gerar merupakan sebutan umum (gelar), sehingga Abimelekh pada zaman Ishak bisa saja berbeda dengan Abimelekh pada zaman Abraham. Kepergian Ishak ke Gerar mendapatkan restu dari TUHAN yang menjanjikan pertolongan dan penyertaan, selama Ishak tinggal di Gerar (26:1-3). Akan tetapi, apa yang terjadi?

Ishak tidak bersandar kepada jaminan penyertaan TUHAN, sehingga ia merasa takut dan mengulangi kesalahan Abraham: Ia tidak berani mengakui Ribka sebagai istrinya dengan alasan yang serupa dengan alas an Abraham, yaitu takut keselamatannya terancam. Apakah Ishak telah kehilangan iman? Bukankah TUHAN bukan hanya sekadar merestui, tetapi juga berjanji untuk menyertai dan melindunginya? Bukankah Ishak adalah pewaris janji Allah kepada Abraham—bapa orang beriman? Kisah Ishak ini menyadarkan kita bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Untuk bisa mempertahankan iman, kita harus bergantung kepada kekuatan (anugerah) dari TUHAN.

Sekalipun diri kita lemah, kita patut bersyukur karena TUHAN penuh dengan kasih sayang serta belas kasihan kepada umat pilihan-Nya yang pernah berbuat salah. TUHAN bukan saja melepaskan Ishak dari ancaman kemarahan Abimelekh yang merasa tertipu, tetapi TUHAN juga bersedia mengampuni dan mengulangi janji penyertaan dan keselamatan bagi Ishak (26:24), sehingga Ishak dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.

Seringkali kita melakukan dan mengulangi kesalahan, sama seperti Ishak. Sekalipun demikian, syukurlah bahwa Allah Ishak adalah Allah kita juga. TUHAN tetap baik dan setia pada janji-Nya, dan Ia berkenan menerima pertobatan kita serta tidak membuang kita yang telah berbuat dosa. Soli Deo Gloria (Segala kemuliaan hanya bagi Allah)! [Sung]

Akibat dari Ketidakpekaan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 25:19-34

Kita telah membahas mengenai akibat dari ketidaksetiaan Abraham pada perkara rumah tangganya di paruh pertama pasal 25 ini, yaitu bahwa ketidaksetiaan dalam hal yang nampak kecil dan sepele (menurut pandangan masyarakat pada saat itu), ketika dibiarkan, bisa membawa dampak besar di kemudian hari. Rupanya Ishak, anak Abraham, juga tidak menyadari bahwa masalah kecil bisa berdampak besar.

Masalah dalam keluarga Ishak muncul dari kegalauan hati Ishak dan istrinya yang merindukan kehadiran anak—kondisi seperti ini sama persis dengan kondisi Abraham dan Sara yang juga merindukan kehadiran anak. Bedanya, bila Abraham kemudian mengambil perempuan asing (Hagar, dan selanjutnya—sesudah Sara mati—juga Ketura) sebagai istri, Ishak tidak. Ishak bertindak secara positif, yaitu berdoa memohon TUHAN memberikan keturunan. Tindakan berdoa yang menunjukkan bahwa Ishak mengandalkan TUHAN ini direspons TUHAN dengan membuat Ribka mengandung anak kembar. Namun, ternyata kemudian muncul persoalan: Sejak dalam kandungan, kedua anak kembar yang dikandung Ribka sudah saling bertolak-tolakan di dalam rahim. TUHAN berfirman bahwa kedua anak itu kelak akan saling bersaing dan keturunannya akan saling berseteru (25:22-23). Lantas, apa yang diperbuat oleh Ishak?

Ishak dan Ribka mempercepat permusuhan di antara anak-anak mereka melalui sikap pilih kasih (25:28). Dengan kata lain, permusuhan antara Yakub dan Esau berkembang karena teladan buruk yang ditularkan oleh kedua orang tua mereka sendiri! Ketidakseimbangan perlakuan terhadap anak (sikap pilih kasih) adalah bentuk ketidaksetiaan pada TUHAN, karena TUHAN menghendaki agar keberadaan keluarga orang beriman dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain yang tidak mengenal Dia! Peristiwa Yakub memeras Esau agar menjual hak kesulungannya (25:29-34) hanyalah kepanjangan dari masalah hubungan Ishak dan Ribka yang akan disoroti lebih mendalam di pasal berikutnya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ketidakpekaan Ishak dan Ribka terhadap peringatan Allah membuat mereka tidak membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan kehendak Allah. Walaupun sikap pilih kasih nampak seperti masalah sepele yang lumrah terdapat dalam sebuah keluarga, masalah ini bisa memicu munculnya masalah lain yang lebih besar. Jangan tiru kesalahan mereka! [Sung]

Kebesaran Iman Abraham dan Kesetiaan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 24

Setelah peristiwa kehilangan Sara, Abraham memasuki babak baru dalam drama kehidupan keluarganya, yaitu ia harus mencarikan istri yang tepat untuk Ishak, anaknya. Catatan peristiwa ini sesungguhnya bukan hanya berbicara mengenai masalah roman atau ajang pencarian istri belaka, namun berbicara tentang dua figur penting, yaitu Abraham dan Tuhan!

Pelajaran penting apakah yang dapat kita pelajari dari kehidupan Abraham? Pertama, kita dapat melihat keteguhan dan kesetiaan iman Abraham setelah berulangkali diproses oleh Tuhan: Abraham menolak untuk menikahkan Ishak—anaknya—dengan perempuan bangsa setempat (pilihan yang paling mudah), namun memilih untuk mengirim hambanya ke kota Nahor—kota tempat asal Abraham—guna mencari istri bagi Ishak (24:2-8). Perjalanan menuju ke sana tentu saja tidak mudah dan memerlukan waktu yang panjang, serta mengandung risiko besar. Oleh karena itu, keputusan Abraham tersebut harus dimaknai sebagai ungkapan kesetiaannya pada perjanjian dengan Tuhan! Kedua, ia menyerahkan proses pemilihan calon istri Ishak tersebut pada pimpinan Tuhan. Bahkan, ia melarang Ishak untuk ikut pergi dan memilih sendiri karena Abraham ingin menyediakan ruang pada kedaulatan Allah untuk melakukan pemilihan. Tentu saja tindakan tersebut memerlukan iman yang besar!

Apakah peran Allah dalam cerita ini? Pertama,kesetiaan Allah pada janji-Nya sendiri ditunjukkan dengan memudahkan perjalanan hamba Abraham ke kota Nahor. Bahkan, Allah mengizinkan sang hamba untuk menemukan perempuan yang tepat dengan cara yang diinginkan sang hamba itu sendiri! Kedua, Allah berkarya secara luar biasa dalam peristiwa ini dengan cara meyakinkan Ribka untuk pergi serta meyakinkan keluarganya untuk mengizinkan Ribka ikut mengambil bagian dalam drama pemilihan Allah atas kaum Israel.

Kesetiaan Tuhan terhadap janji-Nya kepada Abraham telah terbukti dan Abraham telah memberikan teladan iman yang luar biasa. Semoga kisah ini menjadi sumber inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang setia pada janji–Nya! Tuhan ingin agar umat-Nya selalu merespons janji yang telah Ia ucapkan. Apakah Anda telah merespons janji Allah? [Sung]

Bukti Kesetiaan Tuhan (2)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 23

Tanpa terasa keluarga Abraham kini sudah di ujung usia senja. Sang istri yang sangat dia cintai, Sara, akhirnya meninggal dunia di tanah Kanaan, suatu tanah asing yang bukan milik Abraham. Dalam tradisi bangsa-bangsa asing saat itu, merupakan masalah besar apabila seseorang menguburkan anggota keluarganya begitu saja tanpa membeli tanah pekuburan. Itulah latar belakang kisah yang dicatat dalam Kejadian 23 ini.

Selain memberi informasi tentang situasi adat bangsa Het saat itu, apa makna kisah tersebut bagi pembaca Alkitab pada masa kini? Pertama,bagian ini khusus berbicara tentang anugerah Allah yang telah melembutkan hati para pemimpin bangsa Het, saat Abraham berbicara kepada mereka. Apa yang membuat seorang asing seperti Abraham dapat dengan mudah mendapat belas kasihan, dan bahkan penerimaan secara utuh, dari bangsa Het—bangsa yang tidak mengenal Yahweh-– jika bukan karena kemurahan Tuhan? Kedua, Tuhan bukan saja telah melembutkan hati bangsa Het, namun Ia juga telah membukakan jalan bagi Abraham untuk membeli tanah dan gua tempat menguburkan Sara. Kejadian ini cukup unik karena keberhasilan Abraham membeli tanah tersebut jelas tidak jamak ditemukan. Bukan hanya status Abraham sebagai bangsa asing saja yang dapat menjadi persoalan, namun kenyataan bahwa ia bukan termasuk penyembah dewa lokal juga dapat menimbulkan penolakan, sama halnya dengan kesulitan yang muncul ketika seorang penyembah dewa Baal ingin membeli tanah di Yerusalem. Ketiga, secara tidak langsung, Tuhan menegaskan janji-Nya kepada Abraham tentang tanah warisan. Walaupun saat itu Abraham hanya membeli sebidang tanah yang kecil, namun—di masa depan—bangsa Israel akan kembali ke sana dan menduduki seluruh Tanah Kanaan sebagai Tanah Perjanjian yang telah dijanjikan Tuhan.

Betapa luar biasanya bukti kesetiaan Tuhan pada janji-Nya! Saat kita merasakan kehilangan atau kemalangan pun, janji Tuhan tetap diwujudkan! Oleh karena itu, marilah kita tetap memandang kepada Tuhan dan percayalah bahwa Ia tidak akan pernah melupakan janji-Nya dalam setiap kesusahan yang sedang kita alami. [Sung]

Ujian Untuk Abraham

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 22

Bagi Abraham dan keluarga besarnya, kelahiran Ishak—sang “putra mahkota” yang dijanjikan Tuhan—kemungkinan dipahami sebagai semacam “pengakuan atau konfirmasi” Tuhan atas besarnya iman Abraham. Namun, pemahaman seperti itu kurang tepat!

Setiap berkat selalu disertai tanggung jawab. Berkat yang lebih besar akan mendatangkan tanggung jawab yang lebih besar pula. Demikianlah halnya yang terjadi dalam kehidupan Abraham. Baru saja mereka bersukacita atas kehadiran Ishak, sang putra mahkota, Allah langsung memberikan perintah pada Abraham untuk melakukan tugas yang sangat berat, yaitu ia harus mengurbankan anaknya tersebut! Situasi mencekam karena ternyata Tuhan Allah sudah menjelaskan hal tersebut sejak permulaan kepada Abraham (22:2)!

Apa yang Anda rasakan jika Anda dalam posisi sebagai Abraham? Pertimbangkanlah bahwa Tuhan Allah menyuruh Anda mengurbankan anak kesayangan Anda, yang baru Anda peroleh setelah Anda menunggu selama puluhan tahun! Sanggupkah Anda untuk tidak bersikap memberontak terhadap perintah Tuhan itu? Sikap Abraham luar biasa! Ujian demi ujian yang pernah ia lalui sebelumnya membuat ia menjadi dewasa secara rohani, karena tidak ada catatan sedikit pun tentang keberatan Abraham terhadap perintah Tuhan tersebut! Malahan, ia dengan tenang dan tanpa ragu sedikit pun segera mengikat Ishak, membaringkan tubuh Ishak yang berada dalam keadaan terikat di mezbah, dan ia siap menggorok leher anak kesayangannya tersebut, sebagai wujud ketaatannya kepada Tuhan.

Pada saat itulah, Abraham lulus dari ujian terakhirnya; Tuhan segera memerintahkan Abraham untuk menghentikan tindakannya, dan Tuhan menyediakan seekor domba jantan untuk menggantikan Ishak. Kemudian, Tuhan bersumpah untuk terus memberkati Abraham dan keturunannya karena ketaatan Abraham. Tindakan nyata Abraham yang berani setia tanpa membantah pada perintah Tuhan tersebut merupakan bukti nyata betapa teguh imannya pada Tuhan!

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda telah lulus saat menghadapi ujian iman, yaitu ujian yang Tuhan maksudkan agar kerohanian kita bisa naik tingkat? Sudahkah Anda bertekad untuk tetap setia pada janji Tuhan? [Sung]

Bukti Kesetiaan Tuhan (1)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 21

Berapa lamakah seorang ayah dapat memendam kemarahan terhadap anaknya? Jawabannya tentu bervariasi, tergantung dari sifat dan karakter sang ayah serta tingkat kesalahan sang anak. Namun, seorang ayah yang baik dan normal pasti tidak akan berlama-lama marah kepada anak tercintanya, karena kasih akan mendatangkan belas kasihan dan pengampunan.

Kira-kira demikianlah hal yang terjadi antara Tuhan dengan Abraham. Abraham telah mengecewakan Tuhan karena ketidaktaatannya dalam pasal 20. Namun, Tuhan—dengan cinta kasih-Nya—kembali menyayangi dan mengingat janji-Nya kepada Abraham, dengan cara melakukan mujizat pada diri Sara—istri Abraham. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Sara didapati mengandung dan melahirkan anak—yaitu Ishak—yang sudah dinantikan oleh Abraham dan Sara selama puluhan tahun lamanya. Inilah bentuk tertinggi anugerah Allah pada diri Abraham, selain anugerah dalam wujud pilihan Allah kepadanya sebagai bapa semua orang beriman. Pemberian Ishak disebut sebagai “anugerah” karena pada saat itu, Abraham sama sekali tidak layak menerima pemberian Tuhan, bahkan lebih pantas menerima hukuman atas ketidaktaatannya. Tuhan mengajarkan kepadanya bahwa janji-Nya tidak pernah salah dan tidak pernah terlambat, sekalipun objek anugerah-Nya tersebut sebenarnya tidak layak menerima pemberian Tuhan.

Kelahiran Ishak merupakan kisah tentang anugerah Tuhan yang luar biasa bagi bangsa Israel. Bangsa Israel termasuk dalam garis keturunan istri Abraham yang sah, yaitu Sara, bukan termasuk dalam garis keturunan Ismael yang termasuk dalam garis keturunan Hagar, pembantu Sara. Kenyataan ini sangatlah penting karena merupakan bentuk ungkapan penggenapan janji berkat Tuhan, yaitu bahwa keturunan Abraham akan begitu banyak seperti pasir di tepi pantai. Ingatlah bahwa jika Ishak tidak pernah dilahirkan, bangsa Israel tidak pernah ada di dunia ini!

Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita tentang begitu besarnya kasih karunia serta kesetiaan Tuhan terhadap semua anak-Nya. Apa pun dosa dan kesalahan kita, serta betapa pun tidak layaknya kita di hadapan Tuhan, Ia tetap setia pada janji-Nya dan Ia akan terus memberikan anugerah demi anugerah yang baru setiap hari bagi kita semua. Haleluya! [Sung]

Bersandar kepada Anugerah Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 20

Pada pembahasan Kejadian 19 kemarin, kita menemukan fakta kegagalan Lot untuk setia pada janji Allah, yang bahkan membawa pada kehancuran diri Lot dan keluarganya. Dengan demikian, mungkin sebagian orang sudah menarik kesimpulan bahwa Lot sudah terbukti kalah iman dari Abraham yang jauh lebih setia pada janji Tuhan. Benarkah demikian?

Pasal 20 seolah-olah merupakan perbandingan langsung (head to head) antara iman Lot (pasal 19) dengan iman Abraham, yang ditulis dalam konteks latar belakang yang hampir sama. Pasal 20 menceritakan cara Abraham menangani masalah yang mengancam keselamatan jiwanya. Apa saja yang ia lakukan? Pertama, ia takut bahwa dirinya akan dibunuh oleh raja Abimelekh yang dikuatirkan akan merampas Sara, istri Abraham (sesuai dengan tradisi pada zaman dulu), padahal tidak ada indikasi terhadap adanya ancaman tersebut. Dengan kata lain, Abraham bersikap paranoid (terlalu curiga) terhadap masalah yang belum terjadi. Kedua, karena paranoid, ia berupaya mengamankan diri lebih dulu dengan mengatakan bahwa Sara adalah saudaranya, bukan istrinya, sehingga akhirnya justru memicu tindakan Abimelekh yang hendak mengawini Sara dan mengakibatkan murka Tuhan. Sikap Abraham ini memalukan karena sebagai seorang suami, seharusnya ia melindungi istrinya dari ancaman, bukan malahan lari menyelamatkan diri. Ketiga, tidak ada indikasi sedikit pun bahwa Abraham bertanya apakah Tuhan menghendaki ia pergi dan menetap di Gerar, dan tidak ada indikasi bahwa ia berdoa memohon perlindungan Tuhan, padahal Tuhan baru saja menjumpainya di pasal sebelumnya. Ini adalah teladan yang buruk dari Bapa semua orang beriman! Untunglah bahwa Tuhan langsung mengintervensi peluang terjadinya dosa perzinahan tersebut, sehingga tidak muncul masalah baru!

Apa yang terjadi pada diri Abraham seharusnya menjadi peringatan bagi kita semua, bahwa sesungguhnya tiada seorang manusia pun yang mampu setia untuk terus beriman pada Tuhan, bahkan Abraham pun tidak! Hanya melalui ketaatan dan kerelaan untuk berserah dan bersandar pada anugerah Tuhan saja yang bisa membuat kita tetap setia terhadap janji Tuhan! Kiranya Tuhan selalu mencurahkan anugerah-Nya pada kita semua untuk taat dan setia pada janji-Nya! [Sung]

Kehancuran Orang yang Tidak Setia

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 19

Salah satu tawaran dunia yang paling menggiurkan adalah kesuksesan dan kemakmuran. Oleh karena itu, tidak jarang kita temui umat Allah yang membandingkan level kemakmuran yang mereka peroleh dari Tuhan dan dari dunia. Tidak jarang pula kita melihat orang yang menukar kemuliaan Tuhan dengan kemakmuran dunia yang tampak lebih menarik. Kira-kira demikianlah isi pasal 19, yang jelas merupakan perbandingan antara keluarga Lot dengan Abraham, dengan Lot sebagai pihak antagonis (tokoh lawan). Dalam Kejadian 13, kita sudah membaca tentang alasan keberadaan keluarga Lot di wilayah dekat Sodom dan Gomora. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana Lot memandang statusnya sebagai umat pilihan Tuhan. Apakah cara pandana Lot tentang statusnya sama dengan cara pandang Abraham? Sayangnya tidak!

Pertama, Lot tidak peduli apakah Tuhan berkenan atau tidak terhadap keputusannya untuk tinggal di Sodom dan Gomora yang bermotifkan kemakmuran hidup (Kejadian 13). Bahkan, saat mereka kabur, istrinya menoleh ke belakang untuk melihat harta miliknya sehingga ia dihukum Tuhan menjadi tiang garam. Kedua, Lot gagal menjalankan fungsi sebagai wakil Tuhan dalam keluarganya. Ia bahkan rela menyerahkan kedua anak gadisnya kepada masyarakat Sodom dan Gomora yang dikuasai nafsu seks. Perbuatan kedua anaknya yang hamil dari benih Lot (ayahnya sendiri) merupakan bukti kuat tentang kegagalan Lot dalam kesetiaannya terhadap Allah. Ketiga, Lot gagal menjalankan peran membawa orang untuk menjadi percaya kepada Allah. Kedua calon menantunya pun gagal ia bawa untuk mengenal kasih anugerah Allah. Lalu, bagaimana ia bisa mempertanggungjawabkan hidupnya di hadapan Allah?

Seringkali tawaran kemakmuran dan kesuksesan dunia begitu menyilaukan umat Allah, sehingga mereka tergiur untuk merengkuhnya. Namun, akhirnya mereka terpaksa menukar kemuliaan Allah yang kekal dengan kepuasan dunia yang semu (bandingkan dengan Matius 16:26). Tidaklah salah bila Tuhan Yesus menegaskan bahwa mereka yang hatinya lebih mengutamakan kepuasan dunia adalah “orang bodoh” (Lukas 12:20), karena mereka menukar harta abadi yang tidak bisa dimakan ngengat dan karat serta dibongkar pencuri (Matius 6:20) dengan harta yang akan ditinggal saat mati. Apa yang Anda pilih: Kepuasan duniawi atau harta surgawi yang dijanjikan Allah? [Sung]