Hikmat Duniawi yang Sia-sia

Pengkhotbah 1

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Pengkhotbah mengajak kita untuk menyelami makna hidup manusia melalui sebuah pertanyaan, “Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah di bawah matahari?” (1:3). Pengkhotbah membandingkan manusia dengan proses di alam semesta yang terus berlangsung secara rutin seolah-olah tanpa tujuan. Rasa penasaran membuat Pengkhotbah tidak berdiam diri, dia berusaha mencari tahu makna hidup manusia yang sebenarnya (1:13).

Dalam pencariannya, Pengkhotbah memperhatikan kehidupan manusia di bawah matahari. Berdasarkan hasil pengamatannya, dia menyimpulkan bahwa segala sesuatu yang dikerjakan manusia hanyalah kesia-siaan dan seperti usaha menjaring angin (1:14). Kata “sia-sia” memiliki makna bahwa usaha yang dilakukan itu tidak bermanfaat atau hanya sekejap saja manfaatnya. Namun, dia tidak berhenti di sana. Dia berusaha memperbesar dan menambah hikmat serta pengetahuannya (1:16). Akan tetapi, kesimpulannya tetap sama, yaitu bahwa hidup itu merupakan kesia-siaan. Walaupun pencarian Pengkhotbah akan makna hidup tidak menemukan jawaban, ada hal menarik yang perlu kita perhatikan. Pengkhotbah menggunakan istilah “di bawah matahari" untuk menjelaskan bahwa hikmat dan pengetahuan yang ditemukan Pengkhotbah adalah penemuan berdasarkan realita kehidupan di dunia yang berdosa ini. Bila makna hidup yang dicari melalui hikmat dan pengetahuan duniawi adalah kesia-sian, apakah ada makna hidup yang tidak berada di bawah matahari?

Kita harus mencari makna hidup pada sumber terang! Tuhan Yesus bersabda, "Akulah terang dunia; barangsiapa mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang hidup. " (Yohanes 8:12). Yesus Kristus adalah Allah yang terlibat dalam penciptaan alam semesta ini (Yohanes 1:3). Dialah yang mengetahui tujuan penciptaan alam semesta ini. Alam semesta—termasuk manusia di dalamnya—diciptakan untuk kemuliaan Allah (Mazmur 19:2; Yesaya 43:7). Carilah makna hidup Anda! Mulailah dengan memandang kepada Allah, karena “Permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN, dan mengenal Yang Mahakudus adalah pengertian.” (Amsal 9:10). Rasul Paulus mengatakan, “...dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.” (1 Korintus 15:58). Apakah Anda telah mencari hikmat dengan dilandasi rasa takut akan Allah? [BW]

Menghadapi Para Pembenci Misi

Kisah Para Rasul 22:23-23:11

Walaupun Rasul Paulus rela menderita, ia tidak mencari penderitaan. Ia memprotes perwira yang diperintahkan untuk melaksanakan pencambukan terhadap dirinya dengan menuntut haknya sebagai warga negara Romawi untuk diadili lebih dahulu bila hendak dicambuk (22:25). Tujuan kedatangannya ke Yerusalem bukan untuk mencari penderitaan. Bagi orang Kristen, penderitaan bukanlah tiket atau sarana untuk masuk ke sorga, walaupun penderitaan diakui sebagai bisa mengerjakan kemuliaan kekal yang amat berharga (2 Korintus 4:7). Oleh karena itu, bila ia harus menderita demi pemberitaan Injil, Rasul Paulus telah siap!

Sikap memusuhi yang diungkapkan oleh orang-orang Yahudi yang membenci misi Kristen adalah sesuatu yang tak bisa dihindarkan. Mereka beranggapan bahwa diri merekalah yang memiliki kebenaran yang mutlak. Setiap perbedaan pendapat akan dipandang sebagai suatu kesa-lahan atau kesesatan. Oleh karena itu, Rasul Paulus berusaha meredam sikap memusuhi terhadap dirinya dengan menjelaskan bahwa sebenar-nya dirinya juga termasuk seorang Farisi dan keturunan orang Farisi yang mengharapkan kebangkitan orang mati (Kisah Para Rasul 23:6). Sebenarnya, orang Farisi memang berbeda paham dengan orang Saduki yang tidak memercayai kebangkitan orang mati serta menganggap ma-laikat dan roh itu tidak ada. Oleh karena itu, pengakuan Rasul Paulus di atas membuat beberapa ahli Taurat dari golongan Farisi berbalik mem-bela Rasul Paulus, sehingga terjadilah perpecahan di antara orang Farisi dan orang Saduki yang sebelumnya bersatu untuk mencari kesalahan Rasul Paulus. Perpecahan itu mengakibatkan terjadinya keributan besar, sehingga akhirnya kepala pasukan kembali memerintahkan pasukannya untuk mengamankan Rasul Paulus (23:7-10). Dalam keadaan yang kacau dan menegangkan itu, Tuhan menguatkan Rasul Paulus untuk tetap per-gi menjadi saksi di kota Roma (23:11).

Pengalaman seperti yang dialami oleh Rasul Paulus—yaitu adanya para pembenci misi Kristen yang mencari-cari kesalahan—terus berulang di sepanjang sejarah sampai saat ini, walaupun pelakunya berbeda. Dunia terus mengamati orang Kristen, sehingga orang Kristen yang sejati harus berusaha menjalani cara hidup yang baik agar tidak bisa dicela dan difitnah (bandingkan dengan 1 Petrus 2:12). Apakah Anda sudah menjalani cara hidup yang baik? [P]

Keputusan Berisiko Tinggi

Kisah Para Rasul 21:1-26

Hidup selalu diwarnai oleh pengambilan keputusan. Allah mencipta-kan manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak bebas, walaupun kebebasan itu terbatas. Kebebasan itu membuat keputusan kita tidak selalu bisa langsung kita sebut sebagai kehendak Allah. Di satu sisi, Allah memiliki rencana yang tak bisa ditolak, yang kita sebut sebagai kehendak Allah yang mutlak. Di sisi lain, Allah juga memiliki kehendak moral. Bila kita berbuat dosa, jelas bahwa kita melakukan kehendak kita sendiri, bukan melakukan kehendak Allah karena dosa bertentangan dengan kehendak moral Allah.

Roh Kudus sudah memberi tahu Rasul Paulus bahwa rencananya untuk pergi ke Yerusalem akan membuat dia menghadapi ancaman penjara dan kesengsaraan (20:23). Kita sulit menilai apakah rencana itu adalah bagian dari kehendak Allah yang mutlak atau merupakan hasil keputusan Rasul Paulus sendiri. Sekalipun demikian, jelas bahwa rencana itu tidak bertentangan dengan kehendak moral Allah. Walaupun “bisikan Roh” membuat para murid di kota Tirus menyarankan agar Rasul Paulus jangan melanjutkan perjalanan ke Yerusalem (21:4), dan nubuat Nabi Agabus tentang penangkapan Rasul Paulus oleh bangsa lain—yaitu oleh prajurit Romawi—membuat para murid di Kaisarea meminta Rasul Paulus agar tidak melanjutkan perjalanan ke Yerusalem (21:10-12), Rasul Paulus bebas memutuskan untuk tetap pergi ke Yerusalem. Keputusan Rasul Paulus untuk tetap pergi ini tidak memiliki permasalahan moral, melainkan merupakan bagian dari kebebasan yang diberikan Allah kepa-da manusia. Perkenan Tuhan terlihat jelas dalam dorongan yang Ia beri-kan di kemudian hari, "Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian juga-lah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma." (23:11).

Misi Kristen selalu diwarnai oleh keputusan berisiko tinggi. Melalui orang-orang yang berani menempuh risiko sebagai ungkapan kesetiaan dan ketaatan terhadap kehendak Allah, misi Kristen melakukan berbagai terobosan yang membuat banyak orang bisa mengenal Kristus dan memperoleh keselamatan. Dalam sejarah Kristen, kita mengenal banyak misionaris yang mengorbankan nyawanya sebelum Injil bisa diterima oleh suatu kelompok masyarakat. Apakah pada zaman ini masih ada orang yang berani mengorbankan nyawa untuk pemberitaan Injil? [P]

Pesan Perpisahan yang Membangun

Kisah Para Rasul 20:13-38

Rasul Paulus berharap agar bisa tiba di Yerusalem sebelum hari raya Pentakosta. Walaupun beliau tidak membiarkan dirinya terikat dengan peraturan Taurat, beliau tidak menentang budaya Yahudi. Rasul Paulus ingin tiba di Yerusalem sebelum hari raya Pentakosta karena hari raya itu adalah waktu untuk berkumpul bagi orang Yahudi yang berada di perantauan. Akan tetapi, pelayanan di Efesus adalah pusat pelayanan misi yang sangat penting. Kemungkinan, gereja-gereja di Provinsi Asia selain jemaat Efesus—yaitu jemaat di Kolose, Laodikia, Hierapolis, Smir-na, Pergamus, Tiatira, Sardis, dan Filadelfia (Kolose 4:13; Wahyu 2-3)—adalah hasil pelayanan misi gereja di Efesus. Selain itu, Rasul Paulus merasa bahwa kemungkinan, ia sudah tidak bisa berkunjung ke Efesus lagi (20:25). Oleh karena itu, Rasul Paulus memanggil para penatua jemaat Efesus untuk datang ke Miletus, agar ia bisa memberi pesan-pesan penting sebelum melanjutkan perjalanan ke Yerusalem:

Pertama, Rasul Paulus menguraikan kualitas hidup dan pelayanan-nya (20:18-21,26-27,31,34-35) bukan agar dia dihormati, tetapi agar apa yang telah dia ajarkan diyakini sebagai kebenaran serta dipakai sebagai pegangan dalam hidup, dan apa yang telah dia lakukan dipandang seba-gai teladan untuk ditiru (bandingkan dengan Filipi 4:9; 2 Timotius 1:13; 3:10,14). Kedua, Rasul Paulus mengemukakan komitmennya untuk mengi-kuti pimpinan Roh Kudus—beliau menyebut dirinya sebagai “tawanan Roh Kudus”—dan hal itu berarti bahwa beliau siap untuk dipenjarakan serta mengalami sengsara, bahkan beliau rela kehilangan nyawa (20:22-24). Ketiga, Rasul Paulus memberi tugas kepada para penatua di gereja Efesus untuk meneruskan pelayanan yang telah beliau lakukan selama tiga tahun dalam hal menggembalakan jemaat dan melindungi jemaat dari ajaran sesat. Beliau menegaskan bahwa apa yang telah beliau lakukan terhadap jemaat di Efesus merupakan teladan untuk mereka ikuti (20:28-35).

Pelayanan Rasul Paulus kepada jemaat Efesus merupakan teladan seorang hamba Tuhan yang sejati. Beliau bekerja keras siang malam dengan mencucurkan air mata. Akan tetapi, Beliau tidak membuat jemaat bergantung pada dirinya, melainkan pada Tuhan, dan beliau menyerahkan pelayanan jemaat kepada penerusnya! Apakah pergantian pemimpin di gereja Anda juga berlangsung seperti ini? [P]

Tantangan Penyembah Berhala

Kisah Para Rasul 19:21-20:12

Tantangan dalam pelayanan misi bukan hanya berasal dari para penganut agama Yahudi dan dari para filsuf, tetapi juga dari para penyembah berhala. Berita Injil yang disampaikan Rasul Paulus membuat banyak orang Efesus bertobat dan meninggalkan penyembahan berhala. Demetrius—seorang tukang perak yang pekerjaannya membuat kuil-kuilan dewi Artemis dari perak—menjadi marah karena pertobatan itu membuat jumlah pesanan kuil-kuilan perak berkurang. Oleh karena itu, ia memprovokasi para pekerja di perusahaannya untuk melakukan demo memprotes pekabaran Injil yang dilakukan Rasul Paulus. Kemudian, massa menyeret dua teman seperjalanan Rasul Paulus—yaitu Gayus dan Aristarkhus—ke gedung kesenian. Mungkin, maksudnya adalah mengadu mereka dengan binatang buas untuk menjadi tontonan. Rasul Paulus ingin masuk ke gedung kesenian untuk membela kedua temannya. Akan tetapi, murid-muridnya—dan juga beberapa pejabat yang menjadi saha-bat Rasul Paulus—melarang karena tindakan itu amat berisiko. Penjelas-an seorang Yahudi bernama Aleksander tidak dihiraukan oleh massa yang kalap itu. Setelah panitera kota menengahi, barulah kerusuhan me-reda dan kumpulan massa yang kacau balau itu bubar. Kemudian, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan misi dengan melakukan follow-up atau tin-dak lanjut ke gereja-gereja yang ia rintis, yaitu gereja di Filipi, Tesalonika, dan Berea di Provinsi Makedonia, serta Yunani dan Korintus di Provinsi Akhaya (19:21; 20:1-2). Setelah itu, ia ingin melanjutkan perjalanan ke Yerusalem. Akan tetapi, ancaman pembunuhan dari orang-orang Yahudi membuat Rasul Paulus mengurungkan niat meneruskan perjalanan lang-sung ke Siria melalui laut, dan ia memilih untuk kembali melalui Makedo-nia (20:3). Dari Filipi di Makedonia, Rasul Paulus berlayar ke Troas dan tinggal di sana selama tujuh hari (20:6). Setelah meninggalkan pesan-pesan kepada jemaat setempat, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan ke Yerusalem.

Apakah Anda sedang menghadapi tantangan saat memberitakan Injil? Ingatlah bahwa munculnya tantangan adalah hal yang biasa. Setelah suatu tantangan terselesaikan, pasti akan muncul tantangan baru. Kita tidak bisa menghindari munculnya tantangan! Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa kita bisa memohon pertolongan dan kekuatan dari Roh Kudus untuk mengatasi tantangan apa pun! [P]

Pelayanan di Efesus

Kisah Para Rasul 19:1-20

Saat Apolos meninggalkan Efesus dan berada di Korintus, Rasul Paulus melakukan perjalanan misi ketiga dan tiba di Efesus (18:27; 19:1). Di sana, dia menjumpai sekitar dua belas “murid” yang belum pernah men-dengar tentang Roh Kudus. Mengingat bahwa mereka kemudian dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, jelas bahwa berita Injil yang mereka dengar tidak lengkap. Mungkin, mereka hanya mengerti tentang Mesias yang akan datang. Akan tetapi, mungkin pula mereka sebenarnya mengerti bahwa Yesus Kristus adalah Sang Mesias yang dijanjikan Allah, tetapi pemahaman mereka belum lengkap. Mereka tidak memahami bahwa baptisan Yohanes yang telah mereka terima hanyalah sekadar persiapan untuk menyambut kedatangan Sang Mesias, dan baptisan yang benar adalah baptisan dalam nama Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Keadaan mereka mirip dengan keadaan Apolos sebelum berjumpa dengan Akwila dan Priskila (18:24-26). Sayang, mereka tidak berjumpa dengan Akwila dan Priskila atau mereka tidak bersedia mendengar penjelasan Akwila dan Priskila. Yang menarik, Rasul Paulus tidak mencela sang pemberita Injil yang beritanya tidak lengkap, melain-kan ia langsung memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi berita Injil tidak lengkap yang pernah mereka terima.

Sebagai penerima janji-janji Allah, orang Yahudi diharapkan untuk memberi respons lebih baik terhadap berita Injil ketimbang orang bukan Yahudi. Sayangnya, kenyataan berbeda dengan harapan. Oleh karena itu, reaksi Rasul Paulus—dan juga reaksi Tuhan—terhadap orang Yahudi lebih keras ketimbang reaksi terhadap orang non-Yahudi pada umumnya. Setelah Rasul Paulus mengajar di rumah ibadat orang Yahudi selama tiga bulan, beberapa orang bereaksi secara kasar, sehingga Rasul Paulus meninggalkan rumah ibadat itu dan pindah ke tempat umum, yaitu Ruang Kuliah Tiranus, dan setiap hari berdiskusi tentang Tuhan Yesus selama dua tahun (19:8-10). Yang menarik, Tuhan membiarkan tindakan roh jahat mempermainkan—dengan menelanjangi—anak-anak Skewa yang menyalahgunakan nama Tuhan Yesus (19:13-16). Sikap keras Tuhan ini membuat firman Tuhan makin tersebar dan banyak orang bertobat. Total waktu pelayanan Rasul Paulus di Efesus adalah tiga tahun (20:31). Bacaan Alkitab hari ini seharusnya menyadarkan kita untuk menghormati Allah serta memahami dan menaati firman-Nya! [P]

Pelayanan Pribadi itu Penting!

Kisah Para Rasul 18

Dalam pelaksanaan Amanat Agung, perlu ada keseimbangan antara pelayanan massal—atau pelayanan kepada orang banyak—dengan pelayanan pribadi. Pelayanan massal diperlukan karena jumlah orang yang perlu dilayani selalu lebih banyak dibandingkan jumlah orang yang melayani. Akan tetapi, pelayanan yang berkualitas menuntut adanya pe-layanan yang bersifat pribadi untuk menangani masalah atau kelemahan yang bersifat pribadi, yang tidak menjadi masalah bagi orang lain. Saat bertemu dengan Akwila dan istrinya—yaitu Priskila—mereka langsung merasa cocok karena profesi mereka sama, yaitu sebagai pembuat kemah. Oleh karena itu, Rasul Paulus tinggal bersama-sama dengan mereka di Korintus (18:1-3). Dengan demikian, Rasul Paulus bukan hanya sekadar menjalin persahabatan untuk saling mendorong dan saling mengingatkan, tetapi ia juga bisa melatih tim pelayanan. Pelayanan yang dilandasi oleh persahabatan ini menghasilkan anggota tim yang siap ber-korban dalam pelayanannya. Perhatikan bahwa saat Rasul Paulus berha-dapan dengan oposisi di rumah ibadat, Titus Yustus—yang rumahnya di samping rumah ibadat—berani tetap membuka pintu rumahnya untuk Rasul Paulus (18:4-7). Saat Sostenes—kepala rumah ibadat itu—dipukuli karena memihak Rasul Paulus, ia tidak protes atau mengeluh. Walaupun pelayanan pribadi juga bisa gagal, jelas bahwa pelayanan pribadi Rasul Paulus telah menghasilkan tim pelayanan yang tangguh. Setelah mela-yani selama satu setengah tahun di Korintus, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan misi dan tiba di Efesus. Orang-orang Yahudi di sana meminta Rasul Paulus untuk tinggal lebih lama, tetapi ia menolak karena sudah memiliki agenda perjalanan. Akwila dan Priskila-lah yang ditinggalkan un-tuk melaksanakan pelayanan di Efesus. Saat muncul Apolos—yang berse-mangat melayani, tetapi pemahamannya belum tepat—merekalah yang membimbing Apolos.

Dalam gereja, harus ada keseimbangan antara pelayanan massa, atau pelayanan kepada umat secara keseluruhan, dengan pelayanan pribadi yang ditujukan terutama kepada orang-orang kunci yang diharapkan untuk melanjutkan pelayanan. Sungguh menyedihkan bahwa di banyak gereja, pelayanan yang dibangun dengan susah payah menjadi hancur setelah ditinggalkan oleh pemimpin yang tidak mempersiapkan pengganti dirinya. Bagaimana dengan gereja Anda? [P]

Tantangan Filsafat

Kisah Para Rasul 17:16-34

Berita Injil adalah kabar baik mengenai Yesus Kristus sebagai Juru-selamat umat manusia. Akan tetapi, ketrampilan memberitakan Injil merupakan suatu seni. Perhatikan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Rasul Paulus dalam memberitakan Injil amat beragam. Di Atena, selain berdiskusi di rumah ibadat dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, Rasul Paulus juga berdiskusi di pasar dengan orang-orang Yunani, khususnya dengan beberapa filsuf golongan Epikuros dan Stoa. Golongan Epikuros adalah golongan filsuf yang tujuan hidupnya adalah memperoleh kenyamanan yang berusaha diraih dengan menghindar dari masalah atau gangguan. Mereka menentang ajaran tentang adanya penghakiman setelah kematian, sehingga mereka tidak bisa menerima berita tentang adanya kebangkitan. Golongan Stoa menentang pengejaran kenyamanan yang dilakukan golongan Epikuros, dan menggantinya dengan mengutamakan kebajikan serta tanggung jawab, sekalipun harus menanggung risiko. Saat Rasul Paulus memberita-kan tentang Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya, ada yang menganggap Rasul Paulus sebagai orang yang banyak bicara—atau si peleter—tetapi kemudian mereka membawa Rasul Paulus ke Sidang Areopagus, yaitu tempat pertemuan di kota Atena untuk membahas berbagai persoalan, terutama yang menyangkut moral dan agama.

Perhatikan bahwa untuk pemberitaan Injil di kota Atena ini, Rasul Paulus memulai dengan menyinggung masalah mezbah yang bertuliskan, “Kepada Allah yang Tidak Dikenal” sebagai titik temu untuk memper-kenalkan Yesus Kristus sebagai Allah yang memperkenalkan diri-Nya ke-pada manusia. Berita tentang penghakiman dan kebangkitan membuat sebagian pendengar menolak karena berita tersebut bertentangan de-ngan keyakinan golongan Epikuros. Akan tetapi, beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka (17:34). Apakah Anda memiliki kerinduan untuk memberitakan Injil? Bila Anda ingin memberitakan Injil, apakah Anda pernah memikirkan titik temu yang bisa membawa percakapan kepada pemberitaan tentang Yesus Kristus! Berdoalah agar Tuhan memberi kesempatan kepada Anda untuk memberitakan Injil! [P]

Tantangan Beruntun dalam Misi

Kisah Para Rasul 17:1-15

Kita berharap bahwa tantangan dalam pelayanan misi akan segera terselesaikan secara tuntas sesudah kita berdoa memohon perto-longan Tuhan. Akan tetapi, kenyataan yang kita hadapi tidak selalu demikian. Di kota Filipi, Rasul Paulus dijebloskan ke dalam penjara, lalu diminta untuk meninggalkan kota itu. Ia tidak menghentikan perjalanan misinya, melainkan meneruskan perjalanan ke kota kota kedua di Makedonia, yaitu kota Tesalonika. Bila di Filipi tidak terlalu banyak orang Yahudi—sehingga di sana tidak ada sinagoge atau rumah ibadat orang Yahudi, yang ada hanya tempat sembahyang bagi orang Yahudi atau pemeluk agama Yahudi—di Tesalonika terdapat cukup banyak orang Yahudi. Saat Rasul Paulus memberitakan Injil di sinagoge, beberapa orang Yahudi dan sejumlah besar orang Yunani yang menganut agama Yahudi serta beberapa perempuan terkemuka—mungkin istri pejabat setempat—menjadi percaya. Sayangnya, orang-orang Yahudi menjadi iri saat melihat keberhasilan pemberitaan Injil Rasul Paulus, lalu menghasut beberapa preman untuk membuat kerusuhan. Oleh karena itu, orang percaya di Tesalonika menganjurkan agar Rasul Paulus dan Silas meng-ungsi ke kota ketiga di Makedonia, yaitu Berea. Orang Yahudi di Berea lebih terbuka terhadap berita Injil sehingga banyak di antara mereka yang menjadi percaya, termasuk cukup banyak perempuan terkemuka dan pria Yunani. Sayangnya, orang-orang Yahudi di Tesalonika yang melihat perkembangan tersebut menjadi iri, lalu menghasut dan membu-at gelisah para pengikut Kristus, sehingga Rasul Paulus mengungsi lagi ke Atena yang terletak di wilayah Akhaya.

Walaupun pelayanan Tim Misi Rasul Paulus di wilayah Makedonia itu mendapat banyak hambatan yang beruntun, pekerjaan Allah tak bisa dihalangi. Tidak ada informasi tentang kelanjutan pelayanan di kota Berea. Akan tetapi, kondisi gereja di Tesalonika tercermin dalam surat-surat Tesalonika. Walaupun menghadapi penganiayaan yang berat, jemaat Tesalonika berhasil menjadi jemaat teladan di wilayah Makedonia dan Akhaya. Iman mereka terwujud dalam perbuatan, kasih mereka terpancar dalam apa yang mereka kerjakan, dan pengharapan mereka membuat mereka tetap bertekun saat menghadapi penganiayaan (Lihat 1 Tesalonika 1). Bagaimana dengan gereja Anda: Apakah Anda dan gereja Anda tetap tekun menjalankan misi di tengah pandemi ini? [P]

Menaati Panggilan Allah

Kisah Para Rasul 16:13-40

Rasul Paulus menaati panggilan Allah untuk pergi ke Makedonia (16:9-10). Kota pertama di Makedonia yang ia kunjungi adalah Filipi. Seperti biasa, Rasul Paulus dan tim pelayanannya mengawali pelayanan dengan mencari orang Yahudi. Akhirnya, mereka menemukan tempat sembahyang orang Yahudi di tepi sungai di luar pintu gerbang kota. Di sana, mereka bertemu dan berbicara dengan beberapa wanita, dan seorang wanita penjual kain ungu dari Tiatira bernama Lidia membuka hatinya dan percaya kepada Tuhan, lalu minta dibaptis bersama dengan seluruh keluarganya. Selanjutnya, tindakan Rasul Paulus mengusir roh tenung dari seorang hamba perempuan membuat para majikan perem-puan itu marah, lalu menangkap Rasul Paulus dan Silas, kemudian menghasut para pembesar untuk memenjarakan mereka. Akan tetapi, pemenjaraan itu justru menghasilkan pertobatan kepala penjara.

Pelayanan Rasul Paulus di kota Filipi menghasilkan beberapa kesimpulan: Pertama, ketaatan terhadap penggilan Allah tidak membuat segala sesuatu menjadi lancar dan aman, tetapi ketaatan membuat rencana Allah terwujud melalui diri kita. Bagi Rasul Paulus, ketaatan membuat Beliau ditangkap dan dipenjarakan. Sudahkah Anda menaati panggilan Allah terhadap diri Anda? Kedua, walaupun Rasul Paulus memulai pelayanan dengan mencari orang Yahudi, tidak ada catatan tentang respons orang Yahudi di situ. Yang responsnya paling menonjol adalah Lidia, seorang wanita bukan Yahudi yang berasal dari Tiatira. Respons terhadap pelayanan kita tidak selalu bisa kita duga! Ketiga, pelayanan Rasul Paulus dan tim yang sangat singkat di Filipi tidak berarti bahwa pelayanan mereka gagal. Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi memperlihatkan bahwa jemaat ini terus bertumbuh. Tak ada celaan terhadap jemaat yang hanya dilayani dalam jangka waktu sangat singkat oleh Rasul Paulus ini! Keempat, dipenjarakan tidak membuat respons Rasul Paulus menjadi negatif. Sikap Rasul Paulus dan Silas yang memuji Allah dalam penjara dan mencegah para tahanan melarikan diri dari penjara merupakan kesaksian hidup yang luar biasa bagi para tahanan lain, sekaligus membuat kepala penjara mengurungkan niat bunuh diri, bahkan menjadi percaya kepada Tuhan Yesus, lalu memberi diri untuk dibaptis bersama seluruh keluarganya. Apakah Anda berespons secara positif saat menghadapi tantangan? [P]