Allah Membatasi Murka-Nya

Yesaya 51

Bacaan Alkitab hari ini merupakan penghiburan bagi umat Yehuda—disapa sebagai Sion (51:3)—yang berada dalam pembuangan di Babel: Pertama, mereka harus mengingat kembali berkat Allah kepada Abraham—bapa leluhur Bangsa Israel (51:2). Allah telah berjanji untuk memberikan Tanah Kanaan kepada keturunan Abraham melalui Sara, istri Abraham. Janji ini aneh karena saat itu, Abraham belum memiliki anak, sedangkan Sara—istri Abraham—sudah mati haid. Berdasarkan pemikiran manusiawi, janji itu mustahil dipenuhi. Akan tetapi, tidak ada yang mustahil bagi Allah. Allah bisa memenuhi janji-Nya. Kedua, mereka harus memperhatikan pengajaran dan hukum Tuhan (51:4), khususnya menyangkut keselamatan (51:5). Bagi umat Yehuda, keselamatan ini berarti kelepasan dari pembuangan di Babel. Bila mereka hanya memperhatikan kemampuan diri sendiri, kelepasan ini mustahil. Oleh karena itu, mereka harus memandang kepada Allah yang berkuasa atas segala sesuatu. Keyakinan kepada Allah inilah yang akan melenyapkan ketakutan terhadap para penganiaya mereka (51:7-16). Ketiga, mereka harus menyadari bahwa Tuhan membatasi murka-Nya terhadap umat-Nya. Setelah masa penghukuman terhadap umat Yehuda berakhir, Yehuda akan dibebaskan, dan Tuhan akan menghukum bangsa Babel yang telah menindas mereka (51:17-23).

Perlakuan Allah terhadap umat-Nya menggambarkan perlakuan Allah terhadap manusia secara umum. Karena semua orang telah jatuh ke dalam dosa (Roma 3:23), tidak ada orang yang bebas dari ancaman hukuman Allah (Ibrani 9:27). Dosa membuat semua orang berada dalam keadaan mati secara rohani (Efesus 2:1). Akan tetapi, Allah sendiri yang menyediakan jalan keluar. Kristus telah mati untuk semua orang, sehingga semua orang yang percaya kepada Kristus dibebaskan dari hukuman dosa, diangkat menjadi anak-anak Allah, serta mendapat hidup yang kekal. Hidup yang kekal yang disediakan bagi semua orang percaya itu seharusnya membebaskan kita dari ketakutan dalam hal apa pun. Di dunia ini, hal paling mengerikan yang bisa dialami manusia adalah kematian. Akan tetapi, hidup kekal yang tersedia dalam Kristus itu adalah kehidupan yang melampaui kematian. Apakah Anda sudah memiliki jaminan hidup kekal di dalam Kristus? Apakah Anda sudah bebas dari ketakutan? [P]

Pelayanan Seorang Murid

Yesaya 50:4-11

Bacaan Alkitab hari ini membicarakan tentang pelayanan Nabi Yesaya yang sekaligus merupakan cermin bagi pelayanan Yesus Kristus. Untuk bisa melayani dengan baik, Nabi Yesaya harus memenuhi beberapa persyaratan: Pertama, ia harus lebih dahulu menjadi seorang murid yang belajar membuka telinganya agar bisa mendengar suara Allah (50:4-5). Sungguh aneh bila seorang yang hendak mengajarkan firman Tuhan tidak lebih dahulu menyediakan waktu untuk mendengar, membaca, dan mempelajari Alkitab. Setelah kita lebih dahulu menjadi seorang murid, barulah kita bisa memiliki lidah atau perkataan seorang murid yang sanggup membangkitkan semangat orang yang sedang letih lesu, sesuai dengan kehendak Allah. Kedua, ia harus rela menderita, baik secara fisik maupun secara mental (50:6). Bila kita rela menderita, Tuhan akan menolong dan memberi kekuatan kepada kita (50:7). Pada masa kini, kita telah menerima janji bahwa Roh Kudus akan menyertai dan menolong setiap orang percaya (Yohanes 14:16,26).

Tuhan Yesus adalah contoh ideal bagi setiap orang yang ingin melayani. Jelas sekali bahwa Tuhan Yesus pasti tekun mempelajari kitab-kitab Perjanjian Lama sejak masa kecil-Nya, sehingga saat berusia dua belas tahun, Ia sanggup bersoal jawab dengan para guru agama di Bait Allah (Lukas 2:42, 46-47). Saat mengajar pun, Tuhan Yesus sering kali mengutip ayat-ayat Perjanjian Lama. Hal ini membuktikan bahwa Tuhan Yesus bukan hanya mengerti Kitab Suci, tetapi Dia juga menghafal ayat-ayat Kitab Suci. Pelayanan Tuhan Yesus menunjukkan bahwa Dia bukan hanya rela menderita secara fisik, tetapi dia juga rela menerima hinaan demi melaksanakan rencana penyelamatan manusia dari dosa. Pada masa kini, orang Kristen tidak perlu merasa heran bila harus mengalami penderitaan (Filipi 1:29), sama seperti Tuhan Yesus telah lebih dahulu menderita untuk menebus dosa kita.

Tahukah Anda bahwa setiap orang yang mengaku sebagai murid Kristus seharusnya menempatkan diri sebagai seorang hamba yang bersedia melayani orang lain? (Yohanes 13:12-17; 2 Korintus 4:5). Waktu kita melayani, kita harus menempatkan diri sebagai pelayan, bukan sebagai bos! Sebagai seorang hamba, kita harus bersedia setiap saat untuk melakukan apa yang Allah kehendaki agar kita kerjakan. Apakah Anda pun bersedia melayani sebagai seorang hamba? [P]

Allah Tidak Melupakan Umat-Nya

Yesaya 49:1-50:3

Seorang yang mengalami penderitaan hebat sering kali merasa bahwa dirinya diabaikan atau dilupakan oleh orang lain. Demikian pula dengan umat Yehuda. Saat mereka berada dalam keadaan terpuruk, ditindas oleh penjajah, apa lagi saat berada di pembuangan, mudah bagi mereka untuk merasa ditinggalkan atau dilupakan oleh Tuhan (49:14). Akan tetapi, firman Tuhan memberi jaminan, “Bersorak-sorailah, hai langit, bersorak-soraklah, hai bumi, dan bergembiralah dengan sorak-sorai, hai gunung-gunung! Sebab TUHAN menghibur umat-Nya dan menyayangi orang-orang-Nya yang tertindas.” (49:13). Tuhan memastikan umat-Nya bahwa kasih-Nya melebihi kasih seorang ibu terhadap anak kandungnya (49:15). Allah tidak pernah berhenti memperhatikan umat-Nya (49:16).

Kesulitan dalam memahami kasih dan perhatian Allah disebabkan karena kita memakai pikiran dan perasaan kita yang gampang berubah untuk memahami Allah. Kita merasa disayangi saat mengalami hal-hal yang menyenangkan, tetapi merasa dibuang atau tidak dipedulikan saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, padahal jalan pikiran Allah tidak seperti yang kita bayangkan. Kasih Allah tidak pernah berubah. Ia mengasihi kita bukan hanya saat kita sukses, tetapi juga saat kita gagal atau menderita. Bila Allah membiarkan umat-Nya dikalahkan atau ditindas musuh, hal itu bukan berarti bahwa Allah tidak mengasihi umat-Nya, melainkan bahwa Allah sedang mendidik melalui penderitaan atau hukuman yang Dia izinkan menimpa umat-Nya. Jadi, pembuangan ke Babel yang dialami umat Yehuda tidak berarti bahwa Allah melupakan umat-Nya atau Allah tidak sanggup membela umat-Nya. Ingatlah pengalaman bangsa Israel seperti saat Allah mengeringkan laut untuk membawa umat-Nya menyeberang (50:2).

Apakah Anda pernah merasa dilupakan oleh Allah? Apakah Anda pernah meragukan kasih Allah? Ingatlah selalu bahwa Allah itu tidak sama dengan manusia! Sadarilah bahwa perasaan manusialah yang sering berubah-ubah. Kasih dan kesetiaan manusia kepada Allah bisa berubah, tetapi Allah tidak pernah berubah. Itulah sebabnya, di tengah ratapan terhadap keruntuhan kota Yerusalem, bisa muncul pengakuan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23). [P]

Allah Memurnikan Melalui Penderitaan

Yesaya 48

Allah mengasihi umat-Nya walaupun sebenarnya kehidupan iman umat Israel itu tidak tulus (48:1). Allah mengatakan bahwa mereka itu tegar tengkuk, keras kepala, kepala batu. (48:4) Melalui para nabi, Allah menyampaikan nubuat tentang hal-hal yang baru, yang belum pernah ada sebelumnya untuk menegaskan bahwa nubuat itu benar-benar berasal dari Allah karena tidak ada berhala yang bisa melakukan hal seperti itu (48:3-7). Nubuat tersebut jelas menunjuk kepada hukuman pembuangan umat Yehuda ke Babel dan pemulangan ke Yerusalem yang bersifat memurnikan iman melalui ujian dalam dapur kesengsaraan (48:10). Selain menubuatkan hal-hal yang akan terjadi di masa depan, Allah juga memberi tahu apa yang Ia lakukan pada masa lampau (48:13). Oleh karena itu, wajar bila Allah mengatakan, “Akulah yang tetap sama, Akulah yang terdahulu, Akulah juga yang terkemudian!” (48:12). Allah itu tidak berubah karena Ia itu kekal, selalu ada. Oleh karena itu, Allah bukan hanya mencipta pada masa lalu, tetapi Ia juga merancang masa depan, sehingga masa depan bukanlah suatu kebetulan! Masa depan dirancang oleh Allah dan Allah telah merancang masa depan untuk memurnikan iman umat-Nya. Pada masa kini, kita perlu peka terhadap petunjuk Allah tentang jalan yang harus kita tempuh. Kepekaan terhadap tuntunan Allah dan ketaatan terhadap pimpinan Allah itulah yang akan membuat kita bisa selalu memiliki damai sejahtera (48:17-18). Sebaliknya, orang fasik—yang tidak peduli terhadap kehendak Allah—tidak akan memiliki damai sejahtera (48:22).

Bila Anda menghadapi kesulitan ekonomi atau menghadapi masalah apa pun, jangan kecil hati. Tetaplah waspada agar Anda tidak kehilangan iman! Sampai masa kini pun, Allah tetap bisa memakai penderitaan sebagai sarana untuk memurnikan iman kita atau menuntun kita menuju kepada keadaan yang lebih baik. Saat menghadapi masalah atau penderitaan, kita harus berusaha memahami kehendak Allah bagi diri kita serta mengikuti pimpinan Tuhan. Bila kita hidup dalam ketaatan kepada Tuhan, kita akan memiliki damai sejahtera yang akan memberi kita kekuatan dalam menghadapi masalah atau penderitaan yang sedang kita hadapi. Sebaliknya, bila kita menjauh dari Tuhan, kita akan kehilangan sumber kekuatan dalam menghadapi masalah. Apakah saat ini Anda sedang mendekat kepada Tuhan? [P]

Hukuman datang Tiba-tiba

Yesaya 47

Babel adalah simbol dari kesombongan atau kebanggaan diri. Bangsa Babel atau Kasdim dipakai Allah untuk menghukum bangsa Yehuda yang telah meninggalkan Allah. Sayang, mereka memperlakukan bangsa Yehuda secara keterlaluan, bahkan tanpa belas kasihan sama sekali. Mereka bertindak kejam terhadap para orang tua maupun para wanita. Mereka beranggapan bahwa diri mereka berkuasa dan aman sehingga mereka bisa hidup bersenang-senang. Mereka tidak sadar bahwa mereka pun akan menerima hukuman Allah yang akan datang secara tiba-tiba. Hukuman Allah terhadap bangsa Babel itu dijatuhkan pada pemerintahan Raja Belsyazar (Daniel 5). Saat itu, Raja Belsyazar sedang mengadakan pesta besar bersama dengan 1000 pejabat Kerajaan Babel. Pada malam saat pesta berlangsung, mereka diserbu oleh pasukan Media-Persia, dan Kerajaan Babel runtuh dalam satu malam.

Kesuksesan dan kemakmuran sering kali membuat orang lupa diri sehingga melakukan berbagai tindakan di luar batas kewajaran. Sampai saat ini, masih sering terjadi bahwa kesuksesan bisa membuat orang berbuat dosa karena lupa terhadap Tuhan yang telah memberikan kesuksesan. Di sekitar kita, tidak jarang kita melihat bahwa para selebriti dan orang-orang kaya lebih mudah terjebak dalam penyalahgunaan narkotika. Tak jarang pula kita melihat bahwa para pejabat yang karirnya sedang menanjak akhirnya ditangkap KPK karena melakukan korupsi. Seharusnya orang-orang yang sukses atau yang sedang berada pada posisi puncak bersikap waspada agar tidak jatuh ke dalam dosa. Setiap orang yang diizinkan Tuhan untuk mencapai puncak kesuksesan harus selalu waspada dan senantiasa sadar bahwa mereka harus mem-pertanggungjawabkan hidup mereka kepada Allah.

Orang-orang yang merasa bahwa hidupnya sedang dipakai Allah pun harus senantiasa waspada dan sadar bahwa mereka bisa jatuh dan menghadapi hukuman Allah. Kebanggaan diri yang berlebihan dan sikap sombong merupakan pangkal kehancuran. Saat berada dalam posisi puncak, sadarilah bahwa kesuksesan yang kita raih adalah anugerah Tuhan yang harus kita pakai untuk kemuliaan Tuhan. Apakah Anda saat ini sedang berada di puncak kesuksesan? Pakailah kesuksesan Anda untuk melayani dengan kerendahhatian agar Anda terhindar dari dosa kesombongan yang bisa membawa kepada kejatuhan! [P]

Nubuat: Bukti Keunggulan Allah

Yesaya 46

Bel dan Nebo adalah nama dua dewa yang disembah oleh bangsa Babel. Dalam pandangan orang-orang pada masa Perjanjian Lama, kekalahan / kemenangan dalam peperangan mencerminkan kekalahan / kemenangan dewa yang mereka sembah. Dengan demikian, nubuat tentang penaklukan terhadap dewa Bel dan dewa Nebo (46:1) menunjuk kepada penaklukan terhadap bangsa Babel oleh bangsa Persia. Perlu diingat bahwa Nabi Yesaya melayani pada masa kejayaan bangsa Asyur. Saat itu, kerajaan yang paling berkuasa adalah Kerajaan Asyur. Kerajaan Babel dan Kerajaan Persia masih belum muncul sebagai kerajaan adidaya. Oleh karena itu, nubuat Nabi Yesaya ini bukan prediksi (dugaan) yang didasarkan pada analisa kondisi militer dan politik saat itu, melainkan semata-mata merupakan rancangan Allah. Nubuat semacam ini tidak pernah muncul dari mulut para penyembah berhala karena para berhala itu tidak bisa berbicara, tidak bisa berpikir, dan tidak bisa bertindak! Allah Israel sama sekali tidak setara dengan sembahan bangsa-bangsa di luar Israel! Hanya Allah Israel saja yang bisa berkata, "Dengarkanlah Aku, hai kaum keturunan Yakub, hai semua orang yang masih tinggal dari keturunan Israel, hai orang-orang yang Kudukung sejak dari kandungan, hai orang-orang yang Kujunjung sejak dari rahim. Sampai masa tuamu Aku tetap Dia dan sampai masa putih rambutmu Aku menggendong kamu. Aku telah melakukannya dan mau menanggung kamu terus; Aku mau memikul kamu dan menyelamatkan kamu. Kepada siapakah kamu hendak menyamakan Aku, hendak mem-bandingkan dan mengumpamakan Aku, sehingga kami sama?” (46:3-5).

Tidak ada yang setara dengan Allah! Perkataan Allah itu untuk kita pahami, kita percayai, dan kita taati, tetapi tidak seluruhnya bisa kita mengerti dengan akal. Allah mengerti masa depan, sedangkan kita tidak. Nubuat Allah tentang masa depan itu pasti terjadi, sedangkan dugaan kita tentang apa yang akan terjadi itu bisa salah. Kita perlu memercayai janji Allah bukan karena janji Allah itu masuk akal, melainkan karena Allah yang berjanji itu dapat dipercaya dan dapat melakukan apa pun yang Dia kehendaki. Saat ini, secara manusiawi, kita hidup dalam ketidakpastian. Semua prediksi manusia bisa gagal. Apakah Anda berani tetap memercayai Allah dalam segala kondisi? Apakah Anda berserah kepada Allah dalam menghadapi masa depan? [P]

Nubuat: Bukti Kuasa Allah atas Sejarah

Yesaya 45

Penting sekali bagi kita untuk meyakini bahwa nubuat dalam kitab Yesaya benar-benar ditulis oleh Nabi Yesaya, sesuai dengan catatan Alkitab. Ada ahli-ahli Perjanjian Lama pada masa kini yang berpendapat bahwa kitab Yesaya ditulis oleh dua atau tiga orang penulis. Pendapat itu didasarkan pada pengagungan terhadap akal dan anggapan bahwa nubuat adalah rekayasa untuk mengagungkan Allah sebagai Penguasa sejarah. Memang, harus kita akui bahwa diperlukan iman untuk bisa memercayai nubuat! Tanpa iman, kita tidak mungkin memercayai bahwa Allah benar-benar merencanakan dan menentukan sejarah. Bacaan Alkitab hari ini menyebut tentang “Koresh”, yaitu raja Persia yang belum lahir pada masa Nabi Yesaya. Koresh adalah “alat” yang dipakai Tuhan untuk mengembalikan umat Yehuda dari pembuangan di Babel. Pembuangan di Babel itu belum terjadi pada masa Nabi Yesaya. Oleh karena itu, nubuat yang kita baca hari ini memperlihatkan bahwa peristiwa pembuangan bangsa Yehuda dan pengembalian ke Tanah Perjanjian membuktikan kuasa Allah dalam menentukan sejarah. Kuasa Allah atas sejarah menunjukkan bahwa Allah Israel itu berbeda dengan berhala-berhala yang tidak bisa berbicara—apa lagi tentang masa depan—dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Bila kita meyakini bahwa Allah berkuasa atas sejarah, kita tidak akan dikuasai perasaan risau saat menyaksikan hal-hal yang terjadi dalam hidup kita, termasuk wabah Covid-19 yang sampai saat ini belum teratasi. Bila kita meyakini bahwa Allah berkuasa atas sejarah, kita akan bisa menanti perkembangan wabah Covid-19 ini dengan memercayai bahwa Allah memiliki rencana-Nya sendiri yang saat ini belum bisa kita mengerti secara tuntas. Akan tetapi, kita pun juga harus menyadari bahwa Allah telah menyiapkan pekerjaan baik sebagai tanggung jawab yang harus dikerjakan oleh orang percaya (Efesus 2:10). Memercayai kuasa Allah bukan berarti bahwa kita hanya berpangku tangan saja, melainkan berarti bahwa kita harus menyesuaikan cara hidup kita dengan rencana Allah, bahkan kita harus melaksanakan tanggung jawab yang telah dipersiapkan Allah untuk kita kerjakan. Apakah Anda telah benar-benar menggumuli kehendak Allah bagi kehidupan Anda? Apakah Anda telah menetapkan hati untuk bersedia melakukan apa pun yang menjadi kehendak Allah bagi diri Anda? [P]

Roh Kudus Membangkitkan Keberanian

Yesaya 44

Walaupun kasih Allah seharusnya membuat kita bebas dari rasa takut dan bebas mengasihi, kelemahan manusiawi bisa membuat kita berpaling dari kasih Allah dan keyakinan kita menjadi goyah. Oleh karena itu, Allah berjanji untuk mencurahkan Roh Kudus (44:3) yang akan membebaskan kita dari batas-batas kelemahan manusiawi, agar kita bisa berpegang pada keyakinan akan kasih Allah terhadap diri kita. Keyakinan itulah yang akan membuat kita sanggup melakukan kehendak Allah. Janji pencurahan Roh Kudus ini sama dengan janji Allah dalam nubuat Nabi Yoel yang digenapi pada hari Pentakosta (Yoel 2:28-32; Kisah Para Rasul 2:17-21). Pada hari Pentakosta itu, Roh Kudus membuat Rasul Petrus—yang sebelumnya telah tiga kali menyangkal Tuhan Yesus karena dikuasai oleh rasa takut—menjadi berani berbicara kepada ribuan orang yang saat itu berkumpul di Yerusalem. Hasilnya, ribuan orang menjadi percaya sehingga jumlah orang yang percaya kepada Tuhan Yesus pada hari Pentakosta itu bertambah kira-kira tiga ribu jiwa (Kisah Para Rasul 2:41).

Pada zaman Perjanjian Lama, ketakutan terhadap tentara musuh telah membuat bangsa Israel berkali-kali melupakan Tuhan Allah—yang telah berulang-ulang melakukan pekerjaan besar di antara mereka—serta ikut-ikutan menyembah berhala yang dibuat dari kayu atau logam tuangan. Mereka tidak sadar bahwa berhala-berhala itu hanyalah buatan tangan manusia dan sama sekali tidak memiliki kuasa. Melalui para nabi-Nya, Allah memberitahukan hal-hal yang belum terjadi dan akan terjadi untuk menunjukkan bahwa yang benar-benar berkuasa adalah Allah Israel, bukan berhala-berhala itu! Sama seperti bangsa Israel, orang Kristen pada masa kini juga sering merasa terpesona melihat orang-orang yang memiliki banyak pengetahuan, kekayaan yang melimpah, dan jabatan yang tinggi, sehingga kita tidak berani untuk benar-benar mengandalkan Allah. Oleh karena itu, kita pun juga perlu pertolongan Roh Kudus yang akan membebaskan kita untuk sungguh-sungguh memercayai Allah serta membuat kita sanggup melakukan hal-hal besar yang telah dipersiapkan Allah untuk kita kerjakan. Apakah Anda telah meyakini bahwa Roh Kudus hadir dalam diri setiap orang percaya (Efesus 1:13)? Apakah Roh Kudus telah membebaskan Anda untuk memercayai dan menaati Allah? [P]

Kasih Allah Menghilangkan Ketakutan

Yesaya 43

Kasih Allah amat berbeda dengan kasih manusia. Manusia cenderung untuk mengasihi orang yang diharapkan akan memberi keuntungan atau membalas kebaikan kita, sedangkan Allah tetap mengasihi kita walaupun kita telah mengecewakan Dia. Allah berkata tentang umat-Nya, "Sungguh, engkau tidak memanggil Aku, hai Yakub, dan engkau tidak bersusah-susah karena Aku, hai Israel. Engkau tidak membawa domba korban bakaranmu bagi-Ku, dan tidak memuliakan Aku dengan korban sembelihanmu. Aku tidak memberati engkau dengan menuntut korban sajian atau menyusahi engkau dengan menuntut kemenyan. Engkau tidak membeli tebu wangi bagi-Ku dengan uang atau mengenyangkan Aku dengan lemak korban sembelihanmu. Tetapi engkau memberati Aku dengan dosamu, engkau menyusahi Aku dengan kesalahanmu.” (43:22-24). Mengingat bahwa Allah menciptakan manusia untuk kemuliaan-Nya (43:7), jelas bahwa cara hidup umat Israel telah mengecewakan Allah! Dari satu sisi, dosa akan mendatangkan hukuman Allah. Perkataan “menyeberang melalui air” dan “berjalan melalui api” (43:2) menunjuk kepada kesulitan dan penderitaan yang harus dialami oleh umat Allah. Dari sisi lain, Allah tidak membuang umat-Nya yang telah mengecewakan itu! Dalam kitab Yesaya—termasuk dalam bacaan Alkitab hari ini—Allah mengatakan kepada umat-Nya, “jangan takut” sampai lima belas kali (7:4; 8:12; 10:24; 35:4; 37:6; 40:9; 41:10,13, 14; 43:1,5; 44:2,8; 51:7; 54:4). Kita tidak perlu takut karena kita berharga di mata Allah dan mulia (43:4). Ingatlah bahwa kita berharga bukan karena kita baik, melainkan karena Allah telah memutuskan untuk mengasihi umat-Nya dan Ia tidak pernah mengubah keputusan-Nya.

Kasih Allah yang membebaskan kita dari ketakutan itu seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk membalas kasih-Nya melalui sikap ketaatan terhadap kehendak Allah serta melalui sikap mengasihi sesama yang diwujudkan dengan cara menyalurkan kasih Allah yang telah kita terima. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama berarti bahwa kita mengalihkan perhatian dari diri kita sendiri dan melepaskan pilihan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Kasih Allah yang telah kita terima lebih dahulu tanpa syarat akan membebaskan kita untuk mengasihi sesama tanpa mengharapkan balasan. Apakah Anda telah menerima kasih Allah itu dan merespons dengan semestinya? [P]

Hamba TUHAN yang Menyelamatkan

Yesaya 42

Istilah “hamba” dipakai dalam berbagai pengertian di dalam Alkitab. Hamba Abraham yang paling tua yang diutus untuk mencari istri bagi Ishak—anak Abraham—adalah “orang kepercayaan” yang bisa mewakili Abraham (Kejadian 24). Yosua adalah hamba atau abdi Musa dalam pengertian sebagai “murid” atau “penerus” (Keluaran 24:13; 33:11; Bilangan 11:28; Yosua 1:1). Gehazi adalah hamba dari Nabi Elisa dalam pengertian “bujang” atau “pesuruh” (2 Raja-raja 4-5). Walaupun pengertian kata “hamba” bisa berbeda-beda, namun semua pemakaian kata “hamba” dalam Alkitab menunjuk kepada adanya seorang “atasan” yang ditaati oleh sang hamba. Ketaatan itu bisa merupakan ungkapan ketulusan yang muncul dari rasa hormat, tetapi bisa juga merupakan siasat untuk mendapat keuntungan seperti dalam kasus orang-orang Gibeon yang mengatakan, “Kami ini hamba-hambamu” kepada Yosua dengan maksud supaya mereka tidak dibunuh oleh bangsa Israel (Yosua 9). Dalam bacaan Alkitab hari ini, istilah “Hamba TUHAN” dikenakan secara khusus sebagai nubuat tentang Yesus Kristus, Sang Mesias yang dijanjikan Tuhan di sepanjang Perjanjian Lama (bandingkan 42:1-4 dengan Matius 12:18-21). Sekalipun demikian, menarik untuk diperhatikan bahwa nubuat “menjadi terang untuk bangsa-bangsa” (42:6) juga bisa dikenakan bagi Rasul Paulus yang meyakini bahwa dirinya dipanggil Tuhan untuk memberitakan Injil kepada orang-orang non-Yahudi (Kisah Para Rasul 13:47; 26:23).

Tugas utama Sang Hamba TUHAN dalam nubuat di kitab Yesaya ini adalah menyatakan hukum (42:3) atau menegakkan hukum (42:4). Akan tetapi, tugas ini bukan dilakukan dengan kekerasan atau dengan pemaksaan (42:2-3) melainkan dengan menjadi teladan (42:4) serta melalui tindakan penyelamatan (42:6). Tindakan penyelamatan ini digambarkan sebagai “untuk membuka mata yang buta, untuk mengeluarkan orang hukuman dari tempat tahanan dan mengeluarkan orang-orang yang duduk dalam gelap dari rumah penjara.” (42:7). Sebagaimana Rasul Paulus melakukan pelayanannya dengan bercermin pada Sang Hamba TUHAN, demikian pula setiap orang yang percaya kepada Tuhan Yesus—termasuk setiap orang yang mengaku sebagai “hamba Tuhan”—harus hidup dalam ketaatan kepada seluruh kehendak Allah! Apakah Anda sudah hidup dengan meneladani Yesus Kristus? [P]