Keyakinan yang Berdasarkan Iman

Yesaya 41

Penghiburan Allah kepada umat-Nya didasarkan pada janji Allah yang belum terlaksana saat janji itu diberikan. Bagaimana kita bisa meyakini bahwa janji itu pasti akan terwujud? Perhatikanlah bahwa keyakinan terhadap kepastian terlaksananya janji Allah harus didasarkan pada dua hal: Pertama, kita harus meyakini bahwa Allah itu Mahakuasa. Tak ada yang mustahil bagi Allah. Dia bisa melaksanakan apa pun yang Dia kehendaki (41:2-5, 18-20). Dasar pertama ini tak bisa dipenuhi oleh siapa pun juga selain oleh Allah karena hanya Allah yang Mahakuasa. Tak ada manusia yang mahakuasa. Sains atau ilmu pengetahuan pun memiliki batas-batas yang tidak dapat diterobos. Sains bisa menjadi alat untuk memahami kondisi saat ini, tetapi sains hanya bisa memperkirakan masa lampau dan masa depan secara samar-samar. Sains selalu didasarkan pada hipotesis—atau anggapan dasar—yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Sains juga terus berkembang sehingga tidak memiliki kebenaran mutlak. Yang dahulu dianggap benar mungkin sekarang dianggap salah. Yang sekarang dianggap benar mungkin nanti akan dianggap salah. Keterbatasan sains tampak jelas dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, kita masih belum bisa memastikan kapan saatnya suatu gunung api akan meletus. Saat berhadapan dengan wabah Covid-19 pun, sains belum dapat memastikan kapan wabah bisa dihentikan. Hanya Allah saja yang bisa memastikan apa yang akan terjadi di masa depan. Kedua, kita harus meyakini bahwa Allah itu berbeda—dan lebih berkuasa—dari semua yang dianggap sebagai ilah-ilah di dunia ini (41:22-24). Apa pun atau siapa pun yang dianggap berkuasa dan disembah di dunia ini tidak akan bisa menghalangi rencana Allah. Oleh karena itu, sebagian besar dari apa yang dijanjikan Allah itu tak bisa kita bayangkan atau kita duga perwujudannya.

Riwayat bangsa Israel yang kita baca di dalam Alkitab seharusnya bukan hanya sekadar menambah pengetahuan saja, tetapi seharusnya membentuk pengenalan kita akan Allah. Perbuatan Allah dalam sejarah bangsa Israel penuh dengan hal-hal yang melampaui akal, tak terpikirkan sebelumnya oleh pemikiran kita yang terbatas. Kita memerlukan iman untuk bisa meyakini kemahakuasaan Allah serta superioritas—atau keunggulan—Allah atas segala sesuatu di dunia ini. Apakah Anda meyakini kemahakuasaan dan superioritas Allah itu? [P]

Allah Menguasai Masa Depan

Yesaya 40

Yang sangat melegakan hati waktu kita membaca kitab para nabi adalah bahwa kita dapat melihat dengan sangat jelas kuasa Allah atas masa depan. Kita tidak mengerti apa yang akan terjadi besok, bahkan apa yang sebentar lagi akan terjadi pun kita tidak tahu. Akan tetapi, Allah mengerti apa yang akan terjadi di masa depan, bahkan Allah mengerti semua hal yang akan terjadi sampai masa kekekalan. Allah tahu akhir hidup kita, dan Allah juga tahu apa yang terjadi saat ini. Penghiburan yang harus diberitakan oleh nabi Yesaya dalam 40:1 itu adalah penghiburan untuk umat Yehuda yang akan mengalami hukuman pembuangan di Babel. Perhatikanlah bahwa penghiburan itu disiapkan sebelum penghukuman dilaksanakan.

Allah yang kita sembah bukan hanya menguasai masa depan, tetapi juga merencanakan masa depan. Kedatangan Kristus—Allah yang menjadi Manusia—yang kita peringati sepanjang masa raya Natal itu bukan peristiwa yang mendadak terjadi, melainkan peristiwa yang sudah dirancang sebelumnya dan sudah disampaikan Allah melalui mulut para nabi ratusan tahun sebelum peristiwa itu terjadi. Suara yang berseru-seru di padang gurun dalam 40:3-4 itu menunjuk kepada tugas yang di kemudian hari dilaksanakan oleh Yohanes Pembaptis, yaitu pendahulu—atau pembuka jalan—bagi pelayanan Yesus Kristus, Sang Mesias yang telah dijanjikan Allah dalam Perjanjian Lama (lihat Matius 3:3-4; Markus 1:3-4; Lukas 3:3-6; Yohanes 1:23). Kita perlu meyakini bahwa Allah itu berkuasa untuk melaksanakan apa pun yang Ia rencanakan. Kita juga harus meyakini bahwa Allah mengasihi umat-Nya. Allah itu seperti seorang Gembala dan kita semua seperti domba-domba yang Dia gembalakan (40:10-14,25-26).

Saat ini wabah Covid-19 membuat semua orang berada dalam situasi yang sulit. Wabah itu bisa menimpa setiap orang—termasuk kita—tanpa bisa kita cegah. Di satu sisi, kita harus melakukan bagian kita untuk menjaga jarak dengan menghindari kerumunan, menjaga kesehatan dengan rajin mencuci tangan dan memakan makanan bergizi, serta meminimalkan penularan dengan memakai masker. Di sisi lain, kita harus tetap meyakini bahwa kita tidak akan terkena wabah bila Allah tidak mengizinkan hal itu terjadi pada diri kita. Apakah Anda meyakini bahwa Allah berkuasa atas masa depan Anda? [P]

Menjalani Hidup Bersama Roh Kudus

2 Korintus 5:1-10

Hari ini, kita akan mulai menjalani lembaran yang baru setelah berhasil melewati tahun 2020, tahun yang penuh dengan gejolak ketidakstabilan serta menimbulkan berbagai kesulitan hidup. Kondisi sulit tersebut telah memaksa kita untuk menyadari keterbatasan manusiawi kita. Semestinya, kesulitan tersebut membuat kita semakin mengandalkan Allah dalam mengarungi kehidupan yang masih dipercayakan oleh Sang Pencipta. Apa lagi, pada tahun 2021 ini, kita tidak memiliki jaminan bahwa kehidupan akan menjadi lebih nyaman dan penderitaan akan berakhir. Perhatikan peringatan Rasul Paulus dalam bacaan Alkitab hari ini, “Selama masih diam di dalam kemah ini, kita mengeluh oleh beratnya tekanan” (5:4). Meskipun demikian, firman Tuhan memberikan petunjuk dan pengharapan bagi kita dalam menjalani hidup di tahun 2021.

Kehidupan di dunia ini tidak mungkin terlepas dari pergumulan dan penderitaan. Sekalipun demikian, Allah mempersiapkan para pengikut Kristus untuk menjalani setiap pergumulan dan penderitaan itu dengan menganugerahkan Roh Kudus sebagai “jaminan segala sesuatu yang telah disediakan bagi kita” (5:5; lihat juga 1:22). Akan tetapi, apakah yang telah disediakan untuk kita itu? Yang disediakan Tuhan adalah “tempat kediaman di sorga bagi kita, suatu tempat kediaman yang kekal” (5:1). Dengan demikian, kehidupan kita di dunia ini adalah kehidupan yang berpengharapan. Pengharapan itu “tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita” (Roma 5:5). Roh Kudus membantu kita ketika kita merasa lemah (Roma 8:26), sebab damai sejahtera dan sukacita berasal dari Roh Kudus (Roma 14:17). Roh Kudus yang merupakan Pribadi Ketiga Allah Tritunggal itu “berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (Roma 8:26).

Oleh karena itu, hendaklah hati kita senantiasa tabah (2 Korintus 5:6). Hendaklah kita “hidup karena percaya, bukan karena melihat” (5:7). Jangan biarkan hati Anda terfokus pada apa yang Anda dengar, lihat, atau alami dalam hidup sehari-hari, tetapi percayalah kepada janji-janji Allah dan berserahlah kepada-Nya! Sadarilah bahwa setiap murid Kristus menjalani hidup bersama dengan Roh Kudus. Mari kita melangkah di tahun ini dengan semangat untuk saling mengasihi, saling memedulikan, dan saling mendukung antar anggota gereja. [ECW]

Tempat Perteduhan yang Sejati

Mazmur 90

Seorang penulis yang bernama Harold J. Sala pernah mengatakan bahwa tahun yang akan datang dapat dilihat sebagai kelanjutan dari tahun yang segera berlalu. Namun, di penghujung tahun 2020 ini, saya meyakini bahwa banyak orang yang berharap bahwa situasi pandemi Covid-19—yang telah mengguncang kestabilan hidup—tidak berlanjut di tahun 2021. Akan tetapi, di tahun 2021, tampaknya para pelajar dan mahasiswa belum bisa seluruhnya menjalani studi tatap muka, ekonomi masih akan berputar lebih lambat, dan virus Covid-19 masih akan tetap mengancam kesehatan masyarakat.

Mazmur 90 ditulis oleh Musa saat ia memimpin bangsa Israel menuju ke Tanah Perjanjian. Perjalanan itu penuh dengan berbagai kesulitan. Pergumulan dan penderitaan Musa itu tersirat melalui tema ratapan seperti di ayat sepuluh yang menjadi pokok pikiran utama berdasarkan struktur mazmur ini. Musa berkata, “Kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan” (90:10). Musa menyadari bahwa hidup manusia itu fana (90:5,6). Musa menyadari bahwa Allah murka kepada Israel yang berdosa (90:7,8,11), sebab bangsa itu dikenal sebagai kaum yang tegar tengkuk (Keluaran 32:9). Oleh karena dosanya, maka keturunan Abraham, Ishak, dan Yakub harus mengembara di padang gurun selama 40 tahun (Bilangan 32:13).

Alkitab mengungkapkan kepada kita yang hidup di zaman ini bahwa semua manusia berdosa (Roma 3:23) dan Allah murka atas dosa manusia (Roma 1:18). Dosa menyebabkan manusia mengalami kematian (Roma 5:12), bermacam-macam kesulitan (2 Timotius 3:1, Mazmur 54:5, Roma 8:19-21), bahkan murid Kristus pun tidak luput dari penderitaan (Filipi 1:29). Berdasarkan ajaran Alkitab, kita menyadari bahwa pandemi Covid-19 mengungkapkan keberadaan manusia yang berdosa dan hidup dalam kesementaraan. Dalam situasi seperti ini, kita harus tetap meyakini bahwa Allah adalah ‘tempat perteduhan’ yang sejati (90:1). Kita senantiasa mengandalkan Allah untuk memperoleh kelegaan (90:13), sukacita (90:14), dan kekuatan (90:17). Ingatlah bahwa Allah tidak merancang kejahatan (Yakobus 1:17). Dia memelihara dan memberi jalan keluar saat kita menderita (1 Korintus 10:13). Marilah kita menjaga agar kita tetap hidup dalam kekudusan, sebab tidak ada dosa yang dapat kita sembunyikan dari Allah (90:8). [ECW]

Sesuai Aplikasi

Titus 3

Aplikasi belanja online saat ini sangat memudahkan pengguna untuk Amelakukan berbagai macam transaksi. Adanya fitur yang user- friendly atau mudah dipakai-memikat pengguna untuk terus memakai aplikasi itu, misalnya notifikasi pengingat informasi. Fitur ini mendorong pengguna aplikasi untuk merespons pesan. Di pasal ini, Rasul Paulus mengingatkan Titus untuk menyampaikan pesan agar setiap orang Kristen senantiasa bersungguh-sungguh melakukan pekerjaan baik dalam seluruh aspek hidupnya, yaitu tunduk dan hormat kepada pemerintah (3:1), bersikap ramah dan lemah lembut kepada sesama (3:2), menasihati orang yang suka mencari-cari masalah dan mengajarkan ajaran sesat (3:9-11), dan menolong rekan sepelayanan (3:13-14).

Perkataan "pekerjaan yang baik" (3:1,8,14) yang dimaksud Rasul Paulus di sini berkaitan dengan dua hal, yaitu: Pertama, perkataan itu berkaitan dengan ketidakmampuan manusia berdosa untuk melakukan pekerjaan yang baik. Manusia berdosa sama sekali tidak memenuhi syarat untuk menerima kasih karunia Allah (3:3; bandingkan dengan Roma 3:12), tetapi kemurahan Allah dan kasih karunia-Nya membuat la mau menyela- matkan manusia berdosa melalui karya Yesus Kristus, serta memberikan kelahiran kembali dan hidup baru melalui pekerjaan Roh Kudus (3:5-6; bandingkan dengan Efesus 2:1-10). Kedua, perkataan itu berkaitan dengan kondisi bahwa manusia yang telah menerima kasih karunia Allah akan dimampukan oleh Roh Kudus untuk melakukan pekerjaan yang baik dan berguna bagi banyak orang (3:8). Dengan demikian, pekerjaan baik orang Kristen bukanlah dilakukan agar memperoleh keselamatan atau agar memenuhi syarat untuk masuk surga atau agar mendapat keuntungan tertentu, melainkan merupakan buah pertumbuhan rohani berdasarkan pengetahuan yang benar tentang Allah (Kolose 1:10).

Itulah sebabnya, Rasul Paulus menyuruh Titus untuk mengingatkan, meyakinkan, dan menguatkan jemaat di pulau Kreta agar senantiasa memercayai pemberitaan Injil yang sejati dan senantiasa bersandar pada Roh Kudus yang akan memampukan mereka untuk melakukan setiap pekerjaan baik dengan berlandaskan pada kasih karunia Allah yang menyelamatkan semua manusia. Kiranya setiap pekerjaan baik yang kita kerjakan menjadi bukti konkret penerapan firman Tuhan dalam kehidupan seorang Kristen yang sejati. [TC]

Antara Ekspektasi dan Realita

Titus 2

Betapa senangnya Budi saat diajak ayahnya pergi ke salah satu restoran yang sudah lama ia idam-idamkan. Sang ayah mengizinkan Budi memesan makanan apa saja yang ia sukai, Budi segera melihat menu makanan dan menunjuk gambar makanan yang menurutnya sangat menarik dan diduga rasanya sangat enak. Namun, saat makanan tersebut dihidangkan, ia sangat kecewa karena ternyata apa yang ia lihat tidak sesuai dengan apa yang ia bayangkan: Yang disajikan tidak sesuai dengan gambar, porsinya kecil, dan yang paling mengecewakan adalah bahwa rasa makanan tersebut sangat hambar.

Antara harapan dan kenyataan sering bertolak belakang. Itulah yang terlihat dalam kehidupan orang Kristen di pulau Kreta. Cara hidup mereka sama seperti cara hidup orang non Kristen, sehingga pengajaran atau berita firman Tuhan menjadi tercela, bahkan muncul berbagai tuduhan atau gosip yang mempermalukan orang Kristen dan membuat orang non Kristen tidak tertarik terhadap kekristenan (bandingkan dengan 2:7-8). Di pasal ini, Rasul Paulus meminta Titus memberitakan hal-hal yang sesuai dengan ajaran yang benar serta memelihara integritas iman Kristen tanpa berkompromi dengan budaya setempat, baik yang menyangkut laki-laki maupun perempuan yang lebih tua (2:2-3), para perempuan yang lebih muda (2:4-5), para orang muda (2:6-8), maupun menyangkut para hamba (2:9-10).

Yang disampaikan Rasul Paulus kepada Titus itu sangat penting karena cara hidup orang Kristen harus berdasarkan kasih karunia Allah yang telah menyelamatkan, membebaskan, dan menguduskan kita melalui pengorbanan Yesus Kristus di kayu salib. Kristus menghendaki agar umat-Nya selalu melakukan perbuatan baik (2:14, bandingkan dengan Efesus 2:10). Roh Kudus akan memampukan dan mendisiplin setiap orang percaya “supaya kita meninggalkan kefasikan dan keinginan-keinginan duniawi dan supaya kita hidup bijaksana, adil dan beribadah di dalam dunia sekarang ini” (Titus 2:12). Semoga setiap orang Kristen selalu mengandalkan Roh Kudus, sehingga seluruh aspek hidupnya selalu memuliakan dan mencerminkan karakter Kristus, sesuai dengan kebenar-an firman Tuhan. Dengan demikian, kekristenan memiliki daya tarik bagi orang yang belum percaya, dan orang Kristen makin disenangi oleh semua orang (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 2:47). [TC]

Kenal Tapi Tak Sayang

Titus 1

Seorang ahli memancing ikan sedang memperagakan bagaimana cara memancing yang benar kepada anak-anak di dalam kelas. Ia menjelaskan cara memilih alat pancing, memilih umpan, serta cara menentukan waktu atau musim terbaik untuk memperoleh jenis ikan tertentu. Penjelasan sang ahli itu sangat memukau. Kemudian, seorang anak dengan rasa penasaran bertanya, “Pak, berapa banyak ikan yang sudah bapak tangkap dan ikannya seberapa besar?” Sang ahli menjawab, “Saya belum pernah memancing, oleh sebab itu saya belum pernah mendapat satu ekor ikan pun.”

Kehidupan orang Kristen di Pulau Kreta mirip dengan kisah di atas. Mereka mengaku memercayai, mengenal, dan mengasihi Allah, namun hidup sehari-hari mereka tidak mencerminkan karakter Kristus. Mereka menyangkal Kristus, menerima pengajaran yang memberi keuntungan pribadi, suka bergosip, licik, suka menyakiti, melawan hukum, serta tidak bisa berbuat sesuatu yang baik. Oleh karena itu, Rasul Paulus menegur dengan keras agar orang Kristen di pulau Kreta tidak bertingkah laku seperti penduduk Kreta pada umumnya yang terkenal pandai berbohong serta bersifat seperti binatang buas yang rakus dan pemalas (1:12).

Untuk mengatasi kondisi yang tidak mudah ini, Rasul Paulus mengutus Titus agar mengatur dan menetapkan para penatua yang cakap memimpin jemaat berdasarkan kualitas kerohanian dan kehidupan yang tak bercacat dalam aspek kehidupan keluarga (1:6), pribadi (1:7), dan karakter (1:8-9). Rasul Paulus telah menjadi teladan bagi Titus, dan Titus harus melakukan hal yang sama terhadap orang Kristen di pulau Kreta. Titus bukan hanya diminta berbicara, menegur, membina, dan mengajar tentang cara menjadi penatua atau orang Kristen yang baik, tetapi dia juga harus memperlihatkan kerangka pikir dan pola hidup seorang pengikut Kristus yang sejati, sehingga mereka memiliki iman yang sehat, berpegang pada pengajaran yang benar, serta makin mengenal dan mengasihi Kristus dengan sungguh-sungguh. Semuanya itu harus diwujudkan dalam kehidupan aktual setiap hari.

Setelah Anda mengaku percaya dan mengasihi Yesus Kristus, apakah pola hidup Anda menjadi semakin menyerupai Kristus? Ingatlah bahwa iman yang sehat harus ditunjukkan melalui perbuatan nyata, bukan hanya diucapkan. [TC]

Teladan Hana

Lukas 2:36–38

Hana pasti banyak dikenal orang karena setiap hari ia berada di Bait Allah pada masa pemerintahan Kaisar Agustus. Ia adalah seorang nabiah berusia lanjut yang merupakan seorang janda. Pembicaraan favoritnya adalah tentang Mesias yang akan datang. Mungkin, ayat favoritnya adalah Maleakhi 3:1 “Lihat, Aku menyuruh utusan-Ku, supaya ia mempersiapkan jalan di hadapan-Ku! Dengan mendadak Tuhan yang kamu cari itu akan masuk ke bait-Nya! Malaikat Perjanjian yang kamu kehendaki itu, sesungguhnya, Ia datang, firman TUHAN semesta alam.”

Benar bahwa Sang Mesias telah datang! Pada hari itu, Hana bertemu dengan bayi Yesus yang dibawa oleh Yusuf dan Maria ke Bait Allah. Dari Hana, kita bisa melihat teladan iman dan ketekunan dalam menanti kedatangan Sang Mesias: Pertama, hidupnya berfokus pada Tuhan. Tidak diragukan bahwa sejak kecil, Hana telah mengetahui tentang janji Mesianis yang Allah berikan kepada orang Israel, dan dia percaya bahwa janji itu akan digenapi. Setiap hari ia menunggu penggenapan janji tentang Sang Mesias. Kedua, hidupnya digerakkan oleh pengharapan. Kata “tidak pernah meninggalkan” menunjukkan bahwa hidupnya dimotivasi oleh pengharapan akan kedatangan Sang Mesias. Ketiga, Hana mempraktikkan disiplin rohani. Ia sering berpuasa agar memiliki lebih banyak waktu untuk berdoa. Dia telah belajar menyalibkan keinginan daging agar bisa melayani Allah dengan lebih pantas. Keempat, Hana tahu berterima kasih. Ia memuji Tuhan yang telah membuat Ia bertemu langsung dengan bayi Yesus yang merupakan Sang Mesias yang telah lama ia nantikan. Pertemuan itu membuat Ia siap untuk pergi (mati) dalam damai sejahtera. Kelima, Hana adalah saksi. Dia tidak takut untuk menceritakan tentang Yesus Kristus kepada orang-orang di sekitarnya.

Nama “Hana” berarti anugerah. Anugerah Allah diungkapkan melalui kematian Yesus Kristus di kayu salib. Saat ini, kita menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali. Apakah Anda masih terus merindukan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali? Apakah Anda hanya berharap kepada Allah saja? Apakah Anda selalu bersyukur atas anugerah hidup kekal yang telah Anda terima? Apakah Anda setia melayani Allah dan Anda terus menjadi saksi dari anugerah Allah dalam hidup Anda sampai Tuhan Yesus datang kembali? Teladanilah Hana yang tekun dan setia sampai akhir hidupnya! [FW]

Orang Nazaret

Matius 2:19-23

Setelah Raja Herodes Agung—yang memerintahkan pembunuhan terhadap anak-anak di bawah usia dua tahun di Nazaret untuk mencegah munculnya Raja baru yang bisa menjadi saingannya—mati, Yusuf dan Maria membawa bayi Yesus kembali dari Mesir ke Israel. Melalui mimpi, Allah memperingatkan Yusuf agar jangan kembali ke Betlehem, tetapi ke kota asal mereka, yaitu Nazaret di Galilea (2:1-7, 13-23; Lukas 1:26–27; 2:4–5). Nama “Nazaret” disebut sekitar 25 kali dalam Perjanjian Baru. Nazaret adalah kota kecil berpenduduk sekitar 500 orang, yang berjarak sekitar 100 km dari Yerusalem. Karena dibesarkan di Nazaret, Yesus Kristus dikenal sebagai Yesus dari Nazaret atau Orang Nazaret (Matius 2:23). Sebutan ini penting karena menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah tokoh nyata yang ada dalam sejarah. Ia benar-benar pernah hidup dan bertumbuh secara fisik di kota Nazaret. Masyarakat di sekitar mereka mengenal orang tua dan saudara-saudara-Nya (Matius 13:53–58). Akan tetapi, sebutan sebagai “Orang Nazaret” membuat Ia diremehkan karena Nazaret terletak di Galilea yang merupakan wilayah bangsa-bangsa lain (Matius 4:15). Perhatikan bahwa perkataan Natanael kepada Filipus bernada mengejek, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?”. Setelah bertemu langsung dengan Tuhan Yesus, barulah Natanael bersedia memercayai dan mengikut Dia (Yohanes 1:45–51).

Walaupun sebutan sebagai “Orang Nazaret” bukan sebutan penghormatan, Tuhan Yesus tidak pernah merasa keberatan terhadap sebutan tersebut. Karena Ia taat kepada kehendak Bapa-Nya (Matius 2:23). Ia rela menanggalkan kemuliaan-Nya demi melaksanakan misi penyelamatan (Filipi 2:6-8). Ingatlah bahwa saat Tuhan Yesus disalibkan, Pontius Pilatus memerintahkan agar di atas kayu salib dipasang tulisan, ”Yesus, orang Nazaret, Raja orang Yahudi” (Yohanes 19:19). Mungkin saja pernyataan identitas sebagai “Orang Nazaret” itu bisa dianggap sebagai pelecehan bagi penduduk kota Nazaret. Akan tetapi, identitas tersebut ternyata dipakai dalam pemberitaan Injil Rasul Petrus dan Rasul Paulus (Kisah Para Rasul 2:22; 3:6; 4:10;; 10:38; 22:8; 26:9). Apakah Anda telah belajar merendahkan diri dengan meneladani Yesus Kristus, atau sebaliknya, Anda mengutamakan penghormatan berdasarkan gelar atau jabatan? Apakah Anda bersedia untuk merasa bangga hanya karena Yesus Kristus adalah Juruselamat Anda? [FW]

Nama Yesus

Matius 1:18-25

Memberi nama kepada anak merupakan hak istimewa dan sekaligus tanggung jawab orang tua. Banyak calon orang tua yang mulai menyeleksi begitu banyak nama sejak mengetahui terjadinya kehamilan, tetapi ada pula yang baru memilih nama setelah anaknya lahir. Sejak mendengar pemberitahuan malaikat bahwa ia akan mengandung seorang anak laki-laki, Maria sudah diberi tahu bahwa anak itu harus diberi nama Yesus (Lukas 1:31). Yusuf juga menerima pemberitahuan yang sama dari malaikat itu, “... engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” (Matius 1:21). Mungkin, inilah salah satu cara Allah meyakinkan Yusuf atas kehamilan Maria sebagai perbuatan ilahi, yaitu bahwa mereka berdua mendapat pemberitahuan tentang nama yang sama.

Dalam Alkitab, nama lebih dari sekadar sebutan, melainkan selalu memiliki arti yang sangat penting. Nama menyatakan karakter diri dan tujuan hidup. Nama “Yesus” berasal dari kata Ibrani Yosua (Yehoshua), yang berarti “Allah Penyelamat” atau “Tuhan adalah keselamatan.” Malaikat memberi tahu Yusuf bahwa Yesus akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka. Itulah tujuan kedatangan-Nya ke dalam dunia.

Anak Allah diberi nama manusia “Yesus” karena manusia memiliki persoalan mendasar, yaitu dosa. Dosa bukan hal remeh karena dosa membuat manusia tidak mencapai standar Allah. Dosa ada dalam tabiat bawaan kita. Dosa adalah kecenderungan untuk secara aktif melawan perintah dan tujuan Tuhan. Dosa adalah perlawanan terhadap Allah yang kudus. Konsekuensi dosa adalah murka Allah yang berwujud maut atau kematian kekal.

Hanya Yesus Kristus yang dapat menyelamatkan kita dari dosa dan memberi hidup yang kekal, karena hanya Dia yang dapat menjadi korban penebusan dosa kita. Hanya Dia yang tanpa dosa. Hanya Dia yang dapat menaklukkan maut dengan bangkit dari kubur. Yesus Kristus adalah satu-satunya solusi yang tepat untuk persoalan dosa kita. Kelahiran Yesus Kristus, kehidupan-Nya, kematian-Nya, dan kebangkitan-Nya adalah tindakan anugerah Allah.

Hanya anugerah Yesus Kristus yang bisa membuat kita diampuni, menjadi benar di hadapan Allah, dan mendapat hidup kekal. Tanpa Yesus Kristus, kita tidak akan memperoleh hidup kekal. Apakah Anda telah menerima Yesus Kristus sebagai Juruselamat Anda? [FW]