Jangan Takut

Lukas 1:11-25

Hal paling melegakan yang terjadi saat kita ke dokter adalah saat dokter berkata, “Jangan takut!” Sekalipun mungkin kita didiagnosis mengalami sakit yang berat, perkataan itu memberi kelegaan dan membuat kita menjadi kuat. Perkataan “Jangan takut” dituliskan tiga kali dalam kisah Natal di Injil Lukas, yaitu perkataan yang diucapkan oleh malaikat kepada Zakaria, Maria, dan para gembala (1:13; 1:30; 2:10).

Yesus Kristus datang ke dalam dunia ke tengah umat Allah yang dalam keadaan ketakutan. Dengan mengutip perkataan nabi Yesaya, penulis Injil Matius menyebut umat Allah sebagai “bangsa yang diam dalam kegelapan… mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut” (Matius 4:16; lihat Yesaya 9:1). Kematian adalah musuh mengeri-kan yang membangkitkan ketakutan (Ibrani 2:14–15). Dalam agama apa pun, tidak ada jaminan untuk mengatasi ketakutan. Manusia hidup dalam kegelapan spiritual dan dalam pencarian terang sampai Tuhan Yesus datang “mematahkan kuasa maut dan mendatangkan hidup yang tidak dapat binasa” (2 Timotius 1:10). Bagi orang yang percaya pada Yesus Kristus, kegelapan akan pergi dan ketakutan terhadap kematian akan lenyap. Kita tidak akan hidup dalam ketakutan lagi.

Imam Zakharia sedang membakar ukupan saat malaikat Gabriel muncul. Kemunculan yang mendadak itu membuat Imam Zakharia terkejut dan menjadi takut. Akan tetapi, malaikat itu berkata, “Jangan takut, hai Zakharia, sebab doamu telah dikabulkan…” (Lukas 1:13). Sejak menikah, mereka telah berdoa memohon agar Allah menganugerahkan anak, tetapi doa mereka tidak terkabul, sampai Allah mengutus malaikat Gabriel untuk memberitahukan bahwa permohonan mereka akan segera terkabul. Allah berjanji untuk memberi seorang anak yang akan menjadi pembuka jalan bagi kedatangan Sang Mesias (Maleakhi 3:1; Lukas 1:76). Perkataan malaikat Gabriel itu di luar dugaan!

Saat Anda menghadapi masalah, baik masalah studi, pekerjaan, rumah tangga, kesehatan, atau masalah apa pun, datanglah kepada Allah untuk memohon pertolongan dan perlindungan! Jangan biarkan ketakutan menguasai diri Anda! Allah telah memberikan Anak-Nya yang tunggal untuk menebus dosa manusia. Pembebasan dari hukuman dosa seharusnya membebaskan kita dari ketakutan karena alasan apa pun, termasuk kematian. Apakah Anda selalu bersandar kepada Yesus Kristus—Sang Imanuel—saat rasa takut mendatangi Anda? [FW]

Kesederhanaan Yesus Kristus

Kolose 1:15-20

Suatu saat, Ratu Elisabeth I| berkunjung ke Amerika Serikat dengan membawa barang bawaan seberat 1.800 kg, termasuk dua busana untuk setiap upacara, busana berkabung kalau-kalau ada yang meninggal, serta sejumlah pelapis dudukan toilet dari kulit domba putih. Beliau juga membawa penata rambut pribadi, dua pelayan pria, serta rombongan pembantu. Kunjungan singkat itu menelan biaya sampai tiga ratus miliar rupiah. Kunjungan tersebut berbeda sangat mencolok dengan kunjungan Yesus Kristus-Sang Anak Allah-ke bumi yang mengambil tempat di kandang hewan, padahal la datang dari Kerajaan Allah yang kekal. la datang tanpa pembantu. Raja yang baru lahir di dunia itu dibaringkan di tempat yang tidak layak, yaitu sebuah palungan. Akan tetapi, sosok Raja ini mengubah sejarah manusia dan dunia. Betapa senyap pemberian karunia yang menakjubkan itul

Yesus Kristus adalah Anak Allah yang menjadi manusia. Kehadiran- Nya di dunia sudah direncanakan Allah sejak awal. Berita yang disampai- kan malaikat kepada Yusuf (Matius 1:20-21) menggenapi nubuat Nabi Yesaya (1:22-23; Yesaya 7:14). Rasul Paulus menuliskan, "la adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih utama dari segala yang dicip- takan. la ada terlebih dahulu dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia." (Kolose 1:15,17). Yesus adalah satu-satunya Pribadi Allah yang menyatakan siapa Allah. Dia tidak diciptakan. Dia telah ada sebelum segala sesuatu ada. Dialah Pencipta segala sesuatu dan segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Dengan demikian, Allah yang tidak kelihatan menjadi nyata dan dapat dilihat di dalam diri Yesus Kristus. Sega- la kuasa berada di tangan-Nya karena semua kuasa bersumber dari Dia.

Yesus Kristus, Sang Raja Kemuliaan yang kekal itu, datang ke dunia dalam kesederhanaan untuk menyelamatkan manusia berdosa. Dia rela meninggalkan kemuliaan yang melekat pada diri-Nya. Bahkan, ketika la berada di dalam dunia, la tidak mengenakan kemuliaan dan kuasa-Nya. la berkuasa menyembuhkan orang sakit, bahkan membangkitkan orang mati, tetapi tujuan utama kedatangan-Nya adalah menyelamatkan manusia dari dosa. Tanpa Yesus Kristus, semua manusia akan binasa dan menerima hukuman kekal. Semua manusia memerlukan Yesus Kristus. Datanglah kepada Yesus Kristus dan bukalah hidup Anda. Jadikanlah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat Andal [FW]

Anugerah yang Tak Terselami

Efesus 2:4-10

Allah mengasihi manusia berdosa, itu pasti! Kekayaan kasih karunia Allah ini sulit untuk dimengerti. Manusia berdosa adalah orang yang akan terus berdosa, bahkan berdosa tanpa henti. Hati manusia tidak pernah puas, sehingga manusia sulit mengatakan “stop” karena ingin terus menyenangkan dirinya. Manusia cenderung memusatkan perhatian pada dirinya sendiri. Itulah dosa! Tidak pernah ada kata cukup bagi dosa. Dosa bekerja dalam diri manusia. Kematian kekal adalah upah dosa. Kematian itu pasti karena dosa telah membuat manusia rusak total.

Namun, Allah tidak membiarkan manusia begitu saja. Kekayaan kasih-Nya yang berlimpah-limpah siap untuk dicurahkan kepada setiap orang yang mau datang kepada-Nya. Pengharapan yang bisa memberi jaminan kepada manusia hanya satu, tidak ada yang lain! Bila kita membuka diri untuk menerima kasih Allah di dalam iman kepada Yesus Kristus, Sang Mesias itu, Allah akan “menciptakan ulang” atau mentrans-formasi diri kita dari kondisi sebagai manusia lama menjadi manusia baru. Hidup kita tidak pernah sama lagi! Tangan Allah berkarya di setiap sisi pada diri kita. Allah “mengejar” kita agar kita kembali pada tujuan awal saat Ia menciptakan kita, yaitu agar kita hidup untuk kemuliaan-Nya (Yesaya 43:7).

Bagaimana seharusnya umat Allah menanggapi anugerah kasih Allah yang berlimpah-limpah itu? Ingatlah bahwa dari kondisi kotor, kita telah menjadi bersih. Dari kondisi rusak, kita telah diperbaiki. Dari kondisi hancur, kita telah dipulihkan. Dari kondisi kacau, kita telah dirapikan. Dari kondisi tanpa masa depan, kita telah memiliki pengharapan. Dari kondisi pasti binasa dalam dosa, kita telah diselamatkan dan menerima hidup yang kekal. Dari kondisi jauh dari Allah, sekarang menjadi dekat. Apakah Anda sudah menerima kasih karunia Allah? Ingatlah bahwa kita ini buatan Allah yang telah diciptakan ulang di dalam Yesus Kristus, Sang Juruselamat. Marilah kita mengisi hidup kita dengan hal-hal yang memuli-akan Allah, yaitu dengan melakukan pekerjaan baik yang telah dipersiap-kan Allah jauh sebelum kita bisa merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita. Mengapa Allah mau mengerjakan hal itu bagi kita? Sungguh, kasih dan anugerah Allah bagi kita itu tidak terselami. Keselamatan adalah pekerjaan Allah, bukan hasil usaha kita (Efesus 2:9). Keselamatan adalah karya Allah dalam hidup kita. Jadi, muliakanlah Allah dalam kehidupan Anda! [FW]

Kasih Allah

Yohanes 3:16-21

Betapa banyak hal yang kita tidak mengerti mengenai kasih Allah. Bagaimana mungkin seorang Bapa merelakan Anak-Nya lahir untuk mati? Kematian-Nya jauh dari kemuliaan secara manusiawi, bahkan memalukan karena dicap sebagai penjahat? Namun, kasih Allah itu begitu nyata. Dua ribu tahun yg lalu, hadir sosok Yesus Kristus, Anak Allah, ke dunia. Sesungguhnya, keberadaan Yesus Kristus itu sudah ada sejak permulaan segala sesuatu.

Mengapa kasih Allah terhadap manusia berdosa begitu besar, padahal manusia sebenarnya lebih patut dibiarkan binasa daripada diselamatkan? Ternyata bahwa Allah memutuskan untuk menyelamatkan manusia, sehingga kita dapat merasakan kasih-Nya yang begitu besar. Tanpa keselamatan, kasih Allah dan pribadi-Nya bagaikan bayangan yang tidak pernah kita kenal atau kita rasakan. Jika kita tidak mengenal Yesus Kristus yang telah diberikan oleh Allah Bapa menjadi Perantara antara manusia dan Allah, tidak mungkin kita bisa memiliki relasi dengan Allah dan merasakan kasih-Nya pada kita

Kasih Allah memiliki dua sisi, yaitu menyelamatkan dan menghukum. Allah menghukum dosa karena Ia adil. Kasih membuat Allah menyelamatkan manusia berdosa dengan memberikan Anak-Nya (3:16). Akan tetapi, Allah menghukum mereka yang tidak mau percaya kepada Yesus Kristus (3:18-19). Allah bertindak tegas dan tidak mau berkompromi dengan dosa. Jika manusia memilih untuk lebih menyukai kegelapan dan hidup di dalam kegelapan supaya perbuatan-perbuatan mereka yang jahat tidak tampak, maka mereka telah berada di bawah murka dan hukuman Allah.

Allah memberikan Anak-Nya yang tunggal agar manusia bisa diselamatkan. Natal dimulai di hati Allah. Natal dimulai dari kasih Allah. Kasih Allah adalah kasih yang memberi, berkorban, merelakan, suci, membawa kebaikan, bersukacita karena yang dikasihi, dan tidak bersukacita melihat kebinasaan orang yang dikasihi-Nya. Jika kita telah mengalami kasih Allah, seharusnya kita membagikan kasih itu pada sesama. Kasih Allah yang telah dinyatakan pada diri kita harus dibagikan kepada orang lain, tidak disimpan atau diingkari. Jika kasih Allah begitu nyata, apakah kasih kita sudah nyata? Sebarkan kasih Allah mulai dari orang terdekat dan orang-orang di sekitar diri Anda! [FW]

Hadiah Natal

Yohanes 1:1-14

Ada seorang anak kecil di sebuah desa terpencil yang memberikan hadiah Natal untuk gurunya. Ia memberikan bunga anggrek yang indah. “Di mana kamu mendapatkan anggrek ini?” tanya gurunya. Anak itu mengatakan bahwa ia mengambil bunga anggrek yang langka itu di pinggir hutan, yang letaknya jauh dari desanya. Ibu guru itu sangat tersentuh hatinya karena ia tahu bahwa anak itu telah berjalan kaki berkilo-kilo meter hanya untuk mendapatkan bunga anggrek itu. “Kamu seharusnya tak perlu berjalan sejauh itu hanya untuk bunga anggrek ini,” katanya. Namun, sang guru sangat surprise ketika anak itu menjawab bahwa perjalanan jauh itu adalah bagian dari hadiah yang dia berikan kepada gurunya.

Anak kecil ini telah memberikan sebuah pesan yang indah tentang Yesus Kristus. Yesus Kristus telah memberikan hadiah yang indah berupa hidup kekal kepada semua orang yang percaya kepada-Nya. Dalam pemberian tersebut telah tercakup penebusan, pengampunan, dan pembebasan bagi manusia dari semua dosa, disertai dengan kasih Allah yang tiada taranya. Tuhan Yesus memulai perjalanan yang penuh kasih itu saat Ia meninggalkan segala kemuliaan surga untuk datang ke dunia dan menjadi manusia. Dia mengambil rupa seorang manusia yang dibatasi oleh ruang, waktu, gerak, dan keterbatasan fisik. Dalam keadaan lelah, Dia masih harus berjalan menuju tempat Ia disalibkan. Ia mengalami penderitaan fisik dan mental yang berat. Perjalanan yang berat ini benar-benar nyata, bukan virtual seperti trend masa kini. Ia merasakan rasa sakit karena daging yang tersobek dan darah yang mengalir. Akan tetapi, demi memberikan hadiah yang terindah bagi manusia berdosa, Yesus Kristus rela menempuh jalan penuh kasih itu.

Hadiah dari Yesus Kristus sebagai hasil dari perjalanan penuh kasih yang Dia lakukan untuk Anda—yaitu keselamatan, pengampunan dosa dan hidup kekal—telah tersedia bagi Anda. Apakah Anda sudah memperoleh hadiah itu? Anda dapat menyambut hadiah itu dengan berkata, “Tuhan Yesus, saya mau menerima Engkau sebagai hadiah dalam hidup saya.” Maukah Anda meminta kepada Kristus sekarang juga? Hidup Anda akan diubahkan selamanya! Hidup Anda tidak akan tetap sama karena Kristus membuat Anda menjadi pribadi yang baru, yang lama sudah berlalu (2 Korintus 5:17). [FW]

Menjadi Pembuat Murid

2 Timotius 4:9-22

Sepanjang pelayanannya, Rasul Paulus selalu berusaha memuridkan orang orang di sekitarnya. Di bagian penutup surat 2 Timotius ini, beliau menyebut nama Demas, Kreskes, Titus, Lukas, Markus, Tikhikus, Karpus, Priska, Akwila, Onesiforus, Erastus, Trofimus, Ebulus, Pudes, Linus, Klaudia, dan "saudara saudara lain". Mereka bukan hanya sekadar kenalan, tetapi mereka adalah saksi bahwa Rasul Paulus adalah seorang pembuat murid.

Pengalaman Rasul Paulus memuridkan tidak bebas dari masalah. Sebagai contoh, Demas ternyata mencintai dunia ini, sehingga ia memu tuskan untuk meninggalkan pelayanannya bersama Rasul Paulus (4:10). Mungkin, hal ini berarti bahwa Demas telah meninggalkan Kristus sendiri. Para murid lain tetap setia melayani, walaupun tidak semua menonjol. Kreskes adalah utusan ke Galatia (4:10). Titus adalah utusan ke Dalmatia (4:10). Tikhikus-utusan ke Efesus (4:12)-disebut saudara yang kekasih, pelayan yang setia di dalam Tuhan, hamba yang setia, dan kawan pelayan dalam Tuhan (Efesus 6:21; Kolose 4:7). Karpus tidak disebut di bagian lain dari Perjanjian Baru. Akan tetapi, ada alasan kuat untuk menduga bahwa dia bukan hanya sekadar menyimpankan jubah, kitab, dan perkamen Rasul Paulus (2 Timotius 4:13), melainkan dia juga merupakan pemimpin gereja rumah di Troas. Priska, Akwila, Onesiforus, Titus, Lukas, dan Markus tentu saja jauh lebih akrab di telinga kita. Lukas adalah rekan seperjalanan Rasul Paulus yang menulis Injil Lukas dan Kitab Kisah Para Rasul. Markus adalah pelayan muda yang labil (Kisah Para Rasul 13:13; 15:36 41), tetapi akhirnya menjadi pelayan yang setia (bandingkan dengan 2 Timotius 4:11).

Pelayanan yang paling baik adalah pelayanan yang menghasilkan perubahan hidup. Apakah Anda pernah membimbing seseorang- barangkali orang tua, suami, istri, atau anak Anda di rumah, atau rekan kerja di kantor, atau pegawai Anda, atau anak muda di gereja Anda- sampai ia mengenal Tuhan atau sampai ia menjadi dewasa dalam iman?

Jangan kecil hati bila di antara orang yang Anda layani, ada yang tidak setia. Berdoalah agar ia menjadi seperti Markus yang akhirnya kembali kepada TUHAN dan menjadi dewasa dalam iman. Sebaliknya, jangan menjadi besar kepala bila TUHAN memakai orang yang Anda layani secara mengherankan. Layakkah keledai tunggangan Tuhan Yesus menjadi sombong saat orang banyak berseru, "Hosana, bagi Anak Daud!" (Lihat Matius 21:4-9)? [HL].

Lakukanlah Pekerjaan Baik!

2 Timotius 4:1-8

Dalam teori Psikososial yang ditemukannya, seorang ilmuwan Jerman bernama Erik Erikson berkata bahwa hidup manusia terbagi dalam 8 tahap perkembangan. Di setiap tahap, manusia akan mengalami dan harus melewati krisis psikososial yang bisa berdampak positif maupun negatif untuk perkembangan kepribadiannya. Walaupun sebagian besar tahap terjadi pada masa kanak-kanak, Erikson berpandangan bahwa pada usia tua pun manusia masih berkembang. Tahap kedelapan—yang ia namakan “Integrity vs Despair” atau “Integritas vs Keputusasaan”—umumnya terjadi pada orang berusia 65 tahun ke atas.

Menurut Erikson, di tahap kedelapan ini, manusia menggumuli pertanyaan apakah dirinya telah menjalani hidup dengan penuh makna. Mereka merefleksikan kembali apa yang sudah terjadi dalam hidup mereka. Mereka mempertanyakan apa yang sudah mereka capai semasa hidup mereka, termasuk apakah mereka sudah membesarkan anak-anak mereka dengan baik dan apakah mereka bangga dengan hidup yang sudah mereka jalani. Orang percaya memiliki pertanyaan tambahan yang jauh lebih penting: “Apakah kita setia kepada Kristus dan telah berbuah bagi Dia?”

Rasul Paulus menulis kepada Timotius, “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara iman.” (4:6-7). Beliau menerima fakta bahwa akhir hidupnya sudah mendekat dan dia tidak menyesal karena dia tahu bahwa dia telah menjalani hidupnya dengan baik. Dia telah memelihara iman—baik imannya sendiri maupun iman orang-orang yang ia layani—dan bahwa dia bisa kembali kepada Bapa tanpa beban.

Sebagai orang percaya, kita memang bukan diselamatkan karena perbuatan kita, melainkan karena anugerah Allah. Akan tetapi, jangan lupa bahwa kita diselamatkan supaya kita berbuat baik. Rasul Paulus menuliskan bahwa, “kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya.” (Efesus 2:10). Selagi masih ada kesempatan, marilah kita melakukan pekerjaan baik yang telah disediakan Allah bagi kita secara maksimal, baik melalui pemikiran, perkataan, tenaga, dana, maupun waktu kita! [HL]

Kesatuan Kata dan Perbuatan

2 Timotius 3:10-17

Pernahkah Anda mendengar perkataan, “Do as I say, not as I do”, yang artinya, “Ikutilah perkataan saya, bukan perbuatan saya”? Perkataan itu menunjuk kepada orang yang tidak melakukan apa yang ia ajarkan, bahkan orang itu mungkin saja melakukan kebalikan dari apa yang ia ajarkan.

Dalam pelayanannya, Tuhan Yesus berjumpa dengan orang-orang seperti ini. Dia menegur mereka dengan sangat keras, bahkan Dia menyebut mereka sebagai orang-orang munafik dan mengibaratkan mereka seperti kuburan yang dilabur putih, yang kelihatan bersih di luar, tetapi sebenarnya penuh dengan tulang-belulang dan pelbagai macam kotoran di dalamnya (Matius 23:27). Kepada murid-murid-Nya, Tuhan Yesus berkata, “... turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukan-nya” (Matius 23:3).

Sebagai orang Farisi, Rasul Paulus mungkin pernah menjalani—paling tidak memahami—kehidupan seperti itu. Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita melihat bahwa Rasul Paulus bukan hanya mengajar Timotius, tetapi ia juga melakukan apa yang ia ajarkan. Rasul Paulus mengajar Timotius hal-hal yang telah ia jalankan terlebih dahulu dalam kehidup-annya.

Dalam 2 Timotius 3:10-11a, Rasul Paulus menulis, “Tetapi engkau telah mengikuti ajaranku, cara hidupku, pendirianku, imanku, kesabaran-ku, kasihku dan ketekunanku. Engkau telah ikut menderita penganiayaan dan sengsara seperti yang telah kuderita di Antiokhia dan di Ikonium dan di Listra.” Dia sudah lebih dahulu melakukan apa yang ia ajarkan! Oleh karena itu, tidak mengherankan bila Rasul Paulus bisa melayani dengan penuh kuasa ke mana pun dia pergi.

Bagaimana cara hidup, pendirian, dan iman kita di mata keluarga kita? Apakah kita sudah hidup dengan penuh kesabaran terhadap suami, istri, serta anak-anak kita? Apakah kita sudah mengasihi dengan penuh ketekunan? Apakah kita berani “menderita” atau mengalami kesulitan demi Kristus? Apakah yang akan mereka katakan tentang kita kalau kita berbicara kepada mereka tentang pendirian atau iman kita? Apakah yang akan dikatakan oleh Tuhan Yesus tentang diri kita saat Dia datang melawat umat-Nya? [HL]

Ibadah Harus Disertai Ketulusan!

2 Timotius 3:1-9

Tahun 2011, seorang anggota DPR yang didakwa melakukan tindak pidana korupsi berkata, “Sumpah mati saja saya siap.” Selama sidang berlangsung, ia sering menampilkan diri sebagai sosok yang religius. Akan tetapi, akhirnya, pengadilan memutuskan bahwa sang anggota dewan itu terbukti melakukan tindakan pidana korupsi dan hakim menjatuhkan vonis hukuman penjara dan denda.

Modus menampilkan diri sebagai seorang yang religius demi mendapat keuntungan bukan hal yang baru di dunia ini. Beberapa tahun lalu, polisi anti kejahatan cyber Filipina menangkap Maria Cecilia Caparas yang dikenal sebagai “cybersex queen” karena memiliki usaha pemerasan cybersex lintas negara yang sangat masif. Di antara korbannya, ada yang begitu stress sehingga bunuh diri. Ketika ditangkap, Maria sedang mengenakan sehelai kaus bertuliskan “In the happy moments praise God, in the difficult moments seek God” (Di waktu senang memuji Allah, di waktu susah mencari Allah).

Dalam surat 2 Timotius, Rasul Paulus menunjukkan bahwa sejak dekade pertama kekristenan, sudah banyak orang yang secara lahiriah menjalankan ibadah mereka, tetapi pada hakikatnya memungkiri kekuatannya (3:5). Mereka mengenakan topeng religiositas untuk menutupi sifat dan karakter mereka yang sesungguhnya. Mereka menjalankan ritual agamawi sebagai kedok kejahatan mereka. Di mata Rasul Paulus, pada dasarnya, mereka menuruti hawa nafsu, bukan menuruti Allah. Rasul Paulus memerintahkan agar Timotius menjauhi orang-orang seperti itu.

Sayangnya, orang-orang seperti itu tidak hanya ada di abad pertama. Saat Kaisar Constantine menjadi Kristen dan memberi hak istimewa kepada orang Kristen, banyak orang berbondong-bondong menjadi Kristen tanpa memahami apa arti menjadi Kristen yang sesungguhnya. Di kemudian hari, di abad pertengahan, Gereja banyak dinodai oleh orang-orang yang melakukan “simony”, yaitu memperjual-belikan jabatan gerejawi. Sayangnya, orang-orang yang melakukan ibadah untuk mencari keuntungan masih terus ada hingga saat ini. Pertanyaannya, apakah ibadah yang kita lakukan saat ini sungguh-sungguh kita lakukan dengan tulus ikhlas di hadapan TUHAN? Marilah kita mengintrospeksi diri secara jujur di hadapan TUHAN! [HL]

Mati & Hidup Bersama dengan Kristus

2 Timotius 2

Uskup Carpus dan Diaken Papylus di Pergamum yang menolak untuk menyangkal Tuhan Yesus baru saja mati dibakar oleh prokonsul Optimus. Kemudian, tibalah giliran Agathonice, adik perempuan Papylus. Saat diberi kesempatan untuk menyangkal Tuhan Yesus, Agathonice menolak dan ia berkata, “Jika saya dianggap layak, saya ingin menyusul langkah guru-guruku.” Saat orang banyak berusaha membujuknya untuk berkompromi agar tetap hidup demi anak-anaknya, dia berkata bahwa Allah akan memelihara anak-anaknya. Agathonice digantung dan api pun dinyalakan. Dari dalam kobaran api, Agathonice berseru, “Tuhan Yesus Kristus, tolonglah aku karena aku melakukan ini demi Engkau.”

Sepanjang sejarah gereja, banyak orang Kristen yang diperlakukan seperti penjahat. Mereka menanggung berbagai-bagai kesusahan dan penderitaan, bahkan kematian, seperti Carpus, Papylus, dan Agathonice. Akan tetapi, seperti Rasul Paulus, mereka tidak surut dari melayani Yesus Kristus dan memberitakan Injil. Walaupun tubuh mereka bisa dibelenggu, firman Allah tidak boleh terbelenggu. Paling tidak, ada dua alasan yang membuat Rasul Paulus tetap bertekun dalam penderitaan: Pertama, beliau mengharapkan agar banyak orang memperoleh keselamatan di dalam Yesus Kristus. Kepada mereka yang sudah percaya, Rasul Paulus memberi teladan kesetiaan. Kepada mereka yang belum percaya, Rasul Paulus memberi kesaksian bahwa Yesus Kristus adalah sosok yang layak untuk dipertahankan, bahkan sekalipun untuk hal itu ia harus mati. Kedua, Rasul Paulus tahu bahwa di dalam Kristus, kematian tidak perlu ditakuti karena maut telah dikalahkan. Rasul Paulus menuliskan, “Hai maut, di manakah sengatmu?” (1 Korintus 15:55b). Keyakinan beliau adalah, “Jadi jika kita telah mati dengan Kristus, kita percaya, bahwa kita akan hidup juga dengan Dia.” (Roma 6:8)

Rasul Paulus, Carpus, Papylus, dan Agathonice telah memercaya-kan hidup mereka sepenuhnya ke dalam tangan Allah, sehingga bukan saja mereka “hidup bersama dengan Dia,” tetapi orang yang menyaksi-kan hidup mereka bisa menjadi percaya serta mendapat keselamatan dalam Kristus Yesus dengan kemuliaan yang kekal (2 Timotius 2:10b). Apakah Anda sudah ikut menderita bersama dengan Kristus, mati dan hidup dengan Dia, sehingga banyak orang bisa mendapat keselamatan dalam Kristus? [HL]