Berjagalah terhadap Ketidaktulusan

Mazmur 28

Dengan nada sarkastis, saya berkata dengan setengah berteriak, “Jago banget acting-nya!” Saya sangat terpengaruh dan berempati saat mendengarkan curhat seorang rekan. Saya merasa menjadi korban seperti dirinya. Pasalnya, rekan saya merasa sangat kecewa karena orang yang selama ini dia anggap sebagai sahabat yang sangat ia percayai, bahkan seorang mentor yang ia kagumi, ternyata tega menikamnya dari belakang. Ia merasa dimanfaatkan, dimanipulasi, dan ditelanjangi. Pernahkah Anda merasa seperti rekan saya itu?
Daud memahami bahwa ada orang-orang yang ramah atau kelihatan baik, tetapi sebenarnya hatinya jahat. Kebaikannya hanya merupakan sandiwara yang dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. Kebaikan yang dilakukan untuk menutupi niat jahat itu merupakan lawan dari ketulusan. Yang menjadi masalah, niat jahat yang tersembunyi atau ketidaktulusan itu tidak mudah dikenali sebelum muncul bukti yang terlihat jelas. Tidaklah mengherankan bila Daud berseru kepada Tuhan, “Janganlah menyeret aku bersama-sama dengan orang fasik ataupun dengan orang yang melakukan kejahatan, yang ramah dengan teman-temannya, tetapi yang hatinya penuh kejahatan.” (28:3). Berhati-hatilah!
Kembali kepada kisah rekan saya di atas, saya kira sangat manusiawi jika ia menjadi marah, sedih, kecewa, dan berharap agar keadilan dan kebenaran terungkap. Daud juga seperti itu. Akan tetapi, penting untuk diingat bahwa dalam kondisi kecewa itu, Daud datang kepada Tuhan (28:1-2), tempat yang paling tepat dan aman untuk mengekspresikan luka hatinya. Perhatikanlah permohonan Daud kepada Tuhan mengenai orang-orang yang tidak tulus itu, “Ganjarilah mereka ...; ganjarilah mereka ... balaslah kepada mereka... Ia akan menjatuhkan mereka dan tidak membangunkan mereka lagi.” (28:4-5). Apakah Daud sadis? Entahlah! Daud sekadar mengekspresikan apa yang dirasakan dan dipikirkannya! Seandainya Tuhan meminta Daud untuk mengampuni karena orang itu telah berubah, sangat mungkin bahwa Daud akan taat. Di Mazmur 28—seperti di Mazmur lainnya—Daud sedang bermazmur, bukan merencanakan pembalasan. Anda boleh membaca mazmur ini sebagai permohonan saat Anda merasa dikhianati, tetapi jangan membuat rencana untuk melakukan pembalasan! [MN]

Rahasianya: Berada di Hadirat Tuhan

Mazmur 27

Setiap orang pasti pernah merasa takut. Rasa takut—beserta rasa ce-mas, khawatir, gelisah—ketika menghadapi situasi yang sulit adalah bagian dari sistem kejiwaan yang dirancang Tuhan sejak semula. Akan tetapi, perasaan takut yang berlebihan bisa membuat kita menjadi sulit tidur, sukar konsentrasi, dan—yang paling parah—membuat kita meng-alami depresi. Oleh karena itu, perasaan takut harus dikelola.
Daud sudah terbiasa menghadapi situasi sulit dan tekanan besar. Sebagai panglima perang, ia biasa menghadapi pasukan musuh yang jauh lebih kuat daripada pasukannya. Ia pernah hidup dikejar-kejar oleh Saul dan tentaranya untuk kejahatan yang tidak pernah ia lakukan. Sebagai seorang raja, ia punya banyak kawan, tetapi ia juga memiliki lawan-lawan yang ganas (27:2). Jika kita membayangkan Daud sebagai seorang yang tidak punya rasa takut, kita keliru. Seperti orang lain, Daud juga pernah merasa takut (1 Samuel 23:15), bahkan ia pernah merasa sangat takut (1 Samuel 21:12). Akan tetapi, inilah yang dilakukan Daud saat merasa takut: ia menguatkan kepercayaannya kepada TUHAN, Allahnya (1 Samuel 30:6). Terlalu banyak alasan bagi Daud untuk menaruh rasa percaya yang penuh kepada TUHAN. Perhatikan bahwa saat kegelapan meliputi Daud, TUHAN adalah terang baginya. Saat Daud terjepit, TUHAN menjadi keselamatannya. Saat serangan bertubi-tubi tertuju padanya, TUHAN menjadi benteng hidupnya, sehingga ia terlindung dari bahaya (Mazmur 27:1-5). Daud tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa takut karena ia memercayai TUHAN (27:13-14). Yakinilah bahwa sampai saat ini, Tuhan tetap ‘memainkan’ peran yang sama dalam kehidupan anak-anak-Nya. Yang menjadi tanggung jawab kita adalah menaruh rasa percaya penuh kepada Tuhan.
Daud tidak mau membiarkan situasi yang terus berubah meng-guncang kepercayaannya kepada TUHAN. Situasi bisa dan pasti berubah, dan hidup kelihatannya tidak akan menjadi lebih mudah. Seperti Daud yang meyakini bahwa jika ia berada di hadirat TUHAN, ia akan menyaksikan kemurahan TUHAN (27:4); maka ketika kita menya-dari kehadiran Allah dalam segala situasi, kita dapat meyakini bahwa kita akan melihat kemurahan Tuhan, bahkan dapat menikmatinya sekali-pun di tengah situasi yang sulit. TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Dia adalah Imanuel. [MN]

Otentisitas dan Keberanian Diuji

Mazmur 26

Kesan apa yang Anda dapatkan saat membaca sekilas Mazmur 26 ini? Bila Anda bingung, Anda tidak sendiri. Apa lagi, jika Anda adalah orang yang bertipe judgmental atau suka menghakimi, Anda dengan mudah dapat mengemukakan dua alasan: Pertama, Daud seperti seo-rang yang narsisistik—yaitu memiliki keinginan berlebihan untuk diperha-tikan dan disukai—karena dia seperti membanggakan kualitas-kualitas unggul dalam dirinya. Ia mengaku telah hidup dalam ketulusan (26:1, 11), memiliki iman yang kokoh (26:1), hidup dalam kebenaran Tuhan (26:3), menjaga pergaulan (26:4-5), beribadah kepada Tuhan (26:6-7), dan mencintai rumah Tuhan (26:8). Orang yang judgmental lebih mudah mencurigai jenis orang seperti Daud yang terlalu berani mengakui kesalehan hidup yang telah ia jalani. Kedua, jika bercermin pada prinsip anugerah, siapa yang berani bersikap seperti Daud yang memandang betapa saleh dirinya, sehingga ia beranggapan bahwa sudah sepantas-nya Tuhan memberinya keadilan (26:1), izin hidup (26:9), serta kebebasan dan belas kasihan (26:11), seolah-olah anugerah dapat dibeli dengan kesalehan? Daud bukan narsistik, tetapi dia otentik atau apa adanya. Kita memang harus waspada karena banyak orang menganggap anugerah Allah sebagai penghargaan atas jasa seseorang.
Mazmur ini kemungkinan besar ditulis oleh Daud pada saat Absalom—anak kandungnya sendiri—mengadakan pemberontakan terhadap pemerintahan Daud yang sah. Namun, daripada melakukan perlawanan yang dapat mengakibatkan perang saudara dan mengaki-batkan banyak jatuh korban jiwa, Daud memilih datang dan meminta pembelaan Tuhan. Secara terang-terangan, Daud memohon kepada Tuhan untuk memberi keadilan, bukan main hakim sendiri. Daud mem-persilakan Tuhan untuk menguji dan mencoba dirinya, menyelidiki batin dan hatinya. Tidak ada niat jahat untuk mempertahankan posisinya sebagai raja, tidak ada motivasi jahat yang tersembunyi dalam hatinya sebagai seorang manusia. Tidak ada kebencian yang membakar hasrat yang dibungkus dengan alasan untuk mendidik putranya. Daud yakin bahwa pada akhirnya, kebenaran akan Tuhan nyatakan, dan dari mulutnya sendiri—di hari itu—ia akan memuji Tuhan. Daud datang ke hadapan Tuhan secara otentik—bukan narsistik—dan membiarkan Tuhan terus memurnikan hatinya. [MN]

Pola Hidup Saleh

Mazmur 25

Adalah lazim jika seseorang mengaitkan situasi sulit yang sedang ia hadapi dengan apa yang telah ia lakukan. Pertanyaan seperti, “Apakah perkataanku melukai hatinya? Apakah aku bersikap terlalu keras padanya?”, dan berbagai pertanyaan serupa mengindikasikan bah-wa kita menyadari kemungkinan adanya sesuatu yang salah pada diri kita, tetapi kita masih ragu-ragu apakah kita memang telah melakukan kesalahan. Saat hal itu terjadi, melakukan check-up atau pemeriksaan menyeluruh tentang kondisi hati kita kepada Sang Ahli wajib dilakukan. Tidak salah bila kita datang kepada Tuhan dalam situasi apa pun. Jangan pernah mengecilkan dampak dari datang kepada Tuhan! Disiplin untuk datang kepada Tuhan ini dilakukan oleh Daud dalam seluruh mazmur yang ia tulis. Dalam situasi dan kondisi apa pun, Daud tidak pernah tidak datang kepada Tuhan. Sebenarnya, hal yang sama dilakukan oleh setiap tokoh saleh yang dicatat dalam Alkitab, juga tokoh-tokoh besar dalam sejarah kekristenan di sepanjang zaman. Siapakah kita sampai kita berani terlalu mandiri?
Saat datang kepada Tuhan, Daud mengingat dan menegaskan sifat Tuhan (25:3,8-10,12-14). Sebenarnya, ada pola yang sama di banyak mazmur lain yang ia tulis. Penting bagi Daud untuk mengingat kembali kepada Allah yang seperti apa ia datang dan berseru. Saya kira, kita akan mudah untuk datang kepada seorang yang kita kenal kesalehan karakternya. Sebaliknya, kita akan enggan atau merasa terpaksa bila ha-rus datang kepada seseorang yang kita tahu bahwa perangainya buruk, kecuali bila kita sudah kepepet atau tidak punya pilihan lain. Karakter Tuhan itu sempurna. Tak ada kejahatan dalam diri-Nya. Yakobus 1:17 mengatakan, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Kenallah Tuhan dan ingatlah sifat/karakter sejati Tuhan!
Saya selalu mengagumi kerendahhatian Daud, baik saat ia menyadari dosanya maupun saat ia bimbang apakah ia mungkin telah jatuh. Ia meminta Tuhan menyelidiki hatinya, mengampuninya, dan ia memohon pimpinan-Nya (25:4, 6-7, 11, 15-22). Tidak banyak “orang besar” yang tetap mau menyerahkan hidupnya untuk dipimpin dan dibimbing oleh Tuhan. Jadilah salah satunya! [MN]

Menyambut Raja Kemuliaan

Mazmur 24

Mata saya langsung tertuju kepada ayat 3-6 saat membaca Mazmur 24. Saya bertanya-tanya, “Siapakah yang dapat berada dekat hadirat Tuhan? Siapa yang bisa menerima berkat Tuhan? Ada empat syarat yang disebut dalam 24:4, yaitu orang yang bersih tangannya, murni tangannya, tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan tidak bersumpah palsu. Keempat syarat itu harus dipenuhi semuanya, padahal saya sadar bahwa saya tidak bisa memenuhi keempat syarat tersebut. Bila kita jujur, saya yakin bahwa tidak seorang pun yang bisa memenuhi keempat syarat tersebut secara sempurna.
Mengapa syarat bertemu Tuhan amat ketat? Saya yakin bahwa Daud memiliki konsep yang benar tentang Allah. Tuhan adalah Pencipta dan Pemilik seluruh bumi dengan segala isinya (24:1-2). Dialah Raja Kemuliaan. Penyebutan “Raja Kemuliaan” sampai lima kali dalam 24:7-10 menunjukkan bahwa sebutan itu mendapat penekanan dan sudah sepatutnya membidik setiap hati yang merasa dirinya layak berada di hadirat Tuhan. Kesombongan rohani dapat menyusup sangat senyap dalam hati kita. Kita harus terpukau dengan gambaran Daud tentang Tuhan dalam Mazmur 24 ini, walaupun saya yakin bahwa tidak ada satu gambaran pun yang dapat mewakili keagungan dan kemuliaan Tuhan yang sesungguhnya. Namun, gambaran Daud seharusnya cukup mem-buat kita mengerti mengapa Daud begitu ketat mengemukakan syarat bagi orang yang dapat berada di hadirat Tuhan.
Bukankah kita akan mempersiapkan diri sebaik mungkin saat hendak menghadiri acara penting, apa lagi jika dalam acara itu akan hadir orang yang reputasi dan karakternya sangat kita hargai? Persiapan kita pasti akan lebih serius bila orang yang sangat kita hargai itu kita kenal. Beranikah kita tampil seadanya atau asal-asalan? Kita tidak mungkin memenuhi persyaratan yang Daud kemukakan. Akan tetapi, syukurlah bahwa Tuhan Yesus sudah menyucikan kita dari dosa dan pelanggaran kita. Jangan lupa bahwa kita sedang dalam masa penantian untuk menyambut kedatangan Raja Kemuliaan untuk kedua kali. Marilah kita mengikuti nasihat Rasul Paulus dalam Filipi 2:12, “Tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar!” Dalam konteks Mazmur 24, nasihat tersebut bisa berbunyi, “Ayo kejar kemurnian! Jangan terlibat penipuan! Jangan berdusta atau berbohong! [MN]

TUHAN Cukup

Mazmur 23

Waktu saya masih kecil, saya bercita-cita untuk menjadi arsitek. Saat saya remaja, saya bermimpi untuk bersekolah di luar negri. Saat saya memasuki masa puber, saya ingin memiliki pacar secantik Song Hye Gyo—sebenarnya artis cantik terkenal saat itu adalah Lin Ching Hsia. Waktu saya punya anak, saya sangat berharap untuk bisa menjadi ayah yang mengasihi sehingga memudahkan anak saya jatuh cinta kepada Tuhan. Saat ini, saya harus mengakui bahwa saya tidak mendapatkan atau paling tidak belum mendapatkan semua itu. Sekarang, masih ba-nyak keinginan yang belum terpenuhi seperti ingin punya rumah, ingin menjadi hamba Tuhan yang berkontribusi signifikan, ingin menjadi ayah yang baik, suami yang baik, dan sebagainya. Apakah saya bisa mengga-pai semua harapan yang saya yakini sebagai hal-hal yang baik itu? Seandainya saya tidak dapat memiliki semuanya itu, menyesalkah saya? Tidak! Cukuplah bagi saya bahwa saya dimiliki Tuhan dan saya memiliki Tuhan! Apa yang lebih baik daripada memiliki Tuhan? Secara keinginan, saya masih belum memiliki ini dan itu dan saya masih kurang ini dan itu. Akan tetapi, semuanya itu tidak berarti jika dibandingkan dengan Tuhan. Apa lagi, Tuhan adalah Gembala dalam hidup saya, “TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” (23:1). Alkitab versi Firman Allah yang Hidup menerjemahkan ayat itu sebagai, “Karena Tuhan adalah Gembalaku, maka segala keperluanku terpenuhi.”
Sebagai Gembala, Tuhan tak pernah menggiring kita ke tempat yang tak kita butuhkan. Sebagai Gembala, Tuhan menjaga kita, sehingga kita tidak sampai menjadi tidak berdaya. Sebagai Gembala, Tuhan memberi damai sejahtera, termasuk di tengah situasi yang mencekam. Memang, langit tidak selalu biru, cuaca tidak selalu cerah, jalan tidak selalu lancar, Iblis tidak pernah berhenti mengganggu dan mencobai kita, dan iman kita tidak selalu teguh. Akan tetapi, bersama Sang Gembala yang berjalan bersama kita—domba-domba-Nya—kita aman, bahkan kita dapat merasa nyaman. Bersama Rasul Paulus, marilah kita ikrarkan, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Roma 8:31). Banyak orang mencari keamanan melalui jaminan keuangan dan kese-hatan, namun mereka tidak pernah merasa cukup, bahkan sebaliknya, mereka selalu merasa kurang karena mereka mencari di tempat yang salah. Bagaimana dengan Anda? [MN]

Jujurlah Pada-Nya

Mazmur 22:1-19

Pernah ada satu masa dalam hidup saya, saat saya merasa berada di titik terendah. Saat itu, saya merasa frustrasi terhadap diri sendiri, mengapa saya tidak dapat menjadi lebih baik. Saya merasa gagal menjadi suami yang baik. Saya merasa gagal menjadi ayah yang baik. Ada suara yang menuduh bahwa saya adalah orang yang egois yang hanya peduli dengan nama baik sebagai hamba Tuhan. Saat itu, saya sampai berpikir untuk berhenti menjadi hamba Tuhan. Yang lebih berat, saat itu, Tuhan terasa jauh. Sudah bertahun-tahun saya meminta agar Tuhan menolong saya untuk berubah. Bahkan, bila mungkin, saya mau menjadi robot yang dikendalikan oleh Tuhan, sehingga saya tidak perlu lagi menghadapi pergolakan hebat dalam hati untuk menimbang apakah hendak menolak atau menaati kehendak Tuhan. Saya ingin bersikap taat tanpa pergumulan. Akan tetapi, Tuhan seakan-akan diam dan saya seperti berada dalam lumpur hisap yang menelan saya hidup-hidup.
Daud mengalami situasi yang amat menekan dirinya. Ayat 13-19 menggambarkan situasi yang sedang dia hadapi. Yang dialami Daud berbeda dengan yang saya alami, tetapi perasaan yang ada dalam hatinya dan hati saya mungkin sama. Daud merasa bahwa Tuhan telah meninggalkan dirinya dan tidak bersedia menolong dirinya. Tuhan diam meskipun Daud telah berseru dan berteriak minta tolong siang-malam kepada-Nya. Sangat wajar jika Daud berkata, “Allahku, Allahku, meng-apa Engkau meninggalkan aku?” Jangan lupa bahwa Daud adalah orang yang berkenan di hati Allah. Ditinggalkan Tuhan adalah tragedi terbesar dalam hidupnya! Tuhan Yesus mengatakan kalimat yang sama saat Ia menanggung dosa umat manusia di atas kayu salib karena saat itu Allah Bapa meninggalkan diri-Nya. Tekanan terasa makin berat bagi Daud saat orang-orang mengolok-olok bahwa Daud tetap memercayakan dirinya kepada Tuhan, padahal Tuhan bersikap cuek terhadap dia (22:9). Kondisi itu mirip dengan pengalaman Ayub saat istrinya—yang seharus-nya menguatkan dia—malah berkata, “Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!” (Ayub 2:9). Tuhan memberi ruang kepada setiap orang percaya—yang Dia izinkan mengalami titik terendah dalam hidupnya—untuk bersikap jujur dalam berkeluh kesah mengungkapkan perasaan kepada-Nya. Jujurlah dan tetaplah mendekat kepada Allah! [MN]

Jangan Lupa Daratan

Mazmur 21

Pernahkah Anda merasa bahwa hidup terasa begitu lancar: Semua yang Anda cita-citakan atau impikan sudah terwujud, Anda berada di puncak karir, keluarga Anda hidup harmonis, Anda dan orang-orang yang Anda kasihi diberkati dengan kesehatan dan kecukupan, banyak orang mengagumi Anda dan tidak sedikit yang iri terhadap pencapaian Anda saking idealnya kehidupan Anda? Saat Anda mengalami keadaan seperti itu, ke mana hati Anda sedang tertuju?
Kemungkinan, mazmur ini ditulis saat Raja Daud sedang berada di masa keemasan. Dia menikmati posisinya sebagai raja: Bukan sekadar raja biasa, tetapi raja yang agung dan menjadi berkat bagi banyak orang. Segala keinginan hatinya telah berhasil ia raih. Catatan persenta-se kemenangannya hampir tidak bercacat. Hidup terasa sempurna bagi Raja Daud. Yang mengagumkan, saat menikmati semua itu, ia tidak lupa diri. Ia selalu menghubungkan setiap pencapaiannya dengan perbuatan/karya Tuhan dalam hidupnya. Fakta ini terlihat hampir di setiap ayat dalam Mazmur 21. Raja Daud tidak menjadi lupa daratan. Dia mengakui bahwa Tuhanlah yang telah membuat dia menjadi seperti itu. Keadaan Daud mirip dengan pengakuan Rasul Paulus dalam 1 Korintus 15:10, “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkan-Nya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.” Pengakuan “Karena kasih karunia Allah, bukan karena kekuatanku, bukan karena kesanggupanku, bukan karena fasih lidahku, bukan karena kecakapanku” mengingatkan kita pada lagu “Semua karena Anugerah-Nya” bukan?
Jangan lupa daratan! Kenalilah Tuhan dan tahu dirilah! Bukankah pandemi covid-19 menyadarkan kita tentang kerapuhan manusia? Jangan menepuk dada untuk setiap kesuksesan atau keberhasilan yang berhasil Anda raih! Apa yang Anda miliki yang tidak berasal dari Tuhan? Tuhan menciptakan kita dengan benih bakat dan talenta unik, bahkan sebelum kita mengenali bakat atau talenta itu. Rayakanlah keberhasilan dan kesuksesan sambil mengingat Tuhan dan mengembalikan segala kemuliaan kepada Dia yang terpuji dan sangat murah hati. Bagi Tuhanlah segala puji, hormat, dan kemuliaan! [MN]

Meyakini Kemenangan

Mazmur 20

Persiapan apa yang Anda lakukan untuk menghadapi tantangan besar di depan mata? Jika Anda adalah orang Kristen yang baik, Anda pasti datang kepada Tuhan dan berdoa seperti yang dilakukan oleh Daud. Daud akan menghadapi peperangan. Dia sadar bahwa ia dan pasukannya sangat membutuhkan pertolongan Tuhan. Yang paling ia perlukan bukanlah modal atau aset seperti kereta perang dan kuda yang dicatat dalam ayat 8. Seperti Daud, Anda sepatutnya meminta Tuhan bertindak menolong dan menyertai perjuangan atau usaha Anda.
Yang tidak kalah penting, Anda harus meyakini bahwa Tuhan akan memberi kemenangan (20:6). Jelas bahwa Tuhan dapat memberi-kan kemenangan yang gilang-gemilang (20:7). Kita harus percaya bahwa kemenangan akan diberikan Tuhan jika apa yang kita rencanakan sesuai dengan kehendak-Nya, bukan dilandasi oleh motivasi yang berakar dari dosa. Jangan pernah ragu bahwa Tuhan akan memberi yang terbaik bagi anak-anak-Nya. Kita memerlukan mata iman untuk melihat bahwa Tuhan akan bertindak bagi anak-anak-Nya.
Penting untuk kita perhatikan bahwa kemenangan bisa jadi tidak melulu berupa pencapaian atau target yang sudah kita rencanakan. Agak tidak biasa kalau kita membaca ayat 2-6. Tidak seperti biasanya, Daud dengan yakin mengimani dan mengamini bahwa Tuhan akan bertindak. Kata “kiranya” memberi kesan “mudah-mudahan.” Akan tetapi, bukan hal itu yang ada di benak Daud. Ayat 2-6 lebih seperti doa berkat yang dipanjatkan untuk menyertai perjuangan menghadapi tan-tangan di depan. kemenangan tercapai saat kita berhasil secara mutlak menaati setiap arahan dan pimpinan Tuhan dalam tiap langkah yang kita ambil. Frasa “orang yang diurapi-Nya” memberikan petunjuk bahwa orang tersebut adalah orang yang akan melakukan kehendak Tuhan. Orang percaya yang semakin dewasa akan semakin pasrah terhadap hasil apa pun yang akan Tuhan berikan (20:10). Bagian kita adalah bahwa kita harus datang kepada Tuhan dan mengandalkan Dia! Kita tidak boleh mengandalkan apa yang melekat pada diri kita, baik uang, pengalaman, keahlian, atau apa pun yang kita pikir menguntungkan posisi kita. Tuhan memang dapat memakai semua itu dalam “peperangan” yang kita hadapi. Akan tetapi, serahkanlah semua itu sebagai alat yang kudus di tangan Tuhan. [MN]

Melihat Allah

Mazmur 19

Apa yang kita pikirkan tentang Allah dalam kaitannya dengan apa—debu tapi juga mahkota ciptaan Tuhan—dan siapa—jati diri, posisi, prestasi, reputasi—diri kita?
Sebelum menjadi raja, Daud adalah seorang gembala. Tentu saja, dia telah terbiasa dengan alam terbuka. Saat Daud beristirahat setelah seharian menjaga domba-dombanya, matanya tertuju pada kemegahan dan keagungan alam ciptaan Tuhan. Padang rumput dan aliran sungai yang segar menjadi sumber sukacita tersendiri baginya dan bagi domba-dombanya. Dia terbuai oleh kemewahan dekorasi alam karya Tuhannya. Sebagai panglima perang, Daud telah terbiasa menjelajah wilayah-wilayah yang harus ia selidiki dengan jeli untuk memastikan keamanan dan kemenangan pasukannya. Pagi, siang, dan malam menjadi sahabat yang mengungkapkan rahasia waktu Tuhan yang tepat yang bisa memberi kemenangan kepadanya. Melalui pengamatan terhadap alam semesta—yang termasuk wahyu umum—Daud melihat kebesaran Tuhan. Bagaimana dengan kita? Bila Anda memiliki kesempatan untuk menjelajah wisata alam, jangan melewatkan waktu hanya untuk sekadar melepas penat dan berekreasi bersama keluarga., tetapi lihatlah kebesaran Tuhan melalui alam ciptaan-Nya!
Yang luar biasa, Daud bukan hanya memuji-muji kebesaran Tuhan yang tercermin melalui alam semesta. Melalui perenungannya, Daud bukan hanya memercayai Taurat Tuhan yang merupakan wahyu khusus, melainkan ia memuji-muji Taurat Tuhan seperti seorang yang sedang memuji-muji kekasihnya. Pernahkah Anda memuji-muji firman Tuhan sampai sanggup menggubah lagu untuk mengungkapkan pujian itu? Daud dapat sampai ke titik ini karena ia sendiri sudah mendapatkan manfaat atau berkat rohani dari perenungannya terhadap hukum Taurat (19:12-14). Baik sebagai gembala—dengan lingkungan yang kasar dan keras—maupun sebagai seorang raja—yang memerlukan sumber hikmat untuk menghadapi godaan dan tantangan—Daud mengarahkan hatinya kepada Tuhan Sang Pencipta alam dan Pewahyu firman. Bagai-mana dengan Anda? Tidak ada kata ‘kebetulan’ dalam kamus orang percaya. Tuhan menempatkan kita pada waktu dan situasi yang tepat sesuai dengan kehendak-Nya bagi anak-anak-Nya. Kiranya Tuhan membuka mata kita! [MN]