Pola Hidup Saleh

Mazmur 25

Adalah lazim jika seseorang mengaitkan situasi sulit yang sedang ia hadapi dengan apa yang telah ia lakukan. Pertanyaan seperti, “Apakah perkataanku melukai hatinya? Apakah aku bersikap terlalu keras padanya?”, dan berbagai pertanyaan serupa mengindikasikan bah-wa kita menyadari kemungkinan adanya sesuatu yang salah pada diri kita, tetapi kita masih ragu-ragu apakah kita memang telah melakukan kesalahan. Saat hal itu terjadi, melakukan check-up atau pemeriksaan menyeluruh tentang kondisi hati kita kepada Sang Ahli wajib dilakukan. Tidak salah bila kita datang kepada Tuhan dalam situasi apa pun. Jangan pernah mengecilkan dampak dari datang kepada Tuhan! Disiplin untuk datang kepada Tuhan ini dilakukan oleh Daud dalam seluruh mazmur yang ia tulis. Dalam situasi dan kondisi apa pun, Daud tidak pernah tidak datang kepada Tuhan. Sebenarnya, hal yang sama dilakukan oleh setiap tokoh saleh yang dicatat dalam Alkitab, juga tokoh-tokoh besar dalam sejarah kekristenan di sepanjang zaman. Siapakah kita sampai kita berani terlalu mandiri?
Saat datang kepada Tuhan, Daud mengingat dan menegaskan sifat Tuhan (25:3,8-10,12-14). Sebenarnya, ada pola yang sama di banyak mazmur lain yang ia tulis. Penting bagi Daud untuk mengingat kembali kepada Allah yang seperti apa ia datang dan berseru. Saya kira, kita akan mudah untuk datang kepada seorang yang kita kenal kesalehan karakternya. Sebaliknya, kita akan enggan atau merasa terpaksa bila ha-rus datang kepada seseorang yang kita tahu bahwa perangainya buruk, kecuali bila kita sudah kepepet atau tidak punya pilihan lain. Karakter Tuhan itu sempurna. Tak ada kejahatan dalam diri-Nya. Yakobus 1:17 mengatakan, “Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang; pada-Nya tidak ada perubahan atau bayangan karena pertukaran.” Kenallah Tuhan dan ingatlah sifat/karakter sejati Tuhan!
Saya selalu mengagumi kerendahhatian Daud, baik saat ia menyadari dosanya maupun saat ia bimbang apakah ia mungkin telah jatuh. Ia meminta Tuhan menyelidiki hatinya, mengampuninya, dan ia memohon pimpinan-Nya (25:4, 6-7, 11, 15-22). Tidak banyak “orang besar” yang tetap mau menyerahkan hidupnya untuk dipimpin dan dibimbing oleh Tuhan. Jadilah salah satunya! [MN]