Najis dan Tahir

Bilangan 19

Najis dan Tahir merupakan dua kondisi bertolak belakang yang bisa dialami orang Israel. Najis terjadi bila mereka menyentuh mayat, orang yang mati terbunuh oleh pedang, tulang manusia, kubur (19:16) atau imam yang selesai membakar korban maka imam itupun najis (19:7). Ada kondisi najis yang berlangsung sampai matahari terbenam (19:8b) dan ada yang berlangsung selama 7 hari (19:11). Kenajisan yang dipertahankan bisa mendatangkan hukuman mati (19:13). Mereka yang dinilai najis akan diasingkan dan kemudian dibasuh dengan air pentahiran (19:13). Bila seorang yang dianggap najis menyentuh sesuatu, maka apa yang disentuh menjadi najis (19:22). Pentahiran merupakan tindakan untuk menjaga komunitas umat Allah dari pengaruh yang membuat cemar serta menerapkan tegaknya kemurnian moral. Orang yang tahir harus memercikkan air pentahiran ke kemah, segala bejana, dan orang-orang yang najis agar semuanya kembali menjadi tahir (19:18) di hadapan TUHAN dan bagi sesama. Bacaan Alkitab hari ini mengajar kita untuk menjaga kelayakan hidup di hadapan Tuhan dengan memahami apa yang boleh kita lakukan dan apa yang tidak boleh dilakukan, sehingga kita tidak jatuh dalam dosa (menjadi najis) di hadapan Tuhan. Bila kita jatuh dalam dosa yang sama, kita perlu mengintrospeksi diri dan memohon pengampunan Tuhan. Bila kita berada dalam kondisi tahir, kita harus menjaga diri agar kita jangan sampai jatuh ke dalam dosa. Kita dipanggil untuk menolong rekan-rekan seiman yang sedang bergumul melawan dosa, sehingga mereka segera sadar bila melakukan dosa dan mereka bisa menerima pengampunan dari Tuhan. Apakah Anda memiliki kerinduan untuk dipakai oleh Allah guna membantu sesama yang sedang bergumul melawan dosa agar bisa melepaskan diri dari jerat dosa dan kembali kepada Tuhan? Ingatlah bahwa sebenarnya banyak orang yang membutuhkan pertolongan dari sesama saudara seiman. Mereka yang memerlukan pertolongan kita itu mungkin adalah keluarga, tetangga, teman, atau mereka yang selama ibadah minggu duduk di sebelah Anda. Mereka yang membutuhkan pertolongan Anda itu mungkin sengaja Tuhan tempatkan di dekat diri Anda agar Anda bisa menolong mereka, sehingga kita semua memiliki kehidupan yang berkenan pada Tuhan. [GI Roni Tan]

Tanggung Jawabnya Juga Besar

Bilangan 18

Harun berasal dari suku Lewi, suku yang dikhususkan Tuhan untuk melayani Dia dalam Kemah Pertemuan atau Kemah Suci dengan mempersembahkan korban dan menjadi perantara antara umat Israel dengan Allah. Dari antara keturunan Lewi, Tuhan memilih Harun dan keturunannya untuk menjadi imam. Walaupun Harun dan anakanaknya—seperti semua anggota suku Lewi yang lain—tidak menerima warisan tanah, mereka memperoleh hak untuk menerima persembahan khusus dari suku-suku Israel lainnya dan juga hak untuk memakan bagian korban yang dikhususkan bagi para imam (18:8-20). Suku Lewi memperoleh hak untuk menerima persepuluhan dari umat Israel di luar suku Lewi (18:21, 24). Akan tetapi, mereka juga harus memberikan persepuluhan—dari persembahan persepuluhan yang mereka terima— kepada Imam Harun (18:26-28). Suku Lewi harus melaksanakan semua tugas menyangkut Kemah Suci untuk menjaga agar hubungan umat Allah dengan TUHAN tetap baik, sehingga mereka tidak dimurkai TUHAN. Suku Lewi harus menjaga agar umat Allah (di luar suku Lewi) tidak memasuki Kemah Suci yang merupakan wilayah terlarang dengan ancaman hukuman mati bagi bukan imam yang menerobos masuk. Harun dan keturunannya harus menjalankan tugas keimaman, yaitu mempersembahkan korban. Mereka harus senantiasa menjaga kekudusan hidup. Bila melakukan pelanggaran, mereka harus segera datang meminta pengampunan dan membawa persembahan korban ke hadapan Tuhan agar Tuhan melayakkan mereka untuk kembali melayani Dia di Kemah Suci. Dalam 1 Petrus 2:9, semua orang percaya disebut sebagai imamat rajani yang bisa menjalin relasi secara langsung dengan Allah, sebagaimana imam pada zaman Musa yang mewakili umat Allah untuk mempersembahkan korban kepada Allah. Status sebagai imamat rajani mengharuskan setiap orang percaya untuk tekun menjalin relasi dengan Tuhan. Sebagian orang percaya dipanggil secara khusus untuk menjadi hamba Tuhan yang melayani penuh waktu. Hamba Tuhan penuh waktu harus setia melayani dan menjaga diri agar hidupnya menjadi teladan bagi orang-orang percaya yang lain. Dengan demikian, hidupnya berkenan di hadapan Tuhan dan dia bisa menjadi alat yang siap dipakai Tuhan untuk melakukan pekerjaan Allah di dunia ini. [GI Roni Tan]

Saat Nafiri Berbunyi

Bilangan 10

Nafiri merupakan alat yang digunakan untuk memberi tanda atau memberi pengumuman kepada seluruh orang Israel, seperti misal-nya panggilan untuk berperang, pengumuman bulan baru, pengumuman tahun Yobel, dan pengangkatan raja. Pada umumnya, nafiri ini terbuat dari tanduk domba jantan, tetapi bisa juga terbuat dari perak (10:2). Bangsa Israel sudah sangat mengenal maksud peniupan nafiri, sehingga mereka otomatis berespons untuk bertindak melakukan apa yang sedang diperintahkan. Peniupan nafiri juga merupakan tanda seruan mereka di hadapan Tuhan. Hal ini ditunjukkan melalui perkataan “diingat di hadapan Allahmu” (10:10) yang menunjukkan bahwa Tuhan akan menyelamatkan umat-Nya.

Penggunaan nafiri untuk berkomunikasi bukan hanya terdapat pa-da masa Perjanjian Lama, tetapi juga kembali muncul pada saat keda-tangan Tuhan Yesus yang kedua kali di akhir zaman. Perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 24:31, “dengan meniup sangkakala yang dahsyat bunyinya dan mereka (para malaikat) akan mengumpulkan orang-orang pilihan-Nya ...” menunjukkan bahwa saat nafiri (sangkakala) berbunyi, orang-orang pilihan Allah akan dikumpulkan bersama-sama dengan Tuhan. Selain itu, nafiri merupakan tanda bahwa Tuhan mengingat dan menyelamatkan orang-orang pilihan-Nya. Tuhan tidak pernah melupa-kan orang-orang pilihanNya! Sekalipun orang beriman bisa saja meng-alami pergumulan iman yang berat, Tuhan tidak membiarkan orang benar sendirian. Tuhan selalu memperhatikan dan perhatian Tuhan akan dibuktikan saat bunyi nafiri dikumandangkan di akhir zaman.

Saat ini, kita harus bergumul untuk bisa meyakini kepedulian Tuhan terhadap diri kita dalam perjalanan hidup yang sedang kita jalani. Kita juga menantikan penggenapan janji bahwa pada akhir zaman, Tuhan Yesus akan menyatakan kemuliaan-Nya secara nyata dalam kehidupan umat-Nya dan membawa umat-Nya untuk tinggal bersama-Nya di rumah Bapa di surga. Inilah kerinduan hati orang percaya di segala abad dan di segala tempat saat menantikan penggenapan janji bahwa semua orang percaya akan dikumpulkan bersama-sama dengan Tuhan Yesus dalam kekekalan. Pada masa penantian ini, kita diingatkan untuk bertahan dalam iman kepada Tuhan Yesus dalam anugerah kasih-Nya. [GI Roni Tan]

Hari Raya Paskah

Bilangan 9

Hari Raya Paskah adalah hari raya bangsa Israel yang diadakan untuk memperingati karya Allah membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Tanah Mesir. Pada hari itu, mereka menyembelih seekor anak domba dan makan sayur pahit. Pada perayaan Paskah ini, para orang tua akan menceritakan kembali peristiwa di malam saat Tuhan membebaskan nenek moyang mereka dari perbudakan di Mesir. Hari Raya Paskah diadakan setiap tanggal empat belas bulan pertama (Catatan: Dalam Keluaran 23:15, sebutan untuk bulan pertama ini adalah Abib. Akan tetapi, sesudah pembuangan, bangsa Israel memakai kalender Babel dan menyebut bulan pertama sebagai Nisan) dan diikuti oleh Hari Raya Roti Tidak beragi selama seminggu. Selama seminggu itu, bangsa Israel harus memakan roti yang tidak beragi (Imamat 23:5-6). Tindakan ini bukan sekadar kerutinan, melainkan tanda syukur.

Pada masa Perjanjian Lama, orang yang menyentuh mayat men-jadi najis dan tidak boleh mengikuti upacara keagamaan. Orang yang najis karena menyentuh mayat serta orang yang dalam perjalanan jauh diharuskan untuk merayakan Paskah sebulan berikutnya, yaitu pada tanggal keempat belas bulan yang kedua (9:10-11). Mereka yang tidak najis dan tidak dalam perjalanan, tetapi tidak mau ikut merayakan Paskah “harus” dilenyapkan (9:13). Orang asing yang ingin ikut me-rayakan Paskah diizinkan (9:14). Aturan di atas mengingatkan kita agar tidak mengabaikan pertemuan ibadah dan hari raya keagamaan (bandingkan dengan Ibrani 10:25).

Paskah dalam Perjanjian Lama—yaitu peringatan pembebasan bangsa Israel dari perbudakan merupakan simbol dari penyelamatan umat manusia dari dosa yang diwujudkan melalui pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib. Anak domba yang disembelih dalam Perjanjian Lama menunjuk pada Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah yang tidak bercacat cela yang dikorbankan untuk menebus manusia berdosa (Yohanes 1:29; Efesus 1:7). Tuhan Yesus bukan hanya mati untuk kita, tetapi Dia juga bangkit dari kematian, dan kebangkitan-Nya merupakan jaminan bahwa orang yang percaya kepada-Nya memperoleh pengampunan dosa dan memiliki kehidupan yang baru (Kisah Para Rasul 10:43; Roma 6:4). Apakah Anda sudah memiliki jaminan pengampunan dosa serta memiliki kehidupan yang baru? [GI Roni Tan]

Ditahirkan Agar Diterima

Bilangan 8

Suku Lewi adalah suku yang dipilih Tuhan untuk melayani Dia penuh waktu dan seumur hidup. Akan tetapi, apakah pemilihan Tuhan ini membuat mereka bebas untuk melakukan apa pun yang mereka anggap baik? Tidak, mereka tetap harus hidup dalam ketaatan terhadap perintah Tuhan untuk melakukan pelayanan di hadapan Tuhan. Dalam Bilangan 8:5-22 dituliskan tentang aturan yang harus mereka taati. Sebagai contoh, saat menjalankan tugas di hadapan Tuhan, mereka harus lebih dahulu dipercik dengan air penghapus dosa, mencukur, mencuci pakaian, dan mempersembahkan korban penghapus dosa. Tindakan ini bertujuan agar mereka dianggap layak oleh Tuhan. Pesan penting yang Tuhan ingin tanamkan pada Suku Lewi dan bangsa Israel adalah bahwa Tuhan itu kudus. Oleh karena itu, pelayan yang ingin melayani-Nya harus men-jalani proses pengudusan. Perintah ini dilakukan secara “tepat” (8:20) oleh suku Lewi yang akan melayani di Kemah Pertemuan atau Kemah Suci. Setelah melakukan tindakan pentahiran, barulah mereka melakukan pekerjaan jabatan mereka (8:21-22).

Proses pentahiran yang Tuhan perintahkan ini mengingatkan kembali bangsa Israel—termasuk suku Lewi—bahwa kekudusan Tuhan harus dihormati dan dijaga. Bila mereka tidak menghormati kekudusan Tuhan, mereka akan menerima hukuman Tuhan, yaitu terkena tulah (8:19). Oleh karena itu, agar tulah tidak menimpa mereka, sikap dan tindakan mereka haruslah menaati semua perintah Tuhan secara tepat.

Kewajiban menghormati dan menjaga Kekudusan Tuhan bukan hanya berlaku pada masa Perjanjian Lama, tetapi juga berlaku bagi semua murid Kristus. Salah satu perkataan yang disampaikan oleh Tuhan Yesus dalam khotbah di bukit adalah, “Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah” (Matius 5:8). Perkataan tersebut berlaku bagi semua anak-anak Allah. Apakah Anda menghormati dan menjaga kekudusan Tuhan dalam kehidupan Anda? Setiap kali jatuh dalam dosa, apakah Anda selalu segera mengaku dosa di hadapan Tuhan sehingga kehidupan, pelayanan, dan ibadah Anda layak di mata Tuhan? Tuhan yang kita sembah adalah kudus, sehingga Dia menuntut agar kita berhenti berbuat dosa dan menjalani hidup dalam kekudusan. Hendaklah setiap orang yang mengetahui keinginan Tuhan melakukan hal ini dalam anugerah-Nya. [GI Roni Tan]

Persembahan dan Ibadah

Bilangan 7

Persiapan untuk penahbisan Kemah Suci membutuhkan ketelitian, ketekunan, dan pengorbanan. Persiapan penahbisan ini penting karena kehadiran Kemah Suci menandakan kehadiran Tuhan semesta alam di tengah umat-Nya. Perhatikanlah bahwa persiapan penahbisan Kemah Suci ini diatur oleh Tuhan sendiri dengan perantaraan Musa (7:11). Salah satu persiapan yang dilakukan untuk penahbisan Kemah Suci ini adalah pengumpulan persembahan. Para pemimpin umat Israel diatur untuk memberi persembahan ke hadapan Tuhan. Tindakan membawa persembahan ini merupakan simbol bahwa para pemimpin beserta seluruh rakyat memandang Tuhan sebagai Raja yang selama ini memimpin dan memerintah bangsa Israel. Oleh karena itu, wajarlah bila pengaturan persembahan yang dilakukan oleh Allah itu harus dipandang seperti perintah seorang raja yang harus ditaati.

Pengumpulan persembahan bukanlah satu-satunya tujuan bagi pendirian Kemah Suci. Dalam 7:89, dikemukakan bahwa Musa masuk ke Kemah Pertemuan untuk “berbicara dengan Dia, mendengar suara-Nya dan mendengar Dia berfirman”. Tujuan utama keberadaan Kemah Suci adalah agar umat menyadari keberadaan Tuhan di tengah mereka dan agar mereka selalu memiliki kerinduan untuk datang beribadah ke hadapan Tuhan. Jadi, tujuan utama keberadaan Kemah Suci adalah menjadi tempat berkumpul bagi umat untuk bersama-sama beribadah kepada TUHAN.

Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita bahwa sehubungan dengan keberadaan Rumah Tuhan, umat Allah wajib untuk membawa persembahan. Memberi persembahan merupakan ungkapan ketundukan dan kepatuhan kita kepada Tuhan. Kita harus senantiasa menyadari bahwa Rumah Tuhan bukanlah hanya sekadar tempat untuk berkumpul atau tempat untuk mengobrol, melainkan tempat untuk beribadah kepada Tuhan. Apakah selama ini, Anda telah membiasakan diri untuk memberikan persembahan secara pantas di hadapan Tuhan? Apakah selama ini, Anda telah setia mengikuti pertemuan ibadah di gereja Anda? Semoga Tuhan menolong dan memampukan kita untuk beribadah dengan setia, sehingga kita bisa menjadi anak-anak Allah yang hidup berkenan kepada Allah. [GI Roni Tan]

TUHAN, Sumber Berkat

Bilangan 6

Kita pasti tidak asing dengan berkat imam yang ditulis dalam Bilangan 6:22–27. Doa berkat imam itu sering kali digunakan oleh hamba Tuhan dalam doa berkat yang disampaikan saat mengakhiri ibadah. Bacaan Alkitab hari ini menjelaskan bahwa doa berkat ini adalah rumusan yang diajarkan Tuhan untuk digunakan oleh para imam guna memberkati umat Tuhan. Imam menjadi sarana yang Tuhan gunakan untuk menyampaikan berkat dari Tuhan kepada umat-Nya. Jadi, doa berkat ini bukanlah sekadar ungkapan keinginan manusia, melainkan ungkapan keinginan Tuhan bagi umat-Nya.

Melalui doa berkat imam. Tuhan menjanjikan berkat, perlindungan, terang yang menuntun, kasih karunia, dan damai sejahtera kepada umat-Nya (6:24–26). Melalui doa berkat yang disampaikan oleh seorang imam, Tuhan meletakkan nama-Nya atas orang Israel dan Ia berjanji untuk memberikan berkat-Nya (6:27). Kata ‘meletakkan” bisa berarti menempatkan atau menyebutkan nama Tuhan. Saat nama Tuhan disebutkan oleh imam, berkat akan mengalir atau melekat pada diri umat Tuhan. Jadi, berkat yang disampaikan oleh imam itu berasal dari Tuhan, Sang Sumber berkat. Imam atau hamba Tuhan hanyalah alat atau saluran di tangan Tuhan untuk menyampaikan kepastian yang datangnya dari Tuhan untuk umat-Nya.

Saat menyadari bahwa berkat yang sesungguhnya berasal dari Tuhan, kita dipanggil untuk senantiasa mengarahkan hidup kita kepada Tuhan. Kita tidak boleh mengagungkan para hamba-Nya dan mengabaikan keagungan Tuhan yang adalah Sang Tuan yang sesungguhnya. Panggilan kita adalah agar kita hidup untuk memuliakan TUHAN, bukan untuk memuliakan manusia atau untuk memuliakan diri sendiri. Kita harus hidup untuk melayani Tuhan sepenuhnya, tanpa keinginan untuk dilihat atau untuk dipuji oleh manusia. Percayalah kepada Tuhan, Sang Sumber berkat yang senantiasa memberkati kita yang hidup taat kepada-Nya dengan sepenuh hati dan dengan seluruh hidup kita. Marilah kita mempersembahkan hidup kita untuk menyenangkan hati Tuhan, bukan hanya sekadar merindukan berkat Tuhan saja. Sadarilah bahwa damai sejahtera yang dihasilkan saat kita dekat dengan Tuhan lebih berharga daripada berkat-Nya. [GI Roni Tan]

Kekudusan Menuntut Pengudusan

Bilangan 5

Kekudusan Tuhan merupakan salah satu tema penting dalam Perjanjian Lama. Istilah “kudus” berarti “dikhususkan, diistimewakan, dipisahkan, diabdikan kepada”. Tuhan sendiri yang menyatakan bahwa diri-Nya adalah kudus. Kekudusan Tuhan menuntut adanya aturan dan tindakan Tuhan yang menunjukkan kekudusan-Nya. Selain itu, Tuhan menuntut bangsa Israel untuk menghormati kekudusan-Nya. Bila bangsa Israel melanggar kekudusan Tuhan, mereka akan menerima hukuman berupa tulah (kemalangan), penyakit, dan bahkan kematian.

Kekudusan Tuhan membuat Ia menuntut agar bangsa Israel menjadi umat yang kudus. Oleh karena itu, kekudusan menjadi cermin bagi kita untuk memahami setiap larangan, penghukuman, pengucilan, dan hukuman mati yang dikenakan pada bangsa Israel. Bilangan 5:1-4 membicarakan tentang orang yang sakit kusta, orang yang mengeluarkan lelehan, dan orang yang menjadi najis karena menyentuh mayat. Perintah Tuhan jelas, yaitu agar mereka yang najis diasingkan dari antara bangsa Israel (5:3). Setelah mendengar perintah tersebut, bangsa Israel berbuat seperti yang Tuhan perintahkan. Mereka yang najis itu baru boleh kembali dalam komunitas setelah mereka dinyatakan sembuh/tahir. Perintah tersebut adalah tindakan untuk menguduskan bangsa Israel, agar mereka yang masih sehat tidak tertular oleh mereka yang sedang berstatus najis.

Kekudusan Tuhan menuntut pengudusan hidup kita. Puji Tuhan! Tuhan tidak hanya sekedar menuntut, tetapi Ia juga menyertai umat-Nya dengan maksud agar umat-Nya hidup dalam kekudusan. Pengudusan itu diawali dengan pengorbanan Tuhan Yesus melalui karya keselamatan yang Dia kerjakan di kayu salib dan melalui pengakuan percaya kita kepadanya, lalu berlanjut dengan proses pengudusan yang dilakukan oleh Allah Roh Kudus sebagai Roh Penolong dan Penghibur yang membantu kita dalam proses pengudusan tersebut. Oleh karena itu, jangan menyerah saat menjalani proses pengudusan yang Tuhan kerjakan karena kita tidak sendirian dalam kelemahan kita saat menjalani proses pengudusan tersebut. Bila kita jatuh dalam dosa, segeralah mengaku di hadapan Allah untuk mendapat pengampunan. Setiap orang percaya pasti menjalani proses pengudusan dan memerlukan pertolongan Tuhan dalam menjalani proses tersebut. [GI Roni Tan]

Tiap Orang, Tiap Bagian

Bilangan 4

Bilangan 4 membahas sensus (4:2-3, 22, 29-30) dan pemberian tugas bagi Bani Kehat (4:4-20), bani Gerson (4:24-28) dan Bani Merari (4:31-33). Kata “bani” berarti “anak cucu” atau “keturunan”. Kehat, Gerson, dan Merari adalah anak-anak Lewi, sehingga ketiga bani itu merupakan keturunan Lewi. Suku Lewi adalah suku yang dikhususkan oleh TUHAN untuk melayani dalam peribadatan di Kemah Pertemuan. Oleh karena itu, penunjukkan tugas terhadap ketiga bani tersebut—untuk mereka yang berusia di antara 30 sampai 50 tahun—merupakan hal yang lumrah dilakukan. Secara jelas, TUHAN memberikan tugas yang harus mereka lakukan serta menyampaikan apa yang dilarang untuk dilakukan. Bila larangan Allah dilanggar, mereka akan menghadapi kematian (4:15, 18-20)

Masing–masing bani dalam suku Lewi mendapat tugas yang berbeda dari Tuhan. Bani Kehat bertugas mengurus barang–barang yang mahakudus seperti tabut, meja, kandil, mezbah dan perkakas tempat kudus (4:4). Bani Gerson bertugas mengurus tirai pintu Kemah Pertemuan, di sekeliling Kemah Suci dan mezbah (4:24–25). Bani Merari bertugas mengurus papan kemah suci, kayu lintang, alas dan segala perabotannya (4:31-32). Semua tugas tersebut dilakukan secara terstruktur dan tertata dengan baik karena ada orang yang ditunjuk untuk menjadi penanggung jawab (4:49). Tujuan dari pembagian tugas itu adalah agar semua kegiatan peribadatan di Kemah Suci bisa terlaksana dengan baik.

Penugasan pada keturunan Lewi ini mengingatkan kita bahwa setiap orang percaya memiliki peran masing–masing dalam keluarga Tuhan. Kepelbagaian peran itu bukan sekadar berdasarkan kemauan kita semata, tetapi berdasarkan pengaturan Tuhan sendiri. Tuhan telah memberikan tugas kepada kita masing-masing sesuai dengan karunia yang telah Dia berikan kepada kita. Dia menginginkan agar kita melakukan tugas itu dengan setia. Oleh karena itu, kita harus terus bergumul agar bisa mengerti dan melaksanakan pelayanan yang telah Tuhan percayakan kepada kita dengan setia dan dengan penuh ucapan syukur. Bila kita masih bingung atau bergumul dalam melayani, mulailah dengan melakukan pelayanan yang telah tersedia dengan setia dan dengan dilandasi kasih kepada Tuhan. [GI Roni Tan]

Khusus Untuk Melayani Tuhan

Bilangan 3

TUHAN telah menetapkan suku Lewi sebagai suku yang dikhususkan untuk melayani Tuhan dan menyelenggarakan peribadatan di Kemah Suci atau Kemah Pertemuan. Hanya suku Lewi yang memiliki hak untuk melayani Tuhan di Kemah Pertemuan. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa ayat yang mengatakan bahwa orang awam yang mendekat (ke tempat kudus) harus dihukum mati (3:10,38). Perhatikan bahwa pencatatan suku Lewi yang dimulai dari laki–laki berusia satu bulan (3:15) menunjukkan bahwa orang yang dipanggil untuk melayani Tuhan sudah dikhususkan untuk Tuhan sebelum pelayanannya dilaksanakan. Pengkhususan suku Lewi ini menunjukkan bahwa status dan peran Suku Lewi sebagai pelayan dan penyelenggara peribadatan (3:31) sangatlah penting.

Apakah kekhususan suku Lewi masih tetap berlaku sampai saat ini? Karya penebusan di kayu salib yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus telah membuat sistem peribadatan yang diselenggarakan pada masa kini berbeda dengan sistem peribadatan pada masa Perjanjian Lama. Dalam Perjanjian Baru, kita mengenal istilah “imamat yang rajani” (1 Petrus 2:9). Status sebagai “imamat yang rajani” diberikan kepada orang percaya yang telah memperoleh keselamatan di dalam Tuhan Yesus. Oleh karena itu, sebagaimana Suku Lewi bertugas untuk melayani di Kemah Suci, orang percaya juga dipanggil untuk melayani Tuhan, baik dalam gereja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Hanya orang yang percaya kepada Tuhan Yesus yang mendapat panggilan untuk melayani Tuhan. Ingatlah bahwa setiap orang—yang telah memperoleh keselamatan di dalam Kristus—dipanggil untuk melayani Allah.

Saat membaca kisah tentang Suku Lewi yang dikhususkan untuk melaksanakan pelayanan di Kemah Suci, ingatlah bahwa semua orang percaya—sebagai umat pilihan Allah—didorong untuk merespons panggilan Tuhan untuk melayani Dia sesuai dengan karunia yang telah Tuhan berikan kepada setiap orang percaya (1 Petrus 4:10). Apakah Anda telah memperoleh keselamatan yang tersedia di dalam Tuhan Yesus Kristus? Bila Anda telah memperoleh keselamatan, apakah Anda telah merespons panggilan untuk melayani Dia? Pelayanan apa yang pernah Anda lakukan dalam kehidupan Anda selama ini? Bila Anda belum merespons panggilan untuk melayani, segeralah untuk mulai merespons panggilan Allah tersebut! [GI Roni Tan]