Bukti Kesetiaan Tuhan (4)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 31

Mulai pasal 31, kita akan melihat serangkaian akibat dari perbuatan dosa dalam keluarga Yakub, sekaligus kita juga dapat melihat kesetiaan Tuhan atas janji-Nya yang ditunjukkan dengan cara memberikan jalan keluar atas masalah yang muncul.

Masalah pertama yang muncul dalam bacaan Alkitab hari ini adalah bahwa Yakub dan keluarganya terpaksa melarikan diri dari rumah Laban setelah mereka sadar bahwa Laban telah mencurigai perbuatan culas (curang, tidak jujur) yang dilakukan oleh Yakub (31:1-2). Meskipun Tuhan sendiri berfirman menyuruh Yakub untuk pergi (31:3), jelas bahwa kondisi tidak nyaman itu terjadi karena kesalahan Yakub. Sayangnya, Yakub tidak merasa bersalah (bertobat), malahan dia berusaha membenarkan diri sendiri. Yakub menuduh Laban yang melakukan kecurangan terhadap dirinya (31:5-8) dan dia mengatakan bahwa apa yang diperolehnya merupakan berkat Allah baginya (31:7-12), padahal taktik keculasan Yakub terlihat jelas (30:37-43). Jawaban Yakub menunjukkan bahwa dia tidak mau bertanggung jawab dan tidak bersedia mengakui kesalahannya. Akhirnya, Laban mengizinkan Yakub dan keluarganya pergi. Kisah ini, menunjukkan bahwa dosa yang dipertahankan dan sikap membenarkan diri sendiri akan melahirkan dosa yang baru. Namun, ganjaran Tuhan tidak pernah salah sasaran. Pembuat dosa akan merasakan akibat dosa yang dilakukannya.

Masalah kedua dalam keluarga Yakub terjadi karena Rahel—istri kesayangan Yakub—bertindak terlampau jauh dengan mencuri terafim milik Laban—ayahnya sendiri—yang tercatat di Alkitab sebagai dewa asing di mata Tuhan. Hal ini menunjukkan kegagalan Yakub dalam mengajarkan kebenaran Tuhan kepada Rahel. Kemungkinan besar, Rahel “terpaksa” mengandalkan ilah lain karena ia dikuasai oleh rasa kuatir.

Kasih dan kesetiaan Tuhan terhadap janji-Nya kepada Yakub terlihat jelas melalui intervensi langsung yang Ia lakukan terhadap Laban. Allah berfirman secara langsung dalam suatu mimpi agar Laban tidak berlaku kasar terhadap Yakub (31:24). Oleh karena itu, sebelum Laban melepas kepergian Yakub dan seluruh keluarganya, Laban mencium cucu-cucunya dan anak-anaknya serta memberkati mereka (31:55). Sungguh sangat luar biasa kesetiaan Tuhan terhadap janji-Nya, meskipun pewaris janji itu bukanlah orang yang setia! [Sung]

Pengulangan Kesalahan dalam Keluarga

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 30

Sejarah terus berulang karena di bawah matahari ini “tak ada sesuatu yang baru” (Pengkhotbah 1:9). Di pasal 30, terdapat beberapa pengulangan terhadap kesalahan (dosa) yang pernah dilakukan oleh leluhur mereka. Pertama, ketidaksetiaan (ketidaksabaran) Rahel saat menanti penggenapan janji keturunan dari Allah membuat ia memberikan budaknya—Bilha—untuk menjadi gundik Yakub, agar Bilha dapat melahirkan anak bagi Yakub. Pada zaman itu, anak yang dilahirkan seorang budak perempuan bisa dianggap sebagai anak dari majikannya (yaitu Rahel). Hal serupa juga ditiru oleh sang kakak—yaitu Lea— yang memberikan budaknya—Zilpa—untuk menjadi gundik Yakub (Kejadian 30:1-13). Kedua peristiwa tersebut mengingatkan kita kepada Sara yang pernah melakukan hal yang sama (16:1-3). Kedua, peristiwa “pemerasan” oleh Lea kepada adiknya sendiri—Rahel—yang menginginkan buah dudaim (30:14-16) mengingatkan kita akan pemerasan yang dilakukan oleh Yakub pada Esau. Ketidaksetiaan terhadap janji Tuhan tersebut disempurnakan juga oleh Yakub sendiri, yang dengan tipu muslihatnya berhasil memperbanyak kekayaannya (30:29-43). Walaupun tipu muslihat Yakub merupakan tindakan penipuan terhadap penipu, tindakan seperti itu tetap merupakan hal yang tidak terpuji di hadapan Allah.

Walaupun dosa yang dipaparkan di atas tidak mendatangkan teguran atau hukuman Allah secara langsung, tidak berarti bahwa dosa seperti itu diizinkan Allah. Dalam lanjutan riwayat Yakub dan anak-anaknya, kita akan melihat bahwa dosa-dosa tersebut mendatangkan ganjaran di masa depan. Anak-anak yang tidak melihat teladan yang baik dari orang tua mereka akan meniru apa yang mereka lihat. Pelajaran untuk kita hari ini adalah: Pertama, jangan pandang remeh perbuatan dosa. Dosa yang terjadi dalam keluarga Yakub maupun leluhurnya selalu dimulai dengan pandangan bahwa apa yang mereka lakukan adalah hal yang sepele. Sekalipun demikian, ketidaksetiaan dalam hal-hal kecil bisa mendatangkan konsekuensi yang mengerikan. Kedua, jangan bersikap santai atau menganggap lumrah bila dosa yang kita lakukan tidak langsung mendapatkan ganjaran, karena Tuhan adalah Hakim yang adil. Dosa pasti akan mendatangkan hukuman! Marilah kita terus setia berpegang pada penggenapan janji-janji Allah dan jangan bermain-main dengan dosa! [Sung]

Ketidakadilan Yakub dan Keadilan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 29

Suatu ketika ada sebuah berita yang sangat menarik di surat kabar. Berita itu menyangkut sebuah kasus penipuan yang memiliki unsur mistis. Berita itu menarik karena di antara para korban penipuan terdapat nama seseorang berinisial A yang merupakan mantan terpidana kasus penipuan dan penggelapan uang. Sungguh sangat ironis dan menggelikan bahwa sang penipu—yang sudah menerima hukuman atas perbuatannya—dapat tertipu untuk kasus yang mirip. Kira-kira demikianlah halnya dengan apa yang terjadi pada pasal 29 ini.

Di beberapa pasal sebelumnya, kita sudah membaca tentang kelakuan sang putra bungsu—Yakub—yang tega memeras Esau—abangnya sendiri—yang sedang dalam keadaan lelah dan lapar (25:29-34), serta bekerja sama dengan ibunya—Ribka—untuk menipu ayahnya sendiri—Ishak—agar memperoleh berkat kesulungan (27:1-29). Akibat perbuatannya sendiri, Yakub harus meninggalkan keluarganya untuk menyelamatkan diri dari ancaman Esau. Pada pasal 29 ini, diceritakan bahwa akhirnya Yakub sampai ke rumah pamannya sendiri—Laban—di Haran. Di sana, Yakub jatuh cinta pada Rahel—anak kedua sang paman—dan bersedia bekerja selama 7 tahun demi mendapatkan gadis itu. Akan tetapi, ternyata Yakub ditipu oleh Laban yang memberikan sang kakak (Lea)—bukan Rahel—sebagai istrinya. Untuk menebus Rahel—sang adik—Yakub terpaksa bekerja lagi selama 7 tahun berikutnya. Sungguh, peristiwa penipuan ini amat menyakitkan bagi Yakub. Akibat penipuan yang dilakukan Laban ini, Yakub berlaku tidak adil terhadap Lea, karena ia memang tidak mencintai Lea.

Perlakuan Yakub yang diskriminatif itu membuat Tuhan Allah yang setia dan adil itu segera membuka kandungan Lea—sehingga Lea bisa melahirkan empat anak laki-laki, yaitu Ruben, Simeon, Lewi, dan Yehuda—sedangkan Rahel belum melahirkan seorang anak pun. Kisah keluarga Yakub ini mengajarkan kepada kita bahwa Tuhan membenci ketidakadilan, dan Ia akan berpihak kepada orang yang menjadi korban. Prinsip keadilan Allah ini terlihat berulang kali dalam Alkitab, dan juga sering terlihat dalam kehidupan sehari-hari pada masa kini. Allah menuntut kita untuk berlaku adil terhadap sesama, di samping menuntut kita untuk berlaku setia dan rendah hati di hadapan Tuhan (Mikha 6:8). Bersediakah Anda untuk berlaku adil, setia, dan rendah hati? [Sung]

Bukti Kesetiaan Tuhan (3)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 28

Pada pasal sebelumnya, kita sudah melihat betapa hancur dan menyedihkannya kondisi rumah tangga Ishak dan Ribka, sehingga tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa keluarga tersebut sudah tidak bisa lagi disebut sebagai keluarga “teladan”. Keluarga itu praktis sudah tidak berfungsi secara efektif karena sudah mengalami disintegrasi (keadaan terpecah belah). Puncak keruntuhan keluarga itu terjadi saat mereka terpaksa melepas Yakub untuk pergi ke rumah saudara Ribka yang bernama Laban di Padan-Aram. Keadaan semakin memburuk setelah Esau—yang melihat kepergian Yakub dan mendengar perintah Ishak untuk tidak menikahi perempuan Kanaan—sengaja mengambil anak perempuan Ismael sebagai istri ketiga. Jelaslah bahwa ada banyak masalah yang bisa menimpa keluarga umat pilihan TUHAN!

Sekalipun demikian, apakah TUHAN membuang keluarga tersebut dari status sebagai umat pilihan? Untungnya tidak! Pengampunan TUHAN mengingatkan kita pada ucapan Nabi Yesaya bahwa “buluh yang terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkan-Nya” (Yesaya 42:3), demikianlah kasih TUHAN pada keluarga Yakub. Di tengah perjalanan ke rumah Laban, tepatnya di daerah yang kini dikenal dengan nama Betel (artinya “Rumah Allah”), TUHAN berbicara langsung kepada Yakub melalui mimpi! Dalam mimpi tersebut, Tuhan mengulangi janji yang pernah Ia ucapkan pada Abraham (kakeknya) dan Ishak (ayahnya), yaitu bahwa Yakub akan mewarisi Tanah Perjanjian dan keturunannya akan sangat banyak (seperti debu tanah, artinya tidak mungkin bisa dihitung), dan semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat melalui keturunan Yakub (Kejadian 28:13-14). Tidak cukup sampai di situ, TUHAN juga kembali berjanji untuk selalu menyertai dan melindungi Yakub ke manapun Yakub berjalan (28:15). Perlakuan terhadap Yakub ini menunjukkan bahwa Allah tidak pernah lalai menepati janji-Nya!

Kejadian pasal 28 ini mengingatkan kita bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang selalu setia pada janji-Nya terhadap seluruh umat pilihan-Nya—termasuk kita semua—sekalipun mungkin kita sering tidak setia kepada-Nya! Kiranya kita semua mendapat penghiburan dari firman ini dan kita berusaha dengan sungguh-sungguh untuk setia kepada Allah! [Sung]

Umat Allah adalah Manusia Biasa

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 27

Mungkin banyak dari Anda yang pernah mendengar lagu “Rocker juga manusia” yang dipopulerkan oleh grup band Seurieus. Ungkapan semacam itu sering dikenakan pada berbagai profesi untuk mengingatkan bahwa kita tidak bisa mengharapkan kesempurnaan pada diri seseorang, siapa pun dia, karena pada dasarnya, ia hanyalah manusia biasa yang penuh dengan kelemahan dan kekurangan. Ternyata, ungkapan yang serupa juga bisa dikenakan pada “keluarga idaman” yang seharusnya menjadi teladan karena status mereka sebagai “nenek moyang orang beriman,” yaitu keluarga Ishak.

Pasal 27 dapat dipandang sebagai pasal “penelanjangan” rusaknya kehidupan rumah tangga Ishak. Kisah mereka diawali dengan cerita tentang tindakan pilih kasih yang dilakukan oleh Ishak dan Ribka terhadap Yakub dan Esau, lalu dilanjutkan dengan kelicikan Yakub yang menjebak Esau (pasal 25), dan diakhiri dengan tindakan gegabah Esau—mengambil dua perempuan Het menjadi istrinya—yang menimbulkan kedukaan di hati Ishak dan Ribka (26:34-35). Puncaknya adalah peristiwa penipuan yang dilakukan oleh Ribka dan Yakub yang pada akhirnya berhasil merampas berkat kesulungan Esau (27:1-29). Tindakan penipuan ini bagaikan sebuah palu godam yang dihantamkan kepada keluarga yang seharusnya menjadi teladan ini. Sejak saat itu, hubungan antar pribadi dalam keluarga tersebut praktis telah hancur. Tindakan Esau yang mengancam akan membunuh Yakub setelah Ishak meninggal kelak hanyalah konfirmasi atas hancurnya hubungan tersebut, yang memaksa Yakub untuk melarikan diri ke rumah pamannya, Laban, di Haran atas perintah Ribka (27:41-28:5).

Peristiwa ini jelas merupakan aib terbesar bagi bangsa Israel yang membacanya, namun sekaligus merupakan peringatan bagi mereka dan bagi kita—umat Allah penerus iman Abraham—yang hidup sekarang ini. Jelaslah bahwa status sebagai umat pilihan TUHAN bukanlah jaminan bahwa segala sesuatu akan berlangsung baik-baik saja. Sebaliknya, status sebagai umat pilihan TUHAN mengharuskan kita untuk selalu waspada dan bergantung sepenuhnya pada TUHAN, termasuk dalam hal menjaga keutuhan rumah tangga. Kesalahan Ishak dan Ribka yang pilih kasih yang nampaknya sepele justru menjadi penyebab (pemicu) retaknya rumah tangga mereka. Kita pun harus waspada saat membangun rumah tangga, agar kita tidak melakukan kesalahan yang sama. [Sung]

Pengulangan Kesalahan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 26

Ingatkah Anda pada peristiwa kegagalan Abraham untuk bergantung (beriman) kepada TUHAN, sehingga ia tidak berani mengakui Sara sebagai istrinya karena menguatirkan keselamatan nyawanya sendiri (Kejadian 20)? Dalam bacaan Alkitab hari ini, peristiwa yang serupa kembali terulang, namun dengan aktor yang berbeda.

Konteks latar belakang kisah di atas diawali dengan laporan adanya bencana kelaparan di negeri sekitar tempat tinggal keluarga besar Ishak, yang memaksa mereka untuk pindah ke tanah Gerar. Sebutan “Abimelekh” untuk raja Gerar merupakan sebutan umum (gelar), sehingga Abimelekh pada zaman Ishak bisa saja berbeda dengan Abimelekh pada zaman Abraham. Kepergian Ishak ke Gerar mendapatkan restu dari TUHAN yang menjanjikan pertolongan dan penyertaan, selama Ishak tinggal di Gerar (26:1-3). Akan tetapi, apa yang terjadi?

Ishak tidak bersandar kepada jaminan penyertaan TUHAN, sehingga ia merasa takut dan mengulangi kesalahan Abraham: Ia tidak berani mengakui Ribka sebagai istrinya dengan alasan yang serupa dengan alas an Abraham, yaitu takut keselamatannya terancam. Apakah Ishak telah kehilangan iman? Bukankah TUHAN bukan hanya sekadar merestui, tetapi juga berjanji untuk menyertai dan melindunginya? Bukankah Ishak adalah pewaris janji Allah kepada Abraham—bapa orang beriman? Kisah Ishak ini menyadarkan kita bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Untuk bisa mempertahankan iman, kita harus bergantung kepada kekuatan (anugerah) dari TUHAN.

Sekalipun diri kita lemah, kita patut bersyukur karena TUHAN penuh dengan kasih sayang serta belas kasihan kepada umat pilihan-Nya yang pernah berbuat salah. TUHAN bukan saja melepaskan Ishak dari ancaman kemarahan Abimelekh yang merasa tertipu, tetapi TUHAN juga bersedia mengampuni dan mengulangi janji penyertaan dan keselamatan bagi Ishak (26:24), sehingga Ishak dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.

Seringkali kita melakukan dan mengulangi kesalahan, sama seperti Ishak. Sekalipun demikian, syukurlah bahwa Allah Ishak adalah Allah kita juga. TUHAN tetap baik dan setia pada janji-Nya, dan Ia berkenan menerima pertobatan kita serta tidak membuang kita yang telah berbuat dosa. Soli Deo Gloria (Segala kemuliaan hanya bagi Allah)! [Sung]

Akibat dari Ketidakpekaan

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 25:19-34

Kita telah membahas mengenai akibat dari ketidaksetiaan Abraham pada perkara rumah tangganya di paruh pertama pasal 25 ini, yaitu bahwa ketidaksetiaan dalam hal yang nampak kecil dan sepele (menurut pandangan masyarakat pada saat itu), ketika dibiarkan, bisa membawa dampak besar di kemudian hari. Rupanya Ishak, anak Abraham, juga tidak menyadari bahwa masalah kecil bisa berdampak besar.

Masalah dalam keluarga Ishak muncul dari kegalauan hati Ishak dan istrinya yang merindukan kehadiran anak—kondisi seperti ini sama persis dengan kondisi Abraham dan Sara yang juga merindukan kehadiran anak. Bedanya, bila Abraham kemudian mengambil perempuan asing (Hagar, dan selanjutnya—sesudah Sara mati—juga Ketura) sebagai istri, Ishak tidak. Ishak bertindak secara positif, yaitu berdoa memohon TUHAN memberikan keturunan. Tindakan berdoa yang menunjukkan bahwa Ishak mengandalkan TUHAN ini direspons TUHAN dengan membuat Ribka mengandung anak kembar. Namun, ternyata kemudian muncul persoalan: Sejak dalam kandungan, kedua anak kembar yang dikandung Ribka sudah saling bertolak-tolakan di dalam rahim. TUHAN berfirman bahwa kedua anak itu kelak akan saling bersaing dan keturunannya akan saling berseteru (25:22-23). Lantas, apa yang diperbuat oleh Ishak?

Ishak dan Ribka mempercepat permusuhan di antara anak-anak mereka melalui sikap pilih kasih (25:28). Dengan kata lain, permusuhan antara Yakub dan Esau berkembang karena teladan buruk yang ditularkan oleh kedua orang tua mereka sendiri! Ketidakseimbangan perlakuan terhadap anak (sikap pilih kasih) adalah bentuk ketidaksetiaan pada TUHAN, karena TUHAN menghendaki agar keberadaan keluarga orang beriman dapat menjadi contoh yang baik bagi orang lain yang tidak mengenal Dia! Peristiwa Yakub memeras Esau agar menjual hak kesulungannya (25:29-34) hanyalah kepanjangan dari masalah hubungan Ishak dan Ribka yang akan disoroti lebih mendalam di pasal berikutnya. Peristiwa ini menunjukkan bahwa ketidakpekaan Ishak dan Ribka terhadap peringatan Allah membuat mereka tidak membesarkan anak-anak mereka sesuai dengan kehendak Allah. Walaupun sikap pilih kasih nampak seperti masalah sepele yang lumrah terdapat dalam sebuah keluarga, masalah ini bisa memicu munculnya masalah lain yang lebih besar. Jangan tiru kesalahan mereka! [Sung]

Kebesaran Iman Abraham dan Kesetiaan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 24

Setelah peristiwa kehilangan Sara, Abraham memasuki babak baru dalam drama kehidupan keluarganya, yaitu ia harus mencarikan istri yang tepat untuk Ishak, anaknya. Catatan peristiwa ini sesungguhnya bukan hanya berbicara mengenai masalah roman atau ajang pencarian istri belaka, namun berbicara tentang dua figur penting, yaitu Abraham dan Tuhan!

Pelajaran penting apakah yang dapat kita pelajari dari kehidupan Abraham? Pertama, kita dapat melihat keteguhan dan kesetiaan iman Abraham setelah berulangkali diproses oleh Tuhan: Abraham menolak untuk menikahkan Ishak—anaknya—dengan perempuan bangsa setempat (pilihan yang paling mudah), namun memilih untuk mengirim hambanya ke kota Nahor—kota tempat asal Abraham—guna mencari istri bagi Ishak (24:2-8). Perjalanan menuju ke sana tentu saja tidak mudah dan memerlukan waktu yang panjang, serta mengandung risiko besar. Oleh karena itu, keputusan Abraham tersebut harus dimaknai sebagai ungkapan kesetiaannya pada perjanjian dengan Tuhan! Kedua, ia menyerahkan proses pemilihan calon istri Ishak tersebut pada pimpinan Tuhan. Bahkan, ia melarang Ishak untuk ikut pergi dan memilih sendiri karena Abraham ingin menyediakan ruang pada kedaulatan Allah untuk melakukan pemilihan. Tentu saja tindakan tersebut memerlukan iman yang besar!

Apakah peran Allah dalam cerita ini? Pertama,kesetiaan Allah pada janji-Nya sendiri ditunjukkan dengan memudahkan perjalanan hamba Abraham ke kota Nahor. Bahkan, Allah mengizinkan sang hamba untuk menemukan perempuan yang tepat dengan cara yang diinginkan sang hamba itu sendiri! Kedua, Allah berkarya secara luar biasa dalam peristiwa ini dengan cara meyakinkan Ribka untuk pergi serta meyakinkan keluarganya untuk mengizinkan Ribka ikut mengambil bagian dalam drama pemilihan Allah atas kaum Israel.

Kesetiaan Tuhan terhadap janji-Nya kepada Abraham telah terbukti dan Abraham telah memberikan teladan iman yang luar biasa. Semoga kisah ini menjadi sumber inspirasi dan sumber kekuatan bagi kita. Ingatlah bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan orang yang setia pada janji–Nya! Tuhan ingin agar umat-Nya selalu merespons janji yang telah Ia ucapkan. Apakah Anda telah merespons janji Allah? [Sung]

Bukti Kesetiaan Tuhan (2)

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 23

Tanpa terasa keluarga Abraham kini sudah di ujung usia senja. Sang istri yang sangat dia cintai, Sara, akhirnya meninggal dunia di tanah Kanaan, suatu tanah asing yang bukan milik Abraham. Dalam tradisi bangsa-bangsa asing saat itu, merupakan masalah besar apabila seseorang menguburkan anggota keluarganya begitu saja tanpa membeli tanah pekuburan. Itulah latar belakang kisah yang dicatat dalam Kejadian 23 ini.

Selain memberi informasi tentang situasi adat bangsa Het saat itu, apa makna kisah tersebut bagi pembaca Alkitab pada masa kini? Pertama,bagian ini khusus berbicara tentang anugerah Allah yang telah melembutkan hati para pemimpin bangsa Het, saat Abraham berbicara kepada mereka. Apa yang membuat seorang asing seperti Abraham dapat dengan mudah mendapat belas kasihan, dan bahkan penerimaan secara utuh, dari bangsa Het—bangsa yang tidak mengenal Yahweh-– jika bukan karena kemurahan Tuhan? Kedua, Tuhan bukan saja telah melembutkan hati bangsa Het, namun Ia juga telah membukakan jalan bagi Abraham untuk membeli tanah dan gua tempat menguburkan Sara. Kejadian ini cukup unik karena keberhasilan Abraham membeli tanah tersebut jelas tidak jamak ditemukan. Bukan hanya status Abraham sebagai bangsa asing saja yang dapat menjadi persoalan, namun kenyataan bahwa ia bukan termasuk penyembah dewa lokal juga dapat menimbulkan penolakan, sama halnya dengan kesulitan yang muncul ketika seorang penyembah dewa Baal ingin membeli tanah di Yerusalem. Ketiga, secara tidak langsung, Tuhan menegaskan janji-Nya kepada Abraham tentang tanah warisan. Walaupun saat itu Abraham hanya membeli sebidang tanah yang kecil, namun—di masa depan—bangsa Israel akan kembali ke sana dan menduduki seluruh Tanah Kanaan sebagai Tanah Perjanjian yang telah dijanjikan Tuhan.

Betapa luar biasanya bukti kesetiaan Tuhan pada janji-Nya! Saat kita merasakan kehilangan atau kemalangan pun, janji Tuhan tetap diwujudkan! Oleh karena itu, marilah kita tetap memandang kepada Tuhan dan percayalah bahwa Ia tidak akan pernah melupakan janji-Nya dalam setiap kesusahan yang sedang kita alami. [Sung]

Ujian Untuk Abraham

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 22

Bagi Abraham dan keluarga besarnya, kelahiran Ishak—sang “putra mahkota” yang dijanjikan Tuhan—kemungkinan dipahami sebagai semacam “pengakuan atau konfirmasi” Tuhan atas besarnya iman Abraham. Namun, pemahaman seperti itu kurang tepat!

Setiap berkat selalu disertai tanggung jawab. Berkat yang lebih besar akan mendatangkan tanggung jawab yang lebih besar pula. Demikianlah halnya yang terjadi dalam kehidupan Abraham. Baru saja mereka bersukacita atas kehadiran Ishak, sang putra mahkota, Allah langsung memberikan perintah pada Abraham untuk melakukan tugas yang sangat berat, yaitu ia harus mengurbankan anaknya tersebut! Situasi mencekam karena ternyata Tuhan Allah sudah menjelaskan hal tersebut sejak permulaan kepada Abraham (22:2)!

Apa yang Anda rasakan jika Anda dalam posisi sebagai Abraham? Pertimbangkanlah bahwa Tuhan Allah menyuruh Anda mengurbankan anak kesayangan Anda, yang baru Anda peroleh setelah Anda menunggu selama puluhan tahun! Sanggupkah Anda untuk tidak bersikap memberontak terhadap perintah Tuhan itu? Sikap Abraham luar biasa! Ujian demi ujian yang pernah ia lalui sebelumnya membuat ia menjadi dewasa secara rohani, karena tidak ada catatan sedikit pun tentang keberatan Abraham terhadap perintah Tuhan tersebut! Malahan, ia dengan tenang dan tanpa ragu sedikit pun segera mengikat Ishak, membaringkan tubuh Ishak yang berada dalam keadaan terikat di mezbah, dan ia siap menggorok leher anak kesayangannya tersebut, sebagai wujud ketaatannya kepada Tuhan.

Pada saat itulah, Abraham lulus dari ujian terakhirnya; Tuhan segera memerintahkan Abraham untuk menghentikan tindakannya, dan Tuhan menyediakan seekor domba jantan untuk menggantikan Ishak. Kemudian, Tuhan bersumpah untuk terus memberkati Abraham dan keturunannya karena ketaatan Abraham. Tindakan nyata Abraham yang berani setia tanpa membantah pada perintah Tuhan tersebut merupakan bukti nyata betapa teguh imannya pada Tuhan!

Bagaimana dengan Anda? Apakah Anda telah lulus saat menghadapi ujian iman, yaitu ujian yang Tuhan maksudkan agar kerohanian kita bisa naik tingkat? Sudahkah Anda bertekad untuk tetap setia pada janji Tuhan? [Sung]