Kemurahan Hati

Ulangan 15

Allah yang murah hati ingin agar orang Israel yang telah menerima kemurahan-Nya belajar untuk bermurah hati kepada orang lain. Tuhan Yesus juga mengajarkan tentang kemurahan hati, misalnya di Matius 5:7. Sikap murah hati kepada orang lain sangat disukai Tuhan, sehingga Ia berjanji akan memberkati orang yang murah hati (Ulangan 15:10, 18). Sebaliknya, keengganan berlaku murah hati terhadap orang lain adalah dosa di mata Tuhan (15:9). Tuhan tidak menginginkan orang Israel berlaku serakah dengan menikmati berkat Tuhan bagi diri sendiri saja dan mengabaikan orang lain yang membutuhkan.
Ada dua hal yang diperintahkan Allah kepada orang Israel untuk dilakukan: Pertama, menghapus hutang sesama umat Tuhan pada tahun penghapusan hutang. Setiap akhir tujuh tahun dari masa yang ditentukan Tuhan, orang Israel yang berpiutang (meminjamkan uangnya) kepada sesama orang Israel harus menghapus hutang tersebut, tetapi piutang kepada orang asing boleh ditagih (15:1-5). Inilah bentuk pemeliharaan Allah kepada orang Israel sesuai dengan perjanjian yang Ia adakan dengan mereka. Dengan demikian, ketaatan kepada Allah akan membuat orang Israel tidak mengalami kekurangan. Sebaliknya, Tuhan ingin memakai orang Israel untuk menjadi berkat bagi sesamanya. Kedua, Allah memerintahkan agar orang Israel memerdekakan atau membebaskan sesama orang Israel yang menjadi budak mereka pada tahun ketujuh. Saat budak itu pergi, tuan rumah harus membekali dia dengan murah hati sesuai dengan berkat yang telah diterimanya dari Allah (15:12-14). Mengapa orang Israel harus membebaskan budaknya pada tahun ketujuh? Karena orang Israel pernah menjadi budak di Mesir dan mereka telah ditebus oleh Tuhan, sehingga mereka dapat hidup dengan sejahtera di Tanah Perjanjian (15:15). Mereka tidak boleh melupakan kebaikan Tuhan yang telah mereka terima. Allah berjanji akan memberkati usaha mereka di masa depan (15:18).
Pada zaman ini, tidak mudah bagi kita untuk meminjamkan uang kepada orang lain. Kita juga tidak lagi memiliki budak. Konteks zaman kita sudah sangat berbeda dengan konteks zaman Musa. Akan tetapi, prinsip yang diajarkan firman Tuhan tetap berlaku: Berkat Tuhan yang diberikan kepada kita bukan untuk kita nikmati sendiri secara egois, melainkan agar kita bisa menjadi saluran berkat. [GI Wirawaty Yaputri]