Nazar Bukan Nyasar

Bilangan 30

Istilah “nazar” dibahas terutama dalam Imamat 27, Bilangan 6, dan Ulangan 23. Dalam Bilangan 30, yang dibahas adalah pengesahan nazar seorang perempuan. Perbedaan nazar seorang perempuan de-ngan nazar pada umumnya adalah bahwa perempuan yang melakukan nazar tetap terikat dengan ayah maupun suaminya. Ayah atau suami perempuan yang bernazar bisa membatalkan nazar perempuan itu. Perlu diingat bahwa dalam tradisi Yahudi, perempuan berada di bawah kekuasaan laki-laki. Sebelum menikah, seorang perempuan berada dalam kekuasaan ayahnya. Sesudah sang ayah meninggal, ia berada dalam kekuasaan kakak laki-laki. Sesudah menikah, perempuan berada dalam kekuasaan suami. Perlu diingat juga bahwa peraturan ini dibuat untuk melindungi perempuan itu yang bisa jadi salah bernazar atau sembarangan saja bernazar, sehingga merugikan dirinya sendiri.

Berdasarkan tradisi Yahudi tersebut, tidaklah mengherankan bila Tuhan menetapkan peraturan bahwa nazar seorang perempuan dapat dibatalkan oleh ayahnya atau suaminya jika perempuan itu dinilai tidak mampu melaksanakan nazar tersebut. Karena kaum perempuan pada masa itu umumnya tidak mengetahui peraturan keagamaan, ketidak-tahuan itu bisa membuat dia mengikrarkan nazar yang terlalu berat atau yang bisa mempersulit dirinya atau keluarganya. Oleh karena itu, baik ayah maupun suami yang lebih memahami peraturan keagamaan berhak membatalkan nazar istrinya untuk melindungi sang istri dan seluruh keluarganya.

Peraturan dalam pasal ini mengajarkan bahwa sesuatu yang bertujuan baik tidak serta merta harus selalu disetujui dan didukung. Diperlukan hikmat untuk bisa melihat, menilai, dan memutuskan sesuatu secara tepat agar keputusan yang kita ambil tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Diperlukan komunikasi, kepedulian, serta ketegasan terhadap orang yang kita kasihi agar tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan keputusan. Apakah Anda sudah melaksanakan tanggung jawab dalam keluarga Anda? Sadarilah bahwa peran yang baik selalu dilandasi oleh relasi yang baik. Oleh karena itu, kita harus membangun dan memelihara relasi yang baik dengan anggota keluarga kita agar kita bisa saling mengingatkan, saling melindungi, dan saling mendukung satu dengan yang lain dalam kasih Allah. [GI Roni Tan]