Yesus Tunduk

Lukas 2:41-52

Yesus Kristus lahir sebagai manusia sejati, namun Ia juga merupakan Allah yang sejati. Sejak kecil, Yesus Kristus sudah menyadari identitas dan misi-Nya di dunia ini. Catatan Injil Lukas tentang kehidupan Tuhan Yesus saat berusia dua belas tahun menunjukkan bahwa Yesus Kristus adalah manusia, tetapi Ia sekaligus adalah Allah. Sebutan “Anak Allah” (1:32, 35) yang dikenakan pada Yesus Kristus menunjukkan bahwa Ia adalah Pribadi Allah yang Kedua. Ia dibesarkan oleh Maria dan Yusuf, namun Ia tidak menjadi “lupa” akan identitas diri dan misi-Nya di dunia ini. Ia mengatakan kepada orang tua-Nya bahwa Ia harus berada di rumah Bapa-Nya (2:49). Sebutan “Bapa” menunjuk kepada Pribadi Allah yang Pertama. Meskipun masih muda belia, kemampuan bersoal jawab dengan para alim ulama di Bait Allah menunjukkan bahwa Yesus Kristus memiliki kecerdasan luar biasa yang menakjubkan bagi orang-orang yang menyaksikan percakapan itu (2:47).

Meskipun sadar akan identitas-Nya, Yesus Kristus menaati orang tua-Nya, yaitu Maria dan Yusuf. Perkataan “...dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka...” (2:51) mengandung makna bahwa Ia tetap tunduk kepada orang tua-Nya.” Sikap seperti ini sangat luar biasa bila kita mengingat bahwa Yesus Kristus adalah Anak Allah, Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Mencipta, Yang Mahatahu, dan Yang Mahakuasa. Sebagai Manusia sejati, Ia tunduk kepada orang tua-Nya. Sejak kecil, Yesus Kristus telah melakukan “kenosis” atau mengosongkan diri, yaitu dengan merendahkan diri-Nya, bahkan sampai Ia rela mati di kayu salib (bandingkan dengan Filipi 2:7-8). Bagi Yesus Kristus—Sang Anak Allah—tunduk kepada orang tua-Nya itu merupakan wujud merendahkan diri.

Sikap Tuhan Yesus terhadap Yusuf dan Maria merupakan teladan bagi kita dalam bersikap terhadap orang tua. Orang percaya tidak boleh mengikuti tradisi dan kepercayaan yang tidak sesuai dengan firman Tuhan, seperti menyembah arwah leluhur, namun kita harus menghor-mati orang tua kita dengan segenap hati. Perayaan Imlek merupakan kesempatan baik untuk menunjukkan rasa hormat dan kasih sayang kepada orang tua. Jika orang tua kita belum percaya, perayaan imlek sekaligus merupakan kesempatan untuk memberitakan kasih Kristus kepada mereka dan kepada anggota keluarga lain yang belum percaya. Apakah Anda sudah meneladani Tuhan Yesus dengan mengasihi dan menghormati orang tua Anda? [WY]

Damai Sesungguhnya

Lukas 2:1-40

Yesus Kristus dilahirkan pada masa pemerintahan Kaisar Agustus (2:1). Kaisar Agustus adalah Kaisar Romawi yang pertama, sekaligus kaisar yang berhasil mendatangkan kedamaian bagi bangsa Romawi. Kondisi damai ini dikenal dengan nama Pax Romana, sebuah istilah bahasa Latin yang berarti “kedamaian Romawi”. Meskipun masih ada sedikit perang, ekspansi, dan pemberontakan, namun pada masa Pax Romana ini, bangsa Romawi berhasil memperluas wilayah mereka, dan negara dalam keadaan yang stabil. Mungkin, keadaan negara yang stabil inilah yang membuat Kaisar Agustus memerintahkan agar dilakukan sensus di seluruh wilayah kekuasaannya. Selama lebih kurang dua abad, bangsa Romawi mengalami kondisi damai. Kondisi ini merupakan prestasi Kaisar Agustus yang luar biasa.

Orang-orang pada masa itu sangat berharap bahwa Kaisar Agustus dapat membawa kedamaian bagi seluruh dunia. Akan tetapi, kedamaian yang tercapai pada masa pemerintahan Kaisar Agustus itu bukanlah kedamaian yang sesungguhnya. Walaupun situasi damai dalam arti tidak ada perang, hati manusia belum tentu merasa damai. Malaikat memberitakan bahwa Yesus Kristus adalah Juruselamat yang membawa damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya (2:10-14). Damai sejahtera yang diberikan oleh Tuhan Yesus ini adalah damai yang dibutuhkan semua orang. Damai sejahtera yang diberikan Allah adalah shalom yang mengandung makna keutuhan (wholeness). Shalom didapatkan saat seseorang berdamai dengan Allah, dengan orang lain, dan dengan diri sendiri. Shalom adalah keselamatan dari dosa. Dosalah yang membuat manusia terpisah dari Allah, dari orang lain, dan dari diri sendiri. Siapakah yang dapat menyelamatkan kita dari dosa? Hanya Yesus Kristus—Anak Allah—yang dapat menyelamatkan kita karena Dialah Korban Penebus Dosa kita.

Kaisar Agustus adalah seorang kaisar yang luar biasa, namun ia tidak dapat menyelamatkan manusia dari dosa dan tidak dapat memberikan damai sejahtera yang sesungguhnya. Damai sejahtera itu disediakan bagi orang yang hidupnya berkenan kepada-Nya. Artinya, damai sejahtera itu akan bisa didapatkan saat seseorang merespons anugerah yang diberikan Tuhan kepada-Nya. Apakah Anda sudah memperoleh damai sejahtera itu? [WY]

Respons Terhadap Pekerjaan Allah

Lukas 1:57-80

Dalam Alkitab, kita menemukan berbagai respons yang berbeda terhadap apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus. Ada yang percaya saat melihat sendiri, ada yang percaya walaupun hanya mendengar berita, ada pula yang tidak percaya, bahkan menolak dan membenci Yesus Kristus serta para pengikut-Nya. Bagaimana respons orang-orang di sekitar Zakharia dan Elisabet saat melihat pekerjaan Tuhan atas pasangan suami istri di atas? Pertama, mereka bersukacita bersama-sama dengan Elisabet (1:58). Inilah respons yang semestinya dari orang-orang yang hidup takut akan Allah. Mereka turut bersukacita saat melihat orang lain mengalami rahmat, berkat, dan kebaikan Tuhan. Sebaliknya, orang-orang yang hatinya tidak sungguh-sungguh takut akan Tuhan akan merasa iri hati, kecewa, dan marah saat melihat pekerjaan Tuhan di dalam kehidupan orang lain. Ada orang-orang yang merasa tidak senang saat melihat orang lain yang dulunya hidup susah, sekarang menjadi sukses karena kebaikan Tuhan. Orang-orang semacam ini menginginkan agar orang lain tetap mengalami kesusahan, dan hanya mereka saja yang mengalami kesuksesan. Jelas bahwa respons semacam itu adalah respons terhadap pekerjaan Tuhan yang tidak semestinya.

Kedua, mereka takjub—kata yang diterjemahkan sebagai “heran” dalam 1:63 dapat diterjemahkan menjadi “takjub”—saat melihat bahwa Zakharia memberi nama “Yohanes” kepada anaknya, sama seperti nama yang diberikan oleh Elisabet, istri Zakharia. Perlu dicatat bahwa Zakharia tampaknya bukan hanya bisu, melainkan juga tuli, karena mereka berbicara kepadanya dengan memberi isyarat (1:62). Respons yang semestinya saat melihat pekerjaan Tuhan adalah merasa takjub atau kagum. Kasih dan kesetiaan-Nya membuat Tuhan melakukan perbuatan-perbuatan ajaib di dalam hidup kita. Sudah sepatutnya bila kita merasa takjub atas kebesaran dan kemahakuasaan Tuhan.

Ketiga, mereka ketakutan (1:65). Ketakutan ini bukan ketakutan karena ancaman atau teror, melainkan ketakutan dalam arti merasa segan. Ketakutan ini mengandung rasa hormat. Melihat bahwa Zakharia yang bisu tuli dipulihkan secara ajaib, mereka merasa takut kepada Allah. Apakah respons Anda juga seperti itu saat menyaksikan pekerjaan Tuhan dalam hidup Anda atau dalam hidup orang lain? Apakah hidup Anda menjadi semakin takut akan Allah? [WY]

Kasih Karunia Allah Bagi Kita

Lukas 1:26-56

Dari keempat Injil, hanya Lukas yang mencatat secara mendetail kisah tentang Maria yang mengandung dari Roh Kudus dan melahirkan Yesus Kristus (1:30-35). Maria digambarkan sebagai wanita yang memiliki peranan sangat penting di dalam proses kelahiran Yesus Kristus sebagai manusia. Iman Maria kepada Allah sangat luar biasa, bahkan dapat dikatakan melebihi murid-murid yang sebagian besar tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus sebelum peristiwa kebangkitan dan Pentakosta. Maria hanyalah seorang wanita sederhana yang pada zaman itu tidak terlalu mendapat tempat di tempat di tengah masyarakat. Namun, ia beroleh kasih karunia di hadapan Allah (1:30).

Beroleh kasih karunia di hadapan Allah adalah hal terpenting dalam kehidupan orang percaya. Bila kita memperoleh kasih karunia Allah, kita tidak perlu takut. Maria terkejut saat mendengar salam dari malaikat Gabriel. Namun, malaikat Gabriel meminta Maria agar tidak merasa takut. Kasih karunia Allah tersedia untuk Maria sehingga ia tidak perlu takut menghadapi apa pun yang akan terjadi di masa depan. Tidak mudah bagi Maria untuk menghadapi masa depan dengan tanggung jawab yang besar. Namun, kasih karunia Allah menopang dan memampukan dia. Maria menerima kasih karunia Allah dan Maria juga mempercayai Allah dengan sepenuh hati. Respons semacam itu sangat penting. Memercayai Allah dengan segenap hati akan membuat kasih karunia yang diberikan Allah kepada kita menjadi nyata dan efektif. Maria memercayai berita yang disampaikan malaikat, meskipun berita itu terdengar mustahil terjadi.

Setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus memperoleh kasih karunia Allah melalui penebusan Kristus (Roma 3:23-24). Setelah peristiwa Pentakosta, kasih karunia Allah semakin berlimpah. Roh Kudus diutus Allah untuk mendiami hati setiap orang percaya. Roh Kudus yang berdiam di dalam hidup kita merupakan wujud kasih karunia Allah yang tidak perlu diragukan. Yang menjadi pertanyaan, apakah Anda sungguh-sungguh percaya kepada Allah di dalam situasi-situasi sulit? Percayakah Anda kepada Allah ketika tantangan datang? Menghadapi pandemi Covid-19 seperti saat ini, apakah Anda tetap memercayai Allah atau Anda justru menjadi ketakutan? Ingatlah bahwa kasih karunia Allah itu cukup! [WY]

Orang Benar yang Menderita

Lukas 1:1-25

Untuk apa saya hidup benar kalau orang yang hidup benar juga bisa menderita? Lebih baik saya hidup seperti kebanyakan orang, yang tidak sungguh-sungguh berupaya untuk hidup benar, namun kehidupan mereka malah jauh lebih baik. Pernahkah Anda berpikir demikian?

Zakharia dan Elisabet adalah sepasang suami istri yang benar di hadapan Allah dan hidup menurut segala perintah dan ketetapan Tuhan dengan tidak bercacat (1:6). Apakah benar di hadapan Allah itu berarti bahwa mereka tidak pernah berbuat dosa? Tidak! Mereka bisa jatuh dalam dosa, tetapi mereka melakukan kewajiban agama dengan tulus ikhlas dan dengan takut akan Tuhan (bandingkan dengan Matius 6:1). Sekalipun demikian, mereka tidak memiliki anak karena Elisabet mandul (1:7). Pada zaman itu, tidak memiliki anak atau mandul sering dianggap sebagai sebuah kutukan atau hukuman Tuhan (bandingkan dengan Kejadian 20:18; 29:31; Keluaran 23:26). Oleh karena itu, kemandulan dianggap sebagai aib yang memalukan dan perempuan yang mandul sering dihakimi sebagai perempuan yang dikutuk oleh Tuhan. Orang-orang mungkin mencibir dan merendahkan perempuan yang mandul karena mereka beranggapan bahwa kemandulan merupakan akibat perbuatan dosa. Ingatlah kisah Hana dalam 1 Samuel 1 yang disakiti oleh madunya—Penina—karena ia tidak mempunyai anak.

Mengapa Allah mengizinkan orang yang hidupnya benar serta taat kepada perintah dan ketetapan Tuhan—seperti Zakharia dan Elisabet—menderita? Pada umumnya, kondisi itu terjadi karena Tuhan memiliki rencana khusus melalui kehidupan mereka. Allah ingin memakai kemandulan Elisabet untuk menunjukkan bahwa Ia adalah Allah Pencipa yang Mahakuasa dan Ia berdaulat untuk melakukan segala sesuatu, termasuk hal-hal yang tampaknya mustahil. Misalnya, Elisabet melahirkan Yohanes Pembaptis pada usia lanjut (Lukas 1:7). Dalam Perjanjian Lama, terdapat kisah Sara yang mengandung dan melahirkan Ishak, padahal ia sudah mati haid (Kejadian 18:11). Tak ada yang mustahil bagi Allah! Elisabet hidup secara benar dan menaati Tuhan meskipun ia mandul. Hati yang demikian membuat ia bersukacita saat mengetahui bahwa ia dipakai Allah untuk menggenapi rencana-Nya. Bila Anda diizinkan untuk menderita, padahal Anda sudah berupaya untuk hidup benar, jangan tawar hati! Tuhan selalu memiliki rencana yang indah! [WY]

Kota Terindah

Mazmur 48

Pada tahun 2019, Paris dinobatkan sebagai kota terindah di dunia. Paris memang memiliki pesona tersendiri sebagai destinasi wisata. Menara Eiffel merupakan salah satu objek wisata yang dituju oleh banyak orang. Selain sebagai kota yang indah, kota ini juga menawarkan nuansa romantis. Sebanyak 40 juta turis mancanegara datang setiap tahun, sebagian besar adalah pasangan yang sedang berbulan madu. Namun, keindahan Paris bukan hanya soal Menara Eiffel-nya saja. Kota dengan 6.000 jalan ini memiliki lebih banyak sudut menarik.

Pemazmur juga menobatkan Yerusalem sebagai kota yang terindah. Tentunya hal ini bukan disebabkan karena di sana banyak destinasi wisata, tetapi karena kehadiran Allah sangat nyata. Yerusalem adalah kota Allah kita (48:2), yang dipilih-Nya dari semua kota Israel untuk menetapkan nama-Nya di sana. Di Yerusalem, umat Allah mengakui bahwa Allah itu besar dan sangat terpuji (48:2). Di Yerusalem, Allah memperkenalkan diri kepada umat-Nya dan menyebut diri-Nya sebagai benteng (48:4). Maksudnya, Allah adalah tempat perlindungan bagi kota itu, bahkan Allah menimbulkan kengerian terhadap kota-kota lain atau kepada musuh-musuh-Nya (5-8).

Kenangan terhadap kota Yerusalem membuat pemazmur mengingat kasih setia Tuhan (48:10). Walaupun kota Yerusalem sudah dihancurkan, ingatan pemazmur akan kota itu masih membekas. Yang diingat tentu saja bukan kotanya, namun pemilik kota Yerusalem, yaitu Allah sendiri. Setelah mengenang kesetiaan Allah, kemudian pemazmur menceritakan ingatan tentang kota Yerusalem itu kepada angkatan yang terkemudian (48:14).

Perbuatan Allah yang besar itu tidak hanya terjadi di kota Yerusalem saja, tetapi juga di kota-kota lain. Sebagai warga kerajaan Allah, tugas kita adalah bersaksi kepada mereka yang belum mengenal Dia. Kisah Para Rasul 1:8 mengatakan, “Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Pertanyaannya, apakah kita sudah menjadi saksi Tuhan di kota tempat kita tinggal saat ini? Seberapa banyak kita berdoa agar pekerjaan Tuhan dinyatakan di bumi Indonesia, termasuk di setiap kota di seluruh Indonesia? [JP]

Kota Benteng

Mazmur 46-47

Apa yang perlu kita persiapkan untuk menghadapi tekanan hidup yang semakin memuncak? Pertama, kita dapat belajar dari nyanyian mazmur 46 yang mengajak kita untuk meyakini bahwa Tuhan tetap hadir bersama umat-Nya di masa-masa sulit. Kedua, kita dapat belajar dari nyanyian mazmur 47 yang mengajak kita untuk tetap bergembira karena Allah.

Mazmur 46 menggambarkan Allah sebagai sebagai kota benteng (46:2,8,12). Mazmur 46 pernah menguatkan Martin Luther ketika ia berada dalam masa sulit. Allah yang menjadi tempat perlindungan dan benteng baginya. Luther kemudian menciptakan lagu “Allah kita, Benteng yang Teguh”.

Pemazmur memberikan pesan bahwa ketika kita merasa takut saat menghadapi bencana alam atau musibah, Allah dapat diandalkan. Kekuasaan-Nya melampaui alam dan manusia. Dia berkuasa atas bumi, gunung, laut, sungai, dan bangsa-bangsa (46:2-4,11). Ketika kita merasa takut menghadapi politik internal di negara kita, Allah dapat diandalkan. Itu sebabnya, pemazmur berkata bahwa Allah bersama dengan mereka dan akan melindungi Yerusalem (46:5,6). Bahkan Allah juga berdaulat atas negara-negara yang sedang bertikai (46:7). Hal ini berarti kita tidak perlu takut menghadapi perubahan apa pun, baik musibah maupun situasi politik yang ada. Cukup mengarahkan hati dan pikiran kita kepada perbuatan Allah yang besar (46:9), berdiam mengagumi kebesaran Allah (46:11), dan menantikan penyertaan-Nya (46:12).

Mazmur 47 mengajak kita untuk tetap bersorak-sorai karena Tuhan, meskipun kita harus melewati masa-masa sulit. Sebagai Tuhan dan Raja, Allah patut ditinggikan dan dimuliakan sebab Ia adalah Yang Mahatinggi (47:3), Tuhan yang dahsyat (47:3), Raja yang besar (47:3), Raja seluruh bumi (47:8), bersemayam di atas takhta yang kudus (47:9), dan sangat dimuliakan (47:10). Kekuasaan dan kebesaran-Nya sungguh luar biasa, namun Ia bersedia memilih dan mengasihi umat-Nya (47:5). Dengan bersorak-sorai karena Allah, maka lautan kesedihan pun lenyap berganti dengan ombak sukacita. Namun ketika kita memilih untuk menggerutu dan berkeluh kesah, beban yang berat akan semakin bertambah. Karena itu, buatlah hati Anda bergembira karena Allah! [JP]

Raja yang Ideal

Mazmur 45

Mazmur 45 merupakan puisi yang sering dilantunkan pada upacara pernikahan kerajaan di sepanjang sejarah Israel. Di samping itu, mazmur ini juga merupakan Mazmur Mesianik (mazmur yang berbicara tentang Mesias yang akan datang). Dalam Ibrani 1:8-9, penulis Ibrani mengutip bagian mazmur ini untuk merujuk kepada pribadi Yesus Kristus (Ibrani 1:8a). Ini artinya, mazmur ini menggambarkan tentang keagungan pribadi dan relasi Yesus Kristus dengan gereja-Nya.

Sifat mesianik tampak dalam karakteristik raja yang tergambar dalam mazmur ini: Pertama, Sang Raja memiliki takhta yang bersifat kekal. Takhta-Nya adalah kepunyaan Allah sendiri yang tetap untuk seterusnya dan selamanya (45:7) Kedua, perbuatan-perbuatan-Nya dahsyat. Selain dapat mengalahkan musuh dengan mudah, Ia sangat berperikemanusiaan (45:5), mencintai keadilan dan sangat membenci kefasikan (45:8). Ketiga, Ia begitu dicintai dan dihormati. Seluruh umat akan memasyhurkan namanya untuk selama-lamanya (45:18). Itulah karakteristik Sang Mesias.

Dalam mazmur ini, pemazmur juga menggambarkan karakteristik permaisuri yang berhak mendampingi Sang Mesias. Sang mempelai wanita digambarkan sebagai sujud kepada Sang Raja (45:12), bukan menuruti bangsanya dan seisi rumah ayahnya (45:11). Melalui penundukan diri kepada Sang Raja, mempelai wanita itu ikut merasa bangga dan terhormat (45:13) dan ikut merasakan sukacita (45:14-16).

Raja yang ideal itu adalah gambaran tentang Kristus, sedangkan kita—yaitu gereja—adalah permaisuri-Nya. Sudahkah Anda menjadi mempelai wanita yang ideal? Apakah Anda sudah menempatkan Tuhan—Sang Raja yang Ideal—di tempat yang terutama dalam hidup Anda? Atau sebaliknya, apakah Anda masih memiliki banyak penghalang untuk tunduk kepada Sang Mesias itu? Masalah harta, kekuasaan, kenyamanan, dan tekanan kehidupan sering kali membuat kita sulit untuk tunduk dan melakukan perintah Sang Raja yang seharusnya kita taati. Sebagai mempelai wanita, apakah Anda ikut merasa bangga terhadap Raja yang kita sembah? Apakah Anda sudah merasakan sukacita yang sepenuhnya? [JP]

Iman yang Kuat

Mazmur 44

Mazmur 44 bisa dibagi menjadi empat bagian. Pada bagian pertama, pemazmur mengingat pengalaman yang baik akan kesetiaan Allah kepada bangsa Israel di masa lampau (44:1-9). Pada bagian kedua, pemazmur teringat akan masa gelap bangsa Israel, yaitu saat mereka merasa ditinggalkan Allah (44:10-17). Pada bagian ketiga, pemazmur mengungkapkan iman yang tetap bertahan walaupun melewati masa-masa kelam (44:18-22). Pada bagian keempat, meskipun pemazmur teringat akan masa-masa kelam, ia tidak menjauhkan diri dari Allah. Ia tetap teguh dan berharap kepada Allah (44:23-27).

Agar iman kita semakin kuat di tengah penderitaan, kita harus mengingat pengalaman yang baik tentang kesetiaan Allah. Pengalaman dikasihi dan dicintai memiliki dampak yang sangat besar bagi kehidupan seseorang. Seseorang dapat bertahan dalam kesulitan jika dia menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya mengasihi dia, terlebih lagi jika ia menyadari bahwa ada Tuhan yang mengasihinya. Selain itu, sangat penting bagi kita untuk menemukan Allah saat kia mengalami penderitaan. Keunikan iman pemazmur dan tokoh-tokoh Alkitab yang lain adalah bahwa mereka dapat menemukan kesetiaan Allah di masa kelam. Sebagai contoh, saat berjumpa dengan saudara-saudaranya yang telah berlaku jahat, Yusuf justru berkata, “Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, ....” (Kejadian 50:20). Demikian pula, setelah mengalami banyak penderitaan, Rasul Paulus berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28).

Di lereng pegunungan North Cascades yang terletak di negara bagian Washington, Amerika Serikat, sampai sekarang masih terdapat hutan dengan pohon-pohon yang sangat besar dan tinggi. Umur pohon-pohon itu sudah mencapai ratusan tahun. Pohon-pohon itu sangat kuat dan tetap berdiri teguh walaupun sering terkena hujan, badai, dan topan. Bahkan, hutan itu jarang sekali terbakar, padahal kilat sering kali menyambar pohon-pohon besar itu. Bagaikan pohon besar yang tetap kuat dan berdiri teguh, demikian pula seharusnya iman orang percaya di tengah penderitaan. [JP]

Haus akan Allah

Mazmur 42-43

Mazmur 42-43 ditulis oleh seorang Israel yang sedang mengalami pembuangan di Babel. Ia harus hidup di negeri asing yang merupakan negeri penyembah berhala. Perlakuan yang tidak manusiawi—seperti kerja paksa, makian, dan cemoohan—merupakan bagian dari kehidupan sehari-hari umat Israel. Jiwa mereka sangat tertekan. Seolah-olah, Tuhan tak lagi hadir dalam kehidupan umat-Nya. Dalam keadaan seperti itu, pemazmur tidak tinggal diam. Dia mencari jalan keluar dari depresi rohani yang ia alami:

Pertama, pemazmur memiliki rasa haus akan Tuhan. Pemazmur menggambarkan dirinya bagaikan seekor rusa kurus yang sedang dalam keadaan sangat kehausan dan merindukan sungai yang berair (42:2-4). Analisa pemazmur yang sedang mengalami kondisi kekeringan rohani ini sangat tepat! Ada banyak orang yang sedang mengalami tekanan berat, namun sayangnya mereka tidak memiliki rasa haus akan Tuhan. Mereka justru berusaha memuaskan jiwanya dengan perkara duniawi.

Kedua, pemazmur mengingat kembali kebaikan Tuhan. Pemazmur mengingat kembali bagaimana dulu ia amat bersemangat menyembah Allah (42:5). Saat itu, hubungan pemazmur begitu intim dengan Allah. Ada kenikmatan dan sukacita yang tidak terkatakan saat itu. Ingatan tersebut membangkitkan pengharapan dalam hati pemazmur untuk bisa bersekutu kembali dengan Allah.

Ketiga, pemazmur melakukan self-talk atau berdialog dengan diri sendiri. Pemazmur tidak ingin jiwanya dihanyutkan oleh emosi negatif. Oleh karena itu, pemazmur berusaha untuk mengendalikan perasaannya dengan berkata-kata secara positif. Pemazmur berkata kepada jiwanya, “Mengapa engkau tertekan, hai jiwaku, dan gelisah di dalam diriku?” (42:6a). Di bagian lain, pemazmur memberi semangat kepada jiwanya dengan berkata, “Berharaplah kepada Allah! Sebab aku bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan Allahku!” (42:12b)

Ketika menghadapi pergumulan dan tekanan yang berat seperti pada masa pandemi saat ini, wajar bila kita mengalami kehausan akan Allah. Dengan mengingat kembali kebaikan Allah dan melakukan self-talk secara positif, kita akan menjadi siap untuk menghadapi gelombang kehidupan apa pun. [JP]