Lakukanlah!

Filipi 4:2-9

Damai sejahtera adalah dambaan setiap orang. Orang yang memiliki damai sejahtera adalah orang yang hatinya tenang dan fokus hidupnya terarah kepada Tuhan. Namun, tidak dapat dihindari bahwa ada banyak faktor internal—seperti stres, depresi, dan kekhawatiran—maupun faktor eksternal—seperti konflik dan perpecahan—yang bisa membuat damai sejahtera hilang.
Bagaimana caranya agar damai sejahtera tetap ada di dalam diri orang percaya? Jawabannya adalah, ‚Lakukanlah!‛ Orang percaya harus meniru teladan yang telah diberikan oleh Rasul Paulus. Orang percaya harus melakukan apa yang telah dipelajari, diterima, didengar, dan dilihat pada diri Rasul Paulus. Keteladanan dan pengajaran Rasul Paulus pasti sesuai dengan kebenaran yang diajarkan Tuhan Yesus. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus menguraikan hal-hal yang perlu dilakukan, yaitu sehati sepikir (4:2), bersukacita (4:4), menebar kebaikan hati (4:5), tidak kuatir (4:6), berdoa (4:6), mengucap syukur (4:6), serta memikirkan semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji (4:8). Rasul Paulus telah menjadi teladan dalam semua hal di atas. Salah satu contoh adalah masalah bersukacita. Rasul Paulus telah mengalami berbagai macam penderitaan—termasuk dipenjara—tetapi ia tetap bisa bersukacita dan bersyukur kepada Tuhan. Dampak dari mengerjakan hal-hal di atas adalah bahwa damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal akan memelihara hati dan pikiran kita dalam Kristus Yesus. Pernyataan ini sesuai dengan apa yang dikatakan dalam 4:9, ‚... lakukanlah itu. Maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.‛
Sebagai orang percaya, kita harus terus mengerjakan keselamatan yang telah kita terima, termasuk melakukan hal-hal yang membentuk damai sejahtera dalam diri kita dan dalam diri orang lain. Sebagai contoh, jika kita melakukan ajaran tentang menebar kebaikan kepada orang lain—misalnya dengan cara memperlakukan orang lain secara sopan—maka tindakan itu akan membentuk damai sejahtera dalam diri kita dan dalam diri orang lain. Intinya, kita perlu menghadirkan Kristus, Sang Raja Damai, dan pengajaran-Nya dalam diri kita, sehingga damai sejahtera itu terus bertumbuh dalam hidup kita. [YZ]

Berdiri teguh di dalam Tuhan

Filipi 3:17-4:1

Hal yang amat menarik dalam bacaan Alkitab hari ini adalah pernyataan Rasul Paulus bahwa banyak orang yang hidup sebagai seteru salib Kristus. Ciri-ciri seteru salib Kristus adalah: Pertama, Tuhan mereka ialah perut mereka. Mereka tidak memedulikan kehendak Tuhan, melainkan mereka mementingkan kebutuhan jasmani. Bagi mereka, melayani kebutuhan perut sama penting dengan melayani Allah. Kedua, kemuliaan mereka adalah aib mereka. Yang mereka banggakan adalah hal-hal yang memalukan. Ketiga, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Fokus mereka bukanlah kepada hal-hal rohani, melainkan kepada hal-hal duniawi. Oleh karena itu, kesudahan mereka adalah kebinasaan (3:18-19).
Jemaat Filipi adalah jemaat yang dikasihi oleh Rasul Paulus (4:1). Rasul Paulus tidak menginginkan jemaat Filipi terjerumus dan akhirnya menjadi seteru salib Kristus. Ia mengingatkan bahwa status mereka adalah sebagai warga kerajaan sorga (3:20). Raja dalam kerajaan sorga adalah Kristus, bukan perut atau perkara duniawi (kehidupan yang berdosa). Sebagai warga kerajaan sorga, mereka harus tetap teguh di dalam Tuhan. Tak dapat dipungkiri bahwa pada saat itu, jemaat Filipi berada dalam keadaan bimbang. Mereka bimbang saat melihat bahwa seteru salib Kristus semakin berkembang luas dan sukses, sedangkan mereka—yang mengikut Kristus—mengalami penderitaan. Dalam kondisi seperti itu, Rasul Paulus menyerukan agar jemaat Filipi tetap berdiri teguh di dalam Tuhan, iman mereka jangan goyah, dan mereka harus menjadikan Kristus sebagai Raja bagi diri mereka.
Nasihat Rasul Paulus di atas bukan hanya sekadar omong kosong karena kehidupan Rasul Paulus merupakan teladan yang hidup bagi jemaat Filipi. Meskipun menderita, ia tetap setia kepada Tuhan. Jelaslah bahwa kenikmatan yang diperoleh seteru salib Kristus hanyalah kenikmatan yang bersifat sementara, sedangkan kenikmatan yang diperoleh para pengikut Kristus yang setia adalah kenikmatan yang bersifat kekal (3:21, bandingkan dengan 1 Korintus 15:58). Pengharapan inilah yang merupakan penghiburan bagi para pengikut Kristus yang setia. Apakah Anda tetap berdiri teguh di jalan salib Kristus? Walaupun menempuh jalan salib bisa berarti mengalami penderitaan, ingatlah bahwa ada berkat agung yang akan kita terima! [YZ]

Hormatilah Para Pelayan Sejati!

Filipi 2:19-30

Pelayan sejati adalah sebutan yang jarang kita dengar karena sebutan ‚pelayan sejati‛ tidak gampang disematkan kepada seseorang. Pelayan sejati adalah mereka yang sungguh-sungguh hidup melayani Tuhan dan bekerja keras dengan hati yang tulus menggarap ladang yang Tuhan percayakan. Tidaklah salah jika Rasul Paulus, Timotius, Epafroditus kita sebut sebagai pelayan sejati karena mereka memenuhi kriteria sebagai pelayan sejati: Perhatikan bahwa Timotius adalah seorang yang sehati sepikir dengan Rasul Paulus dan sungguh-sungguh memperhatikan kepentingan jemaat Filipi. Dia setia menolong Paulus dalam pelayanan Injil sehingga hubungan mereka ibarat hubungan bapa dengan anak (2:20-22). Epafroditus adalah seorang yang diutus oleh jemaat Filipi untuk melayani segala keperluan Rasul Paulus yang saat itu sedang berada dalam penjara. Ia bukan hanya asal-asalan melayani, tetapi ia berjuang bersama dengan Rasul Paulus dalam pelayanan Injil. Kita tidak tahu jelas mengapa Epafroditus sampai sakit, bahkan nyaris mati. Mungkin saja, ia sakit karena terlalu lelah dalam pelayanan (2:25-27). Rasul Paulus adalah seorang yang sangat gigih dalam pelayanan Injil, bahkan ia rela menderita, diperlakukan tidak adil, dan dimasukkan ke penjara demi Injil. Di tengah penderitaannya pun, ia masih memikirkan kepentingan pertumbuhan jemaat Filipi, sehingga ia mengutus Timotius dan Epafroditus untuk melayani jemaat Filipi (2:19, 25). Kita bisa melihat kemuliaan hati Rasul Paulus yang mau menuturkan secara terperinci kebaikan kedua rekannya—yaitu Timotius dan Eparoditus—sebagai bentuk penghargaan terhadap pelayanan mereka.
Dalam konteks masa kini, kita mudah menemui hamba Tuhan yang tidak pantas disebut sebagai pelayan sejati. Akan tetapi, harus diakui bahwa ada pula hamba Tuhan yang rela berkorban waktu, tenaga, dan perasaan dalam pelayanan, bukan karena uang, tetapi karena mengasihi Tuhan dan mengasihi jemaat Tuhan. Hamba Tuhan seperti ini adalah hamba Tuhan yang mencintai jemaat dengan penuh dedikasi, dengan hati yang murni, dengan kasih yang sungguh-sungguh, dan dengan kerelaan menderita. Para pelayan sejati—yaitu para pelayan yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan dan mengasihi jemaat—patut untuk dihormati (2:29). Apakah Anda menghormati dan mengasihi para pelayan sejati? [YZ]

Jangan Mau Disesatkan!

Filipi 3:1-16

Banyak faktor yang bisa membuat kita tersesat. Salah satunya adalah kehadiran orang-orang di sekitar kita yang bertindak sebagai penyesat. Merupakan suatu hal yang serius bila Rasul Paulus menyebut para penyesat jemaat Filipi itu sebagai ‚anjing-anjng, pekerja jahat, penyunat palsu‛. Pengaruh mereka jelas berbahaya, baik bagi jemaat Filipi maupun bagi kita yang hidup pada masa kini.
Cara Rasul Paulus menghadapi para penyesat merupakan contoh bagi kita saat kita berhadapan dengan penyesat. Keyakinan Rasul Paulus tidak bisa digoyahkan. Ia selalu berhati-hati. Ia tidak mau dibawa kembali kepada keyakinan masa lalu yang salah. Dengan tegas, Rasul Paulus berkata, ‚aku melupakan apa yang telah di belakangku dan mengarah-kan diri kepada apa yang di hadapanku‛ (3:13b). Ketegasan sikap Rasul Paulus ini dilandasi keyakinan bahwa keuntungan atau kebanggaan yang ditawarkan si penyesat—dan yang pernah dia nikmati—hanyalah sam-pah. Bagi Rasul Paulus, pengenalan akan Kristus lebih berharga dari kemuliaan duniawi yang didasarkan pada ketaatan terhadap hukum Taurat (3:8). Bagi Rasul Paulus, yang paling penting bukan kebanggaan karena keberhasilan memenuhi tuntutan hukum Taurat, tetapi pengenal-an terhadap Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya, serta persekutuan dalam penderitaan-Nya (3:10).
Kita harus bersikap kritis dalam menilai setiap pengajaran yang kita terima. Walaupun pengajaran itu menawarkan kemuliaan yang menggiurkan, jika pengajaran itu menjauhkan kita dari anugerah keselamatan di dalam Kristus, pengajaran itu harus kita tolak dengan tegas. Di setiap masa, selalu muncul pengajaran sesat yang berusaha menjauhkan kita dari pengajaran yang berdasarkan ajaran Alkitab. Misalnya, pada masa kini, ada ajaran yang melebih-lebihkan anugerah Allah, sehingga mengabaikan tanggung jawab manusia untuk bertobat dan hidup sesuai dengan kehendak Allah. Adalah benar bahwa Allah menerima orang berdosa. Akan tetapi, dari pihak si pendosa harus ada kesediaan untuk mengaku dan meninggalkan dosa serta kesediaan untuk menerima Yesus Kristus sebagai satu-satunya Juru Selamat. Ajaran sesat—seperti ajaran yang mengatakan bahwa anugerah Allah sedemikian besar sehingga orang berdosa boleh tetap tinggal dalam dosanya—harus ditentang! [YZ/P]

Mandiri Secara Rohani

Filipi 2:12-18

Seorang yang mandiri adalah seorang yang mampu bertanggung jawab untuk mengatur kehidupannya sendiri tanpa bergantung kepada orang lain dan juga tanpa perlu diawasi. Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus menasihati jemaat Filipi agar bersikap mandiri secara rohani. Mereka diharapkan mampu mengerjakan keselamatan yang telah Tuhan anugerahkan. Artinya, mereka diharapkan agar tetap mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai orang-orang yang telah diselamatkan, walaupun Rasul Paulus tidak terus-menerus mengawasi, bahkan tidak hadir bersama dengan mereka (2:12).
Perintah ‚mengerjakan keselamatan‛ bukanlah berarti bahwa kita harus berpartisipasi agar bisa memperoleh keselamatan, karena keselamatan murni merupakan pekerjaan Allah di dalam kehidupan orang-orang pilihan-Nya (Efesus 2:8-9). Akan tetapi, yang dimaksud dengan ‚mengerjakan keselamatan‛ adalah menunjukkan pola hidup yang sesuai dengan status kita sebagai orang yang telah diselamatkan, yaitu pola hidup yang dilandasi oleh ketaatan terhadap firman Tuhan (Filipi 2:12, 16). Kehidupan yang disesuaikan dengan firman Tuhan akan membentuk kita menjadi anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah masyarakat yang bengkok hatinya, sehingga kita bisa menjadi teladan bagi dunia ini (2:15). ‚Mengerjakan keselamatan‛ itu tidak boleh dilakukan secara sembarangan, tetapi harus dilakukan ‚dengan takut dan gentar‛ (2:12), artinya dilakukan dengan sangat hati-hati. Oleh karena itu, orang yang masih sering jatuh dalam dosa adalah orang yang belum mengerjakan keselamatan dengan semestinya. Perlu diingat bahwa kemampuan mengerjakan keselamatan itu bukanlah berasal dari kemampuan diri kita sendiri, tetapi berasal dari pertolongan Allah (2:13). Untuk bisa mengerjakan keselamatan yang telah kita terima, kita harus senantiasa bergantung kepada Allah. Jadi, kemandirian secara rohani itu juga berarti kebergantungan sepenuhnya kepada Allah.
Renungkanlah apakah sebagai seorang yang telah diselamatkan, Anda telah bersikap mandiri secara rohani: Apakah Anda telah mengerjakan keselamatan melalui pola hidup yang sesuai dengan firman Tuhan? Apakah kesalehan Anda telah tertampil dalam segala situasi, bukan hanya saat berada di lingkungan gereja atau lingkungan Kristen saja? Apakah Anda telah hidup bergantung penuh kepada Allah? [YZ]

Jangan Egois!

Filipi 2:1-11

Sifat egois adalah karakter yang sangat dibenci Tuhan. Sifat egois membuat seseorang tidak memedulikan Tuhan maupun sesama. Melalui kehidupannya, Rasul Paulus memberikan teladan yang hebat. Dia tidak mementingkan dirinya sendiri. Ia selalu mengutamakan orang lain, termasuk saat ia sendiri berada dalam penjara. Salah satu wujud kepedu-liannya terhadap orang lain adalah bahwa ia selalu memikirkan dan mengusahakan pertumbuhan kerohanian orang-orang yang pernah ia layani. Karena ia sendiri telah mempraktikkan sikap kepedulian terhadap orang lain, Rasul Paulus berani menasihati agar tiap-tiap orang jangan hanya memperhatikan kepentingan dirinya sendiri, tetapi memperhatikan kepentingan orang lain juga (2:4).
Rasul Paulus mengutamakan kepentingan orang lain karena ia meneladani Yesus Kristus yang tidak mementingkan diri-Nya sendiri. Walaupun disakiti oleh kesombongan dan ketidaktaatan manusia, Kristus tetap memikirkan dan mengutamakan kepentingan manusia berdosa. Ia rela mengosongkan diri-Nya sendiri dan mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai ma-nusia, Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di atas kayu salib untuk mengupayakan keselamatan manusia berdosa (2:6-8). Perbuatan mulia Yesus Kristus inilah yang membuat Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, sehingga seluruh penghuni alam semesta ini bertekuk lutut dan semua orang mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan. (2:9-11)
Bagaimana dengan diri Anda? Apakah Anda sudah mempraktik-kan kehidupan yang mementingkan kepentingan orang lain? Jika belum, ikutikah teladan Rasul Paulus yang telah lebih dahulu meneladani kehi-dupan Yesus Kristus (bandingkan dengan 1 Korintus 11:1). Sebagaimana Kristus mengasihi dan memikirkan kepentingan orang berdosa, kita pun harus mengasihi dan memikirkan kepentingan sesama. Bila setiap orang percaya dipenuhi oleh kasih Kristus dan oleh rasa belas kasihan kepada orang lain, khususnya mereka yang sedang bergumul menghadapi berbagai macam penderitaan, pasti akan ada kesatuan di antara orang-orang percaya. Walaupun adanya perbedaan tak mungkin dihindarkan, Roh Kudus akan mempersatukan orang percaya, sehingga kita bisa menjadi sehati sepikir dalam satu kasih, satu jiwa, dan satu tujuan (2:1-2). [YZ]

Nikmatilah Ketakjuban Injil!

Filipi 1:12-30

Rasul Paulus rela mengalami penderitaan. Ia rela digiring ke penjara oleh orang-orang yang menentang pemberitaan Injil. Akan tetapi, penderitaan yang dia alami justru telah menyebabkan kemajuan Injil (1:12). Para penentang Rasul Paulus sengaja memberitakan Injil dengan cara, isi, maksud, dan motivasi yang negatif, dengan tujuan supaya orang menjadi tidak tertarik kepada berita Injil (1:15-18). Akan tetapi, ternyata bahwa justru melalui pemberitaan Injil dengan niat yang buruk itu, nama Yesus Kristus diberitakan dan banyak orang menjadi percaya kepada-Nya. Bagi Rasul Paulus, kenyataan itu menakjubkan! Ketakjubannya ia ungkapkan melalui sebuah pengakuan, ‚Tentang hal itu aku bersukacita. Dan aku akan tetap bersukacita.‛ (1:18).
Setiap orang yang berusaha memakai setiap kesempatan untuk memberitakan Injil perlu membuka mata untuk memperhatikan berbagai hal menakjubkan yang umumnya terjadi saat Injil diberitakan. Akan tetapi, sadari pula bahwa hal-hal menakjubkan itu tidak akan bisa kita alami bila kita malas memberitakan Injil. Ketakjuban itu tidak akan muncul bila kita tidak melangkah maju, bergerak, bersuara, dan bekerja memberitakan Injil. Tindakan memberitakan Injil ini sekaligus merupakan wujud ketaatan terhadap tujuan yang telah Tuhan tetapkan bagi kita saat ini, yaitu agar kita bekerja memberi buah (1:22). Ketaatan kita akan membuat kita semakin merasakan kehebatan berita Injil yang melampaui akal pikiran manusia.
Pada umumnya, kita berpikir bahwa penderitaan yang datang se-cara bertubi-tubi—termasuk munculnya berbagai penganiayaan—akan mengurangi daya tarik berita Injil. Akan tetapi, kenyataan yang terjadi sering kali di luar dugaan karena apa yang tidak mungkin bagi manusia adalah mungkin bagi Allah. Sampai saat ini, pemberitaan Injil masih mengalami berbagai hambatan, baik hambatan berupa serangan dari kelompok radikal yang berusaha menghancurkan gereja serta meng-halangi umat Kristen beribadah maupun ‚serangan‛ kelompok toleran terhadap pemberitaan Injil demi menghindari konflik. Sekalipun demikian, tidak ada satu pun kuasa yang mampu menghadang pemberitaan Injil. Apakah Anda telah bertekad untuk tetap setia memberitakan InjilI walaupun harus menghadapi penderitaan? Bila Anda setia, Anda akan menemui hal-hal menakjubkan saat memberitakan Injil! [YZ]

Kamu Ada di dalam Hatiku

Filipi 1:1-11

Pada masa kini, hubungan yang dilandasi oleh ketulusan merupakan sesuatu yang langka. Dengan mudah, kita dapat menjumpai orang yang mudah mengucapkan, ‚kamu ada di dalam hatiku‛, tetapi kenyataannya tidak demikian. Ada orang-orang yang dengan mulutnya mengatakan bahwa mereka mengasihi, tetapi ternyata—secara diam-diam—mereka menusuk dari belakang. Bahkan, kepentingan diri sendiri yang diutamakan dalam sebuah relasi.
Rasul Paulus mengungkapkan kedekatannya dengan jemaat Filipi dengan sebuah kalimat yang indah dan puitis ‚kamu ada dalam hatiku‛ (1;7). Ungkapan ini adalah ungkapan yang tulus tentang betapa berharganya jemaat Filipi bagi Rasul Paulus. Kesungguhan kasih Rasul Paulus terhadap jemaat Filipi ini diungkapkan dengan berbagai cara. Setiap kali mengingat jemaat Filipi, Rasul Paulus selalu mengucap syukur karena ia teringat kepada persekutuan—atau ‘keikutsertaan’—jemaat Filipi dalam pemberitaan Injil (1:3,5). Tampaknya, Rasul Paulus memiliki jadwal rutin untuk mendoakan jemaat Filipi. Setiap kali mendoakan mereka, Rasul Paulus selalu berdoa dengan sukacita (1:4). Rasul Paulus juga mengungkapkan bahwa ia sangat merindukan jemaat Filipi (1:8). Hal paling menakjubkan yang membuktikan ketulusan hati Rasul Paulus adalah bahwa saat menulis surat Filipi, ia sedang berada di penjara (1:7,13,14). Walaupun sedang menderita di dalam penjara, Rasul Paulus tetap mengingat jemaat Filipi. Tanpa ketulusan, Rasul Paulus tidak mungkin bisa ‚selalu‛ memikirkan dan merasa rindu agar jemaat Filipi semakin bertumbuh ke arah pengenalan akan Kristus, mengingat bahwa kondisi Rasul Paulus sendiri sangat memprihatinkan.
Apa yang menjadi rahasia Rasul Paulus dalam membangun sebuah relasi yang tulus? Rahasianya adalah bahwa relasi itu dilandasi oleh keindahan relasi yang terjalin antara Rasul Paulus dengan Kristus. Dia adalah hamba Kristus (1:1). Ketulusan Kristus yang telah memilih dia menjadi hamba-Nya mempengaruhi relasinya dengan jemaat Filipi, sehingga ia selalu melibatkan Allah dalam relasi yang tercipta antara dia dengan jemaat di Filipi. Dalam relasi dengan sesama, marilah kita mewujudkan ungkapan ‚kamu ada dalam hatiku‛ yang dilandasi oleh relasi kita dengan Tuhan, sehingga kita dapat menjalani relasi yang tulus dengan sesama. [YZ]

Peperangan Rohani

Efesus 6:10-24

Bagian akhir surat Efesus mencakup perikop tentang peperangan rohani yang harus dihadapi para pengikut Kristus (6:10-20). Perikop ini terdiri dari tiga bagian, yang ditandai dengan adanya tiga buah imperatif (kalimat perintah). Bagian pertama diawali dengan perintah untuk kuat di dalam Tuhan (6:10-13). Sumber kekuatan orang percaya tidak berasal dari dirinya sendiri, tetapi berasal dari kuasa Tuhan Yesus. Agar ‚kuat di dalam Tuhan‛ (6:10), ‚kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah‛ (6:11). Hanya dengan memakai seluruh—tanpa kecuali—perlengkapan senjata Allah, barulah orang percaya diperlengkapi secara memadai untuk ‚dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis‛ (6:11), sehingga orang percaya tidak perlu menyerah kalah terhadap si jahat, tetapi bisa menang melawan tipu muslihat dan taktik jahat Iblis dan antek-anteknya (6:12). Menurut 4:27, Iblis mencari kesempatan untuk mempengaruhi orang percaya agar hidup dalam dusta (4:25), kemarah-an yang tak terkontrol (4:26), keinginan mencuri (4:28), perkataan yang tidak membangun (4:29), dan semua kebiasaan hidup manusia lama lainnya (4:22) yang tidak benar dan tidak kudus (4:24). Namun, strategi utama Iblis adalah menggagalkan rencana Allah untuk mempersatukan segala sesuatu di dalam Kristus dan menjadikan Kristus sebagai Kepala atas segala yang di bumi dan di sorga (1:10; 2:11-22). Perpecahan dan perselisihan gereja adalah tujuan utama Iblis.
Bagian kedua (6:14-17) dimulai dengan perintah ‚berdirilah te-gap‛ (6:14). Orang Kristen yang tidak berdiri tegap dalam Kristus akan menjadi mangsa Iblis. Oleh karena itu, orang percaya harus mengenakan seluruh perlengkapan senjata perang yang merupakan milik Allah dan yang dipakai Allah untuk menyelamatkan umat-Nya (misal Yesaya 59:17). Keenam senjata Allah tersebut adalah (perbuatan) kebenaran, keadilan, berita Injil damai sejahtera, iman, keselamatan, dan firman Allah (6:14-17).
Bagian ketiga (6:18-20) berfokus pada kebutuhan untuk berdoa setiap waktu dan berjaga-jaga dalam doa syafaat bagi orang percaya, termasuk bagi Rasul Paulus—yang sedang berada dalam penjara—agar ia dapat memberitakan rahasia Injil dengan berani. Dalam konteks pepe-rangan rohani, doa lebih diutamakan dibandingkan senjata apa pun yang didaftarkan di ayat 14-17. Doa sangat menentukan dalam upaya menga-lahkan tipu muslihat Iblis. [EG]

Relasi Hamba dan Tuan Kristen

Efesus 6:5-9

Relasi ketiga dalam aturan rumah tangga ialah relasi para hamba dan tuan mereka (6:5-9). Tugas seorang hamba adalah menaati tuannya di dunia (6:5). Rasul Paulus berbicara tentang hamba dan tugas-tugasnya dalam 4 ayat, dan di tiap ayat disinggung nama Tuhan Yesus Kristus. Para hamba harus menaati tuan mereka ‚seperti kamu taat kepada Kristus‛ dan bersikap ‚sebagai hamba-hamba Kristus‛ yang melayani tuannya seperti ‚melayani Tuhan‛ karena tahu bahwa ‚ia akan menerima balasannya dari Tuhan‛ (6:5-8). Perhatikan pula ungkapan ‚dengan takut dan gentar‛ kepada Tuhan (6:5, bandingkan dengan Kolose 3:22), bukan kepada tuan di bumi. Nasihat kepada para hamba untuk menaati tuannya itu jelas sekali berpusat pada Kristus. Bila para hamba Kristen menyadari bahwa ketaatannya berpusat pada Kristus, maka pelayanan mereka terhadap tuan manusia di dunia tentu akan baik. Seorang hamba Kristen akan senantiasa menaati tuannya dengan tulus, tanpa niat menipu, dan bukan hanya bila sang tuan hadir mengawasinya. Mereka akan rela dan dengan segenap hati melayani tuannya seperti melayani Kristus, karena hal itu merupakan ‚kehendak Allah‛ (6:6) dan akan mendapatkan balasan dari Kristus.
Jika tugas para hamba dijabarkan secara rinci, tanggung jawab seorang tuan hanya disebut dalam satu ayat. Tugas itu terlihat dari dua buah perintah: Pertama, ‚perbuatlah demikian juga terhadap mere-ka‛ (6:9a). Perintah ini bukan berarti bahwa para tuan harus melayani hamba mereka jika ingin dilayani, namun perintah tersebut merujuk kepada sikap dan tindakan para tuan, yang—seperti para hamba di ayat sebelumnya—dipengaruhi oleh relasi mereka dengan Tuhan yang berada di sorga (6:9b). Kedua, ‚jauhkanlah ancaman‛ (6:9a). Tugas kedua ini tidak mengatakan bahwa para hamba tidak boleh diancam dengan hukuman jika mereka salah, tetapi larangan ini menolak semua bentuk manipulasi, sikap merendahkan, dan menakut-nakuti para hamba dengan ancaman. Hubungan yang didasarkan pada ancaman bukanlah hubungan yang manusiawi. Alasan bagi kedua tugas para tuan tersebut adalah karena para hamba dan para tuan bertanggung jawab kepada Tuhan yang sama, yang ada di sorga dan yang akan menghakimi baik tuan maupun hamba tanpa memandang muka (6:9b). Status sosial yang lebih tinggi dari para tuan sama sekali tidak memberi keuntungan apa pun di hadapan takhta pengadilan Kristus. [EG]