Relasi Anak dan Orang Tua Kristen

Efesus 6:1-4

Relasi anak-orang tua dibahas oleh Rasul Paulus secara ringkas, hanya dalam 4 ayat saja. Kewajiban anak terhadap orang tuanya adalah ‚taat‛ (6:1). Ketaatan seorang anak terhadap orang tuanya merupakan bagian dari komitmen seorang Kristen (Perhatikan perkataan ‚dalam Tuhan‛ di 6:1). Ada tiga alasan mengapa seorang anak Kristen harus menaati orang tuanya: Pertama, karena merupakan suatu kewajaran alamiah (‚karena haruslah demikian‛, 6:1). Perintah menaati orang tua adalah wahyu umum dan hukum kewajaran yang ditulis Allah di hati nurani semua manusia, apa pun agamanya. Kedua, karena merupakan perintah Tuhan (6:2). Perintah ‚Hormatilah ayahmu dan ibumu‛ adalah perintah pertama di bagian kedua 10 Perintah Allah, yang membicarakan kewajiban seseorang terhadap sesamanya manusia (Keluaran 20:12). Ketiga, karena berisi janji, yaitu janji bahagia dan panjang umur di bumi (6:3). Berkat Tuhan bukan hanya berkat rohani di sorga (1:3-14), tetapi juga berkat jasmani di bumi. Janji berkat bahagia dan panjang umur ini bisa dipahami dalam pengertian komunal, yaitu menunjuk pada masyarakat tempat para orang tua diperhatikan dan dihormati oleh anak-anak mereka. Masyarakat seperti itu adalah masyarakat yang sehat, stabil, dan mantap secara sosial.
Setiap ayah diperingatkan, ‚Janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu‛ (6:4a). Otoritas seorang ayah bukanlah otoritas tanpa batas. Dalam diri setiap anak ada kepribadian yang harus dihormati. Sikap merendahkan, sindiran, dan ejekan akan membangkitkan amarah dalam hati anak-anak. Demikian juga disiplin keras yang berlebihan, tuntutan yang tidak masuk akal, kesewenang-wenangan, ketidakadilan, sikap suka membanding-bandingkan dengan anak lain, dan semua bentuk ketidakpekaan akan kebutuhan dan perasaan anak akan membangkitkan amarah dalam hati anak. Larangan atau nasihat yang bersifat negatif itu dilengkapi dengan nasihat yang bersifat positif, yaitu bahwa para ayah Kristen diperintahkan untuk mendidik anak mereka ‚dalam ajaran dan nasihat Tuhan‛ (6:4b). Rasul Paulus menginginkan agar para ayah Kristen menjadi pribadi yang lembut, pendidik yang sabar, dan senjata utamanya adalah ajaran dan nasihat yang menolong anak mengenal Tuhan Yesus dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Tuhan Yesus Kristus (bandingkan dengan 4:20-21). [EG]

Relasi Suami-Istri Kristen

Efesus 5:22-33

Dalam Efesus 5:22-6:9, Paulus menjabarkan aturan rumah tangga Kristen yang disebut secara berurutan kepada istri dan suami (5:22-33), anak dan ayah (6:1-4), serta hamba dan tuan (6:5-9). Aturan-aturan rumah tangga ini bersifat patriarki (mengutamakan pria) dan hierarkis (berurutan). Anggota yang harus tunduk disebut lebih dulu dan dinasihati untuk ‚tunduk‛ atau ‚taat‛. Istri harus tunduk kepada suami ‚seperti kepada Tuhan‛ (5:22). Anak harus taat kepada orang tua ‚di dalam Tuhan‛ (6:1). Hamba harus tunduk kepada tuannya ‚sama seperti kamu taat kepada Kristus‛ (6:5). Ketaatan istri, anak, dan hamba merupakan wujud ketaatan kepada Kristus. Istri, anak, dan hamba wajib tunduk kepada otoritas duniawi—yaitu suami, orang tua, dan majikan—selama pemegang otoritas tunduk kepada Allah, atau sepanjang pemegang otoritas tidak menyuruh kita melakukan hal-hal yang dilarang oleh Allah dan juga tidak melarang bila kita melakukan hal yang Tuhan perintahkan (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 5:29). Di antara ketiga relasi di atas, relasi suami-istri Kristen dibahas secara panjang lebar dalam perikop ini (5:22-33).
Dalam terang maksud Allah untuk mempersatukan segala sesuatu dalam Kristus (1:9-10), harmoni relasi suami-istri Kristen adalah salah satu unsur terpenting dari kesatuan ini. Para istri dan suami—juga anak dan orang tua, hamba dan tuan—memiliki peran dan tugas yang berbeda, tetapi semuanya memiliki martabat yang sama di hadapan Allah. Istri wajib tunduk kepada suaminya karena suami adalah kepala istri (5:22-23a). Kewajiban suami terangkum dalam kata ‚mengasihi.‛ Dalam perikop yang kita baca, sampai tiga kali Rasul Paulus mengulangi tuntutan yang sama kepada para suami: ‚Hai suami, kasihilah istrimu‛ (5:25), ‚suami harus mengasihi istrinya‛ (5:28), dan ‚bagi kamu masing-masing berlaku: kasihilah istrimu‛ (5:33). Paulus menggunakan dua analogi untuk menjelaskan kasih suami terhadap istri. Pertama, suami wajib mengasihi istri sebagaimana Kristus mengasihi jemaat (5:25). Jika tuntutan ‚tunduk‛ bagi istri dianggap berat, jauh lebih berat tuntutan bagi suami. Suami wajib mengasihi istri dengan kasih Kristus, yaitu kasih yang rela berkorban secara total dan tulus demi istrinya. Kedua, suami harus mengasihi istrinya sama seperti mengasihi tubuhnya sendiri (5:28), karena ‚tidak pernah orang membenci tubuhnya sendiri, tetapi mengasuhnya dan merawatinya‛ (5:29). [EG]

Hidup dalam Kasih, Terang, dan Hikmat

Efesus 5:1-21

Perikop ini terdiri dari tiga bagian yang ditandai dengan adanya tiga perintah utama dan hadirnya tiga kali kata ‚hidup‛, yaitu ‚hiduplah di dalam kasih‛ (5:1-7), ‚hiduplah sebagai anak-anak terang‛ (5:8-14), dan ‚perhatikanlah . . . bagaimana kamu hidup‛ (5:15-21).
Perintah pertama adalah ‚hiduplah di dalam kasih‛ (5:2). Rasul Paulus menjadikan kasih Kristus sebagai model kasih yang harus diikuti, yaitu kasih yang mau berkorban dan bersedia membayar harga untuk orang lain (5:3). Melayani sesama dengan cara ini bukan hanya menyenangkan Allah (‚kor-ban yang harum bagi Allah‛), tetapi juga berarti menuruti Allah dan Kristus. Kemudian, Rasul Paulus mendaftarkan segala kejahatan yang bertentangan dengan kehidupan di dalam kasih yang harus disingkirkan dari kehidupan orang percaya, baik kejahatan dalam perbuatan seperti percabulan, kece-maran, keserakahan (5:3), maupun kejahatan dalam perkataan seperti perkataan kotor, perkataan kosong, dan perkataan sembrono (5:4). Berbagai kejahatan di atas harus disingkirkan karena para pembuat kejahatan tidak mendapat bagian di dalam Kerajaan Allah (5:5), dan bahwa kejahatan mendatangkan murka Allah (5:6). Agar orang percaya tidak terpengaruh untuk melakukan kejahatan yang sama, ia menasihati agar orang percaya tidak ‚berkawan dengan mereka‛ (5:7).
Perintah kedua adalah perintah untuk hidup sebagai anak-anak terang (5:8b) yang ditandai dengan skema dahulu-sekarang (5:8a; bandingkan de-ngan 2:1,4 dan 2:11,13). Perintah ini menunjukkan fakta bahwa orang percaya, karena kasih karunia Allah, sudah beralih dari sebagai warga kerajaan kege-lapan menjadi warga kerajaan terang, yaitu kerajaan Kristus dan Allah (5:5). Kehidupan anak-anak terang ditandai dengan kehidupan yang berbuahkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran (5:9), dan ketiga buah terang inilah yang menjadi dasar orang percaya untuk menguji dan mengevaluasi berbagai isu untuk membedakan mana perbuatan gelap—yang tidak berbuahkan apa-apa (5:11)—dan mana perbuatan terang yang berkenan kepada Allah (5:10).
Perintah ketiga adalah perintah untuk memperhatikan dengan saksa-ma cara hidup kita (5:15), yang ditandai oleh tiga antitesis (tiga pasang nasihat yang berlawanan), yaitu: 1) jangan seperti orang bebal, tetapi seperti orang arif (5:15b); 2) jangan bodoh, tetapi berusahalah mengerti kehendak Tuhan (5:17); 3) jangan mabuk oleh anggur, tetapi penuhlah dengan Roh (5:18). Kehidupan dalam Roh tampak dalam perkataan (5:19-20) dan dalam perbuatan merendahkan diri (5:21). [EG]

Hidup sebagai Manusia Baru

Efesus 4:17-32

Inti amanat Rasul Paulus dalam perikop hari ini adalah, ‚Jangan hidup lagi sama seperti orang-orang yang tidak mengenal Allah‛ (4:17b). Kita—yang dahulu tidak mengenal Allah, tetapi sekarang telah mengenal Allah—wajib hidup sebagaimana seorang pengikut Kristus seharusnya hidup. Kehidupan orang yang tak mengenal Allah digambarkan sebagai pikirannya sia-sia, hatinya degil, perasaannya tumpul, dan perbuatannya cemar (4:17-19). Seluruh aspek hidupnya—pikiran, kehendak, perasaan, dan perbuatan—abai dan tak mau tahu tentang siapa Allah dan apa yg Ia kehendaki untuk kita lakukan. Sebaliknya, orang percaya telah belajar mengenal Kristus, telah mendengar tentang Kristus, dan telah menerima pengajaran di dalam Kristus (4:20-21). Kristus adalah inti ajaran Kristen. Frasa ‚tetapi kamu bukan demikian‛ (4:20a) menunjukkan bahwa menjadi seorang Kristen menuntut perubahan hidup yang sangat radikal dan mendasar, yang digambarkan sebagai ‚menanggalkan manusia lama‛ (4:22) dan ‚mengenakan manusia baru‛ (4:24). Proses perubahan ini berlangsung terus dalam kehidupan orang percaya dan menjadi nyata jika orang percaya terus-menerus ‚dibaharui di dalam roh dan pikir-an‛ (4:23). Kata ‚dibaharui‛ berada di antara proses perubahan manusia lama menjadi manusia baru. Bentuk pasif menunjukkan bahwa tindakan perubahan dilakukan oleh Roh Kudus, bukan oleh manusia.
Rasul Paulus melanjutkan dengan memberi nasihat konkret tentang cara hidup manusia baru (4:25-32). Frasa ‚karena itu‛ (4:25) menunjuk-kan hubungan logis dengan bagian sebelumnya (4:17-24). Ia membanding-kan cara hidup manusia lama yang harus ditanggalkan dan cara hidup manusia baru yang harus dikenakan. Orang percaya yang dibaharui Roh Kudus harus menanggalkan dusta, lalu diganti dengan berkata benar; tidak menuruti amarah, tetapi mengontrol amarah; tidak mencuri, tetapi bekerja keras; tidak berkata kotor tetapi memakai kata-kata yang baik yang membangun (4:24-29). Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian, fitnah, dan berbagai kejahatan yang berpotensi merusak harmoni dan kesatuan tubuh Kristus harus ditanggalkan dan diganti dengan sikap ramah, kasih mesra (keramahan), dan saling mengampuni (4:31-32). Sebagai orang yang mengenal Kristus, jangan mendukakan Roh Kudus (4:30) dengan cara hidup yang lama, tetapi pilihlah mengenakan manusia baru, yang secara ringkas digambarkan sebagai kehidupan ‚di dalam kebenaran dan kekudusan‛ (4:24), agar kehidupan kita tidak sama dengan kehidupan orang yang tidak mengenal Allah. [EG]

Kesatuan, Keberagaman, dan Kedewasaan

Efesus 4:1-16

Di pasal 1-3, Rasul Paulus menjelaskan apa yang telah Allah perbuat untuk mempersatukan segala sesuatu di dalam Kristus. Ia mengajar tentang doktrin kepada Jemaat Efesus (1:3-12; 2:1-10; 3:1-13), dan juga mendoakan mereka (1:15-22; 3:14-21). Di pasal 4-6, ia memberitahukan apa yang Allah kehendaki agar dilakukan oleh umat-Nya. Ia beralih dari teologi kepada etika, dari doktrin kepada moralitas. Bagian kedua Surat Efesus ini (pasal 4-6) dimulai dengan frasa, ‚Sebab itu aku menasihatkan kamu‛ (4:1). Frase tersebut menunjukkan bahwa nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Efesus (4:1-16) merupakan respons atas apa yang telah Allah perbuat dalam kehidupan jemaat. Pengajaran, doa syafaat, dan nasihat adalah tiga alat paling efektif bagi setiap hamba Tuhan untuk menolong umat Tuhan hidup ‚berpadanan dengan panggilan itu‛ (4:1), yaitu panggilan untuk hidup dalam kesatuan. Kesatuan jemaat tampak dari penekanan atau pengulangan angka ‚satu‛ sampai tujuh kali dalam perikop ini, yang menunjuk kepada tema utama perikop ini.
Rasul Paulus mengemukakan tiga kebenaran tentang kesatuan: Pertama, kesatuan gereja tergantung pada empat kualitas hidup seorang Kristen, yaitu rendah hati, lemah lembut, sabar, dan saling menolong dalam kasih (4:2). Kedua, kesatuan gereja berasal dari fakta bahwa Allah Tritunggal yang kita sembah adalah Allah yang satu adanya—perhatikan sebutan ‚satu Roh‛, ‚satu Tuhan‛, dan ‚satu Allah‛ (4:3-6). Ketiga, kesatuan gereja diperkaya oleh karunia rohani yang berbeda-beda yang diberikan Kristus kepada setiap orang percaya sebagai perlengkapan untuk melayani (4:7-12). Karunia yang berbeda ini diberikan Kristus untuk—secara positif—mempersiapkan gereja agar bertumbuh semakin serupa dengan Kristus dalam segala hal (4:13,15), dan supaya—secara negatif—umat Tuhan tidak disesatkan oleh berbagai doktrin baru yang berbeda dan oleh berbagai kelicikan manusia (4:14) yang mengancam kesatuan iman dan kesatuan gereja.
Kedewasaan rohani dan kesatuan tubuh Kristus hanya dapat dicapai jika kita—masing-masing individu yang memiliki berbagai karunia yang berbeda—tetap ‚teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih‛ (4:15). Kebenaran ajaran dan perbuatan kasih adalah dua hal yang tidak boleh dipisahkan. Keduanya merupakan pasangan serasi untuk mencapai kedewasaan rohani dan kesatuan iman. [EG]

Doa Memohon Kekuatan Roh Kudus

Efesus 3:14-21

Frasa ‚itulah sebabnya‛ (3:14) di awal perikop yang kita baca hari ini menunjukkan bahwa bacaan Alkitab hari ini adalah lanjutan dari perikop sebelumnya. Jelas bahwa yang mendorong Rasul Paulus berdoa adalah karya Kristus yang mendamaikan (2:11-22) serta pemahaman tentang karya pendamaian itu, yang merupakan rahasia Kristus yang dinyatakan kepada Rasul Paulus melalui wahyu (3:1-13). Ia berdoa karena ia mengetahui apa yang telah Allah lakukan dan yang telah Allah wahyukan kepadanya. Fakta ini mengajarkan bahwa landasan penting dalam berdoa adalah pemahaman tentang kehen-dak Allah. Pengetahuan tentang kehendak Allah—yang diperoleh melalui pembacaan Alkitab—mendorong kita berdoa sampai kehen-dak Allah itu tergenapi.
Setelah menyampaikan pengantar doanya (3:14-15), Rasul Pau-lus menyebutkan isi doa syafaatnya bagi Jemaat di Efesus: Pertama, ia memohon kekuatan melalui Roh Kudus yang tinggal di hati jemaat (3:16-17a). Hal dikuatkan dan diteguhkan oleh Roh Kudus serta hal didiami oleh Kristus (3:16-17a) bukan merujuk kepada dua peristiwa berbeda, tetapi satu pengalaman yang sama, karena melalui Roh Kudus-lah Kristus berdiam di hati orang percaya. Berdiamnya Kristus di hati orang percaya membuat Jemaat Efesus berakar dalam kasih Kristus. Kedua, berdasarkan permohonan pertama, Rasul Paulus me-mohon pemahaman akan kasih Kristus dengan keempat dimensinya (3:17b-19a). Jelas bahwa pengetahuan akan kasih Kristus hanya dapat diperoleh oleh Jemaat Efesus dari Allah sendiri karena pengetahuan akan kasih Kristus tidak berasal dari pengetahuan dan pengalaman manusia. Ketiga, ia memohon supaya Jemaat Efesus ‚dipenuhi di dalam seluruh kepenuhan Allah‛ (3:19b), agar bisa menjadi serupa dengan Kristus yang merupakan kepenuhan Allah itu sendiri.
Setiap gereja atau jemaat Tuhan (3:21) yang rindu memancar-kan kemuliaan Allah harus berdoa dan mengajar umat Allah untuk meniru isi doa Rasul Paulus. Isi doa Rasul Paulus merupakan kehen-dak Tuhan yang juga harus kita doakan agar tergenapi dalam hidup kita secara pribadi, dalam keluarga kita, dan dalam kehidupan gereja kita. Kita menujukan permohonan kita kepada Allah Bapa kita (3:14) karena hanya Dia yang sanggup menjawab doa kita (3:20), sehingga nama-Nya dimuliakan turun-temurun. [EG]

Rahasia Kristus dan Pelayanan Paulus

Efesus 3:1-13

Pada perikop ini, Rasul Paulus melaporkan hak istimewa yang Allah karuniakan kepadanya dalam hal melaksanakan maksud Allah bagi bangsa non-Yahudi. Dalam perikop ini, ada dua ungkapan yang sama, yaitu ‚kasih karunia Allah, yang dipercayakan kepadaku‛ (3:2) dan ‚kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku‛ (3:7). Kedua ungkapan ini merujuk kepada dua pemberian istimewa yang saling terkait yang diberikan Allah kepada Rasul Paulus.
Pertama, kasih karunia yang berkenaan dengan wahyu Allah (3:1-6). Rasul Paulus berkata, ‚kamu telah mendengar tentang . . . kasih karu-nia Allah yang dipercayakan kepadaku karena kamu, yaitu bagaimana rahasianya dinyatakan kepadaku dengan wahyu‛ (3:2-3). Rahasia yang dimaksud adalah ‚rahasia Kristus‛ (3:4) yang berarti rahasia yang bersumber dari Kristus dan tentang Kristus. Isi rahasia Kristus tersebut adalah bahwa orang-orang bukan Yahudi, karena Berita Injil, menerima berkat yang sama (‚turut menjadi ahli-ahli waris‛), menjadi anggota dalam tubuh yang sama, dan menerima janji yang sama dengan orang-orang Yahudi (3:6). Ketiga hak istimewa ini bisa dinikmati oleh bangsa-bangsa non-Yahudi yang ada di dalam Kristus Yesus.
Kedua, kasih karunia yang berkenaan dengan pelayanan pemberi-taan Injil (3:7-13). Rasul Paulus berkata, ‚dari Injil itu aku telah menjadi pelayannya menurut pemberian kasih karunia Allah, yang dianugerahkan kepadaku‛ (3:7). Ia harus menyampaikan berita tentang rahasia Kristus kepada orang-orang non-Yahudi (3:8-9), sehingga—melalui jemaat—pelbagai ragam hikmat Allah diketahui oleh makhluk-makhluk dalam du-nia roh yang dalam perikop ini disebut sebagai pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga (3:10). ‚Pelbagai ragam hikmat Allah‛ itu sedang diperlihatkan dalam gereja yang terdiri dari semua bangsa. Bukan hanya bangsa Yahudi saja yang menjadi ‚tempat kediaman Allah‛ (2:22). Pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa di sorga menyaksikan bahwa kini semua bangsa—bukan hanya bangsa Yahudi saja—‚beroleh jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kepada-Nya‛ (3:12).
Karena gereja adalah pusat dari maksud rahasia Kristus dalam sejarah dan dalam Injil, maka gereja haruslah menjadi pusat kehidupan kita. Kita harus menjadi anggota gereja yang bertanggung jawab dan aktif melayani di gereja di mana kita terdaftar sebagai anggotanya. [EG]

Mengupayakan Kesatuan dan Damai

Efesus 2:11-22

Perikop hari ini berbicara tentang keterasingan (alienasi). Perikop sebelumnya membicarakan keterasingan manusia dengan Allah (2:1-10), sedangkan perikop yang kita baca hari ini (2:11-22) membicarakan keterasingan di antara sesama manusia karena perbedaan suku.
Bangsa Yahudi sering merasa diri lebih superior dan memandang rendah bangsa non-Yahudi karena mereka menerima sunat sebagai tan-da umat perjanjian-Nya (2:11). Hal ini menimbulkan perseteruan di anta-ra mereka (2:14). Akan tetapi, Kristus tidak tinggal diam. Ia mendamaikan kedua belah pihak yang berseteru dengan kematian-Nya (‚dengan mati-Nya sebagai manusia‛, 2:15), atau dengan salib-Nya (‚oleh salib‛ 2:16). Melalui kematian-Nya di kayu salib, Tuhan Yesus ‚membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya‛ (2:15). Pembatalan hukum Taurat inilah—yang dimaksud bukan pembatalan hukum moral, tetapi pembatalan hukum sipil, yaitu terutama hukum seremonial seperti hukum tentang makanan, dan secara khusus hukum tentang sunat—yang kemudian berhasil ‚menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru‛ (2:15) di dalam Kristus, dan ‚memperdamaikan keduanya, di dalam satu tubuh, dengan Allah‛ (2:16), dan ‚kedua pihak dalam satu Roh beroleh jalan masuk kepada Bapa‛ (2:18). Munculnya tiga kali kata ‚satu‛ membuktikan bahwa dampak salib Kristus dalam mempersatukan kedua pihak yang berseteru tidaklah sia-sia. Salib Kristus mengubah perseteruan menjadi damai sejahtera (2:14,15,17). Apa yang dicapai oleh salib Kristus adalah suatu masyarakat baru (2:19-22). Baik Yahudi mau-pun non-Yahudi sama-sama merupakan warga kerajaan Allah (‚kawan sewarga‛, 2:19), sama-sama merupakan ‚keluarga Allah‛ (2:19), dan sama-sama merupakan ‚tempat kediaman Allah, di dalam Roh‛ (2:22).
Bila kita berpaling dari gambaran gereja yang ideal di atas, lalu mengamati realitas gereja saat ini, masih tampak bahwa sering terjadi pengasingan, perseteruan, dan perpecahan. Orang Kristen sendiri mendi-rikan tembok pemisah berdasarkan suku, warna kulit, kelas ekonomi, pendidikan, jabatan, dan doktrin. Solusi yang ditawarkan Rasul Paulus adalah bahwa kita harus mengingat siapa kita dahulu (‚ingatlah‛, 2:1) yang tidak termasuk umat Allah karena kita bukan bangsa Yahudi yang disunat, dan siapa kita sekarang sebagai umat Allah karena Kristus. Maka janganlah kita membangun tembok pemisah dan perseteruan, tetapi mengupayakan kesatuan dan damai sejahtera. [EG]

Diselamatkan oleh kasih karunia

Efesus 2:1-10

Rasul Paulus melukiskan tiga fakta tentang keadaan manusia sebelum ditebus: Pertama, mati rohani (2:1), artinya terpisah dari Allah kare-na dosa. Manusia yang belum ditebus Kristus, meskipun sehat, kaya raya, dan dapat melakukan berbagai aktivitas yang menggembirakan, adalah mati secara rohani jika tidak mampu memberi tanggapan terhadap Allah dan firman-Nya. Kedua, hidup sebagai budak dosa (2:2-3). Manusia yang belum ditebus bukan manusia merdeka, tetapi manusia yang diperhamba oleh berbagai kuasa yang tak dapat dikalahkannya, yaitu kuasa dunia (‚jalan dunia‛ 2:2a), Iblis (‚penguasa kerajaan angkasa‛, 2:2b), dan daging (‚hawa nafsu daging‛, 2:3). Ketiga, hidup di bawah hukuman (‚orang-orang yang harus dimurkai‛, 2:3b). Murka Allah adalah respons Allah yang kudus atas pelanggaran dan dosa manusia. Di luar Kristus, manusia mati karena pelanggaran dan dosa; diperbudak oleh dunia, Iblis, dan daging; dan berada di bawah hukuman Allah.
Bagian kedua perikop ini (2:4-10) dimulai dengan frasa ‚tetapi Al-lah‛ (2:4) yang mengontraskan keadaan kita dahulu yang tanpa pengha-rapan dan keadaan kita sekarang yang penuh kelimpahan. Allah meng-ambil prakarsa untuk mengubah keadaan dan status kita. Namun, apa yang telah Allah perbuat dan mengapa Allah berbuat demikian? Jelas bahwa yang dilakukan Allah adalah menyelamatkan kita (2:5b,8a). Dia menjabarkan karya keselamatan dengan memakai tiga kata kerja, yaitu ‚menghidupkan kita‛ (2:5), ‚membangkitkan kita‛ (2:6a), dan ‚memberi-kan tempat . . . di sorga‛ (2:6b). Karya keselamatan dikerjakan Allah di dalam dan melalui Kristus. Karya keselamatan bukan usaha manusia, tetapi semata-mata karya Allah. Rasul Paulus menekankan karya Allah tersebut dengan memakai empat kata, yaitu karena rahmat-Nya (2:4), kasih-Nya (2:4), kasih karunia (2:5b), dan karena kebaikan-Nya (2:7).
Perubahan ajaib yang terjadi dalam hidup orang percaya semata-mata merupakan karya Allah di dalam dan melalui Kristus. Dahulu kita berkata ‚ya‛ terhadap dosa dan pelanggaran, tetapi sekarang, oleh ka-rena kasih karunia Allah, kita berani berkata ‚tidak‛ terhadap dosa dan berkata ‚ya‛ terhadap kebenaran dan kebaikan. Hari ini, GKY meraya-kan HUT yang ke-75. Hal ini mengingatkan kita bahwa selama 75 tahun, Tuhan memakai GKY untuk menolong jemaat berkata ‚ya‛ terhadap kebenaran dan berkata ‚tidak‛ terhadap dosa. Inilah ‚pekerjaan baik‛ yang Tuhan ingin agar dilakukan terus oleh GKY dengan setia. [EG]

Berdoa bagi Pengenalan akan Allah

Efesus 1:15-23

Jika perikop sebelumnya berisi puji-pujian kepada Allah Bapa (1:3-14), perikop yang kita baca hari ini berisi doa kepada Allah Bapa (1:15-23). Dalam doanya, Rasul Paulus lebih dahulu mengucap syukur kepada Allah Bapa atas iman dan kasih dari Jemaat Efesus (1:15-16b). Keberadaan seseorang ‚di dalam Kristus‛ tampak dari iman percayanya kepada Tuhan Yesus, yang kemudian menggerakkannya untuk mengasihi semua orang yang ada di dalam Kristus, apa pun sukunya.
Setelah ucapan syukur yang pendek, Rasul Paulus menaikkan doa syafaat bagi jemaat Efesus. Doa syafaat yang pertama adalah permo-honan agar Allah memberi ‚Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia (Allah Bapa) dengan benar‛ (1:17). Dalam Alkitab, pengetahuan atau pengenalan akan Allah tidak bersifat mandek (berhenti), tetapi terus bertumbuh dalam kehidupan umat yang taat. Doa syafaat yang kedua adalah permohonan agar Jemaat Efesus mengerti perkara-perkara rohani (‚agar kamu mengerti‛, 1:18), sehingga mereka mengerti tiga hal: Pertama, mengerti pengharapan yang terkandung dalam panggilan-Nya (1:18b), yaitu pengharapan akan keselamatan kekal (1 Tesalonika 5:8), kebenaran (Galatia 5:5), kebangkitan tubuh yang tidak akan binasa (1Korintus 15:52-55), kehidupan kekal (Titus 1:2; 3:7), dan pengharapan akan kemuliaan Allah (Roma 5:2). Kedua, supaya Jemaat di Efesus dapat mengerti ‚betapa kayanya kemuliaan bagian yang ditentukan-Nya bagi orang-orang kudus‛ (1:18c). Ketiga, supaya mengerti akan kehebatan kuasa-Nya yang bekerja bagi orang percaya (1:19). Kedahsyatan kuasa Allah tampak pada empat peristiwa yang berurutan, yaitu saat Allah membangkitkan Kristus dari antara orang mati (1:20a), saat Allah mendudukkan Kristus di sebelah kanan-Nya di sorga (1:20b), saat Allah telah meletakkan segala sesuatu di bawah kaki Kristus (1:22), dan saat Allah menjadikan Kristus sebagai Kepala dari segala yang ada (1:23). Kuasa Allah yang hebat ini tersedia bagi kita.
Apakah Anda mengerti hal terpenting yang harus Anda doakan? Doa syafaat Rasul Paulus adalah contoh bagi para pemimpin jemaat, bahwa hal terpenting yang harus ada dalam permohonan bagi jemaat yang kita bina adalah pengenalan akan Allah dan pengertian akan perkara rohani. Bagi anggota jemaat, hal terpenting yang harus ada dalam doa bagi diri sendiri dan keluarga juga sama, yaitu permohonan untuk mengenal Allah dengan benar dan mengerti perkara rohani. [EG]