Ingat, Lemak Adalah Kepunyaan Tuhan!

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 3

Bacaan Alkitab hari ini mengajarkan tentang persembahan korban keselamatan. Tujuan persembahan korban keselamatan adalah untuk mendapatkan keselamatan (damai-sejahtera) serta menjalin persekutuan antara yang mempersembahkan dengan Tuhan. Persembahan korban keselamatan merupakan ungkapan syukur kepada Allah atas segala berkat-Nya. Di pasal 7, kita bisa membaca tentang tiga macam persembahan korban keselamatan, yaitu korban syukur, korban nazar, dan korban sukarela (7:11, 16). Perhatikan bahwa dalam upacara persembahan korban keselamatan, sesudah bagian untuk Tuhan Allah dipersembahkan lebih dahulu, orang yang mempersembahkan dan para imam ikut mendapat bagian makanan dari persembahan korban ini.

Prosedur mempersembahkan korban keselamatan ini mirip dengan persembahan korban bakaran, termasuk hal menyiramkan darah ke sekeliling mezbah. Binatang yang dipakai sebagai korban keselamatan dapat berupa lembu atau kambing domba, tetapi—berbeda dengan korban bakaran—binatang yang dipersembahkan dapat berupa hewan jantan maupun betina. Hal ini menunjukkan bahwa korban keselamatan tidak sepenting korban bakaran (yang harus berupa binatang jantan). Hanya bagian lemak dari binatang—yang dibakar semuanya sebagai korban api-apian—yang baunya menyenangkan bagi Tuhan. Lemak dipandang sebagai bagian yang terbaik dari binatang. Mempersembahkan semua lemak kepada Allah merupakan pengakuan bahwa Tuhan itu layak menerima segala hormat dan pujian.

Bagaimana dengan mereka yang menganggap rendah ritual persembahan korban ini? Alkitab memberikan peringatan melalui kisah Imam Eli yang membiarkan anak-anaknya—sebagai imam-imam—memakan lemak dari persembahan ini. Eli ditegur karena ia dianggap lebih menghormati anak-anaknya daripada menghormati Tuhan (1 Samuel 2:29). Imam Eli bukan hanya mendapat teguran, tetapi Tuhan menghukum keluarganya karena “Segala lemak adalah kepunyaan Tuhan”. Selain lemak—bagi orang Israel—darah juga tidak boleh dimakan karena darah merupakan simbol kehidupan. Prinsip firman Tuhan dalam persembahan korban keselamatan adalah “Segala yang terbaik adalah kepunyaan Tuhan!” Berikanlah yang terbaik kepada Tuhan. Bagaimana dengan Anda? [GI Abadi]

Apakah Korban Sajian-mu?

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 2

Dalam Imamat pasal 2, Tuhan Allah menjelaskan aturan dalam mempersembahkan korban sajian: Pertama, korban sajian terbuat dari tepung terbaik, minyak, dan kemenyan. Korban sajian bukan binatang. Hanya segenggam korban sajian yang dibakar di atas mezbah (2:2). Bagian selebihnya (yang tidak dibakar) diberikan untuk Harun (Imam Besar) dan anak-anaknya (para imam). Meskipun dapat dipersembahkan secara tersendiri, biasanya persembahan korban sajian dipersembahkan sesudah korban bakaran dipersembahkan lebih dulu.

Kata dalam bahasa Ibrani yang diterjemahkan sebagai “korban sajian” mengandung arti “penghormatan” atau “pemberian”. Oleh karena itu, orang yang mempersembahkan “korban sajian” seperti bawahan yang memberi “hadiah” untuk menyenangkan hati atasannya. Dengan demikian, persembahan “korban sajian” merupakan ungkapan “penghormatan” dari seorang penyembah yang setia kepada Tuhan yang telah menyelamatkan umat-Nya. Ketika mempersembahkan korban bakaran kepada Allah, umat Allah mendapat pengampunan dosa. Sebagai respons terhadap pengampunan yang telah mereka terima, umat Allah mengungkapkan rasa syukur dan ketaatan kepada Allah dengan cara mempersembahkan korban sajian. Korban sajian yang dibakar (hanya segenggam tangan) menjadi “bagian ingat-ingatan” dan korban api-apian yang baunya menyenangkan bagi Tuhan (2:2). “Bagian ingat-ingatan” berarti korban tersebut mengingatkan Tuhan akan perjanjian kasih setia-Nya terhadap umat-Nya yang dinyatakan melalui garam perjanjian yang dibubuhkan ke atas korban sajian (2:13).

Alkitab tidak menjelaskan arti dan fungsi dari bahan yang terkandung dalam korban sajian tersebut. Korban sajian tidak boleh mengandung ragi atau madu (2:11). Mungkin larangan ini disebabkan karena keduanya memiliki efek fermentasi yang bersifat “merusak”. Sebaliknya, korban sajian harus dibubuhi minyak dan kemenyan (2:15) yang membentuk nuansa “sukacita” atau “menyenangkan hati” (Amsal 27:9). Saat ini, kita sudah tidak perlu mempersembahkan korban sajian karena sudah ada korban yang sempurna, kekal, dan baunya menyenangkan hati Tuhan, yang disediakan Allah di dalam Kristus Yesus. Sebaliknya, kita dapat mempersembahkan hidup dan mulut kita sebagai pujian penghormatan bagi Tuhan. [GI Abadi]

Puji Syukur, ada Korban Bakaran

Bacaan Alkitab hari ini:
Imamat 1

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Tuhan mengajarkan tentang tiga kategori binatang yang dapat dipersembahkan kepada Tuhan sebagai korban bakaran yang baunya menyenangkan bagi Tuhan (1:9, 13, 17), sehingga Allah berkenan. Ketiga kategori binatang tersebut adalah lembu (1:3-9), kambing atau domba (1:10-13), dan burung (burung tekukur atau anak burung merpati) (1:14-17). Adanya pilihan ini membuat orang Israel bisa memilih untuk memberikan persembahan korban sesuai dengan kemampuan keuangannya. Yang penting adalah bahwa seorang yang hendak mempersembahkan korban harus bersedia membayar harga (bandingkan dengan 2 Samuel 24:24).

Ada beberapa prinsip utama tentang persembahan korban bakaran yang perlu untuk kita perhatikan: Pertama, binatang yang dipersembahkan haruslah binatang jantan yang tidak bercacat cela (1:3, 10). Binatang yang cacat kurang bernilai sehingga tidak layak dipersembahkan kepada Tuhan (bandingkan dengan Maleakhi 1:8). Kedua, tindakan meletakkan tangan ke atas binatang yang dikorbankan (1:4) menunjukkan bahwa orang yang mempersembahkan korban mengidentifikasikan (menempatkan) dirinya sebagai korban bakaran tersebut. Korban bakaran itu menanggung segala kesalahan dan pelanggaran yang dilakukan oleh si pemberi persembahan. Ketiga, binatang yang dikorbankan harus dibakar seluruhnya untuk Tuhan. Penyiraman darah binatang ke sekeliling mezbah (1:11) dilakukan karena (pada hakikatnya) darah mengandung kehidupan. Tindakan di atas mencerminkan prinsip, ‘Jika kamu ingin hidup, maka sesuatu harus mati menggantikan kamu” (bandingkan dengan Keluaran 12:1-30).

Tuhan Yesus telah mempersembahkan diri-Nya untuk kita semua, umat manusia yang berdosa. Dia tidak bercacat cela (tidak berdosa) (Ibrani 9:14; 1 Petrus 1:19). Dia menanggung segala penyakit, kesengsaraan, dan dosa kita (Yesaya 53:5). Dia telah menjadi persembahan dan korban yang menyenangkan bagi Allah Bapa (Efesus 5:2). Dia mempersembahkan diri-Nya (tubuh-Nya) sendiri sebagai korban (Ibrani 7:27). Oh, sungguh ajaib dan indahnya pengorbanan Tuhan Yesus sebagai Anak Domba Allah! Apakah Anda merasa sedang memikul beban yang berat karena dosa dan pelanggaran yang Anda perbuat? Datanglah kepada Tuhan Yesus! [GI Abadi].

Memberi Bantuan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 16

Apakah memberi bantuan berupa uang kepada orang yang membutuhkan merupakan masalah rohani? Ada orang Kristen yang berpendapat bahwa tindakan mendoakan lebih rohani daripada memberi bantuan, sehingga lebih baik mendoakan daripada memberi uang. Benarkah demikian? Sebenarnya, mendoakan memang merupakan sesuatu yang harus dilakukan. Sekalipun demikian, tindakan nyata berupa memberi bantuan adalah tanggung jawab moral setiap orang percaya (bandingkan dengan Galatia 2:10). Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus mengemukakan beberapa prinsip pengumpulan uang yang bisa menjadi pedoman saat orang Kristen hendak memberi bantuan kepada orang lain:

Pertama, memberi bantuan harus dilakukan secara sukarela, bukan karena terpaksa atau karena ingin dipuji. Kata “pengumpulan” yang dipakai oleh Rasul Paulus (16:1) berasal dari kata Yunani logia yang berarti pengumpulan uang secara ekstra (di luar kewajiban). Berbeda dengan persembahan yang diberikan secara rutin, persembahan seperti ini diberikan sesuai dorongan Roh Kudus di dalam hati. Ada orang yang tidak mampu, namun tetap memberi karena tidak mau dianggap miskin. Ada orang yang memberi supaya mendapatkan pujian. Motif-motif seperti itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Pemberian harus diberikan secara tulus, sesuai dengan dorongan Roh Kudus.

Kedua, pemberian dilakukan oleh semua jemaat, sesuai dengan kekayaan mereka (16:2). Jemaat yang miskin—jika hatinya tergerak—bisa memberi sedikit. Jemaat yang kaya—jika hatinya tergerak—seharusnya memberi lebih banyak. Jangan terbalik: Yang kaya memberi sangat sedikit, sedangkan yang lebih miskin malah memberi lebih banyak. Walaupun Roh Kudus tidak menentukan berapa jumlah yang harus diberikan, namun ketika seseorang tergerak untuk memberi, ingatlah bahwa yang lebih banyak diberkati seharusnya lebih banyak memberi.

Ketiga, Rasul Paulus mengajarkan bahwa pemberian harus disiapkan lebih dulu di rumah (16:2), dengan tujuan agar setiap orang benar-benar mempersiapkan hati untuk memberi (memeriksa motivasi hati dan memohon pimpinan Roh Kudus). Jumlah yang seharusnya diberikan sesuai dengan berkat yang diperoleh, sehingga pemberian itu berkenan di hati Tuhan dan membangkitkan sukacita di hati kita. [GI Wirawaty Yaputri]

Waspada Ajaran Sesat

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 15:12-34

Beberapa waktu belakangan ini, muncul slogan yang popular di kalangan anak-anak muda (ABG). Slogan itu disingkat “YOLO” yang kepanjangannya adalah, “You Only Live Once”, yang artinya adalah, “Engkau hanya hidup sekali”. Karena hidup hanya sekali, hidup harus dinikmati, tidak perlu bersusah-susah, jangan berpikir ribet, jangan pusing-pusing, nikmatilah hidup ini dan lakukanlah apa yang Anda suka karena hidup hanya sekali. Slogan ini serupa dengan perkataan yang muncul dalam jemaat di kota Korintus, “Marilah kita makan dan minum, sebab besok kita mati” (15:32). Orang-orang dengan slogan seperti ini tidak memercayai adanya kebangkitan atau kehidupan kekal sesudah kematian. Pemikiran seperti ini nampaknya berasal dari seorang filsuf Yunani yang bernama Epikurus. Ia berkata, “kita tidak perlu takut terhadap kematian. Pada waktu kita hidup, kita tidak mati. Pada waktu kita mati, kita tidak hidup.”

Orang percaya tidak boleh memiliki prinsip hidup seperti itu karena Yesus Kristus telah bangkit dari kematian dan orang percaya kelak juga akan dibangkitkan (15:20-23). Kehidupan orang Kristen bukan hanya mencakup kehidupan yang singkat di dunia ini, karena orang yang percaya kepada Kristus akan dibangkitkan dan memperoleh hidup kekal. Oleh karena itu, orientasi hidup orang percaya tidak boleh hanya mencakup saat ini, tetapi juga meliputi kekekalan. Rasul Paulus mengatakan bahwa orang-orang Kristen yang hanya berorientasi pada kehidupan masa kini dan tidak memercayai kebangkitan adalah orang-orang yang paling malang, yang harus dikasihani. Untuk apa menjadi Kristen jika ternyata tidak ada kehidupan sesudah kematian? Kebangkitan Kristus menjamin adanya kemenangan atas dosa, dan selanjutnya menjamin adanya kebangkitan dari kematian (15:17-19).

Mengapa ada anggota jemaat Korintus yang tidak memercayai kebangkitan orang mati? Rasul Paulus mengatakan bahwa doktrin yang sesat itu muncul dari pergaulan yang buruk dengan guru-guru palsu atau guru-guru filsafat Yunani yang pemikirannya bertentangan dengan ajaran Alkitab. Kita harus waspada terhadap ajaran-ajaran sesat. Seorang ahli Perjanjian Baru yang bernama Leon Morris mengatakan bahwa doktrin menentukan perbuatan. Doktrin yang tidak benar dapat menghasilkan dosa. [GI Wirawaty Yaputri]

Yesus Bangkit

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 15:1-11

Rasul Paulus mengangkat tema kebangkitan Yesus Kristus dalam suratnya karena ada anggota jemaat Korintus yang tidak memercayai kebangkitan orang mati (15:12). Ia menegaskan bahwa kebangkitan Yesus Kristus bukan mitos atau dongeng, melainkan fakta sejarah. Kebangkitan Yesus Kristus sudah dinubuatkan, baik di dalam Perjanjian Lama maupun oleh Yesus Kristus sendiri (15:3-4). Kebangkitan Yesus Kristus disaksikan oleh murid-murid-Nya dan disaksikan juga oleh lebih dari lima ratus orang percaya yang masih hidup pada waktu Rasul Paulus menuliskan suratnya kepada jemaat Korintus. Kebangkitan Yesus Kristus adalah hal yang tidak dapat disanggah karena ada ratusan saksi mata yang menyaksikan sendiri tubuh kemuliaan Yesus Kristus. Rasul Paulus adalah saksi mata yang terakhir (15:5-8).

Jika Yesus Kristus tidak bangkit, mustahil kebangkitan-Nya menjadi dasar pemberitaan (terjemahan dari kata dalam Bahasa Yunani, kerygma) Rasul Paulus serta para rasul yang lain, dan selanjutnya menjadi dasar pemberitaan gereja. Secara teologis, kita bisa mengatakan bahwa Yesus Kristus tidak hanya bangkit secara fisik dalam sejarah, tetapi Ia juga bangkit di dalam hati setiap orang percaya. Kebangkitan Yesus Kristus bukan hanya bersifat informatif, tetapi bersifat transformatif. Kebangkitan Yesus Kristus bukan hanya sekadar kabar gembira, tetapi kebangkitan-Nya memiliki kuasa dalam diri orang percaya. Oleh karena itu, berita yang disampaikan para rasul dan orang percaya yang lain telah berkumandang dari Yerusalem sampai ke daerah-daerah yang dikuasai oleh kekaisaran Romawi, termasuk kota Korintus. Hal ini merupakan bukti yang tidak dapat disanggah bahwa ada kuasa dalam berita kebangkitan Yesus Kristus.

Kebangkitan Yesus Kristus mengubah kehidupan setiap orang percaya secara pribadi. Fakta inilah yang seharusnya dilihat oleh orang yang tidak percaya. Kehidupan Rasul Paulus merupakan bukti nyata: Sebelumnya, Paulus adalah seorang penganiaya, pembenci kekristenan. Setelah bertemu dengan Yesus Kristus, ia mempersembahkan hidupnya kepada Kristus dan bekerja keras memberitakan Injil (15:10). Ia rela mengalami penderitaan karena pemberitaan Injil, bahkan ia rela mati demi pemberitaan Injil. Apakah Anda sudah mengalami kuasa kebangkitan Yesus Kristus dan memberitakan Injil? [GI Wirawaty Yaputri]

Karunia dan Pengendalian Diri

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 14:26-40

Pernahkah Anda mendengar ungkapan seperti, “tergantung pada gerakan Roh Kudus”, “nanti lihat saja bagaimana Roh Kudus menggerakkan atau mengarahkan saya”, atau “saya melakukan sesuai dengan pimpinan Roh Kudus”. Dari satu sisi, ungkapan seperti di atas menunjukkan adanya unsur keterpaksaan dalam diri seseorang karena orang itu didorong (dipaksa) oleh Roh Kudus untuk melakukan sesuatu. Di sisi lain, kadang-kadang ungkapan seperti di atas disalahgunakan untuk bertindak semaunya dengan alasan bahwa Roh Kuduslah yang berwewenang mengatur. Salah satu contoh nyata: Orang yang berbahasa roh sering berkata bahwa ia tidak dapat mengendalikan lidahnya, sehingga ia harus terus-menerus berbahasa roh sampai Roh Kudus menghentikannya. Pemikiran seperti di atas bertentangan dengan ajaran Rasul Paulus tentang karunia roh dalam bacaan Alkitab hari ini. Menurut Rasul Paulus, karunia berbahasa roh seharusnya dapat dikendalikan.

Rasul Paulus menegaskan bahwa bila ada orang yang berbahasa roh dalam pertemuan jemaat, harus ada orang yang menafsirkan (14:5). Bila tidak ada orang yang memiliki karunia untuk menerjemahkan bahasa roh, anggota jemaat yang memiliki karunia berbahasa roh harus berdiam diri atau berdoa secara pribadi, dan tidak boleh mengucapkan kata-kata dalam bahasa roh (14:27-28). Dalam sebuah pertemuan jemaat, yang diizinkan untuk berbicara dalam bahasa roh seharusnya hanya dua atau tiga orang saja, dan penggunaan karunia berbahasa roh itu harus dilakukan secara teratur (bergiliran satu per satu) serta diikuti tafsirannya agar bisa dipahami oleh seluruh jemaat. Bahasa roh tidak boleh diucapkan secara serempak (sekaligus beramai-ramai) karena bahasa roh yang diucapkan secara serempak itu tidak akan bisa dimengerti. Petunjuk pelaksanaan penggunaan karunia yang disampaikan oleh Rasul Paulus ini menjelaskan bahwa karunia-karunia Roh Kudus—termasuk karunia berbahasa roh—harus digunakan secara teratur, dengan pengendalian diri. Ingatlah bahwa karunia-karunia rohani harus digunakan untuk membangun jemaat, bukan untuk kebanggaan diri sendiri. Penonjolan karunia tertentu dalam ibadah—seperti karunia berbahasa roh—akan memadamkan karunia-karunia yang lain, padahal karunia berbahasa roh yang tidak ditafsirkan hanya bermanfaat bagi orang yang memiliki karunia itu saja (14:4). [GI Wirawaty Yaputri]

Karunia Yang Berfaedah

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 14:1-25

Dalam sejarah gereja, terdapat banyak kelompok orang Kristen yang sangat mengagungkan karunia berbahasa roh, termasuk jemaat di kota Korintus. Di awal pasal 12, Rasul Paulus mengatakan bahwa dia menginginkan agar jemaat Korintus mengetahui ajaran yang benar tentang karunia-karunia Roh (12:1). Di awal pasal 14, Rasul Paulus melanjutkan uraian tentang pentingnya kasih dalam pasal 13 dengan mengingatkan jemaat Korintus untuk mengejar hal yang paling utama dalam kehidupan Kristen, yaitu memiliki kasih (14:1). Kasih menjadi alasan dan dorongan bagi orang percaya untuk memakai karunia rohani yang ada padanya guna kepentingan bersama.

Selanjutnya, Rasul Paulus menjelaskan bahwa karunia yang paling berguna untuk dimiliki oleh orang percaya adalah karunia bernubuat, bukan karunia berbahasa roh. Di satu sisi, karunia berbahasa roh adalah karunia berbahasa tertentu--yang tidak dimengerti manusia--yang digunakan untuk berdoa kepada Allah (14:2). Bahasa roh tidak ditujukan kepada manusia, melainkan kepada Allah, sehingga pemakaian bahasa roh hanya bermanfaat untuk membangun diri sendiri. Dengan bahasa Roh, seseorang bisa mengungkapkan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan, (bandingkan dengan Roma 8:26). Rasul Paulus tidak bermaksud meremehkan atau menolak karunia berbahasa roh. Akan tetapi, agar bahasa roh itu berguna bagi orang lain, ia meminta agar orang yang memiliki karunia berbahasa roh berdoa juga agar Allah memberikan karunia untuk menterjemahkan bahasa roh, sehingga orang yang berdoa bersama-sama dengan dia dapat mengerti apa yang ia doakan (14:13). Di sisi lain, karunia bernubuat bersifat membangun, menasihati dan menghibur (14:3), sehingga karunia ini bermanfaat untuk anggota jemaat yang lain. Secara khusus, karunia bernubuat ini sangat bermanfaat saat ada orang baru atau orang tidak beriman yang datang ke dalam gereja, karena karunia bernubuat menumbuhkan iman. Sebaliknya, karunia berbahasa Roh membingungkan (14:23-25). Rasul Paulus meminta jemaat Korintus untuk bersikap dewasa dalam menggunakan karunia rohani yang ada pada mereka (ay. 20-22). Jangan memamerkan karunia yang tidak memberi faedah bagi orang lain. Seharusnya, karunia digunakan untuk membangun orang lain karena kita mengasihi Tuhan dan gereja-Nya. [GI Wirawaty Yaputri]

Kasih Melampaui Karunia Roh

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 13

Karunia Roh sangat penting bagi pertumbuhan gereja. Karunia yang dimiliki seorang anggota jemaat dapat membangun iman anggota jemaat yang lain bila karunia tersebut digunakan untuk memuliakan Tuhan. Sekalipun demikian, Rasul Paulus menekankan bahwa memiliki kasih adalah lebih penting daripada memiliki karunia-karunia rohani. Mengapa demikian? Rasul Paulus memberikan beberapa penjelasan:

Pertama, kasih kepada Tuhan dan sesama akan memotivasi seseorang untuk menggunakan karunia rohani yang ada pada dirinya untuk kepentingan bersama. Bila seseorang menggunakan karunia rohani yang ada padanya tanpa kasih, apa yang ia lakukan—sekalipun kelihatan luar biasa--menjadi tidak berarti karena ia menggunakan karunia tersebut untuk kepuasan dirinya sendiri. Ingatlah bahwa tujuan Roh Kudus memberikan karunia rohani karunia rohani kepada seseorang bukanlah sekadar untuk keperluan diri orang itu, melainkan untuk kepentingan membangun gereja, menbangun tubuh Kristus (13:1-3).

Kedua, kasih itu bersifat tidak berkesudahan. Kasihlah yang akan tetap ada saat orang percaya bertemu dengan Tuhan Yesus pada hari kedatangan-Nya. Saat itu, karunia nubuat, karunia bahasa roh, serta karunia pengetahuan sudah tidak ada karena sudah tidak diperlukan lagi (13:8). Oleh karena itu, orang Kristen yang dewasa secara rohani tidak akan mementingkan karunia-karunia rohani secara berlebihan, melainkan akan lebih mengutamakan hadirnya kasih dalam kehidupan (13:11-12). Kemungkinan besar, Rasul Paulus melihat bahwa karunia-karunia rohani sangat penting bagi gereja yang sedang bertumbuh. Akan tetapi, anggota jemaat yang sudah dewasa seharusnya lebih mengejar karakter yang menyerupai karakter Kristus, termasuk memiliki hati yang lebih mengasihi Tuhan dan lebih mengasihi sesama.

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Rasul Paulus menjelaskan bahwa kasih itu seharusnya bukan sekadar kata-kata, melainkan harus berwujud perbuatan nyata. Kasih selalu membuat kita berbuat baik terhadap orang lain, bahkan membuat kita rela berkorban untuk kepentingan orang lain. Kasih menghilangkan sikap sombong dan rasa iri hati terhadap orang lain. Kasih membuat kita tidak mudah terprovokasi untuk marah atau memikirkan (mengingat) keburukan orang lain. Sebaliknya, kasih bersifat menutupi kesalahan orang lain. [GI Wirawaty Yaputri]

Anugrah Untuk Membangun

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 12:1-11

Semua karunia rohani diberikan oleh Roh Kudus berdasarkan kehendak-Nya bagi orang percaya. Tujuan utama pemberian karunia-karunia rohani adalah agar orang percaya memuliakan Kristus, baik di tengah jemaat maupun di luar jemaat (12:3). Roh Kudus hadir untuk bersaksi tentang Kristus, sehingga semua karunia rohani jelas dimaksudkan untuk memuliakan Tuhan, bukan untuk memuliakan diri sendiri. Rasul Paulus menjelaskan hal ini karena ada anggota jemaat Korintus yang bersikap “ masa bodoh” terhadap karunia-karunia rohani. Ayat 1b dapat diterjemahkan menjadi, “Aku tidak ingin kalian bersikap masa bodoh.” Kemungkinan, sikap masa bodoh ini disebabkan karena mereka merasa sudah mengerti tentang karunia-karunia rohani. Rasul Paulus mengingatkan bahwa karunia-karunia Roh Kudus berbeda dengan karunia-karunia yang diajarkan dalam upacara penyembahan berhala (12:1-2).

Karunia-karunia rohani yang diberikan Roh Kudus dimaksudkan untuk membangun gereja (12:7), bukan untuk berkompetisi atau untuk kebanggaan dan kepentingan pribadi. Karunia-karunia rohani itu berbeda-beda bagi setiap orang agar bisa digunakan untuk saling melengkapi. Tidak semestinya bila karunia-karunia yang diberikan oleh Roh yang sama itu dibanding-bandingkan untuk menentukan siapa yang memiliki karunia lebih besar dan siapa yang memiliki karunia lebih kecil (12:11). Pemberian karunia-karunia rohani itu didasarkan pada kehendak dan kedaulatan Roh Kudus, bukan pada kehendak kita. Oleh karena itu, wajar bila kita tidak selalu bisa memahami mengapa Roh Kudus memberikan karunia tertentu kepada seseorang. Yang paling penting untuk diperhatikan adalah bahwa karunia-karunia rohani itu tidak menentukan kedewasaan rohani seseorang. Perkataan “karunia-karunia rohani” dalam bahasa Yunani—yaitu kharismata—berasal dari kata kharisyang berarti anugerah (pemberian tanpa syarat). Kharismata ini diberikan kepada orang-orang tertentu tanpa memandang kedewasaan rohaninya. Oleh karena itu, syarat bagi seorang pemimpin rohani bukanlah karunia rohani, tetapi kedewasaan rohani (1 Tim. 3:1-13; Titus 1:5-9). Karunia-karunia rohani penting untuk membangun jemaat. Akan tetapi, yang terpenting untuk dilakukan oleh semua orang percaya adalah mengejar pengenalan dan keserupaan dengan Kristus, bukan mengejar karunia rohani. [GI Wirawaty Yaputri]