Perjamuan Kudus

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 11:17-34

Perjamuan kudus adalah salah satu upacara gerejawi yang sangat penting. Selain memberikan perintah untuk melaksanakan pembaptisan, Tuhan Yesus memerintahkan semua orang percaya di sepanjang zaman dan tempat untuk melaksanakan perjamuan kudus (Matius 28:19). Namun, sampai sekarang, masih banyak orang percaya yang salah mengerti tentang perjamuan kudus. Ada orang Kristen yang beranggapan bahwa perjamuan kudus adalah sarana untuk mendapatkan berkat Tuhan, misalnya berkat berupa kesembuhan dari penyakit. Ada juga orang Kristen yang percaya bahwa roti dan anggur benar-benar berubah menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus saat diterima dalam perjamuan kudus. Pandangan ini adalah pandangan gereja Roma Katolik.

Pada umumnya, kalangan Protestan berpegang pada ajaran John Calvin. Calvin mengajarkan bahwa Yesus Kristus hadir secara spiritual melalui roti dan anggur perjamuan. Zwingli berpendapat bahwa roti dan anggur adalah simbol yang mewakili tubuh dan darah Yesus Kristus. Perjamuan kudus merupakan upacara yang kudus karena kita memercayai bahwa Yesus Kristus hadir saat perjamuan kudus dilangsungkan. Dengan melaksanakan perjamuan kudus, kita memproklamasikan atau memberitakan kepada semua orang tentang kematian Yesus Kristus yang menyelamatkan orang berdosa (1 Korintus 11:26). Perjamuan kudus harus dilakukan dengan sedemikian rupa sehingga semua orang—baik orang yang sudah percaya maupun yang belum percaya dapat merasakan kasih Tuhan yang besar melalui pengorbanan-Nya di kayu salib.

Oleh karena alasan di atas, Rasul Paulus menegur jemaat Korintus yang tidak menghormati perjamuan kudus. Perjamuan kudus (atau perjamuan Tuhan) pada masa pelayanan Rasul Paulus dilakukan secara bersamaan dengan perjamuan kasih di antara jemaat. Sebelum perjamuan Tuhan dilakukan, anggota jemaat yang kaya sudah makan lebih dulu sampai kekenyangan dan mabuk, sedangkan anggota jemaat yang miskin tidak mendapat bagian dan menjadi lapar (11:20-22). Sikap dan cara melakukan perjamuan kudus yang dipersoalkan Rasul Paulus disini adalah sikap tidak hormat yang akan mendatangkan hukuman Tuhan (11:27-31). Setiap orang percaya harus mempersiapkan diri dengan baik saat menerima perjamuan kudus, yaitu melalui sikap hormat dan penuh ucapan syukur. [GI Wirawaty Yaputri]

Tradisi dan Firman Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 11:1-16

Apakah orang percaya boleh mengikuti tradisi? Pertanyaan seperti ini sering ditanyakan oleh orang percaya di segala zaman. Pertanyaan ini muncul karena di satu sisi, kita menghadapi tuntutan dari keluarga dan masyarakat yang tidak bisa diabaikan. Di sisi lain, kita bergumul karena firman Tuhan yang kita junjung tinggi mengatasi semua tradisi. Dalam surat 1 Korintus ini, Rasul Paulus memberikan prinsip tentang bagaimana bersikap terhadap tradisi bagi orang percaya.

Pada zaman saat Rasul Paulus menuliskan surat 1 Korintus, orang Yunani, Romawi dan Yahudi memegang tradisi tentang pemakaian kerudung (penutup kepala, tudung) di kalangan wanita. Kerudung atau tudung ini hanya untuk menutup kepala dan rambut, bukan cadar yang menutup semua bagian wajah dan hanya menyisakan mata. Wanita yang baik—bukan wanita asusila—selalu memakai tudung saat keluar rumah dan atau saat menghadiri pertemuan-pertemuan. Sebaliknya, kaum pria tidak boleh memakai tudung (penutup kepala) dan tidak boleh memanjangkan rambut karena tindakan semacam itu akan membuat dia terlihat feminine (seperti wanita), dan dengan demikian merendahkan gendernya (jenis kelaminnya) sendiri.

Rasul Paulus meminta jemaat Korintus—pria maupun wanita—tetap menjalankan tradisi ini, karena tradisi ini tidak bertentangan dengan firman Tuhan, bahkan tradisi ini mendukung kebenaran firman Tuhan. Menurut Alkitab, pria diciptakan lebih dulu dan wanita dibentuk dari tulang rusuk pria, sehingga Tuhan menetapkan agar pria menjadi kepala atau pemimpin, baik di gereja maupun di rumah tangga. Wanita diharapkan untuk bersikap tunduk secara sukarela kepada sang kepala, yaitu pria. Sekalipun demikian, Rasul Paulus menekankan bahwa pria pun harus tunduk kepada Kristus sebagaimana Kristus tunduk kepada Allah Bapa (11:3-10). Selain itu Rasul Paulus mengingatkan bahwa laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi (11:11-12). Laki-laki memerlukan perempuan dan perempuan memerlukan laki-laki. Fakta ini merupakan dasar mengapa laki-laki (meskipun menjadi kepala dari perempuan), tidak diperkenankan bersikap atau bertindak semena-mena terhadap perempuan. Ajaran firman Tuhan tentang tatanan laki-laki dan perempuan melampaui tradisi! [GI Wirawaty Yaputri]

Untuk Kemuliaan Allah

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 10

Apakah makna ungkapan “melakukan segala-sesuatu untuk kemuliaan Allah”? Ungkapan ini adalah nasihat Rasul Paulus kepada jemaat Korintus agar mereka melakukan segala sesuatu—termasuk makan dan minum—untuk kemuliaan Allah (10:31). Makan dan minum pun harus dilakukan sedemikian rupa agar orang lain turut memuliakan Allah. Hal ini dikatakan Rasul Paulus berkaitan dengan perihal makan daging yang dipersembahkan kepada berhala (10:23-28). Ada jemaat Korintus yang berargumen bahwa segala sesuatu diperbolehkan karena bumi dan segala isinya adalah milik Tuhan (10:23, 26). Oleh karena itu, memakan daging persembahan berhala bukan masalah karena daging hewan adalah kepunyaan Tuhan. Namun, Rasul Paulus mengingatkan mereka bahwa kebebasan mereka haruslah kebebasan yang membangun dan tidak dimaksudkan untuk mencari keuntungan bagi diri sendiri (10:23-24, mungkin nasihat ini berkaitan dengan diskon yang didapat bila membeli daging persembahan berhala). Memuliakan Tuhan berarti melakukan segala sesuatu dengan berhati-hati agar tidak menimbulkan syak (kecurigaan) dalam hati orang lain, baik orang percaya maupun orang yang tidak percaya, sehingga semua orang yang melihat perbuatan kita turut memuliakan Bapa di surga (10:29-33).

Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus agar bersikap hati-hati dan tidak menjadi sombong (terlalu percaya diri) karena merasa sudah memiliki iman yang teguh (10:12). Walaupun sudah dibaptis dan sudah terbiasa mengikuti perjamuan kudus, jangan beranggapan bahwa Tuhan sudah pasti berkenan terhadap kehidupan kita (10:16-21). Rasul Paulus mengingatkan bahwa orang Israel pernah mengalami pengalaman rohani yang luar biasa bersama Tuhan. Mereka mendapat banyak sekali hak-hak istimewa (10:1-4). Akan tetapi, Tuhan tidak berkenan kepada mereka karena hati mereka menyimpang kepada penyembahan berhala, percabulan, sikap mencobai Tuhan, dan bersungut-sungut (10:6-10). Walaupun makanan yang sudah dipersembahkan kepada berhala adalah makanan biasa yang boleh dimakan, orang Kristen tidak boleh memakan makanan itu bersama-sama dengan para penyembah berhala dalam suatu upacara penyembahan karena mengikuti upacara penyembahan berhala berarti ikut menyembah berhala (10:18-22). Apakah segala sesuatu yang Anda lakukan bertujuan untuk memuliakan Tuhan? [GI Wirawaty Yaputri]

Pengetahuan Atau Kasih

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 8

Mana yang lebih penting dalam kehidupan orang percaya: Memiliki pengetahuan yang banyak tentang firman Tuhan ataukah memiliki kasih? Memiliki pengetahuan tentang firman Tuhan adalah hal yang baik karena seseorang dapat bertumbuh imannya melalui pengetahuan yang benar itu. Orang yang memiliki pengetahuan yang benar juga dapat menghadapi berbagai macam pengaruh ajaran sesat dan dapat memberi jawaban kepada orang yang mempertanyakan imannya. Sekalipun demikian, Rasul Paulus mengatakan bahwa pengetahuan yang banyak amat berisiko untuk membuat orang menjadi sombong, sedangkan kasih bersifat membangun (8:1). Dalam kehidupan bergereja dan berjemaat, menurut Rasul Paulus, lebih penting mengutamakan kasih ketimbang pengetahuan.

Pengetahuan tanpa kasih dapat membuat orang lain yang lebih lemah hati nuraninya‒karena belum mencapai pengetahuan yang dalam‒menjadi tersandung (8:7-9). Pengetahuan apakah yang dimaksud disini? Pengetahuan bahwa makan daging yang telah dipersembahkan kepada berhala tidak akan berdampak apa-apa terhadap diri orang percaya. Berhala-berhala yang disembah di kuil-kuil itu tidak nyata dan tidak ada. Allah adalah Esa. Ilah-ilah atau dewa-dewi yang dipercaya masyarakat itu sebenarnya tidak ada karena Allah hanya Satu, yaitu Allah Pencipta Langit dan Bumi yang menyatakan diri-Nya melalui Yesus Kristus (8:4-6). Pengetahuan ini tidak (atau belum) dimiliki oleh semua orang percaya di Korintus pada waktu itu, mungkin karena latar belakang mereka adalah mantan penyembah berhala atau dewa/dewi.

Meskipun pengetahuan yang dimiliki seseorang membuatnya bebas untuk makan daging, walaupun daging itu mungkin pernah dipersembahkan kepada berhala, namun kasih terhadap anggota jemaat yang lemah iman membuat ia seharusnya tidak makan di dalam kuil berhala agar tidak menjadi batu sandungan (8:9-10). Mengapa ada orang Kristen yang membeli atau makan daging di kuil berhala? Kemungkinan, daging yang dijual di kuil berhala adalah bagian imam yang dijual karena sang imam tidak mau memakannya. Oleh karena itu, harga daging di situ lebih murah bila dibandingkan dengan harga daging yang dijual di pasar. Kasih kepada sesama seharusnya membuat kita lebih peka dan selalu berusaha untuk tidak menjadi batu sandungan. [GI Wirawaty Yaputri]

Menaati Hukum dan Melayani

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 7:17-40

Ada dua hal yang ingin ditekankan oleh Rasul Paulus kepada jemaat Korintus dalam bacaan Alkitab hari ini, yaitu:

Pertama, ketaatan kepada hukum dan pelayanan adalah bukti dari iman yang menyelamatkan. Rasul Paulus mengajar jemaat Korintus agar tidak memperhatikan status atau hal-hal lahiriah, melainkan lebih memperhatikan apa yang menjadi kehendak Tuhan. Keadaan bersunat atau tidak bersunat serta status sebagai budak atau orang merdeka tidak mempengaruhi keselamatan. Seseorang pasti diselamatkan jika ia sungguh-sungguh beriman kepada Tuhan Yesus. Yang penting diperhatikan adalah ketaatan terhadap perintah Tuhan dan kerelaan untuk melayani Tuhan (7:18-24).

Kedua, melayani dengan fokus pada Tuhan adalah yang terbaik, mengingat bahwa jemaat pada masa itu menghadapi ancaman dari pemerintah Romawi yang sewaktu-waktu bisa bertindak represif berdasarkan fitnah yang sering dilontarkan orang Yahudi yang tidak menyukai perkembangan kekristenan (Perhatikan perkataan “waktu yang singkat” dalam 7:26, 29, 31b dan “kesusahan” dalam 7:28). Orang yang hidup lajang akan lebih leluasa melayani Tuhan (7:35). Mengingat bahwa waktu untuk melayani Tuhan terbatas, sedangkan ladang begitu luas. Rasul Paulus mengingatkan agar hidup ini tidak dipusatkan pada hal-hal duniawi yang bersifat sementara (7:29-31). Dalam kondisi seperti di atas, kehidupan selibat (tidak menikah) akan mengurangi risiko dalam pelayanan, khususnya saat muncul penganiayaan. Bayangkan kondisi Rasul Paulus saat menghadapi penganiayaan jika ia memiliki istri dan anak yang masih kecil. Bukankah keluarganya merupakan beban yang membangkitkan rasa khawatir? Pilihan untuk hidup selibat sesuai dengan panggilan dan anugrah Tuhan akan membuat seseorang dapat melayani dengan lebih efektif karena tidak diganggu oleh masalah keluarga, termasuk mengurus suami, istri, dan anak. Waktu mereka dapat dipersembahkan sepenuhnya untuk melayani Tuhan (7:32-35).

Apa yang disampaikan oleh Rasul Paulus di atas bukanlah sekadar mengulang kembali perkataan Tuhan Yesus (7:25), melainkan merupakan hasil pengilhaman Roh Kudus yang memberi hikmat kepadanya (7:40). Pilihan hidup selibat atau menikah sangat penting untuk kondisi jemaat saat itu! [GI Wirawaty Yaputri]

Bukan Milikmu Sendiri

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 6:12-20

Kebebasan yang dimiliki orang percaya bukanlah kebebasan untuk berbuat sesuka hati, melainkan kebebasan yang harus dipertanggungjawabkan kepada Tuhan. Dalam bacaan Alkitab hari ini, kita menemukan bahwa ada anggota jemaat Korintus yang melakukan percabulan atau penyimpangan seksual (aktivitas seksual di luar konteks pernikahan). Mereka mencoba untuk membela diri dengan memakai slogan, “Makanan untuk perut dan perut untuk makanan”. Kemungkinan, slogan ini dilanjutkan dengan pemikiran, “tubuh untuk seks, dan seks untuk tubuh”. Rasul Paulus menjelaskan bahwa slogan di atas adalah keliru. Di satu sisi, benar bahwa makanan untuk memenuhi kebutuhan perut dan perut untuk diisi makanan. Akan tetapi, perut dan makanan tidak kekal sifatnya (6:13). Di sisi lain, tubuh berbeda dengan perut. Tubuh jelas-jelas bukan untuk seks, melainkan untuk Tuhan (6:13). Selain itu, tubuh kita akan dibangkitkan kelak, sehingga kelak akan ada tubuh kebangkitan yang bersifat kekal dan yang tidak memerlukan makanan (6:14).

Percabulan adalah dosa yang serius! Perlu diingat bahwa seksualitas diciptakan Tuhan untuk keintiman dalam hubungan suami istri. Dengan melakukan percabulan, seseorang telah mengikatkan dirinya dan menjadi satu dengan pasangan asusila yang bersamanya ia melakukan percabulan (6:16). Jiwa raganya bersatu dengan jiwa raga pasangannya yang cabul. Keadaan berdosa seperti ini sungguh mengerikan! Kekristenan memandang percabulan sebagai dosa yang serius karena tubuh adalah tempat berdiamnya Roh Kudus (6:19). Roh Allah diberikan kepada setiap orang yang percaya kepada-Nya, dan Roh Kudus akan menyertai orang percaya sebagai Meterai Keselamatan (Efesus 1:13) dan sebagai Penolong (Yohanes 14:16). Melakukan percabulan berarti mencemari tubuh yang seharusnya dipandang sebagai kudus dan mulia.

Hal yang tak kalah penting untuk diperhatikan tentang percabulan adalah bahwa Tuhan Yesus sudah menebus hidup kita dari dosa. Tubuh yang kita miliki bukan lagi milik kita semata, karena Tuhan Yesus telah membayar tubuh kita, diri kita, dengan darah-Nya sendiri. Tubuh ini masih milik kita, tetapi tubuh kita juga merupakan milik Tuhan, sehingga kita tidak boleh memakai tubuh kita untuk melakukan hal-hal yang tidak berkenan kepada Tuhan. Tubuh ini selayaknya kita pakai untuk memuliakan Sang Penebus kita. [GI Wirawaty Yaputri]

Sikap Terhadap Dosa

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 5

Apa yang harus dilakukan orang percaya saat mengetahui bahwa sesama anggota jemaat di gereja melakukan dosa tertentu? Rasul Paulus menegur jemaat Korintus yang bersikap membiarkan terhadap anggota jemaat yang jelas-jelas melakukan dosa asusila, yaitu berhubungan seksual dengan ibu tirinya. Bukannya berdukacita karena adanya dosa tersebut, jemaat di Korintus malah menjadi sombong (5:2). Mengapa mereka menjadi sombong? Kemungkinan, kesombongan itu muncul dari rasa bangga karena mereka merasa telah menerapkan kasih melalui sikap toleran terhadap dosa asusila yang di kalangan orang yang belum percaya pun dianggap keterlaluan (5:1).

Rasul Paulus menegaskan bahwa sekalipun ia tidak hadir secara fisik di tengah jemaat, ia hadir secara roh dan ia telah menjatuhkan hukuman terhadap dosa seperti itu. Ia merasa berwewenang untuk menghakimi dalam kasus ini karena ia adalah rasul yang dipanggil dan dipakai Tuhan untuk membangun jemaat Korintus. Rasul Paulus memerintahkan agar jemaat berkumpul bersama, dan Rasul Paulus ikut hadir secara roh, kemudian mereka bersama-sama mengeluarkan orang itu dari gereja dalam nama Tuhan Yesus (“menyerahkan kepada Iblis” kemungkinan besar berarti dikeluarkan dari gereja, diserahkan kepada dunia sebagai tempat yang sarat dengan tipu muslihat iblis) (5:4-5). Tujuan dari disiplin rohani melalui ekskomunikasi (pengasingan) ini adalah agar orang itu sungguh-sungguh bertobat dan jiwanya diselamatkan pada hari penghakiman (5:5).

Dosa yang dibiarkan di tengah jemaat akan menjadi seperti ragi yang mengkhamirkan seluruh adonan (5:6-7). Artinya, dosa yang dilakukan orang itu dapat mempengaruhi anggota jemaat yang lain untuk ikut melakukan dosa. Sebagaimana Perayaan Paskah diikuti dengan Perayaan Roti Tidak Beragi, demikian pula pengorbanan Yesus Kristus—Sang Anak Domba Paskah yang sudah disembelih—harus diikuti dengan pembuangan ragi (dosa) supaya umat Tuhan menjadi adonan yang baru (hidup yang dipenuhi dengan kemurnian dan kebenaran) (5:7-8).

Kita tidak boleh bersikap toleran terhadap orang Kristen yang berbuat dosa, sekalipun kita memiliki relasi yang baik dengan orang itu. Sebaliknya, kita—bisa dengan bantuan rohaniwan di gereja—harus berusaha membawa dia kembali ke jalan kebenaran. [GI Wirawaty Yaputri]

Jangan Melampaui Yang Tertulis

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 4

Jemaat Korintus adalah jemaat yang mengutamakan kemegahan, jabatan, dan hikmat dunia. Sikap mereka yang memakai standar mereka sendiri dalam menilai orang lain membuat Rasul Paulus merasa dihakimi. Kemungkinan besar, sikap sebagian anggota jemaat Korintus membuat Rasul Paulus merasa direndahkan dan diragukan otoritas kerasulannya. Nampaknya, Rasul Paulus merasa dianggap kurang berkarisma, kurang pintar, dan kurang berhikmat bila dibandingkan dengan Apolos. Pandangan semacam ini muncul karena Rasul Paulus memilih untuk tidak memakai kata-kata yang indah—menurut standar hikmat dunia—dalam memberitakan Injil. Kemungkinan, Rasul Paulus juga diremehkan karena ia dianggap sebagai orang yang miskin. Pada intinya, jemaat Korintus meragukan kerasulan Rasul Paulus dan pelayanannya karena mereka beranggapan bahwa diri mereka lebih pintar, lebih berharga, dan lebih diberkati secara ekonomi (4:9-13).

Rasul Paulus mengingatkan jemaat Korintus agar mereka jangan menghakimi melampaui apa yang tertulis (4:6). Mereka harus waspada agar tidak menjadi sombong sehingga menghakimi Rasul Paulus berdasarkan standar mereka sendiri, bukan berdasarkan standar firman Tuhan. Rasul Paulus mengingatkan agar mereka jangan lupa bahwa segala sesuatu yang mereka miliki—baik harta, kepintaran, kemampuan, dan hal lain yang mereka banggakan—adalah anugerah (pemberian) Tuhan (4:7). Rasul Paulus dan Apolos hidup dalam kesusahan, kerendahan, penderitaan demi melayani jemaat Korintus yang kaya, pintar, dan sejahtera (4:6,9-13). Hal ini seharusnya membuat jemaat Korintus merasa malu dengan apa yang mereka banggakan (4:14). Mereka seharusnya berterimakasih dan mengapresiasi pelayanan Rasul Paulus, bukan malah meragukannya!

Bagaimana sikap Rasul Paulus terhadap jemaat Korintus yang bersifat menghakimi? Rasul Paulus tidak menjadi kecewa dan goyah. Ia tahu bahwa Tuhanlah—bukan manusia—yang pantas menghakimi. Meskipun Rasul Paulus tidak merasa terganggu hati nuraninya (4:4), ia tetap menyerahkan penghakiman atas pelayanannya kepada Tuhan (4:4). Ia menyadari bahwa manusia sering salah menilai sehingga penghakiman manusia sering tidak tepat. Rasul Paulus juga hanya mengharapkan pujian dari Tuhan, bukan dari manusia (4:5). [GI Wirawaty Yaputri]

Manusia Rohani atau Duniawi

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 3:1-9

Jika di renungan sebelumnya, Rasul Paulus membandingkan orang percaya—sebagai manusia yang rohani (matang)—dengan orang yang tidak percaya, maka di bagian ini, Rasul Paulus membandingkan sesama orang percaya. Ada orang percaya yang dewasa secara rohani, namun ada pula orang percaya yang duniawi (bayi secara rohani). Apa yang membedakan manusia rohani dengan manusia duniawi? Rasul Paulus menyebut manusia duniawi sebagai sarkikoi, yang artinya adalah manusia yang dikuasai oleh daging atau hawa nafsu. Yang paling dominan dalam kehidupan seorang manusia duniawi adalah kepuasan daging atau nafsu. Memuaskan kedagingan atau hawa nafsu tidak hanya berarti melakukan hal-hal yang amoral, tetapi bisa juga diungkapkan dengan melakukan hal-hal sederhana seperti iri hati, perselisihan, amarah, perseteruan, kepentingan diri sendiri, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora, yang semuanya itu merupakan perbuatan daging (bandingkan dengan Galatia 5:19-21).

Orang-orang yang suka berselisih dan iri hati adalah mereka yang masih hidup dikuasai oleh kedagingan atau hawa nafsu (3:3). Mereka mementingkan diri sendiri, menganggap diri sendiri lebih berharga atau lebih penting daripada orang lain, iri hati saat melihat ada orang lain yang hidupnya kelihatan lebih menyenangkan atau yang melakukan hal-hal yang lebih baik daripada dirinya, termasuk dalam gereja dan di tengah pelayanan. Rasul Paulus mengingatkan jemaat di Korintus agar berubah dan meninggalkan perselisihan dan iri hati yang keduanya merupakan perbuatan daging. Mereka harus bertumbuh dewasa dengan membuang kepentingan diri sendiri dan berfokus pada hal yang paling penting, yaitu pekerjaan yang dipercayakan Allah kepada mereka.

Pekerjaan pelayanan yang dipercayakan Allah berbeda-beda bagi setiap orang percaya. Ada yang diberi talenta lebih dan dipercayakan lebih banyak. Ada yang dipercayakan sedikit, namun semuanya penting untuk membangun gereja (3:5). Di balik semua kesuksesan pelayanan, Allah yang memberi pertumbuhan (3:6-8). Inilah hal yang paling penting: Orang-orang yang berhasil melakukan sesuatu jangan membanggakan diri dengan prestasi mereka. Orang-orang yang tidak turut ambil bagian dalam pelayanan tersebut jangan iri hati, karena bukan manusia yang memberi pertumbuhan, melainkan Tuhan. [GI Wirawaty Yaputri]

Mengenal Hikmat Tuhan

Bacaan Alkitab hari ini:
1 Korintus 2:6-16

Tidak semua orang dapat mengenal dan menerima hikmat Tuhan. Hikmat apakah yang dimaksud oleh Rasul Paulus dalam bacaan Alkitab hari ini? Sesuai dengan konteks pasal sebelumnya, hikmat ini adalah tentang karya penebusan Allah melalui salib Yesus Kristus. Rasul Paulus mengatakan bahwa hanya mereka yang matang (dewasa) secara rohani--kemudian disebut manusia rohani oleh Rasul Paulus--yang dapat menerima hikmat dari Tuhan (2:6, 14, 15). Siapakah manusia rohani yang dimaksudkan oleh Paulus dalam bagian ini? Tidak lain tidak bukan, yang dimaksud adalah orang percaya yang menerima Roh Kudus yang berasal dari Allah (2:12-13).

Orang-orang yang tidak rohani, yaitu orang yang tidak percaya, akan menganggap hikmat yang berasal dari Tuhan sebagai suatu kebodohan (2:14). Mengapa demikian? Rasul Paulus menjelaskan beberapa penyebab masalah itu: Pertama, hikmat tersebut bersifat tersembunyi dan rahasia dan telah dirancang Tuhan sejak kekekalan untuk kemuliaan orang percaya (2:7). Hikmat ini khusus diberikan untuk orang percaya, sehingga tidak dapat diakses oleh orang yang tidak percaya. Kedua,hikmat tersebut berasal dari Allah Pencipta Langit dan Bumi, bukan berasal dari manusia ataupun penguasa-penguasa di dunia ini (2:8), sehingga bila Tuhan tidak menyatakan hal itu, tidak ada manusia yang dapat mengerti. Ketiga, hikmat ini dinyatakan Allah melalui perantaraan Roh Kudus. Roh Kudus atau Roh Allah adalah Pribadi yang paling mengetahui tentang Allah dan pikiran-Nya (2:11-12). Roh Kudus adalah Pribadi yang paling tepat untuk mengajar atau mencerahkan hikmat itu agar dapat diterima oleh orang percaya (2:13). Mengapa orang yang tidak percaya tidak dapat mengerti atau menerima salib Yesus Kristus sebagai hikmat Allah yang menyelamatkan manusia? Karena mereka tidak memiliki Roh Kudus di dalam hati yang bisa mencerahkan pikiran mereka tentang hal ini.

Tugas kita adalah memberitakan Injil (hikmat) Allah kepada orang yang belum percaya. Kita tidak tahu apakah mereka adalah orang yang sudah Tuhan pilih sejak kekekalan atau bukan. Meskipun Roh Kudus yang mencerahkan pikiran kita sehingga kita bisa mengerti hikmat Tuhan, hal itu tidak berarti bahwa kita tidak perlu membaca Alkitab. Roh Kudus justru mencerahkan pikiran kita saat kita membaca firman Tuhan, sehingga kita bisa mengerti hikmat Tuhan. [GI Wirawaty Yaputri]