Pertanyaan yang Berbahaya

Markus 11:27-33

Suatu kali, dalam presentasi di kelas teologi, saya ditanya oleh teman dekat saya. Saya merasa pertanyaannya menjebak atau bermaksud menyudutkan kelompok saya. Jadi, dengan lugas saya bertanya balik, “Apa maksud pertanyaan kamu?” Pertanyaan ini ternyata membuat ia gelagapan ketika mencoba menjelaskan maksud pertanyaannya. Bahasa tubuhnya mengonfirmasi apa yang ada dalam pikiran saya. Imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat, dan para tua-tua bertanya kepada Tuhan Yesus, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu, sehingga Engkau melakukan hal-hal itu?” (11:28). Yang mereka maksud dengan “hal-hal itu” dalam pertanyaan di atas mengacu pada peristiwa saat Tuhan Yesus menyucikan Bait Allah (11:15-19). Penyucian Bait Allah itu telah membuat mereka terusik. Oleh karena itu, jelas bahwa pertanyaan mereka pasti tidak bersifat netral. Ada agenda tersembunyi di balik pertanyaan mereka. Setiap kata dalam pertanyaan mereka sudah disusun untuk menjatuhkan Tuhan Yesus, bukan sekadar untuk menjebak. Mereka menyangka bahwa diri mereka cerdik. Mereka tidak sadar bahwa Yesus Kristus itu Mahatahu. Bila pertanyaan di atas dijawab, “Dengan kuasa Allah,” mereka akan menuduh Yesus Kristus sebagai penghujat Allah. Jika dijawab, “dengan kuasa-Ku sendiri,” mereka akan menganggap Yesus Kristus menantang mereka sebagai otoritas (penguasa) Bait Allah yang sah. Jawaban apa pun pasti bisa menjadi alasan untuk menjatuhkan Tuhan Yesus. Hal lain yang tidak mereka duga adalah bahwa Tuhan Yesus tidak “memakan” umpan pertanyaan mereka. Tuhan Yesus juga tidak menuduh ketidaktulusan mereka secara reaktif. Secara mengejutkan, Tuhan Yesus bertanya balik kepada mereka, “Baptisan Yohanes itu, dari sorga atau dari manusia? Berikanlah Aku jawabnya!” (11:30). Jawaban berupa pertanyaan itu membongkar pikiran cemar imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan para tua-tua. Kita perlu merespons percakapan di atas dengan melakukan dua hal: Pertama, periksalah motivasi dan tujuan kita saat kita mengajukan pertanyaan. Terkadang kita harus mengajukan pertanyaan yang bersifat menguji, tetapi pastikanlah bahwa motivasi kita tulus dan tujuan kita adalah untuk membangun orang yang kita tanya. Kedua, teladanilah hikmat Tuhan Yesus dalam menjawab (merespons) pertanyaan yang kita anggap bertujuan menjebak atau menjatuhkan. [GI Mario Novanno]