Markus 9:30-50
Kebanyakan orang akan senang jika diakui prestasinya. Prestasi memberi reputasi, dan pada akhirnya memberi posisi tertentu. Kebanyakan orang berharap menggapai posisi puncak. Kalau tidak/belum sampai titik itu, paling tidak banyak orang memperbincangkannya. Itulah bahan diskusi para murid Tuhan Yesus sepanjang perjalanan menuju Kapernaum (sebenarnya agak konyol karena mereka bukan sekadar membicarakan, melainkan mempertengkarkannya!). Mereka bukan hanya sekadar berharap memiliki posisi itu, tetapi mereka saling mempromosikan diri supaya layak disebut sebagai yang terbesar. Hal ini memperlihatkan kondisi hati mereka yang sebenarnya. Tidak salah menjadi yang terbesar kalau posisi itu diberikan Tuhan. Akan tetapi, bila posisi itu diusahakan demi ambisi pribadi, hati mereka berada jauh dari Tuhan. Ambisi mereka sangat tidak kudus! Tidak mengherankan bila mereka ingin mempersempit wilayah persaingan untuk menjadi yang “TER-” ini. Mereka sudah punya sebelas saingan yang berasal dari mereka sendiri, belum lagi murid-murid lain yang tidak dipilih seeksklusif mereka. Jadi, jangan ditambah lagi dengan orang lain yang bagi mereka sedang mencoba peruntungannya dengan menarik perhatian Yesus Kristus melalui pelayanan mengusir setan (9:38). Mereka harus mencegah orang lain yang bukan merupakan salah satu bagian dari mereka, namun mulai menarik pehatian orang banyak itu. Hati mereka sempit. Tuhan Yesus membalikkan semua pemikiran dan membongkar ketidaksalehan para murid. Cara menjadi terbesar adalah dengan memiliki hati yang lapang, tidak merasa terancam oleh mereka yang sedang melayani orang lain demi nama Tuhan, meskipun mereka bukan bagian dari kelompok para murid. Cara menjadi terbesar adalah dengan menjadi yang terkecil: menjadi pelayan bagi semua orang, bukan menjadi tuan atas orang lain. Kita harus membiarkan orang lain mendahului kita dan membiarkan diri kita menjadi yang terakhir. Jangan mau dikhawatirkan oleh pemikiran, “Jangan-jangan nanti saya tidak kebagian. Jangan-jangan nanti saya dihina dan direndahkan. Jangan-jangan nanti saya ditinggalkan. Jangan-jangan...” Bahkan, demi ambisi, seseorang mungkin mengambil keuntungan dengan menyesatkan ‘anak-anak kecil’. Jangan mementahkan dan mematahkan ajaran Tuhan Yesus yang berkata: “Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.” (9:50). [GI Mario Novanno]