Iman yang Tidak Dewasa

Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 32

Bangsa Israel adalah bangsa yang menyembah TUHAN Allah, tetapi iman mereka belum dewasa. Ketidakdewasaan mereka nampak dalam kebergantungan mereka kepada Musa. Mereka sudah terbiasa membawa semua masalah kepada Musa, tetapi mereka belum terbiasa mengatasi masalah mereka sendiri. Dalam hubungan dengan TUHAN, mereka bergantung sepenuhnya kepada Musa. Oleh karena itu, saat Musa meninggalkan bangsa Israel selama 40 hari dan 40 malam (24:18), iman mereka tergoncang. Keadaan mereka bagaikan domba tanpa gembala, sikap mereka menjadi tak terkendali. Saat Musa naik ke atas Gunung Sinai untuk menghadap TUHAN Allah, Harun dan Hur adalah para pemimpin pengganti (24:14). Sayangnya, Harun kurang berwibawa sehingga dia “terpaksa” menuruti permintaan bangsa Israel untuk membuat patung anak lembu emas sebagai sembahan yang bisa dilihat dengan mata jasmani (32:1-4).

Patung anak lembu emas tidak perlu diartikan sebagai “allah lain” karena patung ini juga disebut Elohim (sebutan untuk “Allah” dalam bahasa Ibrani). Akan tetapi, pembuatan patung ini menyalahi hukum kedua yang ditetapkan Allah, yaitu “Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apa pun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya.” (20:4-5a). Dengan membentuk Allah sebagai patung yang bisa dilihat, bangsa Israel telah merendahkan Allah yang sebenarnya tidak sebanding dengan apa pun di dunia ini. Allah melampaui segala sesuatu, bahkan melampaui apa yang sanggup kita pikirkan tentang Dia. Menggambarkan kekuatan Allah sebagai kekuatan lembu—yang saat itu dianggap sangat kuat—adalah usaha yang merendahkan Allah. Pemahaman kita tentang Allah seharusnya dibentuk sepenuhnya oleh apa yang telah Allah nyatakan dalam firman-Nya. Iman yang dewasa adalah iman yang senantiasa tunduk terhadap apa yang telah Allah firmankan dan apa yang telah Allah tetapkan. Penolakan terhadap firman Allah sebagai sumber kebenaran serta ketidakmampuan menerima keadaan merupakan ciri-ciri sikap memberontak terhadap Allah dan kehendak-Nya. Bersediakah Anda menerima keadaan apa pun yang Allah izinkan terjadi dalam hidup Anda tanpa mencari jalan yang bertentangan dengan kehendak-Nya? [GI Purnama]