Bacaan Alkitab hari ini:
Ayub 30
Keadaan Ayub yang terpuruk dalam pasal 30 amat kontras dengan keadaan masa jaya yang diuraikan dalam pasal 29. Sebelumnya, Ayub adalah seorang yang memiliki keluarga harmonis, kaya, dan amat terhormat (pasal 29). Akan tetapi, malapetaka membuat dia kehilangan segala-galanya. Dari keadaan amat terhormat, dia menjadi orang yang hina: miskin, diremehkan, dan ditertawakan (pasal 30). Ayub merasa ditinggalkan (diabaikan), bukan hanya oleh orang-orang yang sebelumnya mengelu-elukan dia, tetapi juga oleh Allah (30:20). Bisa dikatakan bahwa malapetaka yang menimpa Ayub membuat dia terhempas dari puncak kejayaan ke keadaan yang paling sengsara. Apa yang terjadi pada diri Ayub itu merupakan realita yang bisa menimpa siapa saja. Ada orang kaya yang bisa menjadi miskin dalam sekejap mata, entah karena terjadi krisis moneter, ditipu, kalah judi, atau karena penyebab lainnya. Ada orang yang mendadak kehilangan orang-orang yang dikasihinya karena terjadi kecelakaan atau bencana alam. Pendek kata, penderitaan seperti yang dialami oleh Ayub itu bisa dialami oleh siapa saja!
Apakah Anda pernah mengalami malapetaka seperti yang dialami oleh Ayub? Bagaimana Anda akan bersikap bila Anda mengalami malapeta? Apakah Anda tetap bisa mempertahankan iman? Sungguh, tidak mudah untuk tetap mempertahankan iman bila kita berada dalam keadaan seperti Ayub. Satu-satunya penghiburan adalah bahwa kita harus mengingat kesengsaraan Tuhan Yesus yang Dia jalani untuk menebus dosa kita. Pengorbanan Tuhan Yesus merupakan jaminan bahwa Allah tetap mengasihi kita. Ingatlah, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). Kita harus mengingat bahwa Allah senantiasa memiliki rencana yang baik bagi kita di masa depan. Malapetaka pun seringkali dipakai Tuhan untuk mengajarkan hal yang amat penting dalam kehidupan. Misalnya, kehilangan akan menolong kita untuk memahami bahwa Tuhan lebih penting daripada semua hal lain di dunia ini. Setelah malapetaka berakhir, kita akan bisa berkata, “Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah.” (Roma 8:28) [P]