Memakai Hikmat dan Akal Budi

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 28-29

Pembicaraan Ayub dengan Elifas, Bildad, dan Zofar telah berakhir di pasal 27. Di pasal 28, Ayub membicarakan tentang di mana atau bagaimana kita bisa memperoleh hikmat dan akal budi atau pengertian (28:12, 20). Hikmat dan akal budi adalah kunci untuk menghadapi masalah penderitaan. Hikmat dan akal budi berbeda dengan barang. Kita bisa mencari tempat yang tepat untuk bisa memperoleh emas, perak, atau batu permata, tetapi kita tidak bisa menemukan tempat tertentu yang menyediakan hikmat dan akal budi. Hikmat dan akal budi hanya dimiliki oleh orang yang hidup dalam takut akan Allah dan menjauhi kejahatan. Ayub adalah seorang yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan (1:1). Orang yang takut akan Allah adalah orang yang selalu berusaha melakukan kehendak Allah karena dia tidak mau menyakiti hati Allah. Karea kehendak Allah selalu baik, maka orang yang memiliki hikmat pastilah menjauhi kejahatan. Penerapan hikmat dan akal budi ini nampak jelas dalam pengalaman hidup Ayub yang diuraikan dalam pasal 29. Oleh karena itu, wajar bila Ayub merasa kesal saat ketiga temannya menuduh Ayub sebagai seorang fasik (orang yang tidak mempedulikan kehendak Allah) yang dihukum Allah karena melakukan kejahatan.

Bila benar bahwa Ayub adalah seorang yang hidup dalam takut akan Allah dan menjauhi kejahatan, mengapa Ayub harus menderita sengsara? Pertanyaan semacam ini bukan hanya pertanyaan Ayub, melainkan juga pertanyaan banyak orang beriman di sepanjang zaman. Adanya orang benar yang menderita merupakan kenyataan yang harus diakui! Jawaban atas pertanyaan itu adalah bahwa penderitaan orang beriman bersifat sementara. Penderitaan bukanlah akhir dalam riwayat hidup seorang yang sungguh-sungguh hidup dalam takut akan Allah. Allah selalu memiliki rencana yang positif bagi setiap orang beriman. Setelah penderitaan berakhir, penghiburan dan sukacita akan menyongsong, di dunia saat ini atau di dunia yang akan datang.

Bagaimana sikap Anda saat Anda mengalami bencana, kegagalan, kehilangan, dan hal-hal lain yang bersifat negatif? Apakah Anda telah membiasakan diri untuk memandang penderitaan itu sebagai hanya bersifat sementara karena kita memiliki pengharapan yang menyangkut kehidupan di masa depan? Ingatlah selalu bahwa rancangan Allah selalu menyangkut kebaikan bagi orang beriman. [P]