Pesan Perpisahan yang Membangun

Kisah Para Rasul 20:13-38

Rasul Paulus berharap agar bisa tiba di Yerusalem sebelum hari raya Pentakosta. Walaupun beliau tidak membiarkan dirinya terikat dengan peraturan Taurat, beliau tidak menentang budaya Yahudi. Rasul Paulus ingin tiba di Yerusalem sebelum hari raya Pentakosta karena hari raya itu adalah waktu untuk berkumpul bagi orang Yahudi yang berada di perantauan. Akan tetapi, pelayanan di Efesus adalah pusat pelayanan misi yang sangat penting. Kemungkinan, gereja-gereja di Provinsi Asia selain jemaat Efesus—yaitu jemaat di Kolose, Laodikia, Hierapolis, Smir-na, Pergamus, Tiatira, Sardis, dan Filadelfia (Kolose 4:13; Wahyu 2-3)—adalah hasil pelayanan misi gereja di Efesus. Selain itu, Rasul Paulus merasa bahwa kemungkinan, ia sudah tidak bisa berkunjung ke Efesus lagi (20:25). Oleh karena itu, Rasul Paulus memanggil para penatua jemaat Efesus untuk datang ke Miletus, agar ia bisa memberi pesan-pesan penting sebelum melanjutkan perjalanan ke Yerusalem:

Pertama, Rasul Paulus menguraikan kualitas hidup dan pelayanan-nya (20:18-21,26-27,31,34-35) bukan agar dia dihormati, tetapi agar apa yang telah dia ajarkan diyakini sebagai kebenaran serta dipakai sebagai pegangan dalam hidup, dan apa yang telah dia lakukan dipandang seba-gai teladan untuk ditiru (bandingkan dengan Filipi 4:9; 2 Timotius 1:13; 3:10,14). Kedua, Rasul Paulus mengemukakan komitmennya untuk mengi-kuti pimpinan Roh Kudus—beliau menyebut dirinya sebagai “tawanan Roh Kudus”—dan hal itu berarti bahwa beliau siap untuk dipenjarakan serta mengalami sengsara, bahkan beliau rela kehilangan nyawa (20:22-24). Ketiga, Rasul Paulus memberi tugas kepada para penatua di gereja Efesus untuk meneruskan pelayanan yang telah beliau lakukan selama tiga tahun dalam hal menggembalakan jemaat dan melindungi jemaat dari ajaran sesat. Beliau menegaskan bahwa apa yang telah beliau lakukan terhadap jemaat di Efesus merupakan teladan untuk mereka ikuti (20:28-35).

Pelayanan Rasul Paulus kepada jemaat Efesus merupakan teladan seorang hamba Tuhan yang sejati. Beliau bekerja keras siang malam dengan mencucurkan air mata. Akan tetapi, Beliau tidak membuat jemaat bergantung pada dirinya, melainkan pada Tuhan, dan beliau menyerahkan pelayanan jemaat kepada penerusnya! Apakah pergantian pemimpin di gereja Anda juga berlangsung seperti ini? [P]

Tantangan Penyembah Berhala

Kisah Para Rasul 19:21-20:12

Tantangan dalam pelayanan misi bukan hanya berasal dari para penganut agama Yahudi dan dari para filsuf, tetapi juga dari para penyembah berhala. Berita Injil yang disampaikan Rasul Paulus membuat banyak orang Efesus bertobat dan meninggalkan penyembahan berhala. Demetrius—seorang tukang perak yang pekerjaannya membuat kuil-kuilan dewi Artemis dari perak—menjadi marah karena pertobatan itu membuat jumlah pesanan kuil-kuilan perak berkurang. Oleh karena itu, ia memprovokasi para pekerja di perusahaannya untuk melakukan demo memprotes pekabaran Injil yang dilakukan Rasul Paulus. Kemudian, massa menyeret dua teman seperjalanan Rasul Paulus—yaitu Gayus dan Aristarkhus—ke gedung kesenian. Mungkin, maksudnya adalah mengadu mereka dengan binatang buas untuk menjadi tontonan. Rasul Paulus ingin masuk ke gedung kesenian untuk membela kedua temannya. Akan tetapi, murid-muridnya—dan juga beberapa pejabat yang menjadi saha-bat Rasul Paulus—melarang karena tindakan itu amat berisiko. Penjelas-an seorang Yahudi bernama Aleksander tidak dihiraukan oleh massa yang kalap itu. Setelah panitera kota menengahi, barulah kerusuhan me-reda dan kumpulan massa yang kacau balau itu bubar. Kemudian, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan misi dengan melakukan follow-up atau tin-dak lanjut ke gereja-gereja yang ia rintis, yaitu gereja di Filipi, Tesalonika, dan Berea di Provinsi Makedonia, serta Yunani dan Korintus di Provinsi Akhaya (19:21; 20:1-2). Setelah itu, ia ingin melanjutkan perjalanan ke Yerusalem. Akan tetapi, ancaman pembunuhan dari orang-orang Yahudi membuat Rasul Paulus mengurungkan niat meneruskan perjalanan lang-sung ke Siria melalui laut, dan ia memilih untuk kembali melalui Makedo-nia (20:3). Dari Filipi di Makedonia, Rasul Paulus berlayar ke Troas dan tinggal di sana selama tujuh hari (20:6). Setelah meninggalkan pesan-pesan kepada jemaat setempat, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan ke Yerusalem.

Apakah Anda sedang menghadapi tantangan saat memberitakan Injil? Ingatlah bahwa munculnya tantangan adalah hal yang biasa. Setelah suatu tantangan terselesaikan, pasti akan muncul tantangan baru. Kita tidak bisa menghindari munculnya tantangan! Yang harus selalu kita ingat adalah bahwa kita bisa memohon pertolongan dan kekuatan dari Roh Kudus untuk mengatasi tantangan apa pun! [P]

Pelayanan di Efesus

Kisah Para Rasul 19:1-20

Saat Apolos meninggalkan Efesus dan berada di Korintus, Rasul Paulus melakukan perjalanan misi ketiga dan tiba di Efesus (18:27; 19:1). Di sana, dia menjumpai sekitar dua belas “murid” yang belum pernah men-dengar tentang Roh Kudus. Mengingat bahwa mereka kemudian dibaptis dalam nama Tuhan Yesus, jelas bahwa berita Injil yang mereka dengar tidak lengkap. Mungkin, mereka hanya mengerti tentang Mesias yang akan datang. Akan tetapi, mungkin pula mereka sebenarnya mengerti bahwa Yesus Kristus adalah Sang Mesias yang dijanjikan Allah, tetapi pemahaman mereka belum lengkap. Mereka tidak memahami bahwa baptisan Yohanes yang telah mereka terima hanyalah sekadar persiapan untuk menyambut kedatangan Sang Mesias, dan baptisan yang benar adalah baptisan dalam nama Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Keadaan mereka mirip dengan keadaan Apolos sebelum berjumpa dengan Akwila dan Priskila (18:24-26). Sayang, mereka tidak berjumpa dengan Akwila dan Priskila atau mereka tidak bersedia mendengar penjelasan Akwila dan Priskila. Yang menarik, Rasul Paulus tidak mencela sang pemberita Injil yang beritanya tidak lengkap, melain-kan ia langsung memberi penjelasan tambahan untuk melengkapi berita Injil tidak lengkap yang pernah mereka terima.

Sebagai penerima janji-janji Allah, orang Yahudi diharapkan untuk memberi respons lebih baik terhadap berita Injil ketimbang orang bukan Yahudi. Sayangnya, kenyataan berbeda dengan harapan. Oleh karena itu, reaksi Rasul Paulus—dan juga reaksi Tuhan—terhadap orang Yahudi lebih keras ketimbang reaksi terhadap orang non-Yahudi pada umumnya. Setelah Rasul Paulus mengajar di rumah ibadat orang Yahudi selama tiga bulan, beberapa orang bereaksi secara kasar, sehingga Rasul Paulus meninggalkan rumah ibadat itu dan pindah ke tempat umum, yaitu Ruang Kuliah Tiranus, dan setiap hari berdiskusi tentang Tuhan Yesus selama dua tahun (19:8-10). Yang menarik, Tuhan membiarkan tindakan roh jahat mempermainkan—dengan menelanjangi—anak-anak Skewa yang menyalahgunakan nama Tuhan Yesus (19:13-16). Sikap keras Tuhan ini membuat firman Tuhan makin tersebar dan banyak orang bertobat. Total waktu pelayanan Rasul Paulus di Efesus adalah tiga tahun (20:31). Bacaan Alkitab hari ini seharusnya menyadarkan kita untuk menghormati Allah serta memahami dan menaati firman-Nya! [P]

Pelayanan Pribadi itu Penting!

Kisah Para Rasul 18

Dalam pelaksanaan Amanat Agung, perlu ada keseimbangan antara pelayanan massal—atau pelayanan kepada orang banyak—dengan pelayanan pribadi. Pelayanan massal diperlukan karena jumlah orang yang perlu dilayani selalu lebih banyak dibandingkan jumlah orang yang melayani. Akan tetapi, pelayanan yang berkualitas menuntut adanya pe-layanan yang bersifat pribadi untuk menangani masalah atau kelemahan yang bersifat pribadi, yang tidak menjadi masalah bagi orang lain. Saat bertemu dengan Akwila dan istrinya—yaitu Priskila—mereka langsung merasa cocok karena profesi mereka sama, yaitu sebagai pembuat kemah. Oleh karena itu, Rasul Paulus tinggal bersama-sama dengan mereka di Korintus (18:1-3). Dengan demikian, Rasul Paulus bukan hanya sekadar menjalin persahabatan untuk saling mendorong dan saling mengingatkan, tetapi ia juga bisa melatih tim pelayanan. Pelayanan yang dilandasi oleh persahabatan ini menghasilkan anggota tim yang siap ber-korban dalam pelayanannya. Perhatikan bahwa saat Rasul Paulus berha-dapan dengan oposisi di rumah ibadat, Titus Yustus—yang rumahnya di samping rumah ibadat—berani tetap membuka pintu rumahnya untuk Rasul Paulus (18:4-7). Saat Sostenes—kepala rumah ibadat itu—dipukuli karena memihak Rasul Paulus, ia tidak protes atau mengeluh. Walaupun pelayanan pribadi juga bisa gagal, jelas bahwa pelayanan pribadi Rasul Paulus telah menghasilkan tim pelayanan yang tangguh. Setelah mela-yani selama satu setengah tahun di Korintus, Rasul Paulus melanjutkan perjalanan misi dan tiba di Efesus. Orang-orang Yahudi di sana meminta Rasul Paulus untuk tinggal lebih lama, tetapi ia menolak karena sudah memiliki agenda perjalanan. Akwila dan Priskila-lah yang ditinggalkan un-tuk melaksanakan pelayanan di Efesus. Saat muncul Apolos—yang berse-mangat melayani, tetapi pemahamannya belum tepat—merekalah yang membimbing Apolos.

Dalam gereja, harus ada keseimbangan antara pelayanan massa, atau pelayanan kepada umat secara keseluruhan, dengan pelayanan pribadi yang ditujukan terutama kepada orang-orang kunci yang diharapkan untuk melanjutkan pelayanan. Sungguh menyedihkan bahwa di banyak gereja, pelayanan yang dibangun dengan susah payah menjadi hancur setelah ditinggalkan oleh pemimpin yang tidak mempersiapkan pengganti dirinya. Bagaimana dengan gereja Anda? [P]

Tantangan Filsafat

Kisah Para Rasul 17:16-34

Berita Injil adalah kabar baik mengenai Yesus Kristus sebagai Juru-selamat umat manusia. Akan tetapi, ketrampilan memberitakan Injil merupakan suatu seni. Perhatikan bahwa pendekatan yang dilakukan oleh Rasul Paulus dalam memberitakan Injil amat beragam. Di Atena, selain berdiskusi di rumah ibadat dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang yang takut akan Allah, Rasul Paulus juga berdiskusi di pasar dengan orang-orang Yunani, khususnya dengan beberapa filsuf golongan Epikuros dan Stoa. Golongan Epikuros adalah golongan filsuf yang tujuan hidupnya adalah memperoleh kenyamanan yang berusaha diraih dengan menghindar dari masalah atau gangguan. Mereka menentang ajaran tentang adanya penghakiman setelah kematian, sehingga mereka tidak bisa menerima berita tentang adanya kebangkitan. Golongan Stoa menentang pengejaran kenyamanan yang dilakukan golongan Epikuros, dan menggantinya dengan mengutamakan kebajikan serta tanggung jawab, sekalipun harus menanggung risiko. Saat Rasul Paulus memberita-kan tentang Yesus Kristus dan kebangkitan-Nya, ada yang menganggap Rasul Paulus sebagai orang yang banyak bicara—atau si peleter—tetapi kemudian mereka membawa Rasul Paulus ke Sidang Areopagus, yaitu tempat pertemuan di kota Atena untuk membahas berbagai persoalan, terutama yang menyangkut moral dan agama.

Perhatikan bahwa untuk pemberitaan Injil di kota Atena ini, Rasul Paulus memulai dengan menyinggung masalah mezbah yang bertuliskan, “Kepada Allah yang Tidak Dikenal” sebagai titik temu untuk memper-kenalkan Yesus Kristus sebagai Allah yang memperkenalkan diri-Nya ke-pada manusia. Berita tentang penghakiman dan kebangkitan membuat sebagian pendengar menolak karena berita tersebut bertentangan de-ngan keyakinan golongan Epikuros. Akan tetapi, beberapa orang laki-laki menggabungkan diri dengan dia dan menjadi percaya, di antaranya juga Dionisius, anggota majelis Areopagus, dan seorang perempuan bernama Damaris, dan juga orang-orang lain bersama-sama dengan mereka (17:34). Apakah Anda memiliki kerinduan untuk memberitakan Injil? Bila Anda ingin memberitakan Injil, apakah Anda pernah memikirkan titik temu yang bisa membawa percakapan kepada pemberitaan tentang Yesus Kristus! Berdoalah agar Tuhan memberi kesempatan kepada Anda untuk memberitakan Injil! [P]

Tantangan Beruntun dalam Misi

Kisah Para Rasul 17:1-15

Kita berharap bahwa tantangan dalam pelayanan misi akan segera terselesaikan secara tuntas sesudah kita berdoa memohon perto-longan Tuhan. Akan tetapi, kenyataan yang kita hadapi tidak selalu demikian. Di kota Filipi, Rasul Paulus dijebloskan ke dalam penjara, lalu diminta untuk meninggalkan kota itu. Ia tidak menghentikan perjalanan misinya, melainkan meneruskan perjalanan ke kota kota kedua di Makedonia, yaitu kota Tesalonika. Bila di Filipi tidak terlalu banyak orang Yahudi—sehingga di sana tidak ada sinagoge atau rumah ibadat orang Yahudi, yang ada hanya tempat sembahyang bagi orang Yahudi atau pemeluk agama Yahudi—di Tesalonika terdapat cukup banyak orang Yahudi. Saat Rasul Paulus memberitakan Injil di sinagoge, beberapa orang Yahudi dan sejumlah besar orang Yunani yang menganut agama Yahudi serta beberapa perempuan terkemuka—mungkin istri pejabat setempat—menjadi percaya. Sayangnya, orang-orang Yahudi menjadi iri saat melihat keberhasilan pemberitaan Injil Rasul Paulus, lalu menghasut beberapa preman untuk membuat kerusuhan. Oleh karena itu, orang percaya di Tesalonika menganjurkan agar Rasul Paulus dan Silas meng-ungsi ke kota ketiga di Makedonia, yaitu Berea. Orang Yahudi di Berea lebih terbuka terhadap berita Injil sehingga banyak di antara mereka yang menjadi percaya, termasuk cukup banyak perempuan terkemuka dan pria Yunani. Sayangnya, orang-orang Yahudi di Tesalonika yang melihat perkembangan tersebut menjadi iri, lalu menghasut dan membu-at gelisah para pengikut Kristus, sehingga Rasul Paulus mengungsi lagi ke Atena yang terletak di wilayah Akhaya.

Walaupun pelayanan Tim Misi Rasul Paulus di wilayah Makedonia itu mendapat banyak hambatan yang beruntun, pekerjaan Allah tak bisa dihalangi. Tidak ada informasi tentang kelanjutan pelayanan di kota Berea. Akan tetapi, kondisi gereja di Tesalonika tercermin dalam surat-surat Tesalonika. Walaupun menghadapi penganiayaan yang berat, jemaat Tesalonika berhasil menjadi jemaat teladan di wilayah Makedonia dan Akhaya. Iman mereka terwujud dalam perbuatan, kasih mereka terpancar dalam apa yang mereka kerjakan, dan pengharapan mereka membuat mereka tetap bertekun saat menghadapi penganiayaan (Lihat 1 Tesalonika 1). Bagaimana dengan gereja Anda: Apakah Anda dan gereja Anda tetap tekun menjalankan misi di tengah pandemi ini? [P]

Menaati Panggilan Allah

Kisah Para Rasul 16:13-40

Rasul Paulus menaati panggilan Allah untuk pergi ke Makedonia (16:9-10). Kota pertama di Makedonia yang ia kunjungi adalah Filipi. Seperti biasa, Rasul Paulus dan tim pelayanannya mengawali pelayanan dengan mencari orang Yahudi. Akhirnya, mereka menemukan tempat sembahyang orang Yahudi di tepi sungai di luar pintu gerbang kota. Di sana, mereka bertemu dan berbicara dengan beberapa wanita, dan seorang wanita penjual kain ungu dari Tiatira bernama Lidia membuka hatinya dan percaya kepada Tuhan, lalu minta dibaptis bersama dengan seluruh keluarganya. Selanjutnya, tindakan Rasul Paulus mengusir roh tenung dari seorang hamba perempuan membuat para majikan perem-puan itu marah, lalu menangkap Rasul Paulus dan Silas, kemudian menghasut para pembesar untuk memenjarakan mereka. Akan tetapi, pemenjaraan itu justru menghasilkan pertobatan kepala penjara.

Pelayanan Rasul Paulus di kota Filipi menghasilkan beberapa kesimpulan: Pertama, ketaatan terhadap penggilan Allah tidak membuat segala sesuatu menjadi lancar dan aman, tetapi ketaatan membuat rencana Allah terwujud melalui diri kita. Bagi Rasul Paulus, ketaatan membuat Beliau ditangkap dan dipenjarakan. Sudahkah Anda menaati panggilan Allah terhadap diri Anda? Kedua, walaupun Rasul Paulus memulai pelayanan dengan mencari orang Yahudi, tidak ada catatan tentang respons orang Yahudi di situ. Yang responsnya paling menonjol adalah Lidia, seorang wanita bukan Yahudi yang berasal dari Tiatira. Respons terhadap pelayanan kita tidak selalu bisa kita duga! Ketiga, pelayanan Rasul Paulus dan tim yang sangat singkat di Filipi tidak berarti bahwa pelayanan mereka gagal. Surat Rasul Paulus kepada jemaat di Filipi memperlihatkan bahwa jemaat ini terus bertumbuh. Tak ada celaan terhadap jemaat yang hanya dilayani dalam jangka waktu sangat singkat oleh Rasul Paulus ini! Keempat, dipenjarakan tidak membuat respons Rasul Paulus menjadi negatif. Sikap Rasul Paulus dan Silas yang memuji Allah dalam penjara dan mencegah para tahanan melarikan diri dari penjara merupakan kesaksian hidup yang luar biasa bagi para tahanan lain, sekaligus membuat kepala penjara mengurungkan niat bunuh diri, bahkan menjadi percaya kepada Tuhan Yesus, lalu memberi diri untuk dibaptis bersama seluruh keluarganya. Apakah Anda berespons secara positif saat menghadapi tantangan? [P]

Konflik Internal dalam Pelayanan Misi

Kisah Para Rasul 15:35-16:12

Kelompok pelayanan misi—seperti kelompok apa pun—tidak bebas dari konflik internal. Konflik tajam yang terjadi di antara Rasul Paulus dan Barnabas sulit dihindarkan. Kemungkinan, perasaan tidak nyaman di antara mereka terjadi saat Rasul Paulus mengambil alih kepemimpinan, yang waktunya berkaitan dengan perubahan sebutan “Saulus” menjadi “Paulus” (13:9). Saat sebutan “Saulus” masih dipakai, nama “Barnabas” selalu disebut sebelum “Saulus” (11:30; 12:25; 13:2,4,7). Sesudah sebutan “Paulus” dipakai, nama Barnabas hanya dua kali disebut di depan (14:14; 15:25), dan selebihnya disebut sesudah nama Paulus (13:42,43,46,50,51; 14:3,21; 15:2,12,13,22,35). Kemungkinan besar, Yohanes Markus—yaitu kemenakan Barnabas (Kolose 4:10)—merasa tidak senang melihat pengambilalihan kepemimpinan itu, sehingga ia meninggalkan tim dalam perjalanan misi pertama (Kisah Para Rasul 13:13). Saat Rasul Paulus hendak memulai perjalanan misi kedua, Barnabas hendak membawa Yohanes Markus, tetapi Rasul Paulus menolak karena ia menganggap Yohanes Markus tidak setia saat perjalanan misi pertama, sehingga tim misi itu terpecah menjadi dua tim (15:36-41).

Apakah perpecahan itu membuat mereka bermusuhan? Tidak! Mereka tetap bersahabat, tetapi bersimpang jalan. Barnabas membawa Yohanes Markus ke Siprus, sedangkan Rasul Paulus bersama dengan Silas menjadi satu tim yang kemudian ditambah dengan Timotius (16:1-3). Kedua tim ini masing-masing berkembang dan memuliakan Allah. Wa-laupun kelanjutan pelayanan tim yang dipimpin Barnabas tidak dicatat dalam Alkitab, jelas bahwa Barnabas berhasil membina Yohanes Markus menjadi seorang yang berguna dalam pelayanan (bandingkan dengan 2 Timotius 4:11). Pelayanan tim yang dipimpin oleh Rasul Paulus mengelilingi Siria dan Kilikia (15:41), melintasi Frigia, Galatia, Misia, dan akhirnya tiba di Troas (16:6-8). Di Troas inilah, Rasul Paulus mendapat penglihatan yang terkenal sebagai “Panggilan Makedonia” (16:9-10). Penglihatan inilah yang memberi keyakinan kepada Rasul Paulus bahwa Allah memanggil dia untuk melayani ke Makedonia. Oleh karena itu, ia melanjutkan perjalanan misi ke Filipi, kota pertama di Makedonia (16:11-12). Bacaan Alkitab hari ini mengingatkan kita agar tidak bergunjing saat melihat perpecahan terjadi, melainkan kita melihat bagaimana Allah bisa bekerja melalui perpecahan itu! [P]

Kesatuan Kristen

Kisah Para Rasul 15:1-34

Perbedaan budaya atau adat istiadat adalah masalah yang bisa mengancam kesatuan. Orang Yahudi yang sejak lahir terikat dengan adat istiadat tidak mudah menerima orang bukan Yahudi yang memiliki adat istiadat berbeda. Bagi orang Yahudi, adat istiadat—khususnya tradisi sunat—adalah identitas yang menjadi sumber kebanggaan. Tun-tutan beberapa orang Yahudi agar anggota jemaat di Antiokhia disunat menimbulkan keresahan. Oleh karena itu, Paulus, Barnabas, dan bebera-pa anggota jemaat Antiokhia diutus untuk membicarakan hal ini dengan para rasul dan para penatua di Yerusalem (15:1-2). Ada beberapa hal penting yang dikemukakan oleh para pimpinan sidang di Yerusalem: Pertama, pemberian karunia Roh Kudus kepada orang bukan Yahudi menunjukkan bahwa tidak ada pembedaan antara Yahudi dan bukan Yahudi (15:7-9). Kedua, bangsa bukan Yahudi tak boleh dibebani aturan yang menghambat mereka untuk berbalik kepada Allah (15:10-19). Ketiga, bangsa bukan Yahudi tak perlu disunat, tetapi mereka harus menjauhkan diri dari makanan yang sudah dicemarkan oleh berhala, dari percabulan, dan dari daging binatang yang mati dicekik, serta dari darah (15:20, 28-29)). Aturan ketiga merupakan aturan kompromi agar keber-adaan petobat bukan Yahudi tidak menjadi batu sandungan bagi orang Yahudi. Di kemudian hari, aturan tentang makanan yang sudah dice-markan oleh berhala itu kembali dipermasalahkan (1 Korintus 10:23-33).

Kesatuan Kristen merupakan kesatuan dalam keanekaragaman budaya, dan seharusnya terlihat dalam setiap kebersamaan orang percaya. Sayangnya, benturan budaya tak selalu bisa dihindarkan, bukan hanya pada pada masa gereja mula-mula, tetapi juga pada masa kini. Secara umum, kita harus bersikap toleran—artinya tidak bersikap memaksa—terhadap orang yang berbeda budaya. Akan tetapi, kita tak boleh kompromi dalam masalah moral—seperti masalah percabulan—dan dalam masalah iman—seperti masalah penyembahan berhala. Apa-kah Anda bisa menerima perbedaan tanpa keinginan mengkritik? Secara khusus, kita memerlukan kelompok pertemanan yang saling mendorong, saling menegur, saling menguatkan, dan saling mendoakan. Kelompok pertemanan seperti ini hanya dapat terwujud dalam kelompok kecil yang memiliki tekad untuk bertumbuh bersama. Apakah Anda memiliki kelompok pertemanan seperti itu? [P]

Pangkalan Misi

Kisah Para Rasul 13:50-14:28

Pemberitaan Injil dengan cara berkeliling itu melelahkan, baik secara fisik maupun secara mental. Di beberapa tempat, Rasul Paulus dan Barnabas menemui pola respons yang mirip, yaitu: Pertama, sebagian orang Yahudi bersikap terbuka untuk menerima berita Injil, tetapi sebagian lagi menutup diri. Kedua, orang bukan Yahudi lebih terbuka untuk menerima berita Injil. Akan tetapi, keterbukaan mereka terhadap berita Injil membuat orang Yahudi yang menolak berita Injil menjadi iri, marah, lalu menjadi oposisi. Di Ikonium, orang Yahudi yang menentang pemberitaan Injil berniat melempari Rasul Paulus dan Barnabas dengan batu, tetapi mereka berhasil melarikan diri ke Listra. Ketiga, mujizat dan tanda bersifat meneguhkan berita Injil. Akan tetapi, mujizat dan tanda dapat disalahpahami. Saat Rasul Paulus menyembuhkan seorang lumpuh di Listra, masyarakat menjadi salah paham serta menganggap Paulus dan Barnabas dianggap sebagai dewa. Barnabas mereka anggap seba-gai Dewa Zeus, sedangkan Rasul Paulus mereka anggap sebagai Dewa Hermes. Mereka mengklarifikasi, tetapi orang banyak sulit—atau tidak mau—mendengar. Dalam situasi kacau, orang Yahudi dari Antiokhia dan Ikonium yang menentang pemberitaan Injil datang dan memprovo-kasi massa, lalu massa menjadi marah dan melempari Rasul Paulus de-ngan batu. Kemungkinan, beliau diseret keluar kota dalam keadaan ping-san, lalu ditinggalkan, tetapi beliau bisa bangun kembali dan melanjutkan perjalanan misi ke Derbe. Di kota itu, mereka memperoleh banyak mu-rid, lalu mereka kembali ke Listra, Ikonium, dan Antiokhia di Pisidia untuk menguatkan hati para murid di situ serta menetapkan para penatua jemaat. Setelah menjelajahi seluruh Pisidia, mereka tiba di Pamfilia dan memberitakan firman di Perga, lalu mereka kembali ke gereja Antiokhia yang telah mengutus mereka untuk memberi laporan tentang perjalanan mereka, dan tentu saja juga untuk memberi informasi tentang pokok-pokok doa yang diperlukan bagi pelayanan misi.

Gereja Antiokhia di Siria adalah gereja pertama yang mengutus misionari untuk melakukan perjalanan misi. Kita bisa menyebut gereja Antiokhia ini sebagai Pangkalan Misi. Pada masa kini, kita masih memerlukan gereja yang bersedia menjadi pangkalan misi seperti gereja Antiokhia. Bagaimana dengan gereja Anda: Apakah gereja Anda juga merupakan pangkalan misi? [P]