Gema

Tanpa Kasih, Nasihat Tak Berguna!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 20

Patut disayangkan bahwa teman-teman Ayub bersifat mau menang sendiri dan tidak bersedia melakukan introspeksi diri. Kata-kata mereka sering kasar dan menyakitkan, tetapi mereka gampang tersinggung jika dijawab secara kasar (20:3). Mereka menuntut untuk didengar, tetapi mereka tidak sabar mendengar. Bila mereka mendengar kata-kata Ayub pun, mereka tidak mencerna dengan baik. Mereka tidak peduli terhadap perasaan Ayub. Dengan perkataan lain, mereka tidak memiliki rasa empati. Saat memberi nasihat, mereka tidak memihak Ayub! Saat berinteraksi dengan Ayub, mereka mengambil posisi seperti seorang guru yang tidak mau dibantah atau seperti seorang hakim yang mengadili seorang penjahat. Tanpa disengaja, nasihat teman-teman Ayub selalu bersifat memojokkan dan hanya menambah penderitaan Ayub. Akibatnya, Ayub pun marah dan perkataan Ayub juga menyakitkan bagi teman-temannya. Jelaslah bahwa komunikasi mereka buruk.

Dalam pasal ini, Zofar secara berputar-putar berbicara tentang orang fasik untuk menyindir Ayub. Kesuksesan orang fasik bersifat sementara dan akan berakhir dengan kematian serta penderitaan anak-anaknya (20:4-11). Sekalipun kejahatan mula-mula terasa menyenangkan, orang fasik akan mengalami penderitaan berupa penyakit, ketidaktenangan, kekuatiran, dan kemiskinan (20:12-29). Jelas bahwa perkataan Zofar tentang orang fasik ini ditujukan kepada Ayub.

Kita harus senantiasa melakukan introspeksi diri! Bila kita selalu menganggap diri kita benar dan orang lain salah, diskusi hanya akan menjadi ajang saling serang dan saling menyakiti. Bila kita tidak memiliki rasa empati terhadap penderitaan orang lain, tak mungkin kita bisa menjadi berkat bagi orang tersebut. Tidak ada orang yang mau dianggap bodoh dan direndahkan. Diskusi hanya bisa berjalan dengan baik bila kita mengemukakan hal-hal yang relevan dan benar. Bila ingin menjadi berkat bagi orang lain, tumbuhkan dulu kasih dalam hati kita terhadap orang itu. Apakah Anda memiliki pengalaman menasihati orang lain? Apakah nasihat Anda didengar? Bila nasihat Anda tak didengar, jangan marah, tetapi hendaklah Anda melakukan introspeksi diri. Apakah nasihat Anda digerakkan oleh kasih? Apakah Anda tidak sedang memaksakan pendapat Anda? Bila hati Anda dipenuhi oleh kasih, kasih Anda akan dirasakan oleh orang lain dan Anda pasti akan menjadi berkat! [P]

Jangan Menambah Penderitaan Orang Lain!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 18-19

Walaupun perkataan Bildad tidak sekasar perkataan Elifas, kata-kata Bildad di sini juga bersifat menyerang dan lebih kasar dari perkataannya yang pertama (pasal 18). Bildad marah karena dia merasa bahwa Ayub menganggap kawan-kawannya bodoh, tidak bisa berpikir seperti binatang (18:3). Isi perkataan Bildad memiliki banyak kesamaan dengan perkataan Elifas. Keduanya menyamakan Ayub dengan orang fasik dan terus beranggapan bahwa Ayub menderita karena dosa. Ayub merasa bahwa dirinya tidak bersalah dan Bildad (bersama teman-temannya) terus mengatakan bahwa Ayub menderita karena dosa. Dengan demikian, perkataan Bildad semakin menyakiti hati Ayub (19:2-3). Terlihat jelas bahwa semakin gencar serangan kata-kata dilontarkan, semakin tidak sehat komunikasi yang terjadi di antara mereka. Pemahaman bahwa penderitaan selalu (atau sepantasnya) menimpa orang yang berbuat dosa membuat Ayub berkata dengan terus terang bahwa Allah telah berlaku tidak adil terhadap dirinya (19:6). Desakan teman-temannya yang menginginkan agar Ayub mengaku bahwa dirinya berdosa merupakan tekanan yang amat berat yang membuat Ayub berseru, “Kasihanilah aku, kasihanilah aku, hai sahabat-sahabatku, karena tangan Allah telah menimpa aku.” (19:21).

Bila kita mengingat rasa empati yang diberikan oleh teman-teman Ayub saat melihat penderitaan Ayub (2:11-13), bisa dipastikan bahwa motif awal kedatangan teman-teman Ayub adalah ingin menghibur, bukan ingin menambah penderitaan Ayub. Akan tetapi, karena pemahaman mereka yang terbatas itu keliru, cara mereka menghibur menjadi salah. Bacaan Alkitab hari ini merupakan peringatan agar kita sungguh-sungguh meminta hikmat Tuhan bila hendak menghibur orang yang sedang menderita. Jangan sampai kita menambah penderitaan orang yang sedang sangat menderita. Apakah Anda sering (atau paling tidak pernah) menghibur orang yang sedang menderita? Apakah Anda sudah membiasakan diri untuk bersikap terbuka mempertimbangkan segala kemungkinan sebelum mengeluarkan kata-kata untuk menghibur orang lain yang sedang menderita? Apakah Anda pernah tanpa sengaja menyakiti orang lain saat Anda ingin menghibur orang itu? Berhati-hatilah dan berdoalah agar Anda tidak menjadi penambah sumber penderitaan bagi orang lain yang sedang menderita! [P]

Mempertahankan Iman di Tengah Tekanan

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 16-17

Kekesalan Ayub memuncak. Saat dia berada dalam keadaan menderita, sikap teman-temannya yang merasa memiliki kebenaran membuat Ayub semakin kesal. Dia merasa bahwa perkataan teman-temannya hanya merupakan perkataan kosong yang tidak relevan dengan apa yang dia alami, sehingga Ayub sampai berkata, “Penghibur sialan kamu semua!” (16:2). Perkataan Ayub tersebut menunjukkan bahwa apa yang dilakukan teman-teman Ayub tidak menghasilkan penghiburan, melainkan justru menambah tekanan. Ayub merasa sendirian: Anak-anaknya mati, istrinya melecehkan dia, Allah “seperti” memusuhi, teman-temannya hanya menambah kekesalan hatinya. Tak mengherankan bila apa yang dialaminya itu membuat Ayub merasa lelah dan semakin kurus (16:7-8). Yang menyedihkan, keadaan Ayub yang seharusnya membuat ia dikasihani itu justru menjadi alasan bagi teman-teman Ayub untuk “membuktikan” bahwa Ayub telah berdosa. Yang patut diteladani, dalam keadaan sangat menderita seperti itu, Ayub mengatakan, “Sekalipun aku dicemoohkan oleh sahabat-sahabatku, namun ke arah Allah mataku menengadah sambil menangis, supaya Ia memutuskan perkara antara manusia dengan Allah, dan antara manusia dengan sesamanya.” (16:20-21). Penderitaan Ayub sudah memuncak. Teman-temannya mengecewakan semua. Tuhan seakan-akan tidak peduli. Sekalipun demikian, Ayub tetap setia kepada Allah.

Apakah Anda pernah mengalami kehidupan yang terasa pahit, sedangkan keluarga serta teman-teman Anda sama sekali tidak menolong, menghibur pun tidak, bahkan Anda merasa bahwa kehadiran mereka hanya menambah tekanan dalam kehidupan Anda? Bila Anda merasa seperti itu, satu-satunya jalan keluar adalah bahwa Anda harus mengingat kembali pengorbanan Tuhan Yesus bagi diri Anda, “Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” (Ibrani 12:3). Ayub—yang hidup pada zaman sebelum Kristus—sanggup menghadapi penderitaan, walaupun dengan susah payah. Kita—yang sudah memahamI pengorbanan Kristus—memiliki jalan keluar yang lebih baik saat menghadapi penderitaan, yaitu dengan mengingat kebaikan Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus bagi diri kita. [P]

Debat Kusir

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 15

Diskusi antara Ayub dengan teman-temannya bisa dikategorikan sebagai debat kusir. Elifas tidak peduli terhadap jawaban Ayub. Dia menganggap jawaban Ayub sebagai perkataan omong kosong. Dia sudah membuat vonis “bersalah” terhadap diri Ayub dan dia tidak mau mendengar bantahan Ayub. Dia menganggap dirinya lebih berpengetahuan dibandingkan Ayub (15:1-9). Pendapat Elifas bahwa Ayub pasti bersalah merupakan pendapat yang tidak boleh dibantah (15:14-16)! Perkataan Elifas dalam pasal ini benar-benar bersifat menghakimi dan amat kasar. Dia menganggap Ayub tidak memiliki pengetahuan (15:1), licik (15:5), sok tahu (15:9), tidak memakai rasio (15:12), keji, bejat, curang (15:16), bahkan ia menganggap Ayub sebagai orang fasik (15:20). Agaknya Elifas adalah orang yang mau menang sendiri! Dia kesal karena Ayub membantah tuduhan teman-temannya, dan dia mengatakan apa saja (yang jelek) tentang Ayub tanpa berpikir. Sebagai teman lama, semestinya Elifas adalah orang yang mengenal kehidupan Ayub yang saleh, saat Ayub masih kaya dan belum mengalami malapetaka. Akan tetapi, untuk memenangkan pembicaraan, Elifas dengan keji mengemukakan perkataan sembarangan yang amat menyakitkan.

Sikap Elifas yang amat buruk ini merupakan peringatan agar kita waspada terhadap diri kita sendiri saat kita merasa jengkel terhadap orang yang berbeda pendapat dengan diri kita. Bila kita beranggapan bahwa diri kita pasti benar dan orang yang berbeda pendapat dengan kita pasti salah, percuma kita berdiskusi. Jauh lebih bijak bila kita menahan mulut kita sendiri! Bila kita ingin berdiskusi, kita harus bersedia mendengar dan memikirkan (mempertimbangkan) perkataan lawan bicara kita. Bila kita selalu menganggap diri kita benar dan orang lain salah, lebih baik kita belajar berdisiplin untuk mendengar sebelum menasihati orang lain. Saat Anda berdiskusi, apakah Anda benar-benar mau mendengar dan mempertimbangkan perkataan atau pendapat lawan diskusi Anda? Saat Anda mendengar pendapat yang berbeda dengan pendapat Anda, apakah Anda bersedia membuka diri untuk mempertimbangkan kembali kebenaran pendapat Anda? Untuk bisa berdiskusi secara sehat, Anda harus menumbuhkan sifat kesabaran untuk mendengar serta menumbuhkan sifat kerendahhatian untuk menilai ulang kebenaran pendapat Anda! [P]

Pengharapan di Tengah Tekanan

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 12-14

Dalam bacaan Alkitab hari ini, Ayub mengutarakan kekesalannya terhadap nasihat yang diberikan sahabat-sahabatnya. Kekesalan Ayub disebabkan karena pemahaman para sahabatnya tentang dirinya salah dan nasihat yang disampaikan para sahabatnya hanya didasari pada pemahaman tentang hal-hal umum yang sudah dia mengerti (12:3). Pemahaman Ayub tentang kemahakuasaan dan hikmat Allah tidak kalah bila dibandingkan pemahaman teman-temannya. Ayub berkata, “Apa yang kamu tahu, aku juga tahu, aku tidak kalah dengan kamu.” (13:2). Nasihat yang diberikan para sahabatnya adalah nasihat keliru yang sama sekali tidak bermanfaat. Ayub menyebut para sahabatnya sebagai “tabib palsu” (13:4) karena nasihat yang mereka berikan tidak menyelesaikan masalah. Ayub yakin bahwa dirinya tidak bersalah (13;18), sehingga tuduhan dan nasihat yang disampaikan para sahabatnya merupakan tuduhan dan nasihat yang salah alamat sehingga pantas disebut sebagai “amsal debu” (13:12).

Maksud perkataan Ayub dalam 13:15 merupakan bahan perdebatan para ahli Perjanjian Lama. Dalam terjemahan Alkitab versi ayat tersebut diterjemahkan menjadi, “Sekalipun Allah akan mencabut nyawaku, aku akan tetap mempercayakan diriku kepada-Nya; aku hendak menghadap Allah untuk mengadukan perkaraku kepada-Nya.” Dengan perkataan Lain, penderitaan yang dialami Ayub tidak membuat ia kehilangan iman. Di satu sisi, Ayub tetap mempercayai Allah, apa pun yang terjadi. Keyakinan bahwa dirinya tidak bersalah membuat Ayub berani memperjuangkan kelakuannya di hadapan Allah. Di sisi lain, Ayub sadar bahwa waktu hidup manusia itu terbatas. Penderitaan yang hebat membuat ia menanti datangnya kematian (pasal 14). Dalam hidup kita, kita tidak akan bisa bebas dari keadaan seperti yang dialami Ayub. Kita mungkin saja mengalami kegagalan, kehilangan, kekecewaan, penyakit, dan kematian. Sekalipun demikian, kita tetap harus memiliki pengharapan yang didasarkan pada kasih dan keadilan Allah. Bila Anda mengalami penderitaan atau Anda melihat orang lain sedang menderita, berhati-hatilah dalam menilai penderitaan itu. Waspadalah agar penderitaan tidak membuat Anda kehilangan iman. Mintalah hikmat Tuhan bila Anda hendak menghibur atau menasihati orang lain yang sedang menderita. [P]

Jangan Menggurui

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 11

Zofar adalah seorang yang sok pintar. Dia menganggap Ayub sebagai orang yang terlalu banyak bicara (11:2), bahkan dia menganggap Ayub sebagai pembual (11:3). Dia melecehkan perkataan Ayub dan menganggap Ayub sebagai seorang bodoh yang sok tahu (11:4-9). Bahkan, Zofar menganggap Ayub sebagai seorang penipu dungu yang jahat dan curang (11:11-15). Walaupun perkataan Zofar mengandung banyak hal yang benar, nasihatnya sama sekali tidak tepat. Nampaknya Zofar tidak pernah melakukan introspeksi terhadap dirinya sendiri sehingga saat ia mendengarkan keluhan Ayub, ia bersikap seperti seorang hakim yang sedang menghakimi Ayub.

Syarat utama bila seseorang ingin menasihati orang lain adalah bahwa ia harus mau mendengar dengan sabar. Seorang yang tidak sabar mendengar tidak mungkin bisa memberi nasihat secara tepat. Sikap menggurui dan sikap menghakimi adalah dua sikap yang harus dihindari oleh seorang penasihat. Surat Yakobus dalam Perjanjian Baru memberikan nasihat yang penting, “Saudara-saudaraku, janganlah banyak orang di antara kamu mau menjadi guru; sebab kita tahu, bahwa sebagai guru kita akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat.” (Yakobus 3:1). Sebagai seorang sahabat, tidak semestinya Zofar bersikap menggurui terhadap Ayub. Seharusnya Zofar berusaha memahami perasaan Ayub serta berusaha mengerti apa yang sebenarnya merupakan pergumulan Ayub. Sikap Zofar yang angkuh hanya akan membuat Ayub merasa kesal dan tidak akan membuat keadaan Ayub menjadi lebih baik.

Apakah Anda bersedia mendengarkan keluhan orang lain di sekitar diri Anda, khususnya keluhan seorang yang sedang menderita. Bila Anda tidak sabar mendengar, sebaiknya Anda menahan kata-kata Anda agar Anda tidak memberikan nasihat yang tidak tepat. Bila Anda tidak bersedia mendengar, orang yang Anda nasihati hanya akan merasa muak mendengar kata-kata Anda. Perkataan Zofar, walaupun mengandung pernyataan yang benar di dalamnya, adalah perkataan yang tidak akan bermanfaat bagi Ayub. Yang paling diperlukan oleh orang yang sedang menderita adalah adanya orang yang bersedia mendengar dengan sabar. Bila Anda bersedia mendengar dengan sabar, nasihat Anda akan lebih didengar oleh orang lain! [P]

Menghadapi Krisis Iman

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 9-10

Perhatikan bahwa Ayub memiliki pemahaman yang baik tentang Allah. Ayub mengakui bahwa Allah itu bijaksana dan berkuasa (9:4-10). Dia juga mengakui bahwa Allah itu adil (9:19). Ayub juga mengakui bahwa dirinya adalah ciptaan Allah (10:8-11), bahkan dia mengakui kebaikan Allah terhadap dirinya (10:12). Akan tetapi, penderitaan dahsyat yang menimpa dirinya menimbulkan konflik dalam pikirannya: Dia mengakui keadilan Allah, tetapi dia juga beranggapan bahwa Allah telah bertindak sewenang-wenang terhadap dirinya (9:12-14, 19). Imannya bertentangan dengan kenyataan pahit yang dia hadapi (9:20). Krisis iman yang dialami Ayub saat berhadapan dengan kenyataan pahit membuat dia berkata, “Bumi telah diserahkan ke dalam tangan orang fasik, dan mata para hakimnya telah ditutup-Nya; kalau bukan oleh Dia, oleh siapa lagi?” (9:24). Perkataan Ayub jelas mencerminkan perasaan frustrasi yang ia alami (10:1). Dia beranggapan bahwa Allah mencari-cari kesalahannya (10:6, 16 hal ini menunjukkan bahwa Ayub memiliki pemahaman yang sama dengan teman-temannya, yaitu bahwa hanya orang yang bersalah atau orang berdosa yang pantas mengalami penderitaan).

Saat membaca tentang krisis iman yang dihadapi Ayub, janganlah Anda merendahkan Ayub dan janganlah Anda menganggap diri Anda lebih kuat daripada Ayub. Janganlah Anda mencibirkan bibir saat membaca tentang keinginan Ayub untuk mati (10:18-22). Pertimbangkan baik-baik bagaimana perasaan Anda bila Anda berada dalam posisi Ayub: Anda telah berusaha menyenangkan Allah melalui kehidupan yang saleh, tetapi Allah membiarkan Anda menderita. Yakinkah Anda bahwa Anda akan sanggup mempertahankan iman bila Anda berada dalam posisi Ayub? Kisah pergumulan Ayub ini harus menjadi pertimbangan Anda saat Anda berhadapan dengan keluarga, teman, atau saudara seiman yang sedang menderita.

Apakah Anda pernah berhadapan dengan orang beriman yang sedang mengalami penderitaan dahsyat? Bagaimana sikap Anda saat itu? Apakah Anda mengenali orang-orang di sekitar Anda yang sedang bergumul menghadapi penderitaan? Ingatlah kembali penderitaan dahsyat yang pernah Anda lihat pada diri orang lain atau yang pernah Anda alami sendiri, lalu pikirkan apa yang akan Anda lakukan untuk menghibur orang yang sedang larut dalam penderitaan! [P]

Jangan Terlalu Cepat Berbicara!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 8

Perkataan Bildad mewakili pendapat banyak orang (8:8, 10). Secara umum, pemahaman Bildad tentang Allah adalah baik (benar), tetapi dia keliru saat menafsirkan keadaan Ayub. Dia tidak benar-benar memahami apa yang terjadi dengan Ayub dan dia terlalu tergesa-gesa memberikan nasihat. Adalah benar bahwa Allah tidak mungkin membengkokkan keadilan dan kebenaran (8:3). Akan tetapi, apakah orang yang mencari Allah serta hidup bersih dan jujur pasti bebas dari masalah dan bencana (8:4-6)? Sebaliknya, apakah orang yang mengalami bencana pasti merupakan orang yang melupakan atau tidak memedulikan Allah (8:11-19)? Bukankah perkataan yang serupa dengan perkataan Bildad ini sering kita dengar dalam kehidupan sehari-hari?

Perkataan Bildad dalam pasal ini benar dalam berbagai situasi, tetapi tidak benar dalam konteks Ayub! Masalah yang dihadapi Ayub bukan disebabkan oleh hubungan Ayub dengan Allah, melainkan disebabkan karena inisiatif Iblis yang hendak menggoncangkan iman Ayub. Seharusnya Bildad tidak menyamaratakan masalah. Bildad harus membuka diri terhadap kemungkinan yang berbeda dengan apa yang dia duga! Analisa yang cocok untuk suatu situasi tertentu belum tentu cocok untuk situasi yang berbeda, apalagi bila situasi itu menyangkut diri anak-anak Allah. Ingatlah bahwa walaupun pengalaman seseorang bisa sama dengan pengalaman orang lain, pada umumnya, pengalaman setiap orang bersifat unik (berbeda dengan pengalaman orang lain). Kita harus lebih banyak mendengar, memperhatikan, menyelidiki dengan teliti, sebelum kita siap mengambil kesimpulan.

Perjanjian Baru memberikan kepada kita suatu nasihat yang amat penting, “Hai saudara-saudara yang kukasihi, ingatlah hal ini: setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, ….” (Yakobus 1:19). Kita harus cepat (dan serius) mendengarkan perkataan orang lain agar kita tidak salah tafsir. Akan tetapi, kita harus berpikir masak-masak lebih dulu sebelum mengemukakan pendapat. Kita harus selalu ingat bahwa pemahaman kita bisa saja salah. Pengetahuan kita tentang situasi di sekitar kita (apalagi menyangkut manusia) bisa saja belum lengkap atau kurang tepat. Apakah Anda telah membiasakan diri untuk selalu berusaha berpikir masak-masak dan tidak terlalu cepat mengemukakan pendapat? [P]

Mengeluh itu Manusiawi!

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 6-7

Jawaban Ayub terhadap perkataan Elifas dalam pasal 6-7 ini harus dipandang sebagai keluhan yang terlontar karena penderitaan yang Ayub alami amat berat. Keluhan berbeda dengan sikap memberontak kepada Allah. Perhatikan bahwa di tengah keluhannya, Ayub mengatakan, “sebab aku tidak pernah menyangkal firman Yang Mahakudus” (6:10). Ingatlah bahwa saat pergumulan Ayub diceritakan dalam pasal 1-2, narator kitab Ayub mengatakan, “Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.” (2:10b). Keluhan bukan dosa. Keluhan merupakan respons manusiawi yang wajar. Keluhan harus dibedakan dengan pemberontakan atau perlawanan kepada kehendak Allah! Ayub tidak menyalahkan Allah, tetapi dia mengeluh karena beratnya penderitaan yang dia alami. Ingatlah pula bahwa saat Tuhan Yesus disalibkan, Dia mengatakan, “Eli, Eli, lama sabakhtani?” Artinya: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Matius 27;46b). Perkataan Tuhan Yesus ini pun merupakan keluhan, bukan protes kepada Allah Bapa.

Penderitaan merupakan bagian dari kehidupan setiap orang. Orang Kristen pun tidak bebas dari penderitaan. Sebagian orang mengalami penderitaan yang amat hebat dalam berbagai bentuk, termasuk penderitaan karena meninggalnya tulang punggung keluarga, kehilangan pekerjaan, tertimpa bencana alam, dan sebagainya. Saat seseorang mengeluh karena beratnya penderitaan yang harus ia tanggung, sering kali yang dibutuhkan bukan nasihat, melainkan adanya orang yang bersedia mendengar keluhannya dengan sabar. Daripada menasihati, sering kali lebih bijak bila kita mendoakan orang itu tanpa menghakimi. Kita bisa mendoakan secara langsung saat bertemu maupun mendoakan setelah tidak bersama-sama dengan orang yang sedang menderita itu. Saat mendoakan, janganlah isi doa kita itu berupa nasihat. Saat mendoakan, kita menempatkan diri bersama dengan orang yang sedang menderita untuk bersama-sama bergumul dan memohon kekuatan dari Tuhan.

Saat Anda mengetahui bahwa ada teman, keluarga, atau kenalan Anda yang sedang bergumul menghadapi penderitaan, apakah Anda selalu berusaha menempatkan diri di pihak orang yang sedang menderita itu? Apakah Anda menganggap penderitaan sahabat atau keluarga Anda sebagai penderitaan Anda sendiri? Sikap Anda menentukan apakah Anda menjadi berkat atau menambah beban penderitaan orang itu! [P]

Nasihat Elifas yang Salah Sasaran

Bacaan Alkitab hari ini:

Ayub 4-5

Saat melihat kondisi Ayub yang sangat menderita, teman-temannya menangis, lalu terdiam, tidak bisa berkata apa-apa lagi. Kehadiran mereka dalam kesunyian merupakan penghiburan yang amat berarti bagi Ayub. Akan tetapi, setelah Ayub mulai menyesali kelahirannya, Elifas kehilangan keabaran dan ia mulai menasihati dengan meminta Ayub melakukan introspeksi diri, bukan mengeluh. Yang menarik, nasihat Elifas bersifat kontradiktif (saling bertentangan). Di satu sisi, dia mengakui bahwa Ayub mengajar (hal yang baik) dan menolong banyak orang (4:3-4). Di sisi lain, Elifas meyakini bahwa penderitaan Ayub pasti disebabkan karena Ayub telah melakukan kesalahan (4:7-8). Bila Ayub merasa bahwa dirinya benar, Elifas beranggapan bahwa Ayub kurang melakukan introspeksi karena tak ada seorang pun manusia yang benar di hadapan Allah (4:17). Nasihat Elifas kelihatannya saja baik (pasal 5), tetapi nasihat itu salah sasaran. Elifas tidak benar-benar mengenal Ayub dan dia belum benar-benar berusaha memahami situasi yang dihadapi Ayub.

Pendapat Elifas di atas mewakili pendapat banyak orang di sepanjang zaman tentang penyebab penderitaan. Prinsip tabur-tuai, “orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga (4:8),” adalah prinsip umum yang cocok untuk kondisi banyak orang, tetapi tidak cocok untuk keadaan yang dihadapi Ayub. Ayub menderita bukan karena dihukum Tuhan! Ayub menderita karena inisiatif Iblis, bukan karena inisiatif Tuhan! Ingatlah bahwa bagi seorang yang memiliki kualitas hidup sebagai “hamba TUHAN” seperti Ayub (perhatikan sebutan “hamba-Ku” dalam 2:3), prinsip hidup yang berlaku secara umum tidak selalu cocok. Ingatlah pula bahwa menasihati orang lain adalah tindakan yang baik, tetapi harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Nasihat yang salah bukan menjadi berkat, melainkan malah bisa menyakitkan hati.

Apakah Anda senang menasihati orang lain? Menasihati adalah tindakan yang baik, tetapi harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Jangan terburu-buru mengambil kesimpulan! Ingatlah bahwa prinsip kehidupan yang berlaku umum kadang-kadang tidak cocok untuk kondisi tertentu. Sebelum menasihati orang lain, usahakan agar kita benar-benar memahami kondisi orang yang hendak kita nasihati. Selain itu, sebelum menasihati orang lain, berdoalah sungguh-sungguh meminta hikmat Tuhan, agar kita tidak salah dalam memberi nasihat. [P]