Hakim-hakim 17-18
Sesudah Simson wafat, tidak ada pemimpin yang berwibawa di Israel. ‚Setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri‛ (17:6). Kesimpulan yang menakutkan itu menunjukkan bahwa pada masa itu, tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak. Artinya, tidak ada kebenaran yang berlaku bagi semua orang. Semua kebenaran bersifat relatif. Artinya, setiap orang bisa menentukan sendiri apa yang dia anggap benar. Hal ini terlihat jelas dalam sikap ibu dari Mikha terhadap anaknya. Mikha adalah orang yang mencuri uang ibunya. Saat ibunya mengetahui bahwa uangnya dicuri, dia mengutuki orang yang mencari uang itu. Saat Mikha tahu bahwa ibunya mengutuk orang yang mencuri uangnya, Mikha segera mengembalikan uang itu. Saat ibu dari Mikha tahu bahwa yang mencuri adalah anaknya sendiri. dia mengubah kutuk menjadi berkat. Mikha memiliki kuil berhala yang juga diisi dengan Efod dan Terafim buatannya sendiri, lalu Mikha mempekerjakan orang Lewi untuk menjadi imam bagi dirinya. Jadi, ibadah kepada Allah telah bercampur dengan ibadah kafir. Dia berpikir bahwa beribadah kepada banyak ‚allah‛ akan membuat dia menjadi aman dan menerima lebih banyak berkat. Mikha tidak sadar bahwa dengan berbuat demikian, dia telah menyakiti hati Allah.
Pencampuran kepercayaan seperti ini umum terjadi pada orang-orang yang orientasi atau arah hidupnya adalah mencari berkat, baik berupa nilai sekolah/kuliah bagus, jabatan yang tinggi dalam pekerjaan, tabungan yang banyak, dan sebagainya. Orientasi kehidupan semacam ini bisa membuat seseorang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan ‚berkat‛ yang dia inginkan. Akan tetapi, orang Kristen tidak boleh memiliki orientasi kehidupan semacam itu. Setiap orang yang hendak mengikut Kristus harus rela menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti rencana Kristus bagi kehidupan kita (Lukas 9:23). Menyangkal diri berarti tidak mengikuti keinginan hawa nafsu kita, melainkan mengikuti kehendak Allah. Memikul salib berarti bahwa kita harus rela mengalami apa saja—termasuk hal-hal yang tidak menyenangkan—asal kehendak Allah terlaksana dalam kehidupan kita. Apakah Anda bersedia menyesuaikan—bahkan bila perlu mengganti—rencana Anda dengan rencana Allah? Apakah Anda berani menyingkirkan segala sesuatu yang bertentangan dengan kehendak Allah? [RT]