Menjawab Panggilan Allah

Galatia 1:11-24

Rasul Paulus menerima panggilan Allah untuk percaya kepada Injil dan memberitakan Injil. Itulah yang membuat dia yakin bahwa dia harus menegur jemaat Galatia yang mulai menyimpang dari kebenaran Injil. Dia menegaskan hal itu melalui dua hal.
Pertama, kisah pertobatan dan panggilannya menjadi seorang rasul. Dulu, dia telah “menganiaya jemaat Allah dan berusaha membina-sakannya” (1:13). Dia “lebih maju dari banyak teman yang sebaya” di dalam agama Yahudi, dan “sangat rajin memelihara adat istiadat nenek moyangnya” (1:14). Maka, secara keyakinan maupun tindakan, Rasul Paulus adalah orang yang sangat jauh dari Injil. Tetapi, anugerah Allah bukan saja mengubah dia, melainkan juga memanggil dia menjadi pemberita Injil (1:15-16). Maka, ketika jemaat Galatia meninggalkan Injil itu, mereka sesungguhnya sedang meninggalkan Allah sendiri.
Kedua, kisah kunjungannya ke Yerusalem. Kelompok pengacau di Galatia mungkin berkata bahwa Rasul Paulus diutus oleh para rasul di Yerusalem. Lalu, karena jemaat di Yerusalem—yang adalah orang-orang Yahudi—masih hidup mengikuti hukum Taurat, mereka mungkin berkata bahwa seharusnya Rasul Paulus juga mengajarkan hal yang sama kepada jemaat Galatia. Mereka menuduh bahwa satu-satunya alasan bagi Rasul Paulus untuk tidak mengajarkan hal itu adalah karena dia ingin mempermudah tuntutan Injil! Maka, dengan tegas, Rasul Paulus menekankan bahwa dia tidak menerima—baik Injil maupun panggilan untuk memberitakannya—dari para rasul di Yerusalem. Karena itu, dia juga tidak wajib mengajarkan hal yang sama kepada jemaat bukan Yahudi di Galatia. Sekalipun jemaat Yahudi di Yerusalem hidup mengikuti hukum Taurat, Rasul Paulus menegaskan bahwa Injil yang dia beritakan sama sekali tidak salah.
Tidak seperti rasul Paulus, kita memang menerima Injil dari pem-beritaan orang lain. Tidak ada yang salah dengan itu! Allah memakai orang lain untuk memberitakan Injil dan menyatakan tuntunan-Nya kepada kita. Tetapi, setiap orang Kristen harus percaya secara pribadi kepada Allah dan menggumuli panggilannya secara pribadi dengan Allah. Itulah yang akan membuat kita meyakini apa yang kita lakukan. Bila Allah yang memanggil, mengapa kita ragu? Ingatlah, di akhir segala sesuatu, kita harus bertanggung jawab secara pribadi kepada Allah. [Pdt. Jeffrey Siauw]