Yesaya 18
Negeri dengingan sayap dalam 18:1 sulit untuk dipastikan. Mengingat bahwa di negara Etiopia terdapat banyak nyamuk, banyak orang meyakini bahwa negeri dengingan sayap itu adalah Etiopia. Akan tetapi, ada pula yang mengartikan dengingan sayap sebagai ungkapan yang menunjuk pada gerak para utusan yang melalui sungai-sungai dengan kecepatan secepat nyamuk berpindah tempat. Oleh karena itu, ungkapan “di seberang sungai-sungai Etiopia” (18:1) tidak harus berarti bahwa negara dengingan sayap itu adalah negara Etiopia yang terletak di sebelah Selatan Mesir, tetapi juga bisa berarti negara yang dilewati oleh sungai-sungai Etiopia. Ada yang berpendapat bahwa negeri dengingan sayap itu adalah Mesir. Pendapat ini didasari pemahaman bahwa penguasa Mesir pada masa itu adalah keturunan Etiopia. Akan tetapi, pendapat ini janggal karena sebutan “Mesir” dipakai langsung di berbagai tempat lain dalam nubuat Nabi Yesaya. Utusan atau duta yang diutus oleh negeri dengingan sayap itu mengajak bangsa Yehuda untuk berkoalisi melawan Kerajaan Asyur. Akan tetapi, bangsa Yehuda menolak tawaran itu, dan utusan itu disuruh untuk kembali. Walaupun tawaran koalisi dari negara yang ditakuti, kuat, ulet, dan lalim (18:2) akan bermanfaat saat negara berhadapan dengan musuh yang kuat, Allah menghendaki agar bangsa Yehuda hanya bergantung kepada Dia saja, tidak bergantung kepada bangsa atau negara lain. Pada waktunya, negeri dengingan sayap itu akan dikerat ranting-rantingnya dengan pisau pemangkas (18:4-6)—ungkapan ini menunjuk pada hukuman yang akan dijatuhkan Tuhan pada mereka. Yang mengesankan, penghukuman ini berakhir dengan pertobatan (18:7; bandingkan dengan 2:2-5).
Pada masa pandemi ini, setiap orang—termasuk orang Kristen—terancam bahaya kematian. Di satu sisi, orang Kristen wajib menaati anjuran dari pemerintah untuk memakai masker, menjaga jarak, menjaga kebersihan, serta mengusahakan imunitas (kekebalan) dengan memakan makanan bergizi. Di sisi lain, kita harus meyakini bahwa mati-hidup kita di tangan Tuhan. Kita tidak boleh hidup sembrono, tetapi kita pun tak perlu hidup dalam ketakutan sehingga menjadi egois, hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri. Dalam situasi apa pun, kita harus mengabdikan hidup kita untuk menjalankan kehendak Tuhan. Apakah Anda pernah memikirkan kehendak Tuhan bagi diri Anda? [P]