Imamat 17
Sebelum aturan tentang persembahan korban yang berpusat di Kemah Suci atau Kemah Pertemuan ditetapkan, bangsa Israel mempersembahkan korban di mana saja. Akan tetapi setelah Kemah Suci didirikan, persembahan korban harus dilakukan di Kemah Suci dan yang menyelenggarakan upacara pengorbanan haruslah seorang imam. Pada zaman itu, masyarakat zaman itu biasa mempersembahkan korban kepada jin-jin di padang. Melalui aturan bahwa persembahan korban harus di Kemah Suci, Allah mencegah umat-Nya mengikuti kebiasaan kafir itu. Yang menjadi pertanyaan, “Mengapa orang Israel tidak boleh menyembelih lembu atau domba atau kambing sendiri?” (17:3-4). Kita perlu memahami bahwa perintah TUHAN ini diberikan saat bangsa Israel berada dalam perjalanan menuju Tanah Kanaan. Karena mereka belum menetap, daging binatang ternak terbatas. Oleh karena itu, seluruh daging ternak yang halal dipakai untuk upacara pengorbanan. Bangsa Israel hanya makan daging pada hari raya. Itulah sebabnya, saat mereka bosan memakan “manna” saja, mereka melakukan “demo” meminta daging kepada Musa (Bilangan 11:1-4). Kita juga perlu menyadari bahwa peraturan pembatasan memakan daging itu hanya bersifat sementara. Setelah mereka memasuki Tanah Kanaan, peraturan pembatasan memakan daging itu akan dicabut dan mereka boleh bebas makan daging (Ulangan 12:10, 15).
Pada zaman ini, kita bebas makan daging. Akan tetapi, kita harus waspada agar kebebasan kita tidak melampaui batas. Kita tidak boleh mengikuti kebiasaan orang-orang yang tidak mengenal Allah, yang memberikan persembahan kepada roh-roh, baik ditujukan pada para dewa atau ditujukan kepada arwah orang yang sudah mati. Kita harus selalu menyadari bahwa Allah yang kita sembah adalah Allah yang cemburuan. Allah sakit hati bila kita menyembah ilah lain. Hanya Dia yang patut untuk disembah! Orang percaya tidak boleh menyembah ilah lain, apa pun alasannya! Menyembah ilah lain demi mendapatkan kekayaan, kekuasaan, jodoh, popularitas, kesenangan, dan sebagainya adalah terlarang! Walaupun kita bebas memakan apa pun atau melakukan apa pun, kita harus senantiasa menyadari bahwa ada batas yang tidak boleh diterjang, yaitu bahwa apa yang kita lakukan tidak boleh menghilangkan kesetiaan kita kepada Allah! [GI Purnama]