Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 35:1-29
Setelah Musa turun dari Gunung Sinai dengan membawa dua loh batu yang baru yang berisi sepuluh hukum Allah (34:27-29), Musa mulai melakukan persiapan untuk membangun Kemah Suci.
Yang menarik, persiapan pertama yang dilakukan Musa sebelum pembangunan dimulai adalah mengingatkan tentang peraturan Sabat (35:1-3). Jelaslah bahwa peraturan Sabat bukan hanya berlaku untuk masa depan (setelah pembangunan selesai), melainkan telah diberlakukan sebelum Kemah Suci mulai dibangun. Para pekerja yang membangun Kemah Suci juga harus mengindahkan peraturan Sabat. Mereka harus beristirahat setiap hari yang ketujuh. Dari satu sisi, pemberlakuan peraturan Sabat menjelang pelaksanaan proyek pembangunan Kemah Suci ini secara tidak langsung mengingatkan bahwa walaupun orang-orang yang membangun itu merupakan orang-orang yang ahli dalam bidangnya (35:30-36:2), mereka memiliki keterbatasan manusiawi. Mereka perlu beristirahat sesudah bekerja keras. Dari sisi lain, Sabat juga mengingatkan bahwa sumber kekuatan dan pengetahuan yang memampukan para pekerja melaksanakan tugas mereka adalah berasal dari Allah sendiri.
Persiapan kedua yang dilakukan Musa sebelum pembangunan Kemah Suci dimulai adalah mempersiapkan hati. Musa menghendaki agar seluruh bangsa Israel terlibat dalam pembangunan. Mereka yang tidak ikut membangun secara fisik pun harus ikut membangun dengan mempersembahkan harta benda mereka. Dalam Perjanjian Baru, Tuhan Yesus bersabda, “di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.” (Matius 6:21). Melalui tindakan mempersembahkan harta, seluruh bangsa Israel ikut merasakan bahwa pembangunan Kemah Suci itu merupakan proyek bersama, bukan sekadar proyek Musa.
Persiapan membangun Kemah Suci yang dilakukan Musa ini adalah pelajaran berharga bagi gereja pada masa kini dan bagi setiap orang yang ingin melayani Allah. Kita harus menyadari bahwa sumber kekuatan kita dalam melayani terletak pada Allah yang memberi kekuatan. Kita pun harus melayani dengan segenap hati, termasuk dengan mempersembahkan harta benda kita yang sebenarnya juga berasal dari pemberian Allah. Dengan demikian, seluruh pelayanan yang kita lakukan akan membuat Allah dimuliakan melalui kehidupan kita. [GI Purnama]