Bacaan Alkitab hari ini:
Keluaran 20:4-6 (Hukum Kedua)
Dari dalam dirinya, setiap manusia menyadari akan adanya Sang Ilahi. Namun, karena manusia telah tercemar oleh dosa maka ia tidak dapat mengenal Allah yang sejati (Roma 1:18-21). Selain itu, setiap manusia lebih menyukai segala sesuatu yang konkrit dan pengalaman yang nyata dalam hidupnya daripada segala sesuatu yang tidak jelas (abstrak) atau tidak pasti. Di lain pihak, Allah itu tidak dapat dilihat secara kasat mata, dan berbagai konsep tentang Allah bersifat abstrak. Itulah sebabnya, manusia membuat patung, ukiran, dan berbagai figur (bentuk)—entah terbuat dari kayu, batu, perak, emas, maupun bahan lainnya—sebagai perwujudan dari Sang Ilahi, lalu menyembah berbagai buatan tangan itu (Roma 1:22-23). Dengan melakukan tindakan seperti itu, manusia jatuh ke dalam dosa penyembahan kepada ilah-ilah, sehingga perbuatan itu sangat dibenci oleh Allah (Roma 1:24-32). Allah tidak dapat diwakili atau digambarkan oleh buatan manusia dalam bentuk apa pun juga. Allah ingin agar kita mengenal dan menyembah Dia sebagaimana adanya, yaitu sebagai Roh (Yohanes 4:24).
Allah yang diberitakan dalam Alkitab adalah Pribadi yang Pencemburu. Sifat cemburu Allah sangat berbeda dengan sifat cemburu manusia. Manusia dapat cemburu terhadap sesuatu yang dimiliki oleh orang lain, padahal ia tidak berhak untuk mendapatkan apa yang menjadi objek rasa cemburunya. Sebagai contoh, seorang pegawai cemburu terhadap direktur perusahaan yang lebih memperhatikan rekan kerjanya. Sikap cemburu semacam ini salah karena sang pegawai tidak berhak menuntut agar sang atasan paling memperhatikan dirinya. Tidak demikian halnya dengan Allah. Dia berhak meminta kita mengasihi Dia saja dan menaati kehendak-Nya (20:5) karena Dia adalah Sang Pencipta segala sesuatu. Dialah yang telah membebaskan kita dari jerat dosa, dan tindakan-Nya itu membuktikan kesetiaan Allah pada janji-Nya (20:1-3). Sudah sewajarnya dan sepantasnya bila Allah memerintahkan kita untuk hanya mengasihi Dia dan mematuhi perintah-Nya. Tidak boleh ada bentuk-bentuk buatan tangan manusia yang mengalihkan penyembahan kita kepada Allah, meskipun benda yang kita sembah itu dianggap sebagai wakil dari keberadaan Allah. [Pdt. Emanuel Cahyanto Wibisono]