Kesetiaan Allah kepada Esau

Bacaan Alkitab hari ini:

Kejadian 36

Dalam suatu kompetisi, biasanya ada aturan tidak tertulis yang dipahami oleh kedua regu atau tim atau sang competitor, yang mengatakan bahwa pemenang akan mengambil semua hadiah, sedangkan yang kalah tidak akan mendapatkan apa-apa kecuali hadiah hiburan. Akibatnya, kita sering melihat persaingan sengit yang terjadi karena tidak ada yang mau menjadi pihak yang kalah, yang kehilangan segala-galanya.

Hal ini berbeda dengan perlakuan Tuhan terhadap keluarga besar Ishak; kita sudah membaca sampai pasal 35 yang menjadi titik puncak kisah keluarga Ishak, dengan Yakub atau Israel yang menjadi “pemenang” dari persaingan saudara kembar, sedangkan Esau menjadi pihak yang kalah. Namun, apakah dengan demikian Esau kehilangan segala-galanya? Tidak demikian. Tuhan kita adalah Tuhan yang adil, dan keadilan-Nya Ia tunjukkan dengan tetap setia kepada janji-Nya, bukan saja terhadap Abraham, Ishak, dan Yakub, namun juga kepada Ismael (21:12-13,18; 25:12-18) dan Esau (27:40) yang tidak termasuk pewaris janji kepada Abraham. Bahkan, penulis kitab Kejadian mendedikasikan seluruh pasal 36 ini hanya untuk mencatat silsilah keluarga besar Esau sampai pada kerajaan Edom. Hal ini jelas menunjukkan adanya perhatian Tuhan yang besar terhadap Esau, meskipun ia bukan nenek moyang umat pilihan yang dipilih oleh Tuhan. Bagaimanapun juga, Esau (dan juga Ismael) adalah keturunan Abraham, sehingga mereka menerima janji pemeliharaan Tuhan.

Di pasal yang hanya berisikan silsilah keluarga yang bukan termasuk umat pilihan ini, kita bukan hanya dapat melihat soal keadilan Tuhan dan kesetiaan Tuhan saja, namun kita juga bisa melihat betapa besarnya kebaikan hati Tuhan yang tetap mengasihi dan memberikan kesempatan bagi Esau untuk berkembang—meskipun di kemudian hari, bangsa Edom akan menjadi duri dalam daging dalam sejarah Israel. Jikalau Tuhan sedemikian luar biasa mempertahankan kesetiaan-Nya pada kaum yang sebenarnya berada di luar janji-Nya tersebut, apalagi bagi umat pilihan-Nya: Sungguh luar biasa kasih, kesetiaan, dan keadilan Tuhan terhadap diri kita. Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus mengemukakan janji Tuhan kepada umat-Nya, “Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” (Roma 8:32). [Sung]