2 Korintus 2:5-17
Hubungan yang sehat adalah hubungan yang saling membangun. Hubungan yang saling membangun ini bukanlah hubungan yang hanya saling mendorong atau saling menguatkan atau saling mendukung (menyetujui), melainkan juga hubungan yang saling menegur (mencela, mengingatkan). Dalam jemaat Korintus terdapat orang yang perbuatan-nya membuat orang-orang lain menjadi sedih (2:5). Orang ini mungkin adalah orang yang menyebar hoax atau yang telah menyakiti hati Rasul Paulus, tetapi bisa juga orang (pria) yang hidup (selingkuh) dengan istri ayahnya (1 Korintus 5:1, mungkin saja sang ayah sudah meninggal). Berhubungan (selingkuh) dengan ibu tiri merupakan dosa yang terkutuk. Dalam tradisi kafir pun, hubungan semacam ini dilarang. Agaknya jemaat Korintus telah memberikan teguran keras terhadap anggota jemaat yang melakukan dosa semacam ini. Setelah mendapat teguran keras, orang itu agaknya menjadi sadar dan sangat menyesal dan menjadi sedih. Terhadap anggota jemaat yang menyesal dan menjadi sedih setelah dosanya ditegur, para anggota jemaat yang lain harus berlapang dada dan memaafkan orang itu. Bila dosa anggota jemaat itu adalah sikap buruk terhadap Rasul Paulus. Rasul Paulus menegaskan bahwa dia telah mengampuni kesalahan orang itu (2 Korintus 2:10). Pengampunan akan membuat orang yang telah melakukan dosa itu tidak perlu terus tenggelam dalam penyesalan, melainkan bisa mulai menjalani kehidupan dengan cara hidup yang baru.
Bagaimana sikap Anda terhadap mantan narapidana yang telah bertobat atau terhadap orang pernah melakukan kesalahan, tetapi kemudian telah bertobat dan menjalani kehidupan yang baru? Apakah Anda bersedia menerima kehadiran orang seperti itu dalam gereja? Apakah sikap saling menegur dan saling mengampuni telah menjadi budaya dalam gereja Anda dan dalam kehidupan rumah tangga Anda? Ingatlah bahwa Tuhan Yesus mengasihi manusia berdosa, termasuk para pelacur, petugas pajak yang jahat dan bersikap menindas rakyat, serta penjahat kelas kakap yang disalibkan bersama diri-Nya! Mengasihi orang yang baik adalah sikap biasa yang bisa dilakukan oleh setiap orang. Akan tetapi, mengampuni dan mengasihi orang jahat, apalagi orang yang telah berbuat jahat terhadap diri kita sendiri, hanya bisa dilakukan dengan anugerah Allah. [GI Purnama]