Penghukuman Yang Pasti
Mikha 3-4
Apa yang membuat seseorang tidak mau segera bertobat dari dosa-dosanya? Biasanya, orang yang tidak mau segera bertobat—walaupun menyadari bahwa dirinya telah berbuat dosa—adalah orang yang beranggapan bahwa hukuman terhadap dosa itu tidak ada, karena keadaan mereka baik-baik saja, bahkan mereka lebih makmur dan senang dibandingkan dengan orang yang hidupnya menjauhi dosa. Para pemimpin bangsa dan nabi-nabi Israel maupun Yehuda juga merasa sangat yakin bahwa TUHAN ada di tengah-tengah mereka, sehingga apa pun yang mereka lakukan, mereka tidak akan mengalami malapetaka (3:11). Keyakinan seperti ini sering kali membutakan banyak orang Kristen, dan membuat mereka beranggapan bahwa mereka bebas melakukan dosa karena Allah pasti mengerti dan mengasihi mereka tanpa syarat. Dalam Galatia 5:13, Rasul Paulus berkata, “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.” Allah mengampuni dosa kita agar kita tidak lagi hidup di dalamnya, tetapi hidup mengasihi Tuhan dan sesama.
Para pemimpin Israel dan Yehuda melakukan dosa dengan menindas orang yang dipercayakan kepada mereka. Mereka mengambil keuntungan bagi diri sendiri dengan menindas orang lain. Nabi Mikha menggambarkan perbuatan mereka sebagai tindakan kanibal. Dengan rakus dan kejam, mereka menghabisi orang lain (Mikha 3:2-3). Nabi-nabi yang seharusnya menyampaikan firman TUHAN, justru mengejar keun-tungan pribadi dengan menyampaikan nubuat palsu (3:5,11). Nabi Mikha mengingatkan bahwa TUHAN pasti akan menghukum mereka (3:4,6,7, 12). Kesabaran dan kebaikan TUHAN tidak boleh dipandang sebelah mata. Ia memberikan anugerah, tetapi anugerah-Nya tidak pernah mu-rahan. Setiap orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus dan mendapat pengampunan dosa tidak boleh dengan sengaja hidup di dalam dosa, karena kita sudah mati bagi dosa. Dalam Roma 6:1-2, Rasul Paulus berkata, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Boleh-kah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, Bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” [WY]