Keputusan Berisiko Tinggi
Kisah Para Rasul 21:1-26
Hidup selalu diwarnai oleh pengambilan keputusan. Allah mencipta-kan manusia sebagai makhluk yang memiliki kehendak bebas, walaupun kebebasan itu terbatas. Kebebasan itu membuat keputusan kita tidak selalu bisa langsung kita sebut sebagai kehendak Allah. Di satu sisi, Allah memiliki rencana yang tak bisa ditolak, yang kita sebut sebagai kehendak Allah yang mutlak. Di sisi lain, Allah juga memiliki kehendak moral. Bila kita berbuat dosa, jelas bahwa kita melakukan kehendak kita sendiri, bukan melakukan kehendak Allah karena dosa bertentangan dengan kehendak moral Allah.
Roh Kudus sudah memberi tahu Rasul Paulus bahwa rencananya untuk pergi ke Yerusalem akan membuat dia menghadapi ancaman penjara dan kesengsaraan (20:23). Kita sulit menilai apakah rencana itu adalah bagian dari kehendak Allah yang mutlak atau merupakan hasil keputusan Rasul Paulus sendiri. Sekalipun demikian, jelas bahwa rencana itu tidak bertentangan dengan kehendak moral Allah. Walaupun “bisikan Roh” membuat para murid di kota Tirus menyarankan agar Rasul Paulus jangan melanjutkan perjalanan ke Yerusalem (21:4), dan nubuat Nabi Agabus tentang penangkapan Rasul Paulus oleh bangsa lain—yaitu oleh prajurit Romawi—membuat para murid di Kaisarea meminta Rasul Paulus agar tidak melanjutkan perjalanan ke Yerusalem (21:10-12), Rasul Paulus bebas memutuskan untuk tetap pergi ke Yerusalem. Keputusan Rasul Paulus untuk tetap pergi ini tidak memiliki permasalahan moral, melainkan merupakan bagian dari kebebasan yang diberikan Allah kepa-da manusia. Perkenan Tuhan terlihat jelas dalam dorongan yang Ia beri-kan di kemudian hari, "Kuatkanlah hatimu, sebab sebagaimana engkau dengan berani telah bersaksi tentang Aku di Yerusalem, demikian juga-lah hendaknya engkau pergi bersaksi di Roma." (23:11).
Misi Kristen selalu diwarnai oleh keputusan berisiko tinggi. Melalui orang-orang yang berani menempuh risiko sebagai ungkapan kesetiaan dan ketaatan terhadap kehendak Allah, misi Kristen melakukan berbagai terobosan yang membuat banyak orang bisa mengenal Kristus dan memperoleh keselamatan. Dalam sejarah Kristen, kita mengenal banyak misionaris yang mengorbankan nyawanya sebelum Injil bisa diterima oleh suatu kelompok masyarakat. Apakah pada zaman ini masih ada orang yang berani mengorbankan nyawa untuk pemberitaan Injil? [P]