Kasih Allah Menghilangkan Ketakutan
Yesaya 43
Kasih Allah amat berbeda dengan kasih manusia. Manusia cenderung untuk mengasihi orang yang diharapkan akan memberi keuntungan atau membalas kebaikan kita, sedangkan Allah tetap mengasihi kita walaupun kita telah mengecewakan Dia. Allah berkata tentang umat-Nya, "Sungguh, engkau tidak memanggil Aku, hai Yakub, dan engkau tidak bersusah-susah karena Aku, hai Israel. Engkau tidak membawa domba korban bakaranmu bagi-Ku, dan tidak memuliakan Aku dengan korban sembelihanmu. Aku tidak memberati engkau dengan menuntut korban sajian atau menyusahi engkau dengan menuntut kemenyan. Engkau tidak membeli tebu wangi bagi-Ku dengan uang atau mengenyangkan Aku dengan lemak korban sembelihanmu. Tetapi engkau memberati Aku dengan dosamu, engkau menyusahi Aku dengan kesalahanmu.” (43:22-24). Mengingat bahwa Allah menciptakan manusia untuk kemuliaan-Nya (43:7), jelas bahwa cara hidup umat Israel telah mengecewakan Allah! Dari satu sisi, dosa akan mendatangkan hukuman Allah. Perkataan “menyeberang melalui air” dan “berjalan melalui api” (43:2) menunjuk kepada kesulitan dan penderitaan yang harus dialami oleh umat Allah. Dari sisi lain, Allah tidak membuang umat-Nya yang telah mengecewakan itu! Dalam kitab Yesaya—termasuk dalam bacaan Alkitab hari ini—Allah mengatakan kepada umat-Nya, “jangan takut” sampai lima belas kali (7:4; 8:12; 10:24; 35:4; 37:6; 40:9; 41:10,13, 14; 43:1,5; 44:2,8; 51:7; 54:4). Kita tidak perlu takut karena kita berharga di mata Allah dan mulia (43:4). Ingatlah bahwa kita berharga bukan karena kita baik, melainkan karena Allah telah memutuskan untuk mengasihi umat-Nya dan Ia tidak pernah mengubah keputusan-Nya.
Kasih Allah yang membebaskan kita dari ketakutan itu seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk membalas kasih-Nya melalui sikap ketaatan terhadap kehendak Allah serta melalui sikap mengasihi sesama yang diwujudkan dengan cara menyalurkan kasih Allah yang telah kita terima. Mengasihi Allah dan mengasihi sesama berarti bahwa kita mengalihkan perhatian dari diri kita sendiri dan melepaskan pilihan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Kasih Allah yang telah kita terima lebih dahulu tanpa syarat akan membebaskan kita untuk mengasihi sesama tanpa mengharapkan balasan. Apakah Anda telah menerima kasih Allah itu dan merespons dengan semestinya? [P]