GKY Sydney Transformational Church - Transforming People To Transform World

View Original

Allah Tidak Melupakan Umat-Nya

Yesaya 49:1-50:3

Seorang yang mengalami penderitaan hebat sering kali merasa bahwa dirinya diabaikan atau dilupakan oleh orang lain. Demikian pula dengan umat Yehuda. Saat mereka berada dalam keadaan terpuruk, ditindas oleh penjajah, apa lagi saat berada di pembuangan, mudah bagi mereka untuk merasa ditinggalkan atau dilupakan oleh Tuhan (49:14). Akan tetapi, firman Tuhan memberi jaminan, “Bersorak-sorailah, hai langit, bersorak-soraklah, hai bumi, dan bergembiralah dengan sorak-sorai, hai gunung-gunung! Sebab TUHAN menghibur umat-Nya dan menyayangi orang-orang-Nya yang tertindas.” (49:13). Tuhan memastikan umat-Nya bahwa kasih-Nya melebihi kasih seorang ibu terhadap anak kandungnya (49:15). Allah tidak pernah berhenti memperhatikan umat-Nya (49:16).

Kesulitan dalam memahami kasih dan perhatian Allah disebabkan karena kita memakai pikiran dan perasaan kita yang gampang berubah untuk memahami Allah. Kita merasa disayangi saat mengalami hal-hal yang menyenangkan, tetapi merasa dibuang atau tidak dipedulikan saat mengalami hal-hal yang tidak menyenangkan, padahal jalan pikiran Allah tidak seperti yang kita bayangkan. Kasih Allah tidak pernah berubah. Ia mengasihi kita bukan hanya saat kita sukses, tetapi juga saat kita gagal atau menderita. Bila Allah membiarkan umat-Nya dikalahkan atau ditindas musuh, hal itu bukan berarti bahwa Allah tidak mengasihi umat-Nya, melainkan bahwa Allah sedang mendidik melalui penderitaan atau hukuman yang Dia izinkan menimpa umat-Nya. Jadi, pembuangan ke Babel yang dialami umat Yehuda tidak berarti bahwa Allah melupakan umat-Nya atau Allah tidak sanggup membela umat-Nya. Ingatlah pengalaman bangsa Israel seperti saat Allah mengeringkan laut untuk membawa umat-Nya menyeberang (50:2).

Apakah Anda pernah merasa dilupakan oleh Allah? Apakah Anda pernah meragukan kasih Allah? Ingatlah selalu bahwa Allah itu tidak sama dengan manusia! Sadarilah bahwa perasaan manusialah yang sering berubah-ubah. Kasih dan kesetiaan manusia kepada Allah bisa berubah, tetapi Allah tidak pernah berubah. Itulah sebabnya, di tengah ratapan terhadap keruntuhan kota Yerusalem, bisa muncul pengakuan, “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!” (Ratapan 3:22-23). [P]