GKY Sydney Transformational Church - Transforming People To Transform World

View Original

Memulihkan Relasi Yang Buruk

2 Samuel 19:1-14

Perang Dunia Kedua, yang terjadi dalam rentang tahun 1939-1945, disebut-sebut sebagai konflik paling mematikan sepanjang sejarah peradaban umat manusia, yaitu menewaskan hingga sekitar enam puluh juta jiwa. Berakhirnya Perang Dunia Kedua di tahun 1945 menyisakan tugas berat bagi seluruh negara yang terdampak untuk memulihkan tatanan kehidupan yang porak-poranda. Demikian juga dengan Israel pasca gagalnya pemberontakan Absalom. Meskipun perang telah berhenti dan orang Israel telah melarikan diri masing-masing ke kemahnya (19:8b), namun raja belum kembali ke istananya. Inilah yang menimbulkan perbantahan di antara para pemuka suku-suku di Israel. Dalam hal ini, para tua-tua Israel di luar Yehuda lebih tanggap dalam mengemukakan wacana pengembalian takhta kepada Raja Daud, ketimbang tua-tua Yehuda yang memilih untuk bungkam.
Keengganan tua-tua Yehuda untuk segera mengembalikan Raja Daud ke takhtanya mungkin disebabkan adanya rasa takut atau rasa bersalah, karena hubungan suku Yehuda dengan keluarga Raja Daud le-bih dekat ketimbang suku-suku lain. Mereka khawatir bahwa Raja Daud akan membalas dendam atas pengkhianatan mereka. Itulah sebabnya, para tua-tua Yehuda memilih untuk bungkam terhadap wacana pemulih-an kedudukan raja. Demi menunjukkan niat baik dan menjalin kembali relasi dengan mereka, Raja Daud meminta Imam Zadok dan Abyatar untuk berbicara meyakinkan mereka dan mengganti Yoab dengan Amasa sebagai panglima perang raja. Pada akhirnya, seluruh tua-tua Yehuda sepakat mendukung Raja Daud untuk kembali memimpin sebagai Raja Israel.
Tidak mudah memulihkan kembali relasi yang telah rusak. Lebih-lebih bila keretakan hubungan disebabkan oleh pengkhianatan yang dilakukan oleh salah satu pihak. Namun, Raja Daud—sebagai pihak yang dikhianati—memiliki hati yang besar, sehingga ia berinisiatif untuk menjalin relasi lebih dulu dengan orang-orang yang pernah menjadi seterunya. Sikap kebesaran hati dan pro-aktif ini memulihkan kembali relasi yang telah rusak. inilah yang harus dimiliki oleh setiap orang Kristen, lebih-lebih setelah kita sadar bahwa sebenarnya kita dulu adalah seteru Allah, namun Allah lebih dulu berinisiatif memulihkan relasi kita dengan-Nya lewat penebusan dalam Kristus Yesus. [FI]